• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENYAKIT KARANG KERAS (Scleractinia) PADA MUSIM PERALIHAN I DI PERAIRAN PULAU MENJANGAN KECIL, KARIMUNJAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PENYAKIT KARANG KERAS (Scleractinia) PADA MUSIM PERALIHAN I DI PERAIRAN PULAU MENJANGAN KECIL, KARIMUNJAWA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

IDENTIFIKASI PENYAKIT KARANG KERAS (Scleractinia)

PADA MUSIM PERALIHAN I

DI PERAIRAN PULAU MENJANGAN KECIL, KARIMUNJAWA

dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu Studi Akhir dalam memperoleh gelar Sarjana Kelautan di Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:

Ria Widyaningrum NIM. L1C016059

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO 2019

(2)
(3)

iii

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai identifikasi penyakit karang keras (Scleractinia) di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa yang dilakukan pada musim Peralihan I. Karang dapat terinfeksi penyakit akibat tekanan ekologis seperti polusi karena antropogenik, serta infeksi patogen. Kegiatan pariwisata di lokasi penelitian dikhawatirkan memicu stres pada karang. Penyakit karang menyebabkan kematian pada terumbu karang. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui jenis karang yang terinfeksi penyakit, jenis penyakit, persentase prevalensi penyakit, persentase tutupan dari karang keras (Scleratinia), serta parameter fisika dan kimia yang mendukung pertumbuhan karang. Metode pengamatan menggunakan Belt Transect (identifikasi penyakit, persentase prevalensi penyakit) dan Line Intercept Transect (persentase tutupan) dari karang keras (Scleractinia).

Hasil penelitian terdapat 4 jenis karang yang terinfeksi penyakit yaitu: genus Acropora, Porites, Montipora, dan Favites. 8 jenis penyakit karang yang ditemukan: Predation (PRD), Atramentous Necrosis (AtN), Skeletal Eroding Band

(SEB), Ulterative White Spots (UWS), White Syndeomes (WS), White Band Disease

(WBD), Black Band Disease (BBD), dan Bleaching (BL) dengan persentase prevalensi karang sebesar 21,33%-22,01%, serta peresentase tutupan karang sebesar 40,58% - 55,38%. Keseluruahan parameter fisika dan kimia mendukung kehidupan karang, kecuali suhu dan salinitas diluar kisaran optimal, sehingga memicu stres pada karang keras.

Kata Kunci: Perairan Menjangan Kecil; Musim peralihan I; Antropogenik; Penyakit karang; dan Prevalensi.

(4)

iv

ABSTRACT

This research on the identification of hard coral disease (Scleractinia) in the waters of Menjangan Kecil Island, Karimunjawa carried out during the transitional season I. Coral reefs can be infected by ecological pressure such as pollution anthropogenic, as well as infected by pathogens. Tourism activities in the research site are feared to trigger stress on the corals. Coral diseases can cause death in coral reefs. The purpose of research is to determine the type of coral infected by diseases, types of diseases, percentage of disease prevalence, percentage of the tutapan of hard corals (Scleratinia), as well as physical and chemical parameters that support coral growth. The observation method uses Belt Transect (identification of disease, percentage of disease prevalence) and Line Intercept Transek (cover percentage) of hard corals (Scleractinia).

The results of the research are 4 types of coral infected with the disease: genus Acropora, Porites, Montipora, and Favites. 8 Types of coral diseases found: Predation (PRD), Atramentous Necrosis (AtN), Skeletal Eroding Band (SEB), Ulterative White Spots (UWS), White Syndeomes (WS), White Band Disease (WBD), Black Band Disease (BBD), and Bleaching (BL) with percentages The prevalence of coral 21,33%-22.01%, as well as coral cover of 40.58%-55.38%. Keseluruahan physical and chemical parameters support the life of corals, except the temperature and salinity outside the optimal range, thus becoming a stress trigger on hard corals.

Keywords: Menjangan Kecil island; Transitional season I; Anthropogenic; Coral disease; and Prevalence.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek dengan judul “Identifikasi Penyakit Karang Keras (Scleractinia) pada Musim Peralihan I di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa”. Laporan Kerja Praktek ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungan kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan penulisan laporan. Penulis berharap Laporan Kerja Praktek ini dapat memberikan informasi dan kontribusi yang bermanfaat untuk kajian karang.

Purwokerto, Oktober 2019

(6)

vi

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PENGESAHAN KERJA PRAKTEK ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan ... 4 1.4. Manfaat ... 4 1.4.1. Akademis ... 4 1.4.2. Praktis/Teknis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Terumbu Karang ... 6

2.2. Persentase Tutupan Karang ... 6

2.3. Penyakit Karang ... 9

2.4. Prevalensi Karang ... 11

2.5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 11

2.5.1. Suhu Perairan ... 12

2.5.2. Salinitas ... 12

2.5.3. PH ... 12

2.5.4. Kedalaman ... 13

2.5.5. Oksigen Terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) ... 13

III. MATERI DAN METODE ... 14

3.1. Materi Kerja Praktek ... 14

3.1.1. Alat ... 14

3.1.2. Bahan ... 15

3.2. Metoda Kerja Praktek ... 16

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 17

3.2.2. Pengumpulan Data Persentase Tutupan Karang ... 18

3.2.3. Identifikasi Penyakit Karang ... 19

3.2.4. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 25

3.3. Waktu dan Tempat ... 27

3.4. Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

(7)

vii

4.2. Jenis Karang Keras (Scleractinia) yang Terinfeksi Penyakit ... 29

4.2.1. Acropora... 30

4.2.2. Porites ... 30

4.2.3. Montipora ... 31

4.2.4. Favites ... 32

4.3. Penyakit dan Patogen Karang di Perairan Menjangan Kecil ... 32

4.3.1. Predation (PRD) ... 33

4.3.2. Atramentous Necrosis (AtN) ... 35

4.3.3. Skeletal Eroding Band (SEB) ... 36

4.3.4. Ulterative White Spots (UWS) ... 37

4.3.5. White Syndromes (WS) ... 38

4.3.6. White Band Disease (WBD) ... 39

4.3.7. Black Band Disease (BBD) ... 39

4.3.8. Bleaching (BL) ... 40

4.4. Persentase Prevalensi Penyakit Karang di Perairan Menjangan Kecil .... 43

4.5. Presentase Tutupan Karang Keras di Perairan Menjangan Kecil ... 45

4.6. Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1. Kesimpulan ... 49

5.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 55

UCAPAN TERIMA KASIH ... 68

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Gambar bentuk pertumbuhan karang Acropora dan non-Acropora ... 7

2. Jenis penyakit pada karang keras (Scleractinia) ... 10

3. Alat yang digunakan dalam kerja praktek ... 14

4. Bahan yang digunakan dalam kerja praktek ... 15

5. Lokasi penelitiaan ... 17

6. Jenis penyakit yang menyarang karang keras di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa... 29

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Diagram alur penelitian "Identifikasi Penyakit Karang Keras (Scleractinia) pada Musim Peralihan I di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa

... 16

2. Ilustrasi lokasi penelitian ... 17

3. Metode LIT ( Line Intercept Transect) ... 18

4. Ilustrasi metode belt transect ... 19

5. Lokasi penelitian ... 28

6. Jenis karang Acropora ... 30

7. Jenis karang Porites ... 30

8. Jenis karang Montipora ... 31

9. Jenis karang Favites ... 32

10. Identifikasi penyakit karang di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa. . 33

11. (a) (b) Acropora yang mengalami Predation (PRD), dan (c) (d) Porites yang mengalami Predation (PRD) ... 35

12. (a) Acropora yang terinfeksi Atramentous Necrosis (AtN) dan (b) Montipora yang terinfeksi Atramentous Necrosis (AtN) ... 36

13. (a) Favites yang terinfeksi Skeletal Eroding Band (SEB) dan (b) Porites yang terinfeksi Skeletal Eroding Band (SEB) ... 36

14. (a) Porites yang mengalami Ulterative White Spot (UWS) dan (b) Favites yang terinfeksi Ulterative White Spot (UWS) ... 38

15. (a) Acropora yang terinfeksi White Syndromes (WS) dan (b) Montipora yang terinfeksi White Syndromes (WS) ... 38

16. (a) Acropora yang terinfeksi White Band Disease (WBD) ... 39

17. (a) Acropora yang terinfeksi Black Band Disease (BBD) dan (b) Porites yang terinfeksi Black Band Disease (BBD) ... 40

18. (a) Acropora yang mengalami Bleaching (BL) ... 41

19. Predator yang menyebabkan Predation (PRD) pada karang di lokasi penelitian (a) ikan kakatua; (b) ikan kape-kape; (c) Drupella; dan (d) Acanthaster planci ... 42

20. Prevalensi penyakit karang keras (Scleractinia) di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa ... 44

21. Presentase tutupan karang keras (Scleractinia) di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa ... 45

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Identifikasi penyakit karang keras (Scleractinia) ... 55

2. Tabulasi prevalensi penyakit karang ... 60

3. Perhitungan prevalensi penyakit karang keras (Scleractinia) ... 61

4. Tabulasi tutupan karang keras (Scleractinia) ... 62

5. Pehitungan presentase tutupan karang keras (Scleractinia) ... 65

6. Perhitungan oksigen terlarut (DO)... 66

(11)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Karimunjawa yang terletak pada 45 mil lepas pantai Kabupaten Jepara dan memiliki gugusan pulau totalnya berjumlah 27 pulau. Terdapat 5 pulau berpenghuni dengan 4 pulau di antaranya masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Penetapan wilayah sebagai taman nasional didasarkan pada UU No. 5 tahun 1990, status wilayah Karimunjawa sebelumnya merupakan Cagar Alam Laut (Ramadhan, dan Apriliani, 2016).

