PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
Oleh : Sri Suyanti NIM. ST14059
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Pembimbing Utama,
Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep NIK. 201279102
Pembimbing Pendamping,
Ns. Ika Subekti Wulandari, M. Kep NIK. 201189097
iii Nama : Sri Suyanti
NIM : ST14059
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surakarta, 05 Februari 2016 Yang membuat pernyataan,
(Sri Suyanti) NIM. ST14059
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Tripod
Position Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta dan selaku pembimbing utama yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan dukungan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Atiek Murhayati, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua Prodi S-1 Keperawatan. 3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku pembimbing pendamping
yang juga telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. bc. Yeti Nurhayati, M. Kes, selaku penguji yang tealah memberikan masukan dan kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
6. Teman-teman Prodi S-1 Transfer Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Angkatan 2014 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku. 7. Semua responden yang telah bersedia mengikuti dan membantu dalam proses
penelitian sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal dan valud pada skripsi ini.
8. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan do’a, motivasi, nasehat, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dapat bermanfaat bagi penulis untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini, dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya. Wassalamualaikum Wr. Wb. Surakarta, 05 Februari 2016 Penulis (Sri Suyanti) NIM: ST14059
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR SINGKATAN xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
ABSTRAK xiii ABSTARCT xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan Penelitian 4 1.3.1 Tujuan Umum 4 1.3.2 Tujuan Khusus 4 1.4 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
vii
2.2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 6
2.2.2 Tripod Position 12 2.2.3 Tanda-tanda Vital 15 2.2 Kerangka Teori 17 2.3 Kerangka Konsep 19 2.4 Hipotesis 19 2.5 Keaslian Penelitian 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan Penelitian 22
3.2 Populasi dan Sampel 22
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 24
3.4 Variabel Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 24 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 25
3.5.1 Alat Penelitian 25
3.5.2 Cara Pengumpulan Data 25
3.6 Teknik Pengolahan Data 25
3.7 Analisa Data 27 3.8 Etika Penelitian 28 BAB IV 4.1 Analisa Univariat 30 4.2 Analisa Bivariat 32 BAB V 5.1 Karakterisrik Responden 33
viii
5.2 Pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan PPOK 36
BAB VI 6.1 Kesimpulan 40 6.2 Saran 41 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix DAFTAR TABEL Nomor Tabel 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 Judul Tabel Keaslian Penelitian Definisi Operasional
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan umur Karakteristik responden berdasarkan lama sakit Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod
position
Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod
position
Pengaruh tripod position terhadap respirasi rate
Halaman 20 24 30 30 31 31 31 32
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
1 Skema Kerangka Teori 18
xi
DAFTAR SINGKATAN
FEV : Force Expiration Volume 1 FVC : Force Vital Capacity
MEP : Maximal Expiratory Pressure MIP : Maximum Inspiratory Pressure PLB : Push Lip Breathing
PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronis RR : Respirasi Rate
SCM : Sternocleidomatoid Muscle SM : Scalene Muscle
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Keterangan Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : F.04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan Lampiran 3 : Lembar Permintaan Menjadi Responden Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5 : Lembar Observasi
Lampiran 6 : Pengajuan Ijin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Ijin Penelitian ke RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
Lampiran 8 : Pengajuan Ijin Penelitian Kesbangpol Wonogiri Lampiran 9 : Surat Telah Selesai Penelitian
Lampiran 10 : Hasil Analisis Lampiran 11 : SOP Tripod Position Lampiran 12 : Lembar Konsultasi
xiii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
Sri Suyanti
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSOABSTRAK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian one-group pre-post test design. Sampel pada penetian ini menggunakan 20 Responden yang menderita PPOK. Analisis bivariat menggunakan uji
Wilcoxon yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan ordinal yaitu variabel Tripod Position dan frekuensi pernafasan.
Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada
Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod
Position) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah. Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan tripod position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam intraalveolus.
Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien PPOK.
Kata Kunci : PPOK, Frekuensi Pernafasan, Tripod Position Daftar Pustaka : 33 (2002-2014)
xiv
BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Sri Suyanti
The Contribution of Tripod Position to Respiratory Rates of Patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ) of dr. Soediran Mangun
Sumarso Regional Public Hospital
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a lung disease characterized by the increase of airflow obstruction that is not fully reversible. This type of ailment is the major determining factor of chronic morbidity and mortality in the world. Each year, many people suffer from and die for either this disease or COPD-related complications. This study aims at investigating the contribution of tripod position to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
This is a qualitative research with one-group pre-post test design. The samples were 20 respondents suffering from COPD. Bivariate analysis was conducted with Wilcoxon sign test to measure the influence of variables with nominal and ordinal scales, including tripod position and respiratory rate.
The results of bivariate analysis using Wilcoxon sign test indicate p-value = 0.008, with p-value < 0.05, and therefore H0 is rejected and H1 is accepted, which
means that tripod position contributes to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). The tripod position of clients influences the inspiratory muscle power and has a tendency to reduce dyspnea since the position helps improve the pulmonary function. Orthopneic position (tripod position) allows the diaphragm to be free from the pressure of abdominal organs and helps suppress the lower part of chest towards table edge, and therefore it helps the process of exhalation. The increased ventilation in COPD patients with tripod position improves C02 exhalation and oxygen intake into intra-alveolar vessels.
