• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 A. Tinjauan Umum Darah

Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang primitif sampai manusia. Darah merupakan alat pengangkut utama (transportasi, distribusi, dan sirkulasi) didalam tubuh kita. Warna merah pada darah (dari merah tua hingga merah muda) ditentukan oleh kadar oksigen dan kadar karbondioksida didalamnya (Hiru, 2012).

Volume darah dalam tubuh manusia sekitar 7% - 10% berat badan normal dan berjumlah 5 liter. Darah memiliki 2 komponen yaitu: plasma darah dan sel- sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit ) (Handayani & Haribowo, 2008).

B. Eritrosit

1. Tinjauan umum eritrosit

Setiap 1 mm3darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit. Keadaan normal bentuk eritrosit adalah cakram bulat dengan diameter sekitar 7,2m tanpa inti. Eritrosit mengandung protein yang penting, fungsinya yaitu globulin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem untuk membentuk hemoglobin dalam mengikat oksigen (Subowo, 2002).

Eritosit beredar didalam darah tepi selama 120 hari. Jumlah eritrosit lebih besar dari unsur darah berbentuk lainnya. Laki-laki terdapat 5

(2)

sampai 5,5 juta eritrosit tiap milimeter kubik, sedangkan wanita memiliki 4,5 sampai 5 juta eritrosit tiap milimeter kubik (Leeson et al, 1996). 2. Eritropoiesis

Eritrosit berasal dari sel prekusor eritoid yang sudah berjalan, melalui pertumbuhan mitotik dan pematangan. Eritropoietin merupakan suatu hormon yang terutama dihasilkan oleh sel –sel interstisium peritubulus ginjal. Hormon ini merangsang sel-sel progenitor CFU-E (colony forming unit - Erythroid) untuk mempercepat pertumbuhan dan menigkatkan pematangan. Walaupun eritropoietin tidak disimpan di ginjal, tetapi fungsi ginjal dan kadar oksigen merupakan faktor utama yang mengontrol pengeluaran eritropoietin (Sacher, 2004).

Eritropoiesis merupakan tahapan dalam pembentukan eritrosit. Pendewasaan eritrosit terjadi sekitar 3 hari. Proses utama pada diferensiasi eritrosit adalah pengurangan dalam ukuran, kondensasi kromatin inti dan mungkin hilangnya inti dan organel selular, serta memperoleh hemoglobin (Leeson et al, 1996).

Pembuatan eritrosit terjadi didalam sumsum tulang. Kemudian mengalami perkembangan melalui berbagai tahap, yaitu mula-mula besar dan berinti, tidak mengandung hemoglobin, lalu dimuati hemoglobin dan akhirnya inti hilang, barulah diedarkan ke pembuluh darah (Hiru, 2012). Stadium-stadium diferensiasi dan pematangan sel-sel eritropoietik:

(3)

a. Proeritroblas

Proeritroblas merupakan sel paling awal dari seri eritrosit dan dianggap sebagai hasil diferensiasi hemositoblas atau sel induk pluripoten. Sel ini paling besar dengan diameter sekitar 15-20 m (Leeson et al, 1996). Ciri khas pada proeritroblas adalah mempunyai sitoplasma biru tua dengan inti di tengah dan terdapat nukleoli, serta kromatin yang belum padat (Hoffbrand, 2005).

b. Eritroblas basofilik

Eritroblas basofilik berbentuk lebih kecil dari proeritroblas yaitu dengan diameter 10 m. Intinya heterokromatin padat dalam jala-jala kasar dan anak inti tidak terlihat jelas. Sitoplasma berwarna tidak terlalu biru (Leeson et al, 1996).

c. Eritroblas polikromatik

Eritroblas polikromatik pada pewarnaan giemsa terlihat sitoplasma memiliki warna yang berbeda-beda dari biru tua sampai abu-abu. Keadaan ini terjadi karena adanya hemoglobin berwarna pink yang berbeda-beda didalam sitoplasma basofil dari eritroblas. Sel ini memiliki kromatin yang lebih padat dan sel yang lebih kecil dari eritroblas basofilik (Leeson et al, 1996).

d. Normoblas

Normoblas merupakan hasil dari pembelahan beberapa kali secara mitosis dari eritroblas polikromatik. Normoblas mengandung hemoglobin yang makin banyak (berwarna merah muda) dalam

(4)

sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi semakin padat (Hoffbrand, 2005).

Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas bersama-sama dengan pinggiran tipis sitoplasma. Inti yang sudah keluar dimakan oleh makrofag yang ada didalam stroma sumsum tulang (Leeson et al, 1996).

e. Retikulosit

Retikulosit mengandung RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin. Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilangnya hilang seluruhnya (Hoffbrand, 2005). C. Retikulosit

1. Pengertian

Gambar 1: Retikulosit pewarnaan BCB (Mehta & Hoffbrand, 2008) Retikulosit merupakan eritrosit muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini mempunyai

(5)

jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin yang dapat berupa endapan berwarna biru apabila dicat dengan pengecatan BCB (Suega, 2010).

Retikulosit yang belum matang memiliki benang-benang atau retikulum didalamnya. Sisa RNA tadi akan menghilang dalam 1-2 hari pertama setelah berada diluar susum tulang, dan eritrosit yang belum matang kemudian menjadi eritrosit yang matur atau matang (Hiru, 2012).

Jumlah retikulosit menggambarkan aktivitas sumsum tulang. Kegiatan sumsum tulang yang meningkat ditandai dengan peningkatan retikulosit, sedangkan penurunan atau tidak adanya retikulosit menunjukkan kegagalan fungsi sumsum tulang (Hiru, 2012). Selain itu jumlah retikulosit juga menggambarkan produksi eritrosit di sumsum tulang yang digunakan untuk mendiagnosis adanya penyakit anemia. Nilai normal retikulosit adalah 0,5-1,5 % dari jumlah eritrosit atau bisa juga ditulis dalam jumlah eritrosit per ul darah (Gandasoebrata, 2011 ). 2. Perkembangan dan pematangan retikulosit

Pematangan eritrosit memerlukan waktu beberapa hari untuk sel berisi hemoglobin ini menyingkirkan sisa RNA sitoplasma setelah nukleus dikeluarkan. Fase terakhir pada proses pematangan, retikulosit yang mengandung RNA berukuran sedikit besar daripada sel matang. Sel ini mengandung fragmen mitokondria, organel sel yang lain, dan RNA ribosomal (Sacher, 2004).

(6)

Eritrosit yang beredar sebagai retikulosit sekitar 0,5-2,5%. Jumlah tersebut menunjukkan aktivitas sumsum tulang yang normal apabila kadar hemoglobin (Hb) normal. Peningkatan hitung retikulosit pada kadar Hb yang normal menunjukkan kerusakan pada eritrosit, tetapi sumsum tulang telah meningkatkan kadar eritrositnya untuk mengompensasi. Sedangkan, pada kadar Hb yang rendah dan retikulosit normal terjadi gangguan atau penurunan produksi sumsum tulang (Sacher, 2004).

Tingkatan maturasi pada retikulosit terdapat beberapa tingkatan yaitu dengan adanya rangsangan eritropoiesis seperti pada proses perdarahan atau hemolisis. Jumlah dan proporsi dari retikulosit muda akan meningkat baik didalam sumsum tulang maupun darah tepi. Masa hidup antara retikulosit normal dan imatur terdapat perbedaan. Retikulosit imatur lebih kaku dan tidak stabil karena masih mempunyai reseptor untuk protein adesif. Sedangkan, retikulosit normal telah kehilangan reseptor ketika sel bermigrasi ke perifer. Waktu pematangan retikulosit sekitar 2-5 jam tergantung pada metode yang dipakai, spesies yang dipelajari, dan juga tingkat stimulasi proses eritropoiesis (Suega, 2010).

3. Pewarnaan retikulosit

Adanya RNA pada retikulosit hanya dapat dinyatakan untuk eritrosit yang masih hidup. Sedangkan eritrosit yang telah mengering pada kaca objek atau yang telah mati ( terlalu lama) tidak dapat dipulas vital (Gandasoebrata, 2011 ). Apabila sel yang masih hidup tersebut diberi

(7)

pewarna khusus dengan brilliant cresyl blue yang berguna untuk mengikat ribosom, maka disebut pewarnaan supravital (Subowo, 2002).

