• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TRIPOD POSITION

PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD

“Untuk Memenuhi

PROGRAM STUDI S

STIKES KUSUMA HUSADA

TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI

PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN

MANGUN SUMARSO

NASKAH PUBLIKASI

emenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

TERHADAP FREKUENSI

PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

. SOEDIRAN

(2)
(3)

PENGARUH TRIPOD POSITION

PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD

“Untuk Memenuhi

PROGRAM STUDI S

STIKES KUSUMA HUSADA

TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI

PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN

MANGUN SUMARSO

NASKAH PUBLIKASI

emenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

TERHADAP FREKUENSI

PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU

. SOEDIRAN

(4)
(5)

1 PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

Sri Suyanti1), Wahyu Rima Agustin 2),

Ika Subekti Wulandari 2)

1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2)

Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK).

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian

one-group pre-post test design. Sampel pada penetian ini menggunakan 20 Responden yang

menderita PPOK. Analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan ordinal yaitu variabel Tripod

Position dan frekuensi pernafasan.

Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada Pengaruh

Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK). Posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod Position) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah. Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan tripod position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam intraalveolus.

Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien PPOK.

Kata Kunci : PPOK, Frekuensi Pernafasan, Tripod Position Daftar Pustaka : 15 (2004-2015)

(6)

2

The Contribution of Tripod Position to Respiratory Rates of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) of dr. Soediran Mangun Sumarso

Regional Public Hospital

ABSTRACT

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a lung disease characterized by the increase of airflow obstruction that is not fully reversible. This type of ailment is the major determining factor of chronic morbidity and mortality in the world. Each year, many people suffer from and die for either this disease or COPD-related complications. This study aims at investigating the contribution of tripod position to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

This is a qualitative research with one-group pre-post test design. The samples were 20 respondents suffering from COPD. Bivariate analysis was conducted with Wilcoxon sign test to measure the influence of variables with nominal and ordinal scales, including tripod position and respiratory rate.

The results of bivariate analysis using Wilcoxon sign test indicate p-value = 0.008, with p-value < 0.05, and therefore H0 is rejected and H1 is accepted, which means that tripod position contributes to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). The tripod position of clients influences the inspiratory muscle power and has a tendency to reduce dyspnea since the position helps improve the pulmonary function. Orthopneic position (tripod position) allows the diaphragm to be free from the pressure of abdominal organs and helps suppress the lower part of chest towards table edge, and therefore it helps the process of exhalation. The increased ventilation in COPD patients with tripod position improves C02 exhalation and oxygen intake into intra-alveolar vessels.

This research concludes that the tripod position contributes to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

(7)

3 A. PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel (David et al, 2010). Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya.

WHO menyatakan bahwa PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 di duna dengan prevalensi mencapai 340 juta pada tahun 2009 (Davey, 2011). Kasus PPOK juga menempati urutan ke-4 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian tersering di Amerika pada tahun 2000 (Asih & Effendy, 2004). Angka kematian akibat PPOK di Eropa bervariasi pada setiap negara. WHO menyatakan jumlah kasus PPOK di Asia tiga kali lipat lebih banyak dibanding dengan bagian dunia lainnya. Word Health Organisation (WHO) memperkirakan bahwa

pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari peringkat ke-6 menjadi peringkat 3 di dunia dan dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia (Depkes RI, 2008). Menurut WHO pada tahun 2010 PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia (PDPI, 2006).

Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006). Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflansi. Keadaan tersebut berdampak kepada menurunnya saturasi oksigen (SaO2). Serangkaian penelitian tentang PLB (Pursed Lips Breathing) yang telah dilakukan, seperti

dilakukan oleh Bianchi (2004), Ambrosino & Serradori (2006), Ramos et al (2009), dan Kim, et al (2012) menunjukan bahwa PLB

(Pursed Lips Breathing) dapat meningkatkan

kondisi pernafasan pasien PPOK, yaitu meningkatkan SaO2.

Penelitian lain menyebutkan bahwa posisi prone sangat mempengaruhi perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding dada dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur (Wilawan Patcharee & Chavee, 2009). Pada peneliti ini menganalisis sekumpulan penelitian, 35 diantaranya menyimpulkan bahwa posisi

prone mempunyai banyak keuntungan karena

posisi ini dapat mengurangi pengeluaran energi, mempercepat pengosongan isi lambung, meningkatkan respirasi, menurunkan frekuensi nafas, meningkatkan kemampuan bernafas dan meningkatkan saturasi oksigen (Bayuningnish, 2011).

Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan

(8)

4

kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memberikan Tripod Position. Tripod

Position meningkatkan tekanan

intraabdominal dan menurunkan penekanan

diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) Tripod

Position dapat membantu meningkatkan

kondisi pernafasan. Hasil penelitian Khasanah (2013), menunjukan posisi Tripod

Position dan PLB yang dilakukan secara

bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali tindakan didapatkan hasil bahwa tindakan tersebut efektif untuk meningkatkan SaO2

Peningkatan tanda-tanda vital terutama frekuensi nadi dan nafas sering diikuti dengan peningkatan saturasi oksigen. Penurunan kondisi ditandai dengan penurunan saturasi oksigen, frekwensi nadi, dan nafas. Dengan meningkatnya saturasi, nadi dan nafas, maka proses weaning bisa dilakukan sehingga lama kelamaan ventilator bisa dilepas dan pasien bisa bernafas spontan (Kozier & Erb, 2009).

Pemantauan saturasi oksigen, frekuensi nafas, frekuensi nadi pada bayi dan neonatus merupakan tindakan rutin yang dilakukan untuk melihat kondisi dan penampilan klinis bayi yang menggunakan ventilator. Kegiatan rutin yang utama dalam pemantauan status oksigenasi bayi yang menggunakan ventilator adalah memonitor saturasi oksigen. Saturasi oksigen diukur dengan alat sensor (prone) yang disebut oksimetri. Hasil dari

pemantauan ini dapat dilihat dilayar monitor (Asih, 2003).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr.Mangun Sumarso Wonogiri ditemukan terdapat 20 pasien PPOK dalam waktu sebulan. Penatalaksanaan PPOK masih memerlukan penggunaan alat bantu nafas yang memerlukan biaya mahal untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk meningkatkan frekuensi pernafasan dan nadi dengan judul “Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”.

. B. METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian

one-group pre-post test design yaitu penelitian

yang menilai hasil sebelum dan sesudah dilakukan intervensi atau tindakan yang dinilai dalam satu kelompok saja. Pada penelitian ini peneliti menilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukannya Tripod Position pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita penyakit paru obstruktif kronis di RSUD DR. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan data bahwa dalam 1 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang menderita PPOK.

(9)

5 Pada penelitian ini menggunakan

teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan

atas kriteria yang ditetapkan oleh peneliti ( Nursalam, 2014).

Kriteria-kriteria sampel pada penelitian ini adalah :

Kriteria Inklusi :

1. Pasien yang menderita PPOK 2. Pasien yang composmentis atau sadar 3. Mendapat obat bronkodilator 4 jam

yang lalu

4. Tidak pakai oksigen

5. Pasien yang mau menjadi responden dan menandatangani informed consent Kriteria Eksklusi :

1. Pasien yang emergency

Sampel pada penetian ini menggunakan 19 Responden yang menderita PPOK. Penelitian ini dilakukan di Ruang penyakit dalam Teratai, Anggrek, PAV A, PAV B dan Bougenville RSUD DR.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan September-Oktober 2015.

Analisis bivariat menggunakan uji

Wilcoxon yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan ordinal yaitu variabel

Tripod Position dan frekuensi pernafasan

(Nursalam, 2014)

Analisa hasil uji statistik : Apabila

p value > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak artinya tidak ada Pengaruh Tripod

Position Terhadap Pernafasan pada Pasien

dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Apabila p value < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 terima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%) Laki-laki 13 65

Perempuan 7 35

Total 20 100

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmatika di Rumah Sakit Aceh Tamiang pada tahun 2007-2008 didapatkan berdasarkan tingkat keparahan PPOK berat banyak diderita oleh laki-laki karena kesadaran berobat meningkat setelah penyakit menjadi parah (Rahmatika, 2009).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur (Depkes, 2008)

(10)

6

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Klasifikasi Umur Frekuensi Persen (%) 26-35 Tahun 3 15 36-45 Tahun 2 10 46-55 Tahun 1 5 56-65 Tahun 5 25 >65 Tahun 9 45 Total 20 100 Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang (45%).

Hasil ini kemungkinan karena pada pasien usia lanjut sistem kardio respirasi mengalami penurunan daya tahan serta penurunan fungsi. Terjadinya perubahan pada dinding dada menyebabkan

compliance dinding dada berkurang dan

terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus dan penebalan pada mukosa bronkus. Terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru seperti kapasitas vital paksa / Force Vital Capacity (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik pertama /

Force Expiration Volume 1 (FEV1) (

Khairani, 2010).

3. Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod Position

Tabel 4.4 Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod Position Respirasi Rate Frekuensi Persen (%)

Bradipnea 0 0

Normal 11 55

Takypnea 9 45

Total 20 100

Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11 orang (45%).

Hasil penelitian Fajrin,Yovi & Burhanuddin (2015) menunjukkan Fungsi paru penderita PPOK stabil di Poli Paru RSUD Arifin Achmad berdasarkan derajat keparahan didapatkan sebanyak 21 (48,8%) orang dengan fungsi paru berat. Fungsi paru yang berat mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas dalam upaya memenuhi kebutuhan seluruh tubuh.

4. Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position

Tabel 4.5 Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position

Respirasi Rate Frekuensi Persen (%)

Bradipnea 0 0

Normal 18 90

Takypnea 2 10

Total 20 100

Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang (90%).

Pada Tripod Position organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan pada posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah (Kozier dalam

(11)

7 Ritianingsih, Irawaty & Handiyani,

2011).

5. Pengaruh Tripod Position Terhadap

Respirasi Rate

Tabel 4.6 Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate

Tripod Position Respirasi Rate p value B N T Pre 0 11 9 0,008 Post 0 18 2

Berdasarkan Tabel 4.6 hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon

didapatkan nilai p value = 0,008 maka p

value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod

Position Terhadap Pernafasan pada Pasien

dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Posisi Tripod Position akan meningkatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal pada posisikurang lebih 45 derajat. Otot diafragma merupakan otot utama inspirasi dan otot interkosta eksternal juga merupakan otot inspirasi. Otot diafragma yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks

dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior (Kim et al. 2012).

D. SIMPULAN

1. Karakteristik responden meliputi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak laki-laki sebanyak 13 orang (65%), umur >65 tahun sebanyak 9 oarang (45%).

2. Frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebelum diberikan tripod position yang paling banyak adalah normal sebanyak 11 orang (45%).

3. Frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) setelah diberikan tripod position yang paling banyak adalah normal sebanyak 18 orang (90%).

4. Hasil analisis bivariat menggunakan uji

wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008

maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada Pengaruh

Tripod Position Terhadap Pernafasan

pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

(12)

8

DAFTAR PUSTAKA

Ambrosino, N. Serradori, M. 2006.

Comprehensive Treatment of Dyspnoea

in ChronicObstructive Pulmonary

Disease Patients. University Hospital of

Pisa: Long TermhealthCare

Asih, Niluh Gede Yamin & Effendy, Cristianti.2004.Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta : Erlangga

Bayuningsih Ratih. 2011. Efektifitas PenggunaanNesting dan Posisi Prone Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nadi pada Bayi Prematur di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan. Depok

Bhatt, S.P., Guleria, R., Luqman-Arafath, T.K., Gupta, A.K., Mohan, A., Nanda, S., & Stoltzfus, J.C. 2009. Effect of tripod position on objective parameters of respiratory function in stable chronic obstructive pulmonary disease. Indian J

Chest Dis Allied Sci.51:83–85

Davey, Patrick.2011. At A Glance Medicine,Jakarta : Erlangga

David et al.2010.Kedokteran Klinis.Jakarta : Erlanggga

Fajrin, Ofisa, Yovi, Indra & Burhanuddin, Laode.2015.Gambaran Status Gizi Dan Fungsi Paru Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Di Poli Paru RSUD Arifin Achmad. Jom FK Volume

2 No. 2

Kementrian kesehatan RI.2012.Data dan informasi penyakittidak menular. p: 301

Khairani R.2010.Pola distribusiPenyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Perilaku Merokok di RSU dr Soedarso Pontianak Periode Februari – Juni 2009. Pontianak: Universitas Tanjungpura

Kim et al. 2012. Effects of breathing maneuver and sitting posture on muscle activity ininspiratory accessory muscles in patients with chronic obstructive pulmonary disease.Multidisciplinary

Respiratory Medicine. 7:9. diakses 13

Juni 2015 dari http:// www. mrmjournal.com/content/7/1/9

Nursalam.2014.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PedomanDiagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:

Depkes RI

Rahmatika A.2009.Karakteristik penderita penyakit paru obstruktif kronik yang dirawat inap di RSUD Aceh Tamiang tahun 2007-2008.Medan: Universitas SumatraUtara.

Ramos, et al. 2009. Influence of pursed-lip breathing on heart rate variability andcardiorespiratory parameters in subjects with chronic obstructive pulmonary disease(COPD). Rev Bras

Fisioter, São Carlos. v. 13, n. 4, p.

288-93

Ritianingsih,Nieniek, Irawaty,Dewi & Handayani, Hanny.2011.Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis Dengan Posisi High Fowler dan Orthopneic.Jurnal Keperawatan Indonesia.Vol.14 No.1 Hal 31-36.

Gambar

Tabel 4.2 Karakteristik Responden  Berdasarkan Umur  Klasifikasi  Umur  Frekuensi  Persen (%)  26-35 Tahun  3  15  36-45 Tahun  2  10  46-55 Tahun  1  5  56-65 Tahun  5  25  &gt;65  Tahun  9  45  Total   20  100  Karakteristik  responden  berdasarkan  umur

Referensi

Dokumen terkait