This research concludes that the tripod position contributes to the respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Keywords : COPD, respiratory rates, tripod position Bibliography : 33 (2002-2014)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel (David et al, 2010). Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya.
WHO menyatakan bahwa PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 di duna dengan prevalensi mencapai 340 juta pada tahun 2009 (Davey, 2011). Kasus PPOK juga menempati urutan ke-4 sebagai penyakit yang menyebabkan kematian tersering di Amerika pada tahun 2000 (Asih & Effendy, 2004). Angka kematian akibat PPOK di Eropa bervariasi pada setiap negara. WHO menyatakan jumlah kasus PPOK di Asia tiga kali lipat lebih banyak dibanding dengan bagian dunia lainnya. Word Health Organisation (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia (Depkes RI, 2008). Menurut WHO pada tahun 2010 PPOK adalah masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia (PDPI, 2006).
2
Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada penderita PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006). Penyebab sesak nafas tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflansi. Keadaan tersebut berdampak kepada menurunnya saturasi oksigen (SaO2). Serangkaian penelitian tentang PLB (Pursed Lips Breathing) yang telah dilakukan, seperti dilakukan oleh Bianchi (2004), Ambrosino & Serradori (2006), Ramos et al (2009), dan Kim, et al (2012) menunjukan bahwa PLB (Pursed Lips
Breathing) dapat meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK, yaitu meningkatkan SaO2.
Penelitian lain menyebutkan bahwa posisi prone sangat mempengaruhi perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding dada dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur (Wilawan Patcharee & Chavee, 2009). Pada peneliti ini menganalisis sekumpulan penelitian, 35 diantaranya menyimpulkan bahwa posisi prone mempunyai banyak keuntungan karena posisi ini dapat mengurangi pengeluaran energi, mempercepat pengosongan isi lambung, meningkatkan respirasi, menurunkan frekuensi nafas, meningkatkan kemampuan bernafas dan meningkatkan saturasi oksigen (Bayuningnish, 2011).
Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memberikan Tripod
Position. Tripod Position meningkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi
3
(Bhatt, et al, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012)
Tripod Position dapat membantu meningkatkan kondisi pernafasan. Hasil penelitian Khasanah (2013), menunjukan posisi Tripod Position dan PLB yang dilakukan secara bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali tindakan didapatkan hasil bahwa tindakan tersebut efektif untuk meningkatkan SaO2
Peningkatan tanda-tanda vital terutama frekuensi nadi dan nafas sering diikuti dengan peningkatan saturasi oksigen. Penurunan kondisi ditandai dengan penurunan saturasi oksigen, frekwensi nadi, dan nafas. Dengan meningkatnya saturasi, nadi dan nafas, maka proses weaning bisa dilakukan sehingga lama kelamaan ventilator bisa dilepas dan pasien bisa bernafas spontan (Kozier & Erb, 2009).
Pemantauan saturasi oksigen, frekuensi nafas, frekuensi nadi pada bayi dan neonatus merupakan tindakan rutin yang dilakukan untuk melihat kondisi dan penampilan klinis bayi yang menggunakan ventilator. Kegiatan rutin yang utama dalam pemantauan status oksigenasi bayi yang menggunakan ventilator adalah memonitor saturasi oksigen. Saturasi oksigen diukur dengan alat sensor (prone) yang disebut oksimetri. Hasil dari pemantauan ini dapat dilihat dilayar monitor (Asih, 2003).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr.Mangun Sumarso Wonogiri ditemukan terdapat 20 pasien PPOK dalam waktu sebulan. Penatalaksanaan PPOK masih memerlukan penggunaan alat bantu nafas yang memerlukan biaya mahal untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk meningkatkan frekuensi pernafasan dan nadi dengan judul “Pengaruh
4
Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”.
1.2. Rumusan Masalah
Adakah pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). 2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden
b. Mengidentifikasi frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebelum diberikan Tripod Position. c. Mengidentifikasi frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) setelah diberikan Tripod Position. d. Melakukan analisa pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi
pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
5
1.4. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam memberikan penanganan pendukung pada pasien PPOK dalam meningkatkan frekuensi pernafasan sehingga saturasi oksigen dapat meningkat.
2. Intitusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pustaka tentang penanganan PPOK.
3. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah pengalaman dan aplikasi teori yang sudah didapatkan.
4. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah sumber informasi tentang cara mengurangi keluhan sesak nafas.
5. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain dalam melakukan penanganan PPOK dengan mengkombinasi Tripod Position, semi fowler dan High Fowler dalam menstabilkan frekuensi pernfasan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik 1. Pengertian
PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran darah ini biasanya progresif dan berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara yang berbahaya (David et al, 2010). PPOK merupakan keadaan sesak nafas saat aktivitas meningkat secara progresif dalam beberapa tahun, seringkali > 5 tahun. Biasanya disertai dengan bronkitis kronis (batuk produktif) di pagi hari > 3 bulan selama 2 tahun berturut-turut (Davey, 2011). PPOK adalah istilah umum yang digunakan untuuk menggambarkan kondisi obstruksi ireversibel progresif aliran udara ekspirasi (Asih & Effendy, 2004).
