• Tidak ada hasil yang ditemukan

BALI GERIATRIC UPDATE SYMPOSIUM (BAGUS) XI 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BALI GERIATRIC UPDATE SYMPOSIUM (BAGUS) XI 2017"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BALI GERIATRIC UPDATE SYMPOSIUM

(BAGUS) XI 2017

TEMA :

Penatalaksanaan secara Komprehensif “Frailty” pada

pasien usia lanjut pada Era JKN dan Menyongsong

(2)
(3)
(4)

BALI GERIATRIC UPDATE SYMPOSIUM

(BAGUS) XI

“Penatalaksanaan Secara Komprehensif “Frailty”

Pada Pasien Usia Lanjut Pada Era JKN dan

Menyongsong SNARS 2018”

PROCEEDING BOOK

Editors :

Dr. dr. RA Tuty Kuswardhani Sp.PD-KGer.MKes

dr. I Nyoman Astika Sp.PD-KGer

dr. I Gusti Putu Suka Aryana Sp.PD-KGer

dr. Ida Bagus Putu Putrawan Sp.PD

dr. Ni Ketut Rai Purnami Sp.PD

Ruang Theater WidyaSabha

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Sabtu, 2 Desember 2017

(5)

KATA PENGANTAR

Peningkatan jumlah populasi lanjut usia akibat peningkatan usia harapan hidup saling berkaitan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kejadian berbagai penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan dan ketidakstabilan sistem imun meningkat dimana salah satunya adalah sindrom kerapuhan (frailty). Kerapuhan terbukti dari berbagai studi dapat menyebabkan luaran yang buruk seperti kejadian jatuh, rawat inap, disabilitas dan bahkan kematian. Hal ini menjadi tantangan bagi kita untuk bias memberikan pelayanan yang lebih paripurna dan komprehensif kepada pasien-pasien lanjut usia dengan Sindrom Geriatri.

Oleh karena itu, Perhimpunan Gerontologi Medik (PERGEMI) cabang Bali mengadakan acara Simposium Geriatri “BALI GERIATRIC UPDATE SYMPOSIUM (BAGUS) XI” yang secara periodik diadakan setiap tahun sekali secara berkesinambungan. Pada tahun 2017 ini mengambil tema “Penatalaksanaan Secara Komprehensif “Frailty” Pada Pasien Usia Lanjut Pada Era JKN dan Menyongsong SNARS 2018”.

Diharapakan dengan adanya symposium ini akan meningkatkan pengetahuan tenaga medis dan paramedic mengenai Frailty dan usia lanjut pada era Jaminan Kesehatan Nasional dan dapat memenuhi Standar Nasional Akreditasi RumahSakit.

Ketua PERGEMI Bali,

(6)

EDITORS

Dr. dr. RA Tuty Kuswardhani Sp.PD-KGer.MKes

dr. I Nyoman Astika Sp.PD-KGer

dr. I Gusti Putu Suka Aryana Sp.PD-KGer

dr. Ida Bagus Putu Putrawan Sp.PD

(7)

SUSUNAN PANITIA

Pelindung: Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Penasehat: -Direktur RSUP Sanglah Denpasar

-Kepala Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar

- Ketua Divisi Geriatri, Bag/ SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

Panitia Pelaksana

Ketua : dr. Ni Ketut Rai Purnami, SpPD

dr. Narakusuma Wirawan (PIC residen) Sekretaris : dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM

dr. IB Putu Putrawan SpPD, FINASIM Bendahara : dr. I Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM

dr. Trisna Yuliharti T (residen)

Seksi Ilmiah : Dr. dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes, FINASIM

dr. Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM dr. IGP Suka Aryana, SpPD-KGer, FINASIM dr. IB Putu Putrawan, SpPD, FINASIM dr. Wayan Giri Putra *

dr. Gusti Ngurah Arika F dr. Arya Winangun dr. Sistawidya Utama

(8)

dr. Gilang Bhaskara

Seksi Dana : DR. Dr. R.A. Tuty Kuswardhani, SpPD-KGer, MKes. FINASIM

dr. I Nyoman Astika, SpPD-KGer, FINASIM dr. IGP Suka Aryana SpPD-KGer, FINASIM dr. IB Putu Putrawan, SpPD, FINASIM dr. Bayu Indratama