Retikulosit mengandung sitoplasma yang dapat menyerap pewarnaan tertentu seperti azure B, briliiant cresyl blue, atau new methylene blue. Inkubasi antara darah dan pewarna tersebut dalam keadaan supravital secara mikroskopik akan tampak sebagai presipitat yang berwarna biru tua didalam sitoplasma, baik hanya mengandung beberapa granula maupun sebagai filamen. Filamen terjadi akibat terbentuknya kompleks dye ribonucleoprotein (Rodak & Bell, 2002). Inkubasi antara darah dengan pewarna membantu dalam proses penyerapan, sehingga dalam pewarnaan supravital membuat benang-benang retikulum dalam eritrosit akan terlihat jelas dan mudah dihitung (FK UNDIP, 1995).

Pewarnaan retikulosit digunakan larutan pewarna brilliant cresyl blue atau new methylene blue dengan komposisi sebagai berikut :

a. Brilliant cresyl blue (BCB)

Pewarna brilliant cresyl blue sebagai larutan 1% dalam metilalkohol atau juga sebagai larutan 1% dalam NaCl 0,85%. Pembuatan larutan NaCl perlu dilakukan pemanasan (Gandasoebrata, 2011 ).

b. New methylene blue

Pembuatan pewarna new methylene blue, terdiri dari : new methylene blue 0,5 g, NaCl 0,8 g, K-oksalat 1,4 g, dan dilarutkan

(8)

dalam aquadest 100 ml. Larutan ini digunakan seperti larutan brilliant cresyl blue dalam air garam (Gandasoebrata, 2011 ).

Pengecatan BCB tidak hanya retikulosit yang ditemukan, tetapi ada struktur lain yaitu Badan Hemoglobin H (HbH) dan Badan Heinz. HbH berupa titik-titik yang berwana biru pucat dan ukurannya bervariasi. Badan ini ditemukan pada kebanyakan eritrosit dan ditemukan pada penyakit HbH. Sedangkan, Badan Heinz berupa granula yang berwarna biru ukurannya bervariasi dan eksentrik (dekat membran sel). Badan ini ditemukan pada defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidroginase yang disebabkan oleh terapi medikamentosa tertentu (trans. Chairlan & Lestari Estu, 2011).

4. Hitung retikulosit

Saat ini, hitung retikulosit masih didasarkan pada penilaian semikuantitatif terhadap sel dengan pewarnaan supravital yang memperlihatkan serat-serat retikulum. Hitung retikulosit metode manual memiliki ketidaktepatan mencapai 25%, hal ini akan berkurang secara signifikan sesuai peningkatan jumlah retikulosit (Stiene & Koepke, 1998). Namun, berkembangnya zaman sekarang ini mulai digunakan alat otomatis yang menggunakan flowcytometry atau berkas laser yang dibuyarkan oleh RNA residual. Keunggulan metode ini adalah lebih banyak sel yang dihitung sehingga pengukuran kuantitatif retikulosit menjadi lebih akurat (Sacher, 2004).

(9)

Prinsip dalam menghitung retikulosit yaitu darah ditambah larutan brilliant cresyl blue dengan perbandingan tertentu selama beberapa menit. Apusan dibuat kemudian retikulosit dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran kuat, prosentase jumlah retikulosit ditentukan terhadap eritrosit (Riswanto, 2013).

Pemeriksaan secara mikroskopik menggunakan lensa objektif perbesaran 1000 kali. Kemudian mengamati bagian ujung apusan tempat eritrosit-eritrosit terpisah satu sama lain dan eritrosit akan berwarna biru pucaat. Beberapa ahli hematologi menganjurkan agar jumlah retikulosit dilaporkan dalam satuan konsentrasi (jumlah retikulosit per liter darah), sementara beberapa ahli yang lain menganjurkan untuk dilaporkan dalam fraksi jumlahnya (proporsi retikulosit terhadap eritrosit) (trans. Chairlan & Lestari Estu, 2011).