2. Tipe PPOK
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam (0emiati, 2013) :
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai
7
satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP = 80% prediksi (normal) dan VEP 11 /KVP < 70 %
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP 1 = 70% dan VEP/KVP < 80% prediksi 1
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP 1/KVP < 70 %, VEP< 30 % prediksi atau VEP > 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipoksemia dengan hiperkapnia.
3. Tingkat Keparahan PPOK
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut
American Thoracic Society (ATS) 4 penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut (Oemiati, 2013):
8
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan nilai VEP = 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang 1sama usia karena sesak napas, atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala berat.
e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat.
Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan fungsional sangat berat serta membutuhkan perawatan teratur dan spesialis respirasi.
4. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko antara lain (Oemiati, 2013) : a. Pajanan dari partikel antara lain :
1) Merokok
Merokok merupakan penyebab 1 PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubungan antara penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi
9
di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI: 1,91-2,94), Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya.
2) Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasif. WHO melaporkan bahwa polusi
indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya. Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK (adjusted OR 3,92, 95 % CI 1,2 – 9,1).
10
3) Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP, inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini. saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok PPOK adalah hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan pajanan lingkungan dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi indoor dan outdoor.
Di Mexico, Tellez–Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan materi partikel 10µg/m dikaitkan dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% (95% CI 0,9 – 4,9) dan kematian PPOK 4,1% (95% CI 1,3 – 6,9 ), respectively, Di Hongkong sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa prevalensi dari kebanyakan gejala sakit pernafasan meningkat lebih selama periode 12 tahun dan diperoleh data bahwa
11
prevalensi yang terdiagnosa emfisema meningkat dari 2,4%-3,1% dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 – 2,86), hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan khususnya peningkatan polusi udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian menemukan bahwa pajanan kronik di kota dan polusi udara menurunkan laju fungsi pertumbuhan paru-paru pada anak-anak.
4) Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19%.
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.
c. Riwayat infeksi saluran napas berulang
Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
12
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02) (Oemiati, 2013).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus mencakup pemeriksaan dan pengukuran faktor risiko selain penatalaksanaan PPOK yang stabil maupun eksaserbasi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain (David,
et al, 2010) :
a. Rehabilitasi untuk penghentian merokok dan berolahraga
b. Bronkodilator yang digunakan untuk mencegah dan mengurangi gejala
c. Obat steroid inhalasi yang digunakan pada pasien simtomatik untuk meningkatkan spirometri
2.1.2. Tripod Position
1. Definisi Tripod Position
Pada pasien PPOK , pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh Tripod Position. Latihan otot
13
pernafasan (respiratory muscle training) dan penggunaan abdominal
belt dapat meningkatkan kekuatan dan kapasitas daya tahan otot (Gosselink, 2013).
2. Langkah Prosedur Tripod Position
Tripod Position merupakan posisi yang umum diadopsi oleh pasien dengan penyakit paru. Langkah-langkah Tripod Position sebagai berikut :
a. Tripod Position adalah Posisi duduk di tempat tidur dengan punggung membungkuk kedepan membentuk sudut 135 derajat
b. Kepala serta lengan disangga/ diletakan di atas meja atau bantal
c. Lengan ditopang kepala atau lengan ditopang paha.
d. Posisi tersebut diberikan pada pasien yang tidak mendapatkan oksigen
e. Posisi ini diberikan setelah pasien mendapatkan obat bronkhodilator
setelah 4 jam pemberian obat
f. Tindakan posisi dilakukan selama 10 menit pertama dan dilanjutkan 30
menit dengan jeda istirahat setiap 5 menit (KNGF, 2008).
3. Manfaat Posisi Tripod Position
Posisi Tripod Position menigkatkan tekanan intraabdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi (Bhatt, et al, 2009). Hasil penelitian sebelumnya menunjukan penurunan aktifitas otot scalene (SM) dan sternocleidomastoid (SCM) pada Tripod Position. Penelitian yang lain juga menunjukan bahwa
Tripod Position dengan bahu disangga oleh otot (seperti otot pectoralis mayor dan minor ) berkontribusi secara signifikan terhadap
14
pengembangan tulang rusuk. Pengembangan tulang rusuk dengan lengan dan kepala disangga berkontribusi terhadap inspirasi (Gosselink, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) aktifitas otot SM dan SCM meningkat secara signifikan pada posisi condong kedepan dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi netral. Beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan dari hasil tersebut adalah adanya restriksi pergerakan diafragma, meningkatkan tekanan intraabdomen dengan mendekatkan tulang rusuk ke pelvis dan peningkatan tekanan abdomen ini membuat diafragma kesulitan untuk menekan abdomen kebelakang selama inspirasi, dengan pengembalian aktifitas otot dengan kekuatan yang dipertahankan oleh tangan yang ditopang ke muka/ kepala dan lengan yang ditopang oleh paha serta stabilnya tangan dan lengan , sternum, clavicula dan tulang rusuk dapat ditarik ke atas oleh otot SM dan SCM (Kim, et al, 2012).