Staf

kesekretariatan

dr. Made Sri Wijayanti* dr. Prima Yogi

dr. Carrissa Ayu Z Kadek Vera Yuwana Seksi-seksi: Seksi Perlengkapan/ Pameran dr. Dewa Sidharta* dr. Apriantha dr. Bayu dr. Eko Radityo Seksi Transportasi dan akomodasi dr. Made Suwarno* dr. Indra Adikusuma dr. Oka Yudaswara Seksi Registrasi

dr. IGA Ira Mahariani* dr. Nadia dr. Wina Seksi Konsumsi dr. Herawati* dr. Anggreni Y

(9)

Seksi Acara dr. Ary wismayana dr. Ayu Bidani dr. Adi Suryana dr. Karlina Isabela Seksi Kerohanian dr. Ariani Vitriasari* dr Yuliani Seksi Dokumentasi/ Publikasi

dr. Adrian Tri Sutjahjo* dr. Eka Handrean dr. Putu Shely

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR SUSUNAN PANITIA DAFTAR ISI

Dislipidemia Pada Usia Lanjut: Diagnosis dan Penatalaksanaan Dr. dr. RA Tuty Kuswardhani, Sp.PD-KGer, MKes

Tantangan Pelayanan Geriatri Secara Paripurna di RSUP Sanglah dr. I Wayan Sudana, MKes

Pelayanan Geriatri dalam Program JKN-KIS dr. Hj. Triwidhi Hastuti Puspitasari, MARS, AAK

Kebijakan Pelayanan Geriatri pada Era JKN di Provinsi Bali dr. Ni Made Laksmiwati, MKes

Myokine dan Sarkopenia Pada Geriatri dr. I Gusti Putu Suka Aryana, Sp.PD-KGer Penatalaksanaan Sarkopenia

dr. I Nyoman Astika, Sp.PD-KGer

How to Manage Diabetes Patient in Elderly : Efficacy of Vildagliptin

(11)

Hipertensi Pada Usia Lanjut

dr. I Gusti Putu Suka Aryana, Sp.PD-KGer

Immunosenescence dan Infeksi Akut pada Pasien Geriatri

dr. Ni Ketut Rai Purnami, Sp.PD Vaksinasi Pada Lanjut Usia dr. Ida Bagus Putu Putrawan, Sp.PD

How to Manage Cardiac Arrhytmia in Elderly

dr. Luh Oliva Saraswati Suastika, SpJP Hormon Tiroid dan Penuaan

(12)

HOW TO MANAGE DIABETES PATIENT IN ELDERLY: EFFICACY OF VILDAGLIPTIN

RA. Tuty Kuswardhani

Geriatric Division, Department of Internal Medicine Sanglah Hospital - Faculty of Medicine, Udayana University, Bali,

Indonesia Pendahuluan

Prediksi beban global penyakit DM meningkat signifikan selama 2 decade terakhir pada populasi dewasa >642 juta tahun 2040, dengan mayoritas DM tipe 2. Pasien lansia dengan DM lebih sering rawat inap dibanding lansia tanpa DM diteliti di USA tahun 2016. National Hospital Discharge Survey (NHDS) memperkirakan 250.000 pasien rawat inap DM dengan 3 X lebih > banyak pada pasien usia >65 tahun dibandingkan pasien usia <45 tahun (1).

Prevalensi hiperglikemia/ DM pada lansia dari studi cross-sectional DM pada lansia usia 65-75 thn adalah 20% dan usia > 80 thn meningkat 40%. Prevalensi hiperglikemia (GDP > 140 mg/dL) pada pasien usia >65 th sekitar 70% pada kondisi critical ill dan pasien dgn operasi jantung (2).

IDF Mengelompokkan DM Lansia

Kategori 1: pasien secara fungsional independen dan mandiri. DM merupakan masalah medis atau terkait penyakit lain yang tidak mengancam hidup.