Perairan Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik spesifik baik secara geografis maupun ekologis, yaitu kawasan perairan tipe semi tertutup, karena dikelilingi gugusan pulau-pulau besar maupun kecil, serta merupakan ekosistem terumbu karang yang tersebar luas dan merata (Yusuf, et al., 2012). Kepulauan Karimunjawa merupakan kawasan objek wisata yang menarik perhatian salah satunya Pulau Menjangan Kecil. Pulau ini memiliki luas sekitar 43,025 Ha (Pratama, et al., 2017). Ditambahkan Fahmi et al., (2017) bahwa Pulau Menjangan Kecil memiliki potensi sumberdaya karang dalam kategori sangat baik dengan persentase tutupan karang sebesar 75,17%. Sumberdaya karang yang melimpah menjadikan pulau tersebut menjadi destinasi wisatawan.

Penyusun utama terumbu karang adalah karang keras (Scleractinia) (Rahmi, 2013). Hasil penelitian di Perairan Indonesia mendapati beberapa karang keras (Scleractinia) mengalami penyakit karang antara lain yaitu jenis

Ulterative White Spots (UWS) yang menginfeksi Montipora sp. dan Porites sp., Growth Anomalies of Unknown Cause (GA) menginfeksi Porites sp., Sediment damage yang menyerang Porites sp.(Aldyza, dan Afkar, 2015), Black Band Disease

(12)

2

(BBD) menginfeksi Montipora sp. (Johan, et al., 2012). Selanjutnya Willis (2004)

dalam Rahmi (2013) menyatakan penyakit karang memberikan sumbangsih

terbasar dalam rusaknya terumbu karang.

Terumbu karang dapat terinfeksi penyakit akibat tekanan ekologis seperti polusi karena aktifitas manusia, serta terinfeksi oleh patogen (Rahmi, 2013). Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penurunan kualitas lingkungan perairan sangat berperan terhadap munculnya agent atau mikroorganisme pembawa patogen terhadap karang (Hazrul, et al., 2016). Agen/patogen pada karang diantaranya bakteri, jamur, virus dan protozoa (Santavy, 2005). Patogen dapat mematikan karang pada suhu lebih tinggi (Ben-Haim et al., 2003) dalam Johan (2010). Menurut Prabowo, et al., (2017) pada Musim Peralihan I (Maret-Mei) di perairan Karimunjawa terjadi peningkatan suhu permukaan laut yang cenderung tinggi. Musim Peralihan I merupakan peralihan musim hujan ke musim panas, keadaan perairan relatif tenang serta fluktuasi ombak yang kecil, hal ini menyebabkan penyerapan cahaya matahari maksimal ke dasar perairan, sebagai contoh penyakit Black Band Disease (BBD) pada karang Montipora sp. disebabkan oleh bakteri dari golongan Cyanobacterium yang membutuhkan matahari untuk berfotosistesis (Richardson, et al., 2009; Sato et al., 2010 dalam Johan et al., 2012).

Penyakit karang dapat menyebabkan kematian karang, perubahan struktur komunitas, penurunan keanekaragaman spesies dan organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang (Beeden, et al., 2008). Kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan degradasi ekosistem karang terutama pada

(13)

3

Musim Peralihan I di Perairan Pulau Menjangan Kecil, sehingga perlu dikaji lebih lanjut mengenai inventarisasi penyakit karang agar dapat mengetahui besarnya persentase prevalensi penyakit karang dan penutupan karang keras (Scleractinia).

1.2. Perumusan Masalah

Interaksi antara host atau inang karang, agent (patogen), dan lingkungan selama Musim Peralihan I dapat memicu terjadinya penyakit pada karang. Penyakit karang ini masih belum banyak di identifikasi terutama pada Perairan Pulau Menjangan Kecil yang dijadikan destinasi bagi wisatawan yang berkunjung di Kepulauan Karimunjawa. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan pengkajian terkait penyakit karang. Adapan permasalahan dapat dirumuskan sebagai barikut:

1. Jenis karang keras (Scleractinia) apa saja pada musim peralihan I yang terinfeksi penyakit karang di Pulau Menjangan Kecil?

2. Penyakit dan patogen karang apa saja yang ada pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil?

3. Berapa besar persentase prevalensi penyakit karang keras (Scleractinia) pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil?

4. Berapa besar persentase penutupan karang keras (Scleractinia) pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil?

5. Berapa nilai parameter fisika dan kimia perairan pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil?

(14)

4

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui jenis karang keras (Scleractinia) pada musim peralihan I yang terinfeksi penyakit karang di Pulau Menjangan Kecil.

2. Mengetahui jenis penyakit dan patogen karang pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil.

3. Mengetahui berapa besar persentase prevalensi penyakit karang keras (Scleractinia) pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil.

4. Mengetahui berapa besar persentase penutupan karang keras (Scleractinia) pada musim peralihan I di Pulau Menjangan Kecil.

5. Mengetahui nilai perameter fisika dan kimia perairan Pulau Menjangan Kecil pada musim Peralihan I di Pulau Menjangan Kecil.

1.4. Manfaat

Manfaat dari hasil penelitian mengenai identifikasi penyakit karang keras (Sceractinia) pada musim peralihan I di Peraian Pulau Menjangan Kecil, diharapkan dapat bermanfaat secara:

1.4.1. Akademis

Hasil penelitian dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiwa dan peneliti untuk penelitian selanjutnya mengenai identifikasi penyakit karang keras (Scleractinia).

1.4.2. Praktis/Teknis

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi pihak Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), sebagai informasi dan inventarisasi data mengenai jenis karang keras (Scleractinia) yang terinfeksi penyakit, patogen

(15)

5

pada karang keras (Scleractinia), persentase prevalensi penyakit karang dan penutupan karang pada musim Peralihan I di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa.

(16)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur, terutama hewan karang, bersama dengan biota lain yang hidup di dasar laut maupun kolom air. Hewan karang keras (Scleractinia), yang merupakan penyusun utama terumbu karang, terdiri dari polip dan skeleton. Polip merupakan bagian yang lunak, sedangkan skeleton merupakan bagian yang keras. Pada bagian polip terdapat tentakel (tangan-tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya. Setiap polip karang mengsekresikan zat kapur CaCO3 yang membentuk kerangka skeleton karang (Giyanto, et al., 2017).

2.2. Persentase Tutupan Karang

Penutupan terumbu karang adalah presentase penutupan suatu jenis karang hidup pada suatu areal tertentu (English, et al. 1994). Persentase tutupan terumbu karang menunjukan nilai keadaan kondisi terumbu karang yang hidup di dalam suatu perairan. Suatu ekosistem terumbu karang akan semakin bagus kondisinya apabila persentase penutupan karang hidup pada ekosistem tersebut lebih besar daripada persentase tutupan abiotiknya (Nugraha et al., 2016).

Berdasarkan bentuk pertumbuhan karang dibagi menjadi 2 yakni karang

Acropora dan karang Non-Acropora (English, et al., 1997). Karang Acropora

memiliki axial koralit (titik pertumbuhan pada karang) dan radial koralit (titik percabangan pada karang), sedangkan karang Non-Acropora hanya memiliki salah satu saja (axial koralit atau radial koralit). Berdasarkan perbedaan

(17)

7

tersebut bentuk pertumbuhan karang dibagi menjadi 13 kategori, yaitu 5 kategori Acropora, dan 8 Non-Acropora (Tebel 1).

Tabel 1. Gambar Bentuk Pertumbuhan Karang Acropora dan Non-Acropora

No Bentuk Pertumbuhan Keterangan

Acropora

1 Acropora Branching (ACB) Acropora yang bentuk pertumbuhan

koloninya bercabang seperti ranting.

2 Acropora Tabulate (ACT) Bentuk pertumbuhan menyerupai

meja, bercabang dengan arah mendatar.

3 Acropora Encrusting (ACE) Bentuk pertumbuhan seperti

merayap. Biasanya bentuk ini terjadi pada jenis Acropora yang belum tumbuh secara sempurna.

4 Acropora Submasive (ACS) Bentuk karang percabangan

menyerupai gada/lempeng dan kokoh.