Teknik kontrol pernafasan untuk mengoptimalkan gerakan
thoracoabdominal dapat dilakukan dengan pernafasan diafragma dan bernafas lambat dan dalam. Kegiatan otot aksesori berhubungan positif dengan sensasi Dyspnea , sedangkan aktivitas diafragma berhubungan negatif dengan sensasi Dyspnea (Brislin, Garroutte, Cilli, 1990 dalam
Gosslink, 2013). Akibatnya , pernapasan diafragma , atau pernafasan lambat dan dalam, seperti umumnya diterapkan dalam praktek
15
fisioterapi, bermanfaat untuk memperbaiki kelainan gerakan dinding dada, mengurangi kerja pernapasan , aktivitas otot aksesori dan
Dyspnea serta untuk meningkatkan efisiensi pernapasan dan meningkatkan distribusi ventilasi (KNFG, 2008).
2.1.3. Tanda-Tanda Vital
Pemantauan status hemodinamik pasien dapat dinilai baik dengan parameter non invasif maupun invasif. Menurut Marik dan Baram (2007) parameter non invasif yang sering digunakan untuk menilai hemodinamik pasien adalah:
1. Pernafasan a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi pada pernafasan normal didapatkan data bahwa bentuk dada simestris, tidak ada tarikan otot bantu pernafasan dan tidak ada jejas atau luka di daerah sekitar dada. b. Palpasi
Pada pemeriksan palpasi pada pernafasan normal didapatkan data bahwa traktil fremitus teraba dan pengembangan dada kanan kiri sama.
c. Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi pada pernafasan normal didapatkan data sonor di seluruh lapang paru.
16
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi pada pernafasan normal didapatkan data bahwa bunyi nafas vesikuler diseluruh lapang paru.
Frekuensi pernapasan pada orang dewasa : normal 16-24, bradipnea kurang dari 16 dan takipnea lebih dari 25. Pengaturan RR pada anak disesuaikan dengan usia anak (Sundana, 2008). Frekuensi pernapasan normal pada usia neonates: 30 sampai dengan 60 kali/menit, 1 bulan sampai 1 tahun: 30 sampai dengan 60 kali/menit, 1 sampai 2 tahun: 25 sampai dengan 50 kali/menit, 3 sampai 4 tahun: 20 sampai dengan 30 kali/menit, 5 sampai 9 tahun dan usia lebih dari 10 tahun: 15 sampai dengan 30 kali/menit (Matondang, Wahidiyat & Sastroasmoro, 2009).
2. Tekanan darah
Perhitungan tekanan darah dilakukan dengan alat bantu monitor. Nilai normal sesuai usia anak adalah sebagai berikut: usia 1 bln: 85/50 mmHg, 6 bulan: 90/53 mmHg, 1 tahun: 91/54 mmHg, 2 tahun: 91/56 mm Hg, 6 tahun: 95/57 mmHg, 10 tahun: 102/62 mm Hg, 12 tahun: 107/64 mmHg, 16 tahun: 117/67 mmHg (Ramesh, 2003).
3. Frekuensi denyut jantung (Heart Rate)
Perhitungan frekuensi denyut jantung dilakukan dengan alat bantu monitor. Frekuensi nadi pada orang dewasa: normal 60-100 x/mnt, bradikardi kurang dari 60 x/mnt dan takikardi lebih dari 60 x/mnt. Frekuensi jantung anak usia 1 bulan: 100 sampai dengan 180
17
kali/menit, 6 bulan: 120 sampai dengan 160 kali/ menit, 1 tahun 90 sampai dengan 140 kali/menit, 2 tahun: 80 sampai dengan 140 kali/menit, 6 tahun: 75 sampai dengan 100 kali/menit, 10 tahun: 60 sampai dengan 90 kali/menit, 12 tahun: 55 sampai dengan 90 kali/menit, 16 tahun: 50 sampai dengan 90 kali/menit (Ramesh, 2003).
18
2.2. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : Oemiati (2010), Suratun, dkk (2008))
Pajanan Dari Partikel Genetik Riwayat Infeksi Saluran Nafas Gender
PPOK
Tripod Position
19
2.3. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.4. Hipotesis
H0 : Tidak ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan
pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
H1 : Ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada
Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Frekuensi Nafas
Pre Terapi Tripod
Position Frekuensi RR Post Terapi Tripod Position Terapi Tripod Position
20
2.5. Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama
Pengarang Judul
Metodologi
penelitian Hasil penelitian
1 Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011) Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis Dengan Posisi High Fowler Dan Orthopneic Penelitian kuasi eksperimen dengan pendekatan pre-test post-test group melibatkan 36 responden yang diambil secara consecutive Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi high fowler dan
orthopneic dapat
meningkatkan nilai arus puncak ekspirasi (APE) (p= 0,0005, a= 0,05). Fungsi ventilasi paru klien terlihat lebih baik dengan posisi orthopneic
daripada posisi high
fowler (p= 0,0005, a= 0,05). Ada hubungan antara usia dan fungsi ventilasi paru. Tinggi badan, berat badan, dan jenis kelamin tidak mempengaruhi fungsi ventilasi paru 2 Khasanah & Maryoto (2014) Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (Ckd) Dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Desain penelitian adalah randomized control trial pre post
test with control
group.
