• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.2. Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate

Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 makap value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011) menunjukkan posisi orthopneic (Tripod Position ) dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru klien PPOK lebih baik dibandingkan posisi high fowler. Posisi tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod Position ) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Bhatt et al (2009) yang menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tidal volume (TV) dan RR ,

rasio Forced Expiratory Volume toForced Vital Capacity (FEV/FVC),

maxsimum inspiratory pressure (MIP), maximal exspiratorypressure (MEP), pergerakan diafragma selama tidal breathing atau forced breathing pada posisi duduk atau supinasi, atau posisi Tripod Position dengan tangan di support pada lutut (Tripod Position ) pada pasien dengan PPOK.

Posisi Tripod Position akan meningkatkan otot diafragma dan otot interkosta eksternal pada posisikurang lebih 45 derajat. Otot diafragma

39

merupakan otot utama inspirasi dan otot interkosta eksternal juga merupakan otot inspirasi. Otot diafragma yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk atau setengah duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi anteroposterior (Kim et al. 2012).

Rongga toraks yang membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga toraks mengembang dan memaksa paru untuk mengembang, dengan demikian tekanan intraalveolus akan menurun. Penurunan tekanan intraalveolus lebih rendah dari tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir masuk ke dalam pleura. Proses tersebut menujukan bahwa dengan posisi

Tripod Position mempermudah pasien PPOK yang mengalami obstruktif jalan nafas melakukan inspirasi tanpa banyak mengeluarkan energi. Proses inspirasi dengan menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi kelelahan pasien saat bernafas dan juga meminimalkan penggunaan oksigen. Peningkatan kontraksi pada otot diafragma dan otot interkosta eksternal saat proses inspirasi juga meningkatkan kontraksi otot intra abdomen saat otot-otot inspirasi tersebut melemas. Otot intra abdomen merupakan otot-otot utama ekspirasi. Peningkatan kontraksi otot intra abdomen akan meningkatkan

40

tekanan intra abdomen. Peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong diafragma ke atas semakin terangkat kerongga toraks sehingga semakin memperkecil ukuran rongga toraks. Otot ekspirasi yang lain yaitu otot interkosta internal dengan diposisikan Tripod Position menepatkan otot tersebut pada sudut sekitar 45 derajat, yang memungkinakan gaya grafitasi bekerja lebih optimal. Gaya grafitasi bumi tersebut akan membantu menarik otot interkosta interna ke bawah sehingga ukuran rongga toraks semakin kecil. Ukuran rongga toraks yang semakin kecil membuat tekanan intraalveolus semakin meningkat. Peningkatan tekanan intraalveolus yang melebihi tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir keluar dari paru. Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan Tripod

Position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam intraalveolus (Bhatt et al, 2009).

Peningkatan proses ventilasi pada pasien yang diposisikan Tripod

Position didasarkan pada teori yang disampaikan oleh Sherwood (