(18)

8

5 Acropora Digitate (ACD) Bentuk koloni yang rapat seperti jari-jari tangan. Semua cabang berasal dari pangkal karang.

Non-Acropora

1 Coral branching (CB) Bentuk pertumbuhan karang

bercabang, mempunyai cabang yang lebih panjang dari pada diameter karangnya sendiri. Model percabangan saling menyambung pada umumnya ujung cabang karang meruncing.

2 Coral massive (CM) Karang massive berbentuk seperti

bongkahan batu padat.

3 Coral encrusting(CE) Karang yang berbentuk merayap

atau tumbuh dengan cara mengikuti bentuk substrat yang ditempelnya.

4 Coral Submassive (CMS) Karang Submassive memiliki bentuk

yang kokoh dengan disertai tonjolan atau kolom-kolom kecil.

(19)

9

5 Coral Foliose (CF) Bentuk pertumbuhan karang foliose

berbentuk lembaran-lembaran yang menyerupai daun.

6 Coral Mushroom (CMR) Karang jamur memiliki ciri-ciri

berbentuk oval, menyerupai jamur, jenis karang ini tidak berkoloni.

7 Coral Millepora (CME) Karang api memiliki ciri-ciri warna

kuning pada ujung koloni, memiliki rambut-rambut halus, yang terlihat di bawah air dan terlindung dari permukaan koloni.

8 Coral Heliopora (CHL) Karang biru memiliki ciri berwarna

biru pada rangka kapurnya. Memiliki koloni yang berbenuk seperti colomnar. Memiliki skeleton yang terbuar dari fibrokristalin yang melingkar pada polip.

Sumber: English, (1997); Rahmat, et al., (2001) dalam Dewi et al., (2018)a

2.3. Penyakit Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat vital karena memiliki fungsi ekologis yang penting diantaranya sebagai tempat mencari makan biota-biota, tempat memijah, dan tempat mengasuh. Selain itu juga ekosistem terumbu karang merupakan sumber pendapatan bagi manusia dan

(20)

10

menyediakan sumber makanan serta memberikan perlindungan terhadap pantai. Saat ini terumbu karang menghadapi ancaman semakin besar dengan adanya dampak perubahan iklim global (Muttaqin, et al., 2014). Pemanasan global dapat meningkatkan suhu air laut sehingga terumbu karang mengalami stress. Peningkatan suhu perairan yang tajam dapat berdampak negatif bagi kehidupan karang yaitu timbulnya penyakit karang (Johan, 2013).

Penyakit karang adalah gangguan terhadap kesehatan karang yang menyebabkan gangguan secara fisiologis bagi biota karang. Penyakit melibatkan interaksi antara host atau inang, agent, dan lingkungan. Penyakit karang dapat disebabkan oleh adanya infeksi biotik seperti bakteri, jamur, virus, atau protista yang dapat menyebar diantara organisme inang dan berdampak negatif terhadap kesehatan inang. Bentuk lain penyakit yang berdampak pada karang disebabkan oleh faktor abiotik contohnya lingkungan seperti tekanan suhu, sedimentasi, bahan kimia beracun, ketidakseimbangan nutrisi, dan radiasi UV (Raymundo, et al., 2008).

Munculnya penyakit karang dicirikan secara visual dengan adanya perubahan warna, kerusakan dari skeleton biota karang, sampai dengan kehilangan jaringan. Berikut ini adalah jenis-jenis penyakit karang yang umum dijumpai dan masih terus dilakukan pengamatan Siringoringo (2007) (Tabel 2).

Tabel 2. Jenis Penyakit pada Karang Keras (Scleractinia)

Penyakit Patogen Jenis Karang

Black band disease (BBD) Cyanobacteria Montiopora sp. Red Band Disease (RBD) Alga berfilamen Porites sp.

White band disease (WBD) Epobionts Acropora sp.

White plague (WP) Alga Porites sp

(21)

11

2.4. Prevalensi Karang

Prevalensi suatu penyakit karang merupakan suatu perbandingan dari jumlah koloni yang sakit dengan total koloni dari populasi karang di lokasi tertentu (Raymundo, et al., 2008). Menurut Abrar et al. (2012) berpendapat bahwa peningkatan prevalensi penyakit karang sering disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan dan adanya tekanan dari berbagai aktifitas manusia. Prevalensi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Raymundo et al., 2008).

Keterangan:

- Prevalensi (P) = Persentase prevalensi penyakit karang (%)

- Koloni terinfeksi penyakit = Jumlah koloni karang yang terinfeksi penyakit (individu)

- Total koloni = Jumlah total koloni karang (individu)

2.5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Indonesia memiliki musim yang dipengaruhi adanya angin monsoon. Angin musim (monsoon) terjadi secara periodik berdasarkan pernyataan Nontji (2008) dalam Dewi, et al., (2017)b menyatakan bahwa perairan Indonesia

dipengaruhi oleh angin musim dengan periode waktu : - Musim Barat (Desembar-Februari)

- Musim Peralihan I (Maret-Mei) - Musim Timur (Juni-Agustus)

- Musim Peralihan II (September-November).

Karakteristik variasi musim tersebut selanjutnya ditumbahkan Johan (2010) bahwa dapat memicu patogen karang tumbuh karena penyerapan

Prevalensi (P) = koloni terinfeksi penyakit

(22)

12

cahaya matahari optimal dan suhu yang tinggi. Tekanan ekologis seperti faktor antropogenik dan perubahan musim, menyebabkan penurunan kualitas perairan yang menjadi faktor pembatas bagi karang, antara lain:

2.5.1. Suhu Perairan

Karang dapat hidup pada suhu perairan diatas 180C. Suhu ideal untuk

pertumbuhan karang berkisar antara 27- 290C. Adanya kenaikan suhu air laut

diatas normalnya, akan menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) sehingga warna karang menjadi putih. Bila hal tersebut berlanjut hingga beberapa minggu, akan menyebabkan kematian (Giyanto, et al., 2017).

2.5.2. Salinitas

Salinitas di suatu perairan menentukan penyebaran pertumbuhan terumbu karang. Salinitas ideal bagi pertumbuhan terumbu karang berkisar antara 30-36 o/oo (Giyanto, et al., 2017). Terumbu karang hanya dapat tumbuh

pada tempat dengan kondisi salinitas yang sesuai dengan kreterianya. 2.5.3. PH

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari kondsentrasi ion hydrogen dan menunjukan suasana keasaman atau kebasaan larutan dimana nilainya bervariasi antara 0-14 dengan batas normal ada pada nilai 7 (Triyulianti, et al., 2012). Perubahan pH dapar mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung (Odum, 1993 dalam Rukminasari, et al., 2014). Nilai pH untuk pertumbuhan karang yang ditetapkan oleh Kementrerian Lingkungan Hidup, berkisar antara 7-8,5 (Kep Men LH No. 51 Tahun 2004).

(23)

13 2.5.4. Kedalaman

Pertumbuhan terrumbu karang dibatasi oleh kedalaman. Menurut Hariz, dan Rani, et al., (2019) pertumbuhan yang baik terjadi pada kedalaman kurang dari 25 m. Pada kedalaman 50-70 m terumbu karang tidak dapat berkembang dengan baik. Hal ini yang menyebabkan terumbu karang banyak ditemukan di pinggiran benua-benua atau pulau- pulau (Nybakken, 1982 dalam Haris, dan Rani, 2019)

2.5.5. Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut dalam air berasal dari proses fotosisntesis fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi udara. Oksigen terlarut (DO) laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk reporasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikro-organisme. Menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan menyebabkan terganggunya ekosistem perairan dan mengakibatkan semakin berkurangnya populasi biota (Patty, et al., 2015). Menurut Keputusan Menterian Lingkungan Hidup DO optimal untuk pertumbuhan karang yaitu > 5 mg/l (Kep Men LH No. 51 Tahun 2004).

(24)

14

III. MATERI DAN METODE 3.1. Materi Kerja Praktek

Materi yang digunakan dalam kegiatan kerja praktek ini adalah sebagai berikut.