Populasi pada penelitian ini adalah para pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit Margono Soekarjo dan sekitarnya. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Besar
sampel yang diteliti adalah 25 responden, terdiri dari 9 pasien
PPOK sebagai kelompok intervensi/ klp 1, 8 1. Posisi CKD dan PLB yang dilakukan bersama-sama dengan lama waktu setiap latihan 5 menit sebanyak 3 kali dengan durasi istirahat 5 menit yang dilakukan selama tiga hari efektif untuk meningkatkan SaO2 pada pasien PPOK.
2. Posisi CKD dan
PLB yang
dilakukan selama tiga hari lebih efektif untuk meningkatkan
21
pasien PPOK sebagai kelompok kontrol 2/ klp 2 dan 8 pasien PPOK sebagai kelompok kontrol 2/ klp 3. Kriteria sampel meliputi: bersedia menjadi responden, kemmapuan inspirasi maksimal kurang sama dengan 1000 ml, SaO2 kurang sama dengan 95%, pasien yang mengeluh sesak nafas dan mendapatkan terapi bronchodilator.
SaO2 dari pada posisi CKD dan natural breathing.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian one-group pre-post test design yaitu penelitian yang menilai hasil sebelum dan sesudah dilakukan intervensi atau tindakan yang dinilai dalam satu kelompok saja. Pada penelitian ini peneliti menilai frekuensi pernafasan sebelum dan sesudah dilakukannya Tripod Position pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (Nursalam, 2014).
3.2. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita penyakit paru obstruktif kronis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan didapatkan data bahwa dalam 1 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang menderita PPOK.
2. Sampel
Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
23
purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh peneliti ( Nursalam, 2014).
Kriteria-kriteria sampel pada penelitian ini adalah : Kriteria Inklusi :
1. Pasien yang menderita PPOK
2. Pasien yang composmentis atau sadar
3. Mendapat obat bronkodilator 4 jam yang lalu 4. Tidak pakai oksigen
5. Pasien yang mau menjadi responden dan menandatangani informed
consent
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang emergency Rumus Penghitungan Sampel
nൌ
ଵାேሺௗమሻ
Keterangan :
n : Sampel
N : Populasi
d : Konstanta tingkat kesalahan (0,05)
nൌ ଶ
24
Sampel pada penetian ini menggunakan 19 Responden yang menderita PPOK.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang penyakit dalam Teratai, Anggrek, PAV A, PAV B dan Bougenville RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri pada bulan September-Oktober 2015.
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel Definisi Alat ukur Penilaian Skala
Tripod Position Posisi duduk di tempat tidur dengan punggung membungkuk kedepan membentuk sudut 135 derajat dan kepala serta lengan disangga/ diletakan di atasmeja atau
bantal atau lengan
ditopang kepala atau lengan ditopang paha Lembar Observasi 1 = tidak 2 = iya Nominal Frekuensi Pernafasan Jumlah inspirasi ekspirasi yang dihitung dalam jangka waktu satu menit Lembar Observasi RR 1. Bradipnea (<16) 2. Normal (16-24) 3. Takypnea (>24) Ordinal
25
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1. Alat penelitian
Alat penelitan yang digunakan meliputi lembar observasi untuk penilaian frekuensi nadi dan pernafasan, bolpoin, kertas, dan jam.
3.5.2. Cara Pengumpulan Data
1. Mengurus surat ijin penelitian
2. Melakukan Koordinasi dengan Kepala Ruang 3. Mencari sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi
4. Memberikan penjelasan penelitian dan meminta responden untuk menandatangani inform consent jika responden mau dijadikan sebagai objek penelitian
5. Mengukur RR sebelum dilakukan Tripod Position
6. Memberikan oksigen dan obat bronkodilator selama 4 jam sebelum terapi Tripod Position
7. Memberikan Tripod Position selama kurang lebih 15-30 Menit. 8. Mengukur RR sesudah dilakukan Tripod Position
9. Mencatat hasil pengukuran pada lembar observasi
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut :
26
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan pengukuran data hasil pengukuran responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses penelitian ada beberapa data yang tidak maka peneliti meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data yang lengkap.
2. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu variabel dependen (Nursalam 2013). Kode data pengukuran frekuensi RR diberi angka 1 jika bradipnea, 2 jika normal, 3 jika takypnea.
3. Entry data
Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan program komputer.
4. Cleaning
Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data
27
yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan data asli yang didapat di lapangan.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.6.2. Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik kuantitatif dengan menggunakan analisis unviariat dan bivariat. Pada penelitian ini menggunakan sistem komputer dalam penghitungan data. Adapun analisa yang digunakan sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan suatu analisa yang digunakan untuk menganalisis tiap-tiap variabel dari hasil penelitian yang menghasilkan suatu distribusi frekuensi dan prosentase dari masing-masing variabel (Nursalam, 2014).
Analisa univariat dalam penelitian ini adalah distribusi tentang lama menderita, umur, jenis kelamin.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan ordinal yaitu variabel Tripod Position dan frekuensi pernafasan (Nursalam, 2014)
28
Analisa hasil uji statistik : Apabila p value > 0,05 maka Ho
diterima dan H1 ditolak artinya tidak ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Apabila p value < 0,05 maka Ho
ditolak dan H1 terima artinya ada Pengaruh Tripod Position
Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
3.7. Etika Penelitian
Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Informed consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang digunakan berupa nama responden.