Kategori 2: pasien secara fungsional bergantung pada orang lain, terbagi menjadi 2 kategori:

1. Frail atau Fragile yang merupakan kombinasi dari fatigue,

penurunan berat badan dan sangat terbatas dalam mobilitas dan kekuatannya serta meningkatkan risiko jatuh (falls) dan rawat inap

(13)

2. Pasien dengan Demensia yang memiliki gangguan kognitif dan tidak dapat merawat diri sendiri yang meningkatkan risiko hipo dan hiperglikemi

Kategori 3: pasien yang berada pada kondisi end of life care dan harapan hidup yang pendek.

Tabel 1: Summary of complications and comorbidities in elderly with DM

Summary of complications and comorbidities in elderly with DM Micro and macroangiopathies: similar to other diabetic patients as complications depend on long standing duration and poor glycemic control

However, three are :

More heart and cerebral ischemias, because of :

Accelerated vessels sclerosis and less strength in muscles

Increased perceived stress More cardio vascular diseases (vulvulopathies, embolism, rhythmic troubles) Heart dysausotonomy Medicine interactions

More neurological, orthopedic and rheumatic diseases

More arteriopathies:

More vessels’ sclerosis (vascular calcification due to several causes)

Diabetes mellitus, high blood pressure, dyslipidemia

Long standing smoking

More visual problems Degenerative maculopathy Cataracts

Glaucomas

Diabetes, systemic hypertension, dyslipidemia More urinary problems (urinary incontinence and / or retention)

Less force in urinary tract muscles, prostatic problems Neuropathy

Medications (SGLT2 Inhibitors, Diuretics)

More neuropsychiatric diseases: Parkinson, depression, cognitif impairement, Alzheimer, cerebral tumors…

More iatrogenic problems  more hypoglycemias and poor glycemic control

(14)

Less activity More neoplasias

High mortality compared to persons without diabetes

 more falls  more handicap

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Pre Diabetes dan DM Dewasa serta DM pada Lansia (2,3)

USIA DAN DM

Umur merupakan faktor penting dalam pengaruhnya terhadap prevalensi DM maupun gangguan toleransi glukosa. Dalam studi epidemiologi: prevalensi DM maupun gangguan toleransi glukosa meningkat sesuai umur yang meningkat merupakan plateau BB yang menurun, kenaikan prevalensi didapatkan mulai awal masa dewasa. WHO Study: setelah mencapai umur 30 tahun, konsentrasi glukosa darah akan naik: 1-2 mg % /tahun GDP. Temuan lain: kadar glukosa Variabel Prediabetes DM Dewasa – *DM Lansia /

target Hemoglobin A1c level (%) 5.7 – 6.4 ≥ 6.5 * ≥7 Gula darah puasa

(mmol/L mg/dL)

5.6 – 6.9 100 – 125

7.0 ≥ 126-*140 Glukosa plasma oral tes

(mmol/L mg/dL) 7.8 – 11 140 – 199 11.1 * 225mg/dl ≥ 200 Glukosa plasma acak mmol/L

(mg/dL)

--_

11,1 ≥ 200 *225

(15)

lebih tinggi di individu frail dengan uji toleransi glukosa oral, kurva kadar glukosa subjek Frail lebih tinggi pada seluruh waktu pengukuran: menit ke-0,30,60,120,180 setelah diberi beban glukosa oral 75 g dibandingkan individu (4).

Gambar 1. Resistensi Insulin dan Usia Tua (4) Target Glikemik

Kontrol glikemik pasien rawat inap: American Diabetes Association’s Standards of Medical Care in Diabetes 2016 140 – 180

mg/dL pada yang dirawat di intensif care unit, 140 mg/dl yang

pasien tertentu, seperti operasi jantung, acute ischemic cardiac, penyakit neurologis. Target glikemik pada non critical care unit: 140 mg /dL. Pasien dengan Kontrol glikemik yang baik pada kondisi rawat jalan dan tidak ada hipoglikemia GD: 140 mg/dL. Risiko hipoglikemia lebih besar pada pasien rawat inap: HbA1c < 7 %. Rekomendasi

Endocrine Society: Tatalaksana hiperglikemia dan DM pada pasien

rawat inap non-ICU memerlukan target glikemik individual berdasarkan: klinis pasien, risiko hipoglikemia, dan komorbid (2,3).