3.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam kerja praktek ini dapat dilihat pada (Tabel 3):

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam kerja praktek

No Alat Spesifikasi Alat Kegunaan

1. ADS (Alat Dasar

Selam) ScubaPro Membantu pengamatan terhadap sampel karang

2. Alat tulis bawah air Pensil 2B Membantu penulisan data

di bawah air

3. Underwater camera Fujifilm Finepix XP-130 Mendokumentasi sampel

4. Coral Disease

Handbook Buku Membantu penyakit karang keras identifikasi

5. Coral Finder Tools Buku Membantu identifikasi

genus karang keras 6. GPS (Global

Positioning System) GPS Garmin 64s GPSMAP Menentukan titik koordinat lokasi pengambilan sampel

7. pH paper universal 0-14 Merck Mengukur PH perairan

8. Termometer Termometer air raksa Mengukur suhu perairan

9. Handrefraktometer RHH-94ATC Mengukur salinitas

perairan 11. Roll meter ukuran

100 meter Fiberglass Membantu pengukuran tutupan karang

12. Belt transect ukuran

1 meter Pipa PVP Membantu perhitungan koloni karang

13. Botol Winkler 250 ml Mengambil sampel air

14. Botol Elenmayer 250 ml Pengenceran

15. Pipet tetes Kaca Memindakan cairan

16. Gelas Ukur 10 ml Mengukur cairan

17. Spuit 5 ml Menyuntikan larutan

titrasi

18. Tali dan pemberat Timah Mengukur kedalaman

(25)

15 3.1.2. Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan kerja praktek ini disajikan pada (Tabel 4):

Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam kerja praktek

No Bahan Kegunaan

1. Karang Keras (Scleractinia) Sampel perhitungan prevalensi penyakit karang, perhitungan tutupan karang dan identifikasi penyakit karang

2. Air laut Pengukuran parametar fisika kimia

perairan 3. Larutan MnSO4, H2SO4,

NaOH+KI, indikator amilum, dan Na2S2O 0,025 N

Menguji oksigen terlarut dengan metode WINKLER

(26)

16

3.2. Metoda Kerja Praktek

Metode kerja praktek ini dapat dilihat pada diagram alir penelitian yang disajikan dalam (Gambar 1).

Gambar 1. Diagram Alur Penelitian "Identifikasi Penyakit Karang Keras (Scleractinia) pada Musim Peralihan I di Perairan Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa”.

Menjangan Kecil, Kepulauan Karimunjawa

Pariwisata Degradasi Ekologis

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Jenis, Penyakit, dan Persentase Prevalensi dari Karang Keras (Scleractinia)

Persentase Tutupan Karang Keras (Scleractinia)

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Line Intercept Transect Belt Transect

Dipasang pada line

transect setiap 20

meter, dilakukan 3 kali ualangan.

Roll meter dibentangkan

sejajar pantai, sepanjang 100 meter

(27)

17 3.2.1. Lokasi penelitian

Penentuan lokasi atau stasiun penelitian dilakukan dengan metode

purposif sampling. Sebelum pengambilan titik stasiun penelitian, terlebih dulu

survey pendahuluan dengan snorkling pada perairan dangkal kedalaman 1-3 meter. Survey dilakukan untuk melihat kondisi awal lokasi dan digunakan sebagai dasar penentuan titik lokasi penelitian dengan penandaan menggunakan GPS (Global Position Station) (Hazrul, et al., 2016). Lokasi atau stasiun ditetapkan berdasarkan pertimbangan keberadaan penyakit karang di Perairan Pulau Menjangan Kecil. Lokasi Penelitian disajikan dalam (Tabel 5) dan (Gambar 2).

Tabel 5. Lokasi Penelitiaan

Lokasi Koordinat Karakteristik

Stasiun I Latitude

Longitude : : 110.40857496 -5.89839854 Tertetak di selatan Pulau Menjangan Kecil yang berhadapan dengan Laut Jawa

Stasiun II Latitude

Longitude : : 110.41222338 -5.88739614 Dermaga tempat berlabuhnya kapal wisata Stasiun III Latitude

Longitude : : 110.41516755 -5.89233766 Area wisata snorkling

(28)

18

3.2.2. Pengumpulan data persentase tutupan karang

Pengumpulan data persentase tutupan terumbu karang menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) dengan panjang transek 100 meter dibentangkan sejajar dengan pantai pada kedalaman 1-3 meter lokasi pengamatan. Menurut English, et al., (1994) dalam Luthfi (2018) menyatakan bahwa metode LIT (Line Intercept Transect) sepanjang 100 meter dapat memberikan gambaran kondisi ekosistem terumbu karang, dan banyak digunakan hingga saat ini. Metode LIT dapat mengkuantifikasikan (mengukur) panjang koloni karang yang terdapat di bawah garis transek (line). Ilustrasi metode LIT ditampilkan pada (Gambar 3).

Gambar 3. Metode LIT ( Line Intercept Transect)

(Sumber: English, et al., 1997)

Menurut English, et al., (1997) bahwa perhitungan persentase tutupan karang (Percent of Cover) bagi masing-masing kategori pertumbuhan karang hidup dengan cara membandingkan panjang total setiap kategori dengan panjang transek total menggunakan rumus berikut:

(29)

19

Transek ditempatkan sejajar garis pantai Keterangan:

- L = Persentase penutupan karang (%) - Li = Total panjang kategori Lifeform (cm) - N = Total panjang transek (cm)

Hasil analisis tersebut, kemudian ditentukan kondisi terumbu atau tingkat kerusakan terumbu karang berdasarkan kategori/kriteria yang dikemukakan Gomez and Yap (1988) dalam Thovyan, et al., (2017) pada (Tabel 3).

Tabel 3. Kategori/ Kreteria Kondisi Tutupan Karang Hidup

Persentase Tutupan Karang Hidup

(%) Kategori/ Kreteria tutupan Karang Hidup

0- 24,9 % Buruk/sangat rusak

25-49,9 % Sedang

50-74,9% Baik

75-100% Sangat Baik

Sumber : Gomez and Yap (1988) dalam Thovyan, et al., (2017) 3.2.3. Identifikasi penyakit karang

Raymundo, et al., (2008) menyatakan bahwa pengamatan penyakit karang dapat dilakukan dengan menggunakan metode transek sabuk (belt transect) dengan ukuran 1 meter ke kiri dan kekanan garis transek sepanjang 20 meter. Data yang diambil meliputi jumlah koloni karang yang terinfeksi penyakit karang yang belum diketahui, serta jumlah total koloni karang. Ilustrasi metode

belt transect ditampilkan pada (Gambar 4).

Gambar 4. Ilustrasi Metode Belt Transect

L = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝑁𝑁 X 100% 100 m Ulangan 1 20 m 20 m 20 m 20 m 1 m 1 m Ulangan 2 1 m 1 m Ulangan 3 20 m 1 m 1 m

(30)

20

Menurut Beeden, et al., (2008), identifikasi jenis penyakit karang menggunakan Coral Disease Handbook, yaitu dengan Underwater Cards for

Assessing Coral Health on Indo-Pacific Reefs. Cara menggunakan buku identifikasi

dimulai dari keterangan visual warna atau (Decision tree) untuk mendapatkan gambaran dari berbagai tanda-tanda penyakit sehingga dapat menilai status kesehatan karang Indo-Pasifik. Langkah Pembacaan status penyakit karang ini dapat dilihat pada (Tabel 4).

Tabel 4. Langkah Pembacaan Identifikasi Penyakit Karang

No Keterangan

Visual Indikasi Penyakit Identifikasi Penyakit

1 Merah Kehilangan jaringan

karena predasi:

a. Jaringan yang terkena predasi berwarna putih, bekas luka memiliki perbatasan bergigi, strarfish terhihat di dekat koloni karang

b. Bekas luka tidak teratur

berwarna putih,

Drupella terlihat di

samping kolooni bekas luka

c. Luka bulat pada koloni terdapat siput yang menempel pada jaringaan karang

a. Crown Of Thorns Starfish (COTS) atau

Acanthaster planci

b. Drupella sp.

(31)

21

d. Goresan berbentuk

gigitan ikan d. Gigitan ikan contohnya Parrothfish, Butterflyfish

2 Orange Kehilangan warna

jaringan yang dicirikan adanya band/sabuk): a. Band berwarna bintik

hitam karena terinfeksi

Halofolliculina corallasia,

dan Pericytostomial wings

b. Band berwarna lebih hitam karena terinfeksi

Cyanobacteria

c. Band berwarna coklat karena terinfeksi Ciliata jenis Oligohmenophora

a. Skeleta Eroding Band (SEB)

b. Black Band Disease (BBD)

c. Brown Band Disease (BrB)

3 Kuning Kehilangan warna

jaringan :

a. Jaringan berwarna putih berbentuk bulat kecil teratur (titik) berdiameter <1 cm, tidak ada tanda terkait mikroorganisme yang hidup pada jaringan yang hilang

a. Ulcerative White Spots (UWS)

(32)

22

b. Jaringan berwarna putih, tidak terdapat mikroorganisme pada jaringan tersebut c. Jaringan berwarna keabu-hitaman b. White Syndrome (WS) c. Atramentous Necrosis (AtN)

4 Biru tua Pemudaran warna

memutih pada jaringan: a. Hilangnya zooxanthelle

karena berhubungan

sengan stress tingkungan (suhu, kecerahan, salinitas)

b. Tidak terdapat alga berbentuk bulat tidak teratur berwarna putih pada jaringan

c. Pada jaringan yang tidak terdapat alga zooxanthella

a. Bleaching

b. Focal Bleaching

(33)

23

5 Biru muda Pemudaran warna pada

jaringan:

a. Pigmentasi berbentuk garis atau benjolan berwarna pink atau ungu

b. Pembengkakan

beberapa polip dalam menghadapi parasit trematoda, jaringan berwarna pink

a. Pigmentation Response

b. Trematodiasis

6 Hijau Pertumbuhan anomali:

a. Invetebrata dapat hadir dalam jaringan karang

b. Plak putih tidak beraturan, kerangka membesar, hilangnya zooxanthellae. a. Explained Growth Anomalies (Invetebrate Galls) b. Unexplained Growth Anomalies (Enlarged Structures, and Irregular White Plaques)