29
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Analisa Univariat
4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
Laki-laki 13 65
Perempuan 7 35
Total 20 100
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%).
4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur (Depkes, 2008) Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Klasifikasi Umur Frekuensi Persen (%)
Dewasa Awal (26-35 Tahun) 3 15
Dewasa Akhir (36-45 Tahun) 2 10
Lansia Awal (46-55 Tahun) 1 5
Lansia Akhir (56-65 Tahun) 5 25
Manula (>65 Tahun) 9 45
Total 20 100
Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang (45%).
33
4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit
Lama Sakit Frekuensi Persen (%)
< 5 Tahun 16 80
5Tahun 4 20
Total 20 100
Karakteristik responden berdasarkan lama sakit yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.3 adalah <5 tahun sebanyak 16 orang (80%) 4.1.4. Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod Position
Tabel 4.4 Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod
Position
Respirasi Rate Frekuensi Persen (%)
Bradipnea 0 0
Normal 11 55
Takypnea 9 45
Total 20 100
Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11 orang (45%).
4.1.5. Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position
Tabel 4.5 Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position
Respirasi Rate Frekuensi Persen (%)
Bradipnea 0 0
Normal 18 90
Takypnea 2 10
34
Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang (90%).
4.2. Analisis Bivariat
4.3.1. Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate
Tabel 4.6 Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate Tripod
Position
Respirasi Rate
p value
Bradipnea Normal Takypnea
Pre 0 11 9
0,008
Post 0 18 2
Berdasarkan Tabel 4.6 hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap
35
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%).
Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011) menunjukkan bahwa karakteristik klien berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki sabanyak 21 orang (58,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fajrin, Indra & Burhanuddin (2015) menunjukkan karakteristik responden yang paling banyak berdasarkan jenis kelamin adalah jeniskelamin terbanyak yaitu laki- laki 38(88,4%) orang.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmatika di Rumah Sakit Aceh Tamiang pada tahun 2007-2008 didapatkan berdasarkan tingkat keparahan PPOK berat banyak diderita oleh laki-laki karena
kesadaran berobat meningkat setelah penyakit menjadi parah (Rahmatika, 2009).
Hal ini kemungkinan karena pengaruh pergaulan. Lebih sedikitnya wanita yang merokok kemungkinan karena adanya pengaruh norma di masyarakat yaitu perokok wanita dinilai memiliki
36
perilaku negatif (Almagro et al, 2010) . Data Riset Kesehatan Dasar (RISKASDES) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki 65,9% dibandingkan perempuan 4,2%. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2004 didapatkan prevalensi merokok lebih besar pada laki-laki 34,4% daripada perempuan 4,5% (KemenKes, 2012).
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang (45%). Hasil penelitian Fajrin, Indra & Burhanuddin (2015) menunjukkan karakteristik responden berdasarkan umur terbanyak pada pasien PPOK stabil yaitu >65 tahun (58,1%).
Hasil ini kemungkinan karena pada pasien usia lanjut sistem kardio respirasi mengalami penurunan daya tahan serta penurunan fungsi. Terjadinya perubahan pada dinding dada menyebabkan
compliance dinding dada berkurang dan terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus dan penebalan pada mukosa bronkus. Terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru seperti kapasitas vital paksa / Force Vital
Capacity (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik pertama / Force
37
5.1.3. Frekuensi nafas sebelum Tripod Position
Hasil penelitian Fajrin,Yovi & Burhanuddin (2015) menunjukkan Fungsi paru penderita PPOK stabil di Poli Paru RSUD Arifin Achmad berdasarkan derajat keparahan didapatkan sebanyak 21 (48,8%) orang dengan fungsi paru berat. Fungsi paru yang berat mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas dalam upaya memenuhi kebutuhan seluruh tubuh.
5.1.4. Frekuensi nafas setelah Tripod Position
Hasil penelitian Heijdra, Dekhuijzen, van Herwaarden, dan Folgering (1994) yang mengatakan bahwa posisi tubuh klien Tripod
Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi. Lapier dan Donovan (1999) telah melakukan penelitian terhadap sebelas klien PPOK dengan hasil nilai FEV1/FVC lebih tinggi setelah klien diberi posisi duduk membungkuk dibandingkan dengan posisi duduk tegak. Eltayara, Ghezzo, dan Milic-Emili (2001) dan Landers, McWhorter, Filibeck, dan Robinson (2006) menyatakan bahwa Tripod Position dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Pada Tripod Position organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan pada posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah (Kozier dalam Ritianingsih, Irawaty & Handiyani, 2011).
38
5.2. Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate
Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 makap value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada
Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011) menunjukkan posisi orthopneic (Tripod Position ) dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru klien PPOK lebih baik dibandingkan posisi high fowler. Posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod Position ) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Bhatt et al (2009) yang menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tidal volume (TV) dan RR ,
rasio Forced Expiratory Volume toForced Vital Capacity (FEV/FVC),
maxsimum inspiratory pressure (MIP), maximal exspiratorypressure (MEP), pergerakan diafragma selama tidal breathing atau forced breathing pada posisi duduk atau supinasi, atau posisi Tripod Position dengan tangan di support pada lutut (Tripod Position ) pada pasien dengan PPOK.