(16)

Gerodiab

Belum diketahui jelas bagaimana perbedaan tingkat kontrol glikemik mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada lansia. Studi kelompok prospektif Gerodiab dari Perancis didesign untuk informasi aspek DM dengan meneliti 1000 pasien berusia 70 tahun atau > selama 5 tahun. Rekomendasi Asosiasi Medis Geriatrik Uni Eropa mengemukakan perbedaan antara pasien lansia dalam kondisi sehat: pasien yang rapuh / yang mengidap komorbiditas atau fungsi kognitif yang merosot. Sasaran pengobatan: harus fleksibel, dengan tujuan utama menghindari hipoglikemia dan tidak menurun kualitas hidup (5). Konsensus AACE/ ACC-SCN: merekomendasikan target utama HBA1C= 6,5% harus disesuaikan dengan pasien. HBA1C = 7 dengan faktor-faktor seperti: komorbid, durasi DM, riwayat hipoglikemia, motivasi, pendidikan pasien, kepatuhan, usia, harapan hidup terbatas dan terapi paliatif (2).

Studi lain penderita DM yang berusia tua di atas 75 tahun dan kejadian gagal ginjal kronik akibat DM dikatakan mengenai 1/3 kasus yang membutuhkan terapi Dialisis. Sebanyak 25% - 40% pasien DM tipe 2 yang berusia 75 th akan mengalami gangguan ginjal. Populasi Geriatri dengan DM dan gangguan ginjal sedang ataupun berat merupakan populasi Rapuh/Frailty membutuhkan terapi khusus. Tingginya kejadian polifarmasi pada populasi tua meningkatkan resiko interaksi banyak obat karena komorbid yg banyak. Pilihan terapi terbatas, baik jenis dosis serta label kontra indikasinya. Efek samping terapi yang serius sering terjadi pada kelompok usia tua: hipoglikemi lebih sering (2,5).

(17)

Table 3. Oral Medications That Can Be Used In Old People With DM (6)

Oral medications that can be used in old people with DM Oral anti

diabetic drugs

Intesting because of

Limited use if Contre-indications Metformin Low price,

Efficient in insulin resistance Cancer prevention? Gastro-intestinal troubles Creatinine clearance <30ml/mn Radiography with iodinated contrast agents Lactic acidosis, heart insufficiency, kidney insufficiency, vascular accident, coronary insufficiency, heart infarction Sulfonyl ureas Long action Low price, efficient Low risk for hypoglycemias  used if Reduced glucose tolerance allergy to sulfonylureas Hypoglycemias To avoid if: Diarrhea, memory troubles, alcoholism weight gain Fluid retention Increase in fracture risk High cost Allergy Acute coronary syndrome Congestive heart failure Alpha-glucosidas e inhibitors (Acarbose. Post prandial hyperglycemias Flatulence and diarrhea Lack of long experience in Dose

(18)

Miglitol) Incretin-based therapies DPP4 inhibitors No hypoglycemias Weight neutral Can be associated to above mentioned treatments elderly High cost and long experience in elderly adjustment in heart insufficiency (controversed) GLP1 agonists Sodium-glucose co-transporter type 2 inhibitors (SGLT2) No hypoglycemias, weight loss Neuroprotective action

Low risk for hypoglycemias High cost, 2-4 weeks for titration Genital and urinary infection risk, hypotension, increased risk or worsening of renal insufficiency To avoid in elderly categories n”2 and 3 (nephrotoxicity)

Panduan Global IDF untuk Menangani Orang Lanjut Usia yang mengidap Diabetes Tipe 2.