7 Merah muda Kesehatan yang

terganggu karena

kompetisi :

a. Cyanobacteria dijumpai pada filamen alga halus, dapat bervariasi

a. Cyanobacteria, Sponge, alga yang berfilamen merah

(34)

24

dalam warna seperti abu gelap, orange, dan kekuningan. Spons tumbuh pada kerangka karang, zona karang yang terdapati spons berwarna putih

b. Kehilangan jaringan karena sedimen halus

terakumulasi di permukaan karang

c. Permukaan karang ditutupi cacing pipih berwarna coklat yang berbentuk bintik-bintik putih.

b. Sedimen Demage

c. Flatworm Infestation

8 Abu-abu Penyakit yang

mempengaruhi

organisme karang lainnya:

a. Gumpalan band berwarna orange, atau

gumpalan jamur penyebab penyakit karang yang berwarna hitam

b. Skeleton terkena jaringan nekrotik berwarna hitam/

abu-abu

a. Crustose Coraline

b. ISIS Gorgonians

(35)

25

Field Guide atau buku panduan yang membantu memudahkan kita dalam

melakukan identifikasi karang hidup secara visual di perairan dan mengacu pada buku taksonomi karang ‘Coral of The World’(Veron, 2000 dalam Arifin, dan Luthfi 2016). Jenis genus terumbu karang yang terinfeksi penyakit dapat diidentifikasi menggunakan buku identifikasi coral finder tools.

3.2.4. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan

Pengamatan faktor fisika-kimia perairan secara in-situ dengan mengukur suhu, salinitas, pH, dan kecerahan. Menurut Corvianawatie (2015) suhu, salinitas, dan pH dapat diukur dengan cara sebagai berikut:

a. Suhu

Suhu air laut diukur menggunakan termometer. Masukan termometer ke air laut, biarkan beberapa saat menunggu hingga petunjuk nilai di termometer sudah tidak bergerak lagi, kemudian mencatat angka yang ditunjukan termometer.

b. Salinitas

Pengukuran salinitas air laut dengan refraktometer yaitu dengan membuka penutup kaca prisma, membersikan dengan aquades, meneteskan air sampel ke dalam refraktometer, setelah menutup diarahkan ke sumber cahaya untuk melihat nilai salinitas dari air sampel.

c. pH

pH air dapat diukur menggunakan pH papper universal dengan cara kertas lakmus dimasukan ke dalam air sampel dan tunggu beberapa menit hingga

(36)

26

kertas berubah warna. Setelah itu, warna kertas lakmus dicocokan dengan nilai standar untuk mengetahui nilai pH.

d. Kedalaman

Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan Teknik Bandul Timah Hitam (dradloading). Teknik ini dilakukan dengan menggunakan tali panjang yang ujungnya diikat dengan bandul timah sebagai pemberat. Tali diturunkan hingga bandul menyentuh dasar laut. Selanjutnya panjang tali diukur dan itulah kedalaman laut (Mainassy, 2017).

e. Oksigen terlarut (DO)

Menurut Salmin (2005) oksigen terlarut dapat diukur dengan metode titrasi WINKLER dengan prinsip menggunakan titrasi iodometri. Sample air pada botol winkler 250 ml yang akan dianalisis terlebih dulu ditambahkan larutan MnSO4 sebanyak 1 ml dan KOH-KI sebanyak 1 ml, homogenkan dan

biarkan beberapa saat sehingga akan terjadi endapan MnO2. Larutan H2SO4

ditambahkan sebanyak 1 ml. Larutan tersebut diambil sebanyak 100 ml selanjutnya dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga larutan berwarna kuning

muda. Indikator amilum ditambahkan hingga larutan tersebut berubah menjadi biru tua. Titrasi Na2S2O3 ditambahkanhingga larutan berubah menjadi bening.

Perhitungan oksigen terlarut (DO) sebagai berikut: DO (mg/l) =N X V X 8000

Vs Keterangan :

- N = Normalitas Na2S2O3

- V = Volume total titrasi Na2S2O3 (ml) - Vs = Volume sample (ml)

(37)

27

3.3. Waktu dan Tempat

Kerja Praktek ini dilaksanakan pada tanggal 4 - 8 Maret 2019 di Balai Taman Nasional Karimunjawa. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 6 - 7 Maret 2019 di Periaran Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa, Jawa Tengah.

3.4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk mengubah sekumpulan data mentah menjadi bentuk yang lebih mudah dipahami, berbentuk informasi yang lebih ringkas (Ashari, et al., 2017). Informasi diperoleh dengan tabulasi hasil data perhitungan persentase penutupan karang keras dan persentase prevalensi penyakit karang keras menggunakan software Microsoft Excel ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram, dan atau histogram agar dapat dianalisis secara deskriptif.

(38)

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Menjangan Kecil, Karimunjawa. Penelitian dilakukan pada tiga stasiun yang berbeda. Berikut merupakan gambar lokasi penelitian (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Penelitian

Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

Stasiun I terletak di selatan Pulau Menjangan Kecil berbatasan langsung dengan laut lepas yaitu Laut Jawa. Stasiun ini merupakan kawasan konservasi pada pulau tersebut karena tidak ada aktifitas manusia seperti pariwisata. Secara visual perairannya jernih dan dari jarak kedalaman 3 meter dasar permukaan sudah dapat dilihat.

Stasiun II merupakan daerah yang berada di sekitar dermaga tempat berlabuhnya kapal wisata. Wisatawan menggunakan kapal untuk menyebrang dari Pulau Karimunjawa menuju Pulau Menjangan Kecil. Kapal wisata berlabuh di timur Pulau Menjangan Kecil yang bersebelahan dengan Pulau Menjangan Besar. Stasiun II juga terdapat penangkaran hiu, dan bintang laut.

(39)

29

Stasiun III merupakan daerah wisatawan untuk berwisata air seperti snorkling. Keindahan dan kejernihan perairan pulau ini menarik perhatian wisatawan untuk berwisata air yaitu snorkling. Perilaku wisatawan yang berpotensi menimbulkan stress pada karang yaitu menginjak terumbu karang dengan disengaja maupun tidak yang dapat menyebabkan patahan atau luka pada karang. Hal ini didukung peryataan Akhmad, et al. (2018) bahwa, wisatawan tidak mengetahui, bahwa adanya kontak fisik pada terumbu karang akan menyababkan karang stress, dan patahnya cabang pada karang Acropora .

4.2. Jenis Karang Keras (Scleractinia) yang Terinfeksi Penyakit

Hasil penelitian yang dilakukan di 3 stasiun lokasi penelitian, ditemukan 8 penyakit karang yang menginfeksi pada 4 jenis karang keras (Scleractinia). Adapun jenisnya disajikan pada (Tabel 6).

Tabel 6. Jenis Penyakit yang Menyarang Karang Keras di Perairan Menjangan

Kecil, Karimunjawa.

PENYAKIT GENUS I STASIUN II III

PRD Acropora Porites 4 1 1 7 2 3

AtN Montipora Acropora 1 1 0 0 1 2

SEB Favites Porites 2 0 3 0 0 2

UWS Favites Porites 0 4 1 1 0 3

WS Montipora Acropora 1 1 0 0 3 1

WBD Acropora 1 1 4

BBD Acropora Porites 0 0 1 1 2 0

BL Acropora 0 0 1

Keterangan: PRD = Predation; AtN = Atramentous Necrosis; SEB = Skeletal Eroding Band; UWS =

Ulterative White Spots; WS = White Syndeomes; WBD = White Band Disease; BBD = Black Band Disease; BL = Bleaching

(40)

30

Jumlah genus yang terinfeksi penyakit pada ketiga stasiun penelitian yaitu 4 jenis. Genus tersebut yaitu Acropora, Porites, Montipora, dan Favites. Karakteristik dari genus karang sebagai berikut:

4.2.1. Acropora

Gambar 6. Jenis karang Acropora

Sumber : Dokumentasi pribadi hasil penelitian

Karang Acropora secara visual berbentuk bercabang, memiliki axial koralit pada ujung cabang dan radial koralit. Bentuk percabangan karang Acropora yang ditemukan antara lain yaitu meja, digitata, arboresen, arboresen meja. Hal ini didukung pernyataan Suharsono (2008) yang menyatakan bahwa ciri khas dari karang Acropora yaitu adanya axial koralit dan radial koralit. Bentuk percabangan bervariasi dari korimbosa, arboresen, kapitosa dan lain-lainnya. 4.2.2. Porites

Gambar 7. Jenis karang Porites

(41)

31

Karang Porites yang ditemukan mempunyai bentuk massive atau seperti bongkahan batu besar, dan dalam bentuk bercabang. Karang Porites berbentuk massive permukaan koloninya terlihat kasar sedangkan pada bentuk bercabang lebih halus. Hal ini ditunjang oleh Suharsono (2008) yang menyatakan bahwa koloni Porites mempunyai bentuk massive, encrusting, bercabang dan lembaran. Porites bentuk masive memiliki ciri-ciri dengan ukuran besar permukaan relatif kasar dengan koralit besar. Koloni porites bercabang koralit dangkal sehingga menimbulkan kesan halus di permukaan koloni.