Posisi Tripod Position akan meningkatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal pada posisikurang lebih 45 derajat. Otot diafragma
39
merupakan otot utama inspirasi dan otot interkosta eksternal juga merupakan otot inspirasi. Otot diafragma yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior (Kim et al. 2012).
Rongga toraks yang membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga toraks mengembang dan memaksa paru untuk mengembang, dengan demikian tekanan intraalveolus akan menurun. Penurunan tekanan intraalveolus lebih rendah dari tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir masuk ke dalam pleura. Proses tersebut menujukan bahwa dengan posisi
Tripod Position mempermudah pasien PPOK yang mengalami obstruktif jalan nafas melakukan inspirasi tanpa banyak mengeluarkan energi. Proses inspirasi dengan menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat bernafas dan juga meminimalkan penggunaan oksigen. Peningkatan kontraksi pada otot diafragma dan otot interkosta eksternal saat proses inspirasi juga meningkatkan kontraksi otot intra abdomen saat otot-otot inspirasi tersebut melemas. Otot intra abdomen merupakan otot-otot utama ekspirasi. Peningkatan kontraksi otot intra abdomen akan meningkatkan
40
tekanan intra abdomen. Peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong diafragma ke atas semakin terangkat kerongga toraks sehingga semakin memperkecil ukuran rongga toraks. Otot ekspirasi yang lain yaitu otot interkosta internal dengan diposisikan Tripod Position menepatkan otot tersebut pada sudut sekitar 45 derajat, yang memungkinakan gaya grafitasi bekerja lebih optimal. Gaya grafitasi bumi tersebut akan membantu menarik otot interkosta interna ke bawah sehingga ukuran rongga toraks semakin kecil. Ukuran rongga toraks yang semakin kecil membuat tekanan intraalveolus semakin meningkat. Peningkatan tekanan intraalveolus yang melebihi tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir keluar dari paru. Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan Tripod
Position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam intraalveolus (Bhatt et al, 2009).
Peningkatan proses ventilasi pada pasien yang diposisikan Tripod
Position didasarkan pada teori yang disampaikan oleh Sherwood (2001) bahwa bulkflow udara ke dalam dan keluar paru terjadi karena perubahan siklus tekanan intraalveolus yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh aktifitas otot-otot pernafasan. Hal senada disampaikan oleh Gorman (2002); Kleinman (2002) dalam Gosselink (2003), bahwa pada pasien PPOK , pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh
41
Sergysels (1991, dalam Landers et al.,2006) yang menunjukan adanya peningkatan tingkat ekspirasi akhir dan ekspirasi yang aktif pada posisi
Tripod Position dari pada duduk bersandar. Hal senada juga didapatkan melalui penelitian Landers et al (2006) bahwa posisi condong kedepan dengan menempatkan kepala dan leher pada posisi yang sejajar atau selaras dapat mengurangi obstruksi jalan nafas dan membantu meningkatkan fungsi paru (Khasanah & Maryoto, 2014).
Pendapat peneliti juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012). Hasil penelitian Kim, et al (2012) menunjukan bahwa aktifitas otot SM (scalene muscle) dan SCM (sternocleidomastoid muscle) meningkat secara signifikan pada posisi Tripod Position dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi netral.
42
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan
e. Karakteristik responden meliputi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%), karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%), karakteristik responden berdasarkan lama sakit yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.3 adalah <5 tahun sebanyak 16 orang (80%).
f. Frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebelum diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11 orang (45%).
g. Frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) setelah diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang (90%).
h. Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya
ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
43
6.2. Saran
6. Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat menjadikan bahan dalam memberikan penanganan pendukung pada pasien PPOK dalam meningkatkan frekuensi nadi dan pernafasan sehingga saturasi oksigen dapat meningkat.
7. Intitusi
Hasil penelitian ini dijadikan sumber pembelajaran dalam penanganan PPOK.
8. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi peneliti dalam mengembangkan penelitian tentang penanganan PPOK secara keperawatan serta upaya dalam mengurangi gejala PPOK seperti memberikan posisi high fowler, tripod position, semi fowler dalam mengatasi takypnea atau bradypnea.
9. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi oleh masyrakat sebagai penaganan non medis yang dapat mengurangi gejala sesak nafas dengan posisi tripod position.
DAFTAR PUSTAKA
Almagro P, Garcia FL,Cabrera F, Montero L,Morchon D, Diez J, et al.2010.Comorbidity and genderrelatedin patients differences in patiens hospitalized for COPD. Respir Med.;104:253–9.