Kategori 1:Independent (Tidak Tergantung) Secara Fungsional Target HbA1cyang umum adalah 7,0-7,5% / 53-59 mmol/mol. Terapi Lini Pertama

Pertimbangkan Metformin sebagai terapi lini pertama kecuali ada bukti kegagalan ginjal atau kontra-indikasi lain. Titrasikan dosisnya pada minggu-minggu awal penggunaan untuk meminimalisasi intoleransi saluran pencernaan. Monitor fungsi ginjal (memperkirakan

(19)

tingkat filtrasi glomerulus [eGFR]* lebih akurat ketimbang serum kreatinin pada orang usia lanjut).

Sulfonylurea dapat digunakan jika Metformin tidak bisa ditoleransi atau ter-kontra-indikasi. Gunakan sulfonylurea dengan resiko rendah terhadap hipoglikemia dan hindari Glyburida/ Glibenclamida.

Penghambat Dipeptydil Dipeptidase 4 (DPP-4) juga bisa dipertimbangkan jika tersedia dan terjangkau harganya.

Glinides bisa dipertimbangkan pada orang usia lanjut dengan hiperglikemia sesudah makan siang dan kebiasaan makan yang tak teratur tetapi bisa berinteraksi dengan obat -obatan tertentu pada orang tua (misalnya pemblokir beta non selektif, salisilat, obat-obatan anti radang non steroid, makrolida, penghambat ACE).

Penghitungan eGFR pada orang usia lanjut menggunakan formula MDRD dan CKD-EPI memiliki kinerja yang serupa sementara formula

Cockroft Gault cenderung meremehkan eGFR (6).

Terapi Lini Kedua

Tambahkan sulfonylurea (dengan resiko rendah terhadap hipoglikemia) kepa-da metformin jika target glikemik tidak tercapai. Alternatifnya tambahkan penghambat DPP-4. Jika agen penurun tingkat glukosa oral terkontra-indikasi atau tidak bisa ditoleransi, insulin basal yang berefek panjang merupakan opsi alternatif.

Kategori 2:Dependent Secara Fungsional

Target HbA1c yang umum adalah 7,0-8,0% / 53-64 mmol/mol.

Prinsipnya adalah seperti Kategori 1: Independen secara Fungsional tetapi tin-dakan pencegahan tambahan diperlukan. Ketika meresepkan agen penurun tingkat glukosa oral, pilihlah yang berpotensi rendah terhadap hipoglikemia. Gunakan rejimen (aturan pemakaian) insulin yang disederhanakan dengan resiko rendah terhadap hipoglikemia. Hindari rejimen yang kompleks dan beban

(20)

pengobatan yang lebih tinggi untuk mengurangi resiko kesalahan pada pemberian obat.

Sub-kategori A: Rapuh/Lemah

Target HbA1c sampai dengan 8,5% / 70 mmol/mol mungkin

memadai. Hindari atau hentikan agen yang bisa menyebabkan mual atau gangguan pencernaan atau kehilangan bobot tubuh yang berlebihan (misalnya Metformin atau GLP-1 RA). Insulin bisa memberikan manfaat anabolik.

Sub-kategori B: Demensia

Target HbA1c sampai dengan 8,5% atau 70 mmol/mol mungkin

memadai. Perawat dan atau keluarga harus dilatih untuk mengenali indikator yang hampir tidak kentara dari hipoglikemia.

Terapi Lini Ketiga

Opsinya termasuk: terapi oral tripel (tiga macam) Insulin basal (sebagai dasar) atau sudah dicampur sebelumnya. Agonis reseptor peptida-1 seperti glukagon (GLP-1 RA) efek samping pencernaan bisa jadi problematik dan berkurangnya berat badan bisa merugi-kan bagi orang tua yang rapuh dan kurus.

Opsi Berikutnya

Jika pada opsi terapi oral tripel termasuk: Mengubah salah satu agen penurun tingkat glukosa oral menjadi agen dari kelas yang berbeda. Memulai penggunaan insulin basal atau sudah dicampur sebelumnya. Mengintensifkan rejimen insulin jika sedang memakai insulin.