4.2.3. Montipora

Gambar 8. Jenis karang Montipora

Sumber : Dokumentasi pribadi hasil penelitian

Montipora secara visual berbentuk seperti lembaran tipis membentuk

uliran menglingkar dan bertingkat. Hal ini didukung Suharsono (2008) yang menyatakan koloni Montipora memiliki bentuk lembaran, merayap, bercabang. Koloni yang berbentuk lembaran seperti daun yang bertumpang tindih.

(42)

32 4.2.4. Favites

Gambar 9. Jenis karang Favites

Sumber : Dokumentasi pribadi hasil penelitian

Favites secara visual berbentuk massive, yang membulat seperti

bongkahan batu. Permukaan koloni terlihat rongga- rongga berbentuk seperti persegi lima. Menurut Suharsono (2008) genus Favites memiliki koloni massive, membulat dengan ukuran relatif besar. Koralit berbentuk cerioid dengan pertunasan intratentakuler dan cenderung berbentuk poligonal. Tidak terlihat adanya pusat koralit. Septa berkembang baik dengan gigi-gigi yang jelas.

4.3. Penyakit dan Patogen Karang di Perairan Menjangan Kecil

Total jenis penyakit yang menyerang karang keras (Scleractinia) sebanyak 8 jenis. Penyakit tersebut yaitu Penyakit karang tersebut yaitu Predation (PRD);

Atramentous Necrosis (AtN); Skeletal Eroding Band (SEB); Ulterative White Spots

(UWS); White Syndeomes (WS); White Band Disease (WBD); Black Band Disease

(BBD); dan Bleaching (BL). Adapun jenis penyakit yang menyerang pada ketiga

(43)

33

Gambar 10. Identifikasi Penyakit Karang di Perairan Menjangan Kecil

Keterangan: PRD = Predation; AtN = Atramentous Necrosis; SEB = Skeletal Eroding Band; UWS =

Ulterative White Spots; WS = White Syndeomes; WBD = White Band Disease; BBD = Black Band Disease; BL = Bleaching

Berdasarkan hasil pengamatan 8 kategori penyakit karang keras yang teridentifikasi dengan rincian sebagai berikut:

4.3.1. Predation (PRD)

Predation (PRD) merupakan penyakit yang menyerang karang karena

adanya biota pemangsa alga yang ada di karang. Beberapa biota tersebut yaitu bioeroder seperti ikan coralivora, siput, dan bintang laut. Bekas gigitan ikan, predasi siput (Drupella), dan Acantaster planci memiliki luka yang tidak teratur dan bersebar, serta ditemukan biota didekat koloni yang kehilangan jaringannya (Gambar 11). Bekas luka menyebabkan lendir yang mendatangkan patogen untuk tinggal pada inang karang. Hal ini di perkuat pendapat Aeby (2011) yang menyatakan bahwa terumbu karang mengalami luka pada bagian kerangkanya, sehingga mengeluarkan lendir dan menjadi stress. Luka pada karang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya perubahan lingkungan

4 1 1 1 2 0 0 4 1 1 1 0 0 0 1 7 0 0 3 0 1 1 0 0 1 1 1 0 2 3 1 2 0 2 0 3 3 1 4 2 0 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Ac rop or a Po rite s Ac rop or a M on tip or a Fa vi tes Po rite s Fa vi tes Po rite s Ac rop or a M on tip or a Ac rop or a Ac rop or a Po rite s Ac rop or a

PRD AtN SEB UWS WS WBD BBD BL

Jenis Penyakit

Penyakit Karang Keras

(Scleractinia)

STASIUN I STASIUN II STASIUN III

(44)

34

perairan. Luka dan stress pada karang menyebabkan virus dan bakteri penyebab penyakit pada karang.

Pengamatan pada stasiun I penyakit ini banyak menyerang di karang

Acropora, sedangkan pada stasiun II dan III banyak ditemui pada karang Porites.

Penyakit PRD ini banyak menyerang di stasiun II, karena stasiun ini didominansi oleh karang Porites sebagai tempat biota berlindung dan mencari makan. Hal ini di perkuat literatur dari Beenden, et al., (2008) yang menyatakan bekas luka khas gigitan ikan ditandai dengan pengangkatan jaringan yang tidak teratur pada genus Montastraea, Colpophyllia, Porites, dan beberapa genus lainnya. Predasi karena drupella di tandai kehilangan jaringan dari dasar ke atas, biasanya lebih suka di karang Acropora, dan juga dapat di jumpai di Porites bercabang, bekas luka memiliki perbatasan yang tidak teratur, siput Drupella Sp berlindung di bawah koloni. Predasi Acantaster planci yaitu meninggalkan bekas luka besar, berlendir, serta bintang laut ini terlihat di daerah tersebut, bisanya di temukan pada karang yang berkoloni berbentuk piring atau bercabang yaitu karang genus Acropora.

(45)

35

c d

Gambar 11. (a) (b) Acropora yang mengalami Predation, dan (c) (d) Porites yang

mengalami Predation

Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian 4.3.2. Atramentous Necrosis (AtN)

Atramentous Necrosis (AtN) merupakan penyakit dengan ditandai

kerusakan jaringan yang tidak teratur. AtN memperlihatkan bercak putih keabu-abuan (Gambar 12). Penyakit ini ditemukan pada genus Acropora dan

Montipora paling banyak di stasiun III, stasiun I, sedangkan pada stasiun II

tidak terdapat penyakit AtN. Pada stasiun III pertumbuhan karang yang banyak ditemui yaitu Acropora dan Montipora. Montipora tumbuh di dasar permukaan sehingga mudah terkena tumpukan sedimen. Hal ini ditunjang oleh pendapat Beeden, et al., (2008) bahwa Atramentous Necrosis (AtN) dicirikan dengan lesi (bercak putih) mulai sebagai bintik kecil putih berukuran mulai dari diameter <1 cm. Lesi berkembang luas kemudian berwarna hitam ke abu-abuan karena deposit sulfat hitam menumpuk. Umumnya penyakit ini menginfeksi Montipora tetapi juga menginfeksi beberapa genus yaitu Acropora,

(46)

36

a b

Gambar 12. (a) Acropora yang terinfeksi Atramentous Necrosis (AtN) dan (b)

Montipora yang terinfeksi Atramentous Necrosis (AtN) Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

4.3.3. Skeletal Eroding Band (SEB)

Penyakit SEB merupakan penyakit yang ditandai perubahan warna karang berbentuk band (pita) yang merupakan luka pada koloni karang. Luka tersebut ditumbuhi alga maupun tertutup endapan sedimen. Penyakit ini ditemuai pada genus Favites dan Porites (Gambar 13). Stasiun II merupakan stasiun yang banyak ditemui penyakit SEB, karena banyak ditemukan karang berbentuk massive seperti Favites dan Porites hidup di stasiun ini. Hal ini diperkuat Beeden, et al. (2008) yang menyatakan SEB dicirikan adanya band berwarna bintik hitam karena terinfeksi patogen Halofolliculina corallasiada dan

Pericytosmial wings, ditemukan di perairan Indo-Pasifik pada semua karang.

a b

Gambar 13. (a) Favites yang terinfeksi Skeletal Eroding Band (SEB) dan (b) Porites

yang terinfeksi Skeletal Eroding Band (SEB) Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

(47)

37 4.3.4. Ulterative White Spots (UWS)

Ulterative White Spots (UWS) merupakan salah satu penyakit yang

menggangu kesehatan jaringan karang. Karang Porites dan Favites (Gambar 14) di lokasi penelitian mengalami gangguan kesehatan UWS yang dicirikan hilangnya jaringan karang sehingga kerangka skeleton mejadi kosong dan menimbulkan bintik-bintik putih (luka) berbentuk bulat. UWS pada stasiun I paling banyak ditemukan, pada stasiun II paling sedikit ditemukan penyakit ini, sedangkan stasiun III tidak dijumpai. Hal tersebut karena stasiun I memiliki pertumbuhan karang dengan berbagai macam genus sedangkan stasiun III jarang dijumpai terumbu karang.

Penyakit UWS terjadi karena adanya patogen. Hal ini diperkuat pendapat Abrar, et al., (2012) bahwa UWS yang ditemukan di Indonesia diakibatkan oleh serangan mikroba patogen. Hasil uji aktifasi antibakteri oleh Pamungkas, et al., 2014 menyatakan bahwa isolat yang termasuk genus Pseudomonas sp dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada penyakit UWS. Menurut Radjasa et al., (2007) dalam Pamungkas, et al., (2014) isolat Pseudomonas sp mampu menghambat patogen Streptococcus equi. Umumnya penyakit ini menyerang

Porites, tetapi juga dapat ditemukan pada Montipora, Echinopora, Favites, dan Heliopora (Beeden, et al., 2008).