Ambrosino, N. Serradori, M. 2006. Comprehensive Treatment of Dyspnoea in
ChronicObstructive Pulmonary Disease Patients. University Hospital of Pisa: Long TermhealthCare
Ambrosino, N., Giorgio, M.D., Paco, A.D. 2006. Strategies to improve breathlessness andexercise tolerance in chronic obstructive pulmonary disease. Elsevier Respiratory Medicine. 2:2-8. diakses 19 Juli 2015 dari doi:10.1016/j.rmedu.2006.06.002
Asih, Niluh Gede Yamin & Effendy, Cristianti.2004.Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta : Erlangga
BayuningsihRatih. 2011. EfektifitasPenggunaanNesting danPosisiProneTerhadapSaturasiOksigendanFrekuensiNadipadaBayiPrem atur di RumahSakitUmum Daerah (RSUD) Kota Bekasi. Tesis. FakultasIlmuKeperawatan Program Magister IlmuKeperawatan. Depok Bhatt, S.P., Guleria, R., Luqman-Arafath, T.K., Gupta, A.K., Mohan, A., Nanda,
S., & Stoltzfus, J.C. 2009. Effect of tripod position on objective parameters of respiratoryfunction in stable chronic obstructive pulmonary disease. Indian J Chest Dis Allied Sci.51:83–85
Curley, M.A., Thompson, J.E., & Arnold, J.H., (2000). The effects of early andrepeated prone positioning in pediatric patients with acute lung injury. CHEST Journal, 118, 156-163.
Davey, Patrick.2011. At A Glance Medicine,Jakarta : Erlangga David et al.2010.Kedokteran Klinis.Jakarta : Erlanggga
Fajrin, Ofisa, Yovi, Indra & Burhanuddin, Laode.2015.Gambaran Status Gizi Dan Fungsi Paru Pada PasienPenyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Di Poli Paru RSUD Arifin Achmad. Jom FK Volume 2 No. 2
Fineman, L.D., LaBrecque, M.A., Mei, C.H., & Curley, M.A. (2006). Prone positioning can be safely performed in critically ill infant and children. Pediatric Critical Care Med, 7, 413-422.
Flores, J.C., De Azagra, A.M., Lopez, M.J., Ruiz, M., & Serrano, A. (2002). Pediatric ARDS: effect of supine-prone postural changes on oxygenation. Intensive Care Med, 28, 1792-1796.
Gosselink, R. (2003). Controlled breathing and dyspnea in patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Journal of Rehabilitation
Research and Development. Vol. 40, No. 5. Supplement 2. 25-34
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. (8th ed.) St. Louis: Mosby Elseiver.
Kementrian kesehatan RI.2012.Data dan informasi penyakittidak menular. p: 301 Khasanah, Suci & Maryoto, Madyo.2014.Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD)
dan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Kronik (PPOK).Jurnal Ilmiah.Stikes Harapan Bangsa Purwokerto Khairani R.2010.Pola distribusiPenyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan
Usia, Jenis Kelamin dan Perilaku Merokok di RSU dr Soedarso Pontianak Periode Februari – Juni 2009. Pontianak: Universitas Tanjungpura
Kim et al. 2012. Effects of breathing maneuver and sitting posture on muscle activity ininspiratory accessory muscles in patients with chronic obstructive pulmonary disease.Multidisciplinary Respiratory Medicine. 7:9. diakses 13 Juni 2015 darihttp://www.mrmjournal.com/content/7/1/9 KNGF. (2008). Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Practice Guidelines.
England:Royal Dutch Society for Physical Therapy
Marik, P. E., & Baram, M. (2007). Noninvasive hemodynamic monitoring in theIntensive Care Unit. Critical Care Clinics, 23, 383-400.
Matondang, C.S., Wahidiyat, I., &Sastroasmoro, S. (2003). Diagnosis fisispadaanak. Jakarta: SagungSeto.
Nursalam.2014.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
Oemiati, Ratih.2013.Kajian Epidemiologis Penyakit ParuObstruktif Kronik (PPOK).Media Litbangkes Vol. 23 No. 2
Pelosi, P., Brazzi, L., &Gattinoni, L. (2002). Prone position in acute respiratory distress syndrome. ERS Journals, 20, 1017-1028.
Pelosi, P., Brazzi, L., &Gattinoni, L. (2002). Prone position in acute respiratory distress syndrome. ERS Journals, 20, 1017-1028.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PedomanDiagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Rahmatika A.2009.Karakteristikpenderita penyakit paruobstruktif kronik yang dirawat inap di RSUD AcehTamiang tahun 2007-2008.Medan: Universitas SumatraUtara.
Ramesh, S. (2003). Paediatric intensive care-update. Indian J. Anaesth, 47, 338-344.
Ramos, et al. 2009. Influence of pursed-lip breathing on heart rate variability andcardiorespiratory parameters in subjects with chronic obstructive pulmonary disease(COPD). Rev Bras Fisioter, São Carlos. v. 13, n. 4, p. 288-93
Relvas, M.S., Silver, P.C., &Sagy, M. (2003). Prone positioning of pediatric patients with ARDS results in improvement in oxygenation if maintained > 12 h daily. CHEST Journal, 124, 269-274.
Ritianingsih,Nieniek, Irawaty,Dewi & Handayani, Hanny.2011.Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis Dengan Posisi High Fowler dan Orthopneic.Jurnal Keperawatan Indonesia.Vol.14 No.1 Hal 31-36.
Suratun dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Jakarta : EGC
Wilawan, P., Patcharee, W., &Chavee, B. 2009. Poisitioning of Preterm infants for Optimal physiological Development: A Systemic Review. JBI Libary
of Systemic Review, 7(7): 224-259.EBSCO diakses 8 Agustus 2015 dari http://www.ui.ac.id