(21)

Terapi Insulin

Jangan menunda pemakaian awal dari insulin yang sudah sesuai. Memulai dengan insulin basal sekali sehari menggunakan insulin yang ber-dampak lama (NPR, Glargine, atau Detemir), atau sekali maupun dua kali se-hari pemakaian insulin yang sudah dicampur sebelumnya (bifase/dua fase). Penggunaan perangkat pen insulin yang sudah terisi sebelumnya bisa mengu –rangi kesalahan dalam dosis. Metformin biasanya dilanjutkan, bila bisa ditoleransi dan tidak terkontra-indikasi.

Vildagliptin

Studi retrospektif cohort, kejadian hipoglikemia (gula darah < 70 mg/dL) ditemukan sebanyak: 10,72 kejadian per 100 pasien/bln ada pasien DM dengan CKD dan sebanyak: 5,7 kejadian pada pasien DM non CKD.Gangguan ginjal pada pasien DM berkaitan dengan perubahan klirens dan metabolism obat dari beberapa obat anti hiperglikemia golongan insulin secretagogues yang sering menimbulkan kejadian hipoglikemia.

Vildagliptin: inhibitor dipeptidyl peptidase 4 (DPP-4) memiliki efek perpanjang meal-induced increased dari hormone: incretin, GLP-1 (glucagon-like peptide1) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic

polypeptide) (7-9).

DPP 4 dan Inhibitor DPP 4

DPP 4 merupakan serin protease, CD 26, terdapat di renal, hepar, endotel vaskular. Cara Kerjanya mengekspresikan peningkatan glukosa. Sementara DPP 4 Inhibitor mengkounter regulasi DPP 4 Inkretin: merupakan peptide hormon di GIT, setelah makanan dicerna di GIT Disamping itu juga mempunyai peranan di dalam mengontrol makanan dan energi di usus kecil dan usus besar, untuk regulasi rasa

(22)

Gambar 2. Terapi Farmakolgik pada Diabetes Melitus Tipe 2 (7)

GLP-1 analogs

Meningkatkan senstitivitas glukosa pada sel islet pankreas, memperlambat pengosongan lambung, memperlama rasa kenyang

DPP-4 inhibitors

Memperpanjang aksi GLP-1 sehingga meningkatkan sensitivitas sel islet pankreas dan meningkatkan uptake glukosa. Biguanides Meningkatkan uptake glukosa dan menurunkan produsa glukosa hepatik Sulfonylureas Meningkatkan sekresi insulin dari selpankreas

Thiazolidinediones Meningkatkan

uptake glukosa

pada otot dan menurunkan produksi glukosa hepatik α-glucosidase inhibitors memperlancar absorpsi karbohidrat SGLT-2 inhibitors Menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal Glinides Meningkatkan sekresi insulin dari selpankreas

(23)

kenyang, serta meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi glukosa oleh pankreas (8).

Gambar 3. Vildagliptin 50 mg BID Sebagai Monoterapi (7) Inkretin terdiri dari 2 yaitu GIP dan GLP1

GIP bekerja dengan cara menyimpan energi di sel adiposit, suatu Peptida AA 42, terdapat di kromosom 17 usus proximal. Responnya terhadap Glukosa dan Lipid, serta proglukagon, mengkode GLP1 serta Glucagon. GLP1 mengatur homeostatis, glukosa, melalui inhibisi

(24)

sekresi glukagon dan pengosongan lambung di usus distal, sel  Pankreas, neuron Hipotalamus juga Pituitari menyebabkan rasa kenyang. GIP dan GLP1: meningkatkan proliferasi sel B pankreas (8).

Gambar 4. Vildagliptin Sebagai Terapi Kombinasi dengan Metformin (8)

(25)

Studi Vildagliptin

Penelitian Lain: melibatkan pasien DM tipe 2 yang mengalami gangguan ginjal dengan usia > 75 tahun yang diikuti selama 24 minggu dengan pemberian Vildagliptin 50 mg. Material dan Metode penelitian ini merupakan post hoc sub-analisis data dari multi center randomized, double blind, paralel group, diamati selama 24 minggu dan dinilai keamanan serta efikasi vildagliptin dengan dosis 50 mg setiap hari versus placebo pada 515 pasien dengan DM tipe 2 dengan gangguan ginjal sedang/Stg 3 (n = 294) dan berat/Stg 4 (n= 221), HBA1c gangguan ginjal sedang turun = 0,8%.