(48)

38

a b

Gambar 14. (a) Porites yang mengalami Ulterative White Spot (UWS) dan (b) Favites yang terinfeksi Ulterative White Spot (UWS)

Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian 4.3.5. White Syndromes (WS)

White Syndromes (WS) adalah hilangnya jaringan karang yang dicirikan

bercak putih. Penyakit ini ditemukan pada genus Acropora dan Montipora (Gambar 15). Pola kehilangan jaringan pada penyakit WS yaitu band atau patch dari kerangka putih yang berbatasan dengan jaringan hidup. WS paling banyak ditemukan pada stasiun III dan tidak ditemukan pada stasiun II. Hal ini karena pada stasiun III jenis karang yang sering ditemukan yaitu Acropora dan

Montipora. Hasil ini sesuai pendapat Beeden, et al., (2008) yang menyatakan WS

umumnya ditemukan karang Acropora dan berbagai genus lainnya.

a b

Gambar 15. (a) Acropora yang terinfeksi White Syndromes (WS) dan (b) Montipora

yang terinfeksi White Syndromes (WS) Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

(49)

39 4.3.6. White Band Disease (WBD)

Perairan Menjangan Kecil ditemukan penyakit WBD yang dicirikan dengan kehilangan jaringan berpola band berwarna putih. Band membatasi antara jaringan hidup dengan kehilangan jaringan. Penyakit ini ditemukan di karang Acropora (Gambar 16). WBD ditemukan paling banyak di stasiun III, karena pada stasiun ini pertumbuhan karang yang dominan yaitu Acropora dan

Montipora. Hal ini sesuai pendapat Weil dan Hooten, (2008) menyatakan

penyakit WBD biasa ditemuai pada genus Acropora. Jaringan Acropora yang terkena penyakit WBD dicirikan oleh adanya jaringan band yang mengeupas dari skeleton karang. Bakteri yang brasosiasi dengan penyakit WBD pada karang Acropora adalah bakteri Vibrio alginolyticus, Vibro owensii, dan

Pseudoalteromonas rubra (Huda, et al., 2018).

a

Gambar 16. (a) Acropora yang terinfeksi White Band Disease (WBD)

Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian 4.3.7. Black Band Disease (BBD)

Black Band Disease (BBD) merupakan penyakit yang ditandai dengan

adanya band berwarna hitam yang berada diantara jaringan hidup dan kehilangan jaringan yang berwarna putih. Penyakit ini dijumpai paling banyak pada stasiun III dan tidak ditemukan pada stasiun I. Banyaknya kegiatan

(50)

40

manusia pada stasiun III menyababkan stress pada karang. Penyakit BBD menyerang karang genus Acropora dan Porites yang bercabang (Gambar 17). Hasil ini diperkuat oleh penelitan Rahmi (2013) yang menyatakan Black Band

Disease (BBD) disebabkan oleh mikroorgnisme yang berukuran kurang dari 1

mm yaitu Cynobacterium, Phormidium corallyticum. Ciri-cirinya memiliki band atau pita gelap yang berada di karang. BBD juga erat kaitannya dengan pergantian musim yaitu perubahan kondisi perairan seperti kecerahan, suhu, substrat, arus, dan nutrient sebab karang bersifat sessil sehingga tidak bisa menghindar dari perubahan lingkungan.

a b

Gambar 17. (a) Acropora yang terinfeksi Black Band Disease (BBD) dan

(b) Porites yang terinfeksi Black Band Disease (BBD) Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

4.3.8. Bleaching (BL)

Bleaching (BL) ini ditemukan di stasiun III, Perairan Menjangan Kecil

pada genus Acropora (Gambar 18). Ciri-cirinya yaitu karang yang mengalami BL akan kehilangan zooxanthellae sehingga berwarna putih. Bleaching (BL) umumnya disebabkan adanya gangguan terhadap lingkungan dan organisme

zooxanthellae. Hal ini ditunjang oleh literatur Siringoringo (2007) yang

(51)

41

adalah adanya perubahan temperatur ekstrim, metals, polutan lain (nitrat), arus perairan yang kecil, intensitas cahaya, serta salinitas. Hal tersebut didukung oleh penelitian Marhaeni, et al., (2007) menyatakan pengaruh salinitas memberikan kerusakan terhadap jaringan karang dan zooxanthellae. Karang mengalami stress dan zooxantellae tidak dapat bertahan hidup lama pada parairan dengan salinitas yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungannya yaitu kisaran 32-33o/oo.

a

Gambar 18. (a) Acropora yang mengalami Bleaching (BL)

Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

Hasil pengamatan dari 8 jenis penyakit (Gambar 10) jika diurutkan berdasarkan jumlah koloni karang yang banyak diterinfeksi penyakit yaitu PRD, UWS, SEB, WS, WBD, AtN, BBD, dan BL. Jenis penyakit yang mendominanasi adalah dari Predation (PRD) yang disebabkan oleh bioeroder berupa gigitan ikan, Drupella, dan Acantaster planci. Penyakit ini banyak menyerang genus karang Acropora dan Potites. Pengamatan di lapangan, jenis ikan coralivore seperti ikan kakatua dan kape-kape (Gambar 19 (a) dan (b)) yang memakan alga bentik yang menempel pada karang Acropora dan Porites. Selanjutnya bioeroder Drupella pada sela karang Acropora dan Porites yang

(52)

42

bercabang (Gambar 19 (c)) dan Acanthaster planci (Gambar 19 (d)) menyebabkan

Acropora kehilangan jaringan pigmen hingga menjadi berwarna putih.

Hal ini didukung dengan hasil penelitian Sulisyati, et al., (2016), mengenai kelimpahan ikan tinggi antara lain Famili Scaridae (ikan kakatua) dan

Chaetontidae (ikan kape-kape) yang termasuk ikan herbivora pemakan alga di

terumbu karang pada Pulau Menjangan Kecil, Karimunjawa. Gigitan ikan kakatua yang memakan alga pada karang menyebabkan luka atau lesi pada biota karang, hingga karang kehilangan jaringan tubuhnya (Hazrul, et al., 2016).

a b

a b

Gambar 19. Predator yang menyebabkan Predation (PRD) pada Karang di

Lokasi Penelitian (a)Ikan Kakatua; (b)Ikan Kape-kape; (c) Drupella; dan (d) Acanthaster planci

Sumber: Dokumentasi pribadi hasil penelitian

Jenis terumbu karang pada musim Peralihan I di Perairan Menjangan Kecil yang terinfeksi penyakit yaitu Acropora, Porites, Montipora, dan Favites.

(53)

43

dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizqika, et al,. (2018) bahwa di Perairan Pulau Menjangan Kecil didominansi oleh genus Acropora dan Porites. 6 dari 8 penyakit yang teridentifikasi menyerang karang Acropora antara lain: PRD, AtN, WS, WBD, BBD dan BL (Tabel 6). Acropora mengalami pertumbuhan yang cepat tetapi rentan dan memiliki kemampuan rendah untuk berkompetisi. Hal ini didukung oleh pendapat Johan (2010) yang menyatakan bahwa Acropora rentan terhadap tekanan yang berasal dari lingkungan.

Penyakit Predation (PRD) yang teridentifikasi menyerang jenis genus karang Acropora dan Porites. PRD pada Porites merupakan penyakit yang paling sering muncul di ketiga stasiun. Pemangsa karang seperti Ikan coralivora,

Drupella, dan Acanthaster planci merupakan gangguan yang dihadapi terumbu

karang pada lokasi penelitian. Thuber et al. (2008) dalam Dedi (2015) menjelaskan karang jenis Porites compressa mengandung virus eukariotik, virus tersebut akan merespon tanggapan stress pada karang karena terjadinya kondisi degradasi ekologis seperti penurunan pH, akumulasi makronutrien yang tinggi, dan naik turunnya suhu yang tidak dapat diadaptasi dengan baik oleh jenis karang tersebut.

4.4. Persentase Prevalensi Penyakit Karang di Perairan Menjangan Kecil

Nilai Prevalensi Penyakit karang keras (Scleractinia) di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa diperoleh dari jumlah koloni yang terinfeksi penyakit karang dibagi dengan total koloni yang terinfeksi penyakit dan koloni karang yang sehat kemudian dikali 100% (Lampiran 3). Total prevalensi penyakit karang keras (Scleractinia) di Stasiun I lokasi penelitian sebesar 21,33%, Stasiun II sebesar 21.62% dan Stasiun III sebesar 22.01% (Gambar 11). Kondisi

(54)

44

perairan ini cukup baik karena, besaran nilai prevalensi penyakit karang keras lebih kecil dibandingkan dengan penemuan prevalensi karang di beberapa Perairan Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil penelitian Hasma, et

al. (2019) pada periode Musim Peralihan I (April 2018) di Perairan Langgara,

Sulawesi Tenggara, nilai prevalensi penyakit karang keras mencapai 86%.