Sistem satuan konvesional retikulosit dilaporkan dalam bentuk prosentase, yaitu proporsi dalam angka persen retikulosit terhadap eritrosit (trans. Chairlan & Lestari Estu, 2011). Perhitungan retikulosit dapat dihitung dengan rumus: (jumlah retikulosit / jumlah 1000 eritrosit) x 100% (Gandasoebrata, 2011).

Hitung retikulosit merupakan pemeriksaan untuk menunjukkan peningkatan eritropoiesis. Teknik dengan hitung elektronik (Technicon H-3) maka reliabilitas pemeriksaan makin meningkat. Angka normal retikulosit 0,5-1,5 % tetapi angka normal yang lebih teliti adalah 0,3-2,5

(10)

% pada pria dan 0,8-4,1 % pada wanita. Peningkatan retikulosit sebanding dengan beratnya proses hemolisis (Bakta, 2006).

5. Metode pemeriksaan a. Metode basah

Pemeriksaan retikulosit metode basah yaitu dengan meletakkan satu tetes BCB dalam alkohol atau NaCl ditengah-tengah kaca objek. Kemudian, meletakkan satu tetes darah diatas zat warna dan dicampur memakai sudut kaca objek lain. Selanjutnya ditutup dengan deck glass dan diamati pada mikroskop dengan menggunakan minyak imersi. (Gandasoebrata, 2011)

b. Metode kering

Pemeriksaan retikulosit metode kering yaitu mencampurkan darah dan zat warna dengan perbandingan 1:1 didalam tabung kecil. Kemudian diinkubasi selama 5 menit. Setelah itu, campuran tadi diambil setetes untuk dibuat sediaan apus. Lalu diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali menggunakan minyak imersi. (Gandasoebrata, 2011)

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hitung Retikulosit

a. Larutan pewarna yang tidak disaring sebelum digunakan menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga tampak seperti retikulosit.

(11)

c. Menghitung pada area yang padat, dimana penyebaran eritrosit bertumpuk-tumpuk.

d. Peningkatan kadar glukosa darah akan mengurangi pewarnaan (Riswanto, 2013).

Kelemahan dari pemeriksaan hitung retikulosit metode manual adalah waktu inkubasi, suhu inkubasi, mutu cat dan reagensia yang digunakan ( new methylene blue bersifat lebih stabil dibanding BCB), dan proporsi darah dengan cat yang harus disesuaikan dengan kadar hematokrit (Dacie, 1991).

D. Pemantapan Mutu Laboratorium

Pemantapan mutu laboratorium sering disebut dengan Quality Control (QC). QC merupakan tindakan pengawasan sistematis periodik terhadap alat, metode, dan reagen. Tujuan QC adalah untuk menghasilkan produk yang akurat, tepat, dan informatif (Sukorini dkk, 2010).

Beberapa kegiatan laboratorium untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Pemantapan Mutu Internal (PMI)

Pemantapan mutu internal merupakan kegiatan yang dilakukan oleh petugas laboratorium dalam menjamin mutu pemeriksaan laboratorium (Girsang, 1998). Kegiatan yang dilakukan dengan mendeteksi secara dini kesalahan pada tiap tahap pemeriksaan. Tiga kategori utama penyebab kesalahan mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu : pra analitik, analitik, dan pasca analitik.

(12)

a. Pra analitik

Pra analitik adalah kesalahan yang terjadi sebelum spesimen pasien diperiksa untuk analit oleh sebuah metode atau instrumen tertentu. Kesalahan pra analitik meliputi ketata usahaan, persiapan pasien, pengumpulan spesimen, dan penanganan sampel (Kahar, 2005).

b. Analitik

Analitik adalah kesalahan yang terjadi selama proses pengukuran dan disebabkan oleh kesalahan acak atau kesalahan sistematis. Kesalahan analitik meliputi reagen, peralatan, kontrol dan bakuan, metode analitik, dan ahli teknologi (Kahar, 2005).

Kesalahan pada tahap analitik terdiri dari kesalahan acak (random error) dan kesalahan sistematik (systematic error).

1.) Kesalahan acak adalah kesalahan yang terjadi tanpa prediksi dan regilaritas. Kesalahan acak disebabkan hal-hal berikut ini : instrumen yang tidak stabil, variasi temperatur, variasi reagen dan kalibrasi, variasi teknik prosedur pemeriksaan (pipetasi, pencampuran, waktu inkubasi), dan variasi operator (Kanagasabapathy & Kumari, 2000).

2.) Kesalahan sistematik adalah kesalahan dalam sistem pengujian dan metode. Kesalahan ini dibagi menjadi dua yaitu, kesalahan sistematik konstan dan kesalahan sistematik proporsional. Beberapa kesalahan sistematik disebabkan oleh prosedur kalibrasi

(13)

yang tidak tepat, malfungsi komponen, kerusakan reagensia (Kanagasabapathy & Kumari, 2000).

c. Pasca analitik

Pasca analitik adalah kesalahan yang terjadi setelah pengambilan sampel dan proses pengukuran. Kesalahan pasca analitik meliputi perhitungan, cara menilai, ketata usahaan, dan penanganan informasi (Kahar, 2005).

Mutu laboratorium dipengaruhi oleh 2 komponen dasar, yaitu mutu pelayanan dan mutu pemeriksaan. Mutu pemeriksaan merupakan target dalam suatu prosedur kontrol kualitas, hal ini dipengaruhi oleh akurasi dan presisi (Kahar, 2005).

Mutu pelayanan laboratorium dinilai dari hasil pelayanan laboratorium secara keseluruhan, yang terpenting yaitu dalam mutu pemeriksaan atau parameter yang diperiksa. Proses yang dilalui dibagi menjadi pra analitik, analitik, dan pasca analitik (Sukorni dkk, 2010).

2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME)

Pemantapan mutu eksternal merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak lain diluar laboratorium yang secara periodik memantau dan menilai laboratorium dalam bidang pemeriksaan yang ditentukan. PME ditekankan pada proses pendidikan dengan memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki kinerja petugas laboratorium (Girsang, 1998).

(14)

Laboratorium yang ditunjuk sebagai laboratorium rujukan mengirimkan spesimen atau strain kepada peserta yang sudah diketahui hasil tesnya. Bagi laboratorium yang mengikuti PME, spesimen tadi di tes ulang dengan cara digunakan secara rutin. Kemudian, melaporkan hasilnya kepada pengelola program (Girsang, 1998).

E. Kerangka Teori

Eritropoiesis

Jumlah retikulosit

Internal

Pra analitik Pasca analitik

Metode pemeriksaan Analitik PML Eksternal Kesalahan sistemik : 1. Prosedur kalibrasi

yang tidak tepat 2. Malfungsi komponen 3. Kerusakan reagensia Kesalahan acak : 1. Instrumen yang tidak stabil 2. Variasi temperatur, reagen, dan kalibrasi 3. Variasi teknik

pemeriksaan (pipetasi,

pencampuran, dan waktu inkubasi)

(15)

F. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Ada pengaruh waktu inkubasi 5, 10, 15, dan 30 menit terhadap pemeriksaan jumlah retikulosit.

Gambar

Gambar 1: Retikulosit pewarnaan BCB (Mehta & Hoffbrand, 2008) Retikulosit merupakan eritrosit muda yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan bagi investor tren turun dari EPS ini menjadi pertanda bahwa perusahaan menjalankan kegiatan bisnisnya dengan tidak baik yaitu tidak dapat menghasilkan laba bersih

Uji beda dilakukan untuk mengetahui lebih dalam terhadap status-status yang diberikan untuk masing-masing komponen perubahan selisih kurs mata uang asing (OCI 1),

Tinjauan pustaka yang digunakan antara lain: Georafis Kabupaten Pacitan, film, film sebagai media promosi, video pariwisata, mockumentary, genre film, film dokumenter,

Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk

11 Puji Maulana, 2012 Penerapan Strategi Drta Directed Reading Thinking Activity Dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman Karya Sastra Dan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar : Studi

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah bagaimana untuk mereduksi pemborosan yang terjadi pada proses produksi produk kipas angin dan mengidentifikasi aktivitas

karena itulah, penting disimak untuk melihat adanya bentuk ruang publik baru tersebut. Ruang Publik dan Aktivisme Politik.. Pembahasan mengenai ruang publik sendiri

Apakah FBIR secara parsial berpengaruh positif yang signifikan terhadap NIM. pada Bank Konvensional BUKU