Mekanisme Kerja

Tabel 4.The Pharmacokinetic Characteristics Of Vildagliptin As

Reported In Refferences (7)

The Pharmacokinetic characteristics of vildagliptin as reported in references

Process Characteristics of vildagliptin

Absorption Rapid after oral administration (bioavailability) approximately 85%)

Distribution Extensive distribution, does not cross membranes

Protein binding Low protein binding (<10%)

metabolism Extensive metabolism (cyano group hydrolysis  M20.7, amide bond hydrolysis  M15.3; Glucuronidation M20.2; pyrrolidine oxidation  M20.9 and M21.6); 22% unmetabolized Circulating half-life Approximately 2 h

Elimination Mainly (90%) through kidney (glomerular filtration and active transport)

(26)

Tabel 5. Pharmacodynamic Effects of Vildagliptin (7) Pharmacodynamic effects of vildagliptin

Process Effect

Postprandial intact GLP-1 levels Increased Fasting intact GLP-1 levels Increased

Insulin secretion Stimulation

Glucagons secretion after meal Inhibition

Glucagon secretion at hypoglycemia Sustained of increased Hepatic glucose production Inhibition

-cell mass increased in animal models Increased Islet dystopography in animal model of

diatebes

Improved

Fasting liposysis Reduced

Postprandial lipolysis Increased

Musde-fat oxidation Increased

Postprandial lipid levels Reduced

Glucose disposal during clamp Increased Gastric emptying and gastric volume Not affected

Satiety Not affected

Tata Kelola Vildagliptin

Dosis: Vildagliptin = 50 mg, 100 mg/oral. Kontra Indikasi pada pasien dengan Gagal Jantung, alergi, impairment darihepar: ALT, AST = 2,5x, Gangguan Pankreas, Nasoparing, Diare dan Ibu Hamil. Contoh obat yang termasuk DPP-4 Inhibitor adalah Alogliptin, Linagliptin, Saxsagliptin, Sitagliptin, Vildagliptin dapat memprevensi

(27)

degradasi GLP-1 dan GIP dengan efek samping sakit kepala, dan paringitis. Golongan lain : (SGLT2) inhibitors, Canagliflozin, Dapagliflozin, Epagliflozin dengan cara kerja mereduksi reabsorpsi glukosa pada ginjal dengan efek samping infeksi traktus urinarius dan infeksi genital.

Keamanan Vildagliptin

Tabel 6. Adverse events (safety set) (6) Adverse events (Safety set)

Vildagliptin 50 mg qd,” (%) Placebo, ” (%) ” 50 55 AEs 29 (58.0) 40 (72.7) SAEs 7 (14.0) 9 (16.4) Discontrinuation due to 2 (4.0) 5 (9.1) AEs Deaths 0 (0.0) 3 (5.5) AEs in SOCs Cardiac disorders 2 (4.0) 10 (18.2) Gastrointestinal disorders 4 (8.0) 11 (20.0) Infections and 14 (28.0) 11 (20.0) Infestations Musculoskeletal and 8 (16.0) 9 (16.4) Connective tissue Disorders Nervous system disorders 9 (18.0) 15 (27.3)

Skin and subcutaneous 5 (10.0) 8 (14.5) Tissue disorders

(28)

Most common AEs by preferred term Edema 6 (12.0) 9 (16.4) Nasopharyngitis 6 (12.0) 4 (7.3) Dizziness 2 (4.0) 8 (14.5) Fatigue 3 (6.0) 3 (5.5) Hyperhidrosis 1 (2.0) 5 (9.1)

Gambar 5. Pendekatan Tatalaksana DM Tipe 2 secara Umum pada Populasi Geriatri (7)

(29)

Pertimbangan penilaian medis Lansia: CKD, mental, fungsional, sosial ekonomi untuk menentukan target dan pendekatan terapi. Skrining untuk sindrom geriatri dapat mempengaruhi management DM dan kualitas hidup. Skrining tiap tahun untuk deteksi dini gangguan kognitif atau Demensia pada usia > 65 tahun serta skrining Depresi. Hindari hipoglikemia pada lansia dengan DM dengan penyesuaian target glikemik dan intervensi farmakologis dengan hati-hati. Lansia dengan fungsi kognitif, fungsional dan harapan hidup yang baik dapat diberikan perawatan DM seperti pada DM dewasa. DPP4 INH menjadi salah satu terapi pilihan pada DM Lansia atau DM dengan gangguan ginjal (10).

Perlu dipertimbangkan kejadian yang selalu menyertai kondisi populasi lansia seperti: anoreksia dan sarkopenia. Orang lanjut usia sering mengalami anoreksia, hilangnya nafsu makan, sebagai bagian yang alami dari proses penuaan. Masalah makan yang diakibatkan oleh penyakit tertentu dan hasilnya adalah kurang-nya nutrisi yang kronis. Pada akhirnya, keletihan, kelemahan, kaheksia (penurunan berat badan dan massa otot yang umum) serta defisiensi mikronutrisi (vitamin dan mineral). Masalah hormon: defisiensi testosteron dapat memperparah anoreksia. Sarkopenia didefinisikan sebagai hilangnya otot yang berlebihan dikaitkan dengan penuaan. Sementara secara genetik telah dikoding sampai batas tertentu, beberapa faktor dapat mempercepat proses ini: aktivitas fisik yang menurun, defisiensi testosteron, estrogen maupun HGH. Berbagai komplikasi tersebut diperkirakan akan menambah beratnya penyakit DM pada lansia (10). REFERENSI

1. Gregg EW, Li Y, Wang J, et al. Changes in Diabetes-Related Complications in the United States, 1990-2010. The New England Journal of Medicine. 2014;370:1514-1523.

(30)

2. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes 2016. The Journal of Clinical and Applied Research and Education. 2016;39(1):1-46.

3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di indonesia 2015. Jakarta: PERKENI; 2015:1-64. 4. Setiati S. Konsep Kerapuhan (Frailty) pada Usia Lanjut: Definisi,

Patobiologi, dan Manajemen Terkini. In: Management of Frailty as a New Geriatric Giant: How to Deal with Problems in Elderly Patient. Jakarta: Temu Ilmiah Geriatri 2015. 2015;1-17.

5. Doucet J, Floch JP, Bauduceau B, Verny C. GERODIAB: Glycaemic control and 5-year morbidity/mortality of type 2 diabetic patients aged 70 years and older: 1 Description of the population at inclusion. Diabetes & Metabolism. 2012;38:523–530.

6. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition. 2015;.1-142.

7. Kuswardhani RAT. Comprehensive Geriatric Assessment. In: Proceeding Book Hemorrheologic Kobe Woman University. 2017. 8. Halimi S, Raccah D, Schweizer A, Dejager S. Role of Vildagliptin in

Managing Type 2 Diabetes Mellitus in the Elderly. Current Medical Research & Opinion. 2010; 26(7): 1647-1656.

9. Strain WD, Lukashevic V, Kothny W, Hoellinger MJ, Paldanius PM. Individualised treatment targets for elderly patients with type 2 diabetes using vildagliptin add-on or lone therapy (INTERVAL): a 24 week, randomised, double-blind, placebo-controlled study. The Lancet. 2013;382:409-416.

10.Yakaryılmaz FD, ÖztürkTreatment ZA. Treatment of type 2 diabetes mellitus in the elderly. World Journal of Diabetes. 2017;8(6):278-285.

Gambar

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Pre Diabetes dan DM Dewasa serta DM pada Lansia (2,3)
Gambar 1. Resistensi Insulin dan Usia Tua (4)
Table 3. Oral Medications That Can Be Used In Old People With DM (6)
Gambar 2. Terapi Farmakolgik pada Diabetes Melitus Tipe 2 (7)GLP-1 analogs
+6

Referensi

Dokumen terkait