Gambar 20. Prevalensi Penyakit Karang Keras (Scleractinia)

di Perairan Menjangan Kecil, Karimunjawa

Prevalensi paling tinggi dari ketiga stasiun yang ditemukan terdapat pada stasiun III, kemudian stasiun II, dan terendah terdapat di stasiun I (Gambar 20). Tingginya prevalensi penyakit karang keras ini karena karakteristik stasiun III dan II terpengaruh beberapa faktor salah satunya sebagai kawasan wisata, hal ini menyebabkan karang stress, sehingga tidak mempunyai daya tahan terhadap agent patogen yang hidup di inang karang terutama pada karang

Acropora yang mudah patah. Adapun pada, stasiun I merupakan lokasi kontrol

atau kawasan konservasi pada pulau tersebut yang tidak digunakan sebagai kawasan wisata karena berbatasan dengan laut lepas yaitu Laut Jawa. Pernyataan tersebut didukung oleh ICRI/UNEP-WCWMC, (2010) yang

21.33 21.62 22.02 20.80 21.00 21.20 21.40 21.60 21.80 22.00 22.20 I II III Stasiun (% )

Prevalensi Penyakit Karang Keras

(Scleractinia)

(55)

45

menyatakan bahwa peningkatan prevalensi karang sering disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan dan adanya tekanan dari berbagai aktifitas antropogenik salah satunya aktifitas wisata.

4.5. Presentase Tutupan Karang Keras di Perairan Menjangan Kecil

Berdasarkan perhitungan nilai presentase tutupan karang yang diperoleh dari membandingkan panjang total kategori pertumbuhan karang (lifeform) dengan total panjang transek dan dikali dengan 100% (Lampiran 5). Hasil tersebut disajikan pada (Gambar 21) sebagai berikut:

Gambar 21. Presentase Tutupan Karang Keras (Scleractinia) di Perairan

Menjangan Kecil, Karimunjawa

Tutupan Karang keras (Scleractinia) lokasi penelitian berkisar sebesar 40,58% - 55,38%, hal tersebut menunjukan kondisi terumbu karang dalam kategori sedang - baik. Kondisi baik tersebut berada di batas bawah kisaran, sehingga perlu adanya perhatian dari masyarakat dan instansi terkait untuk mengawasi kegiatan pariwisata agar kondisi karang meningkat menjadi lebih baik. Tutupan karang keras pada stasiun I (55,38%), stasiun II sebesar (55,24%) dan stasiun III sebesar (40,58%) (Gambar 12).

55.38 55.24 40.58 0 10 20 30 40 50 60 I II III Stasiun (% )

Presentase Tutupan Karang Keras

(Scleractinia)

(56)

46

Stasiun I memiliki nilai persentase tutupan karang keras (Scleractinia) yang tertinggi, hingga dikategorikan baik. Jenis karang yang paling banyak ditemui yaitu Acropora. Hal tersebut karena terumbu karang tidak mengalami stress akibat aktifitas wisata.

Nilai persentase tutupan karang keras (Scleractinia) staisun II termasuk dalam kondisi baik. Kerusakan karang pada stasiun ini karena terganggu dengan adanya kapal wisata yang mengantar para wisata dan berlabuh pada dermaga untuk menikmati keindahan pulau tersebut.

Nilai persentase tutupan karang keras (Scleractinia) pada stasiun III dikategorikan sedang. Hal ini, dikarenakan stasiun III merupakan daerah yang sering dilakukan aktifitas wisata seperti snorkling. Kerusakan yang terjadi berupa patahan terumbu karang terutama pada genus Acropora. Hal ini didukung pendapat Sulisyati, et al. (2014) bahwa kondisi tutupan karang dipengaruhi oleh lingkungan perairan dan tingginya tingkat pemanfaatan sebuah pulau.

4.6. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter lingkungan diukur berdasarkan pengukuran insitu pada lokasi penelitiaan. Hasil disajikan pada (Tabel 2) berikut ini:

Tabel 7. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia

Parameter Satuan Stasiun I Stasiun II Stasiun III Optimal Kisaran Literatur

Fisika

1. Suhu oC 31 31 31 27-29 Giyanto, et al. (2017)

2. Kedalaman Meter 1,5 1,5 2 <25 Hariz, dan Rani, (2019)

Kimia

1. pH - 7 7 7 7-8,5 Kep Men LH No. 51 (2004)

2. Salinitas o/oo 29 29 30 30-36 Giyanto, et al. (2017)

3. Oksigen

(57)

47

Suhu air pada stasiun I, II, dan III di lokasi penelitian sebesar 31oC. Suhu

ketiga stasiun di lokasi penelitian berada diatas kisaran optimal pertumbuhan karang yaitu berkisar antara 27-29oC. Hal ini menyebabkan karang keras

(Scleractinia) stress dan terinfeksi patogen yang menimbulkan penyakit serta pemutihan karang atau keluarnya zooxanthellae selama kenaikan suhu, akhirnya kehilangan pigmen.

Terumbu karang stasiun I mulai ditemukan pada kedalaman 1,5 meter, stasiun II pada kedalaman 1,5 meter dan terumbu karang stasiun III dikedalaman 2 meter. Kedalaman ini berada di kisaran baik bagi laju pertumbuhan karang yaitu kurang dari 25 meter. Kedalaman dangkal baik bagi terumbu karang, karena karang keras membutuhkan cahaya matahari yang cukup untuk fotosintesis zooxanthellae pada terumbu karang.

Nilai pH pada stasiun I, II, dan III di lokasi penelitian sebesar 7. Nilai ini masih dapat dikatakan baik bagi pertumbuhan karang, karena masih termasuk dalam kisaran yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, yakni 7-8,5. Nilai pH tersebut berada di batas paling bawah kisaran yang menunjukan bahwa air laut pada perairan netral. Jika terjadi penurunnya pH, maka air laut akan menjadi asam yang dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang. Hal ini sesuai pendapat Nababan (2010) dalam Wijaya, et al., (2013) yang menyatakan turunnya pH air laut akan menjadi korofif, melarutkan cangkang yang menyebabkan terganggunnya pertumbuhan terumbu karang.

Salinitas perairan di stasiun I dan II sebesar 29 o/oo, salinitas perairan pada

(58)

48

berkisar antara 30-36o/oo. Salinitas stasiun I dan II berada dibawah kisaran

salinitas optimal sehingga menyebabkan stress pada karang. Hal ini diperkuat Kuanui, et al., (2015) dalam Luthfi (2018) yang menyatakan bahwa salinitas yang rendah mempengaruhi daya tahan karang terhadap suhu tinggi. Kondisi tersebut membuat daya tahan karang lemah terhadap patogen.

Oksigen terlarut (DO) pada stasiun I sebesar 8 mg/l, stasiun II sebesar 6 mg/l, dan stasiun III sebesar 8 mg/l. Oksigen terlarut ini baik untuk pertumbuhan karang, karena masih termasuk dalam kisaran yang di tetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu >5mg/l. Kandungan DO di lokasi penelitian dipengaruhi oleh fotosisntesis zooxhantellae pada terumbu karang. Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Salmin (2005) bahwa sumber utama oksigen terlarut suatu perairan berasal dari fotosisntesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut, selain dari proses difusi dari udara bebas.

Gambar

Tabel 1. Gambar Bentuk Pertumbuhan  Karang Acropora dan Non-Acropora
Tabel 3. Alat yang digunakan dalam kerja praktek
Gambar  1.  Diagram    Alur    Penelitian    &#34;Identifikasi    Penyakit    Karang    Keras            (Scleractinia) pada Musim Peralihan I di Perairan Pulau Menjangan            Kecil, Karimunjawa”.
Tabel 5. Lokasi Penelitiaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi optimum untuk sintesis wax ester dari asam lemak stearat yaitu selama 2 jam, pada suhu 40 °C, dengan jumlah enzim lipase 0,15 gram, pada perbandingan asam stearat :

Melihat dari data-data hasil pengujian variasi temperatur aktivasi bahwa pada kondisi menggunakan pelet fly ash terjadi penurunan konsumsi bahan bakar yang berbeda-beda pada

Beberapa komponen yang masuk dalam indikator pendidikan di Jawa Timur yaitu Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar, Angka Transisi, Angka Putus Sekolah,

Sistem menerima input data deposit dari agen dan server yang diinputkan oleh seorang admin. Input data server

Demikian juga apabila rumah tangga tidak mempunyai tempat sampah yang saniter maka besarnya risiko terkena diare akan lebih besar 1,3 kali dibandingkan dengan

Dalam sebuah iradiator elektron berbasis SEKP pada umumnya terdiri dari beberapa komponen utama, antara lain adalah sebuah bejana iradiator elektron; sebuah sistem

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh multi-streaming dan congestion window pada SCTP terhadap kinerja jaringan Mobile ad hoc network (MANET) serta

Segala puji syukur kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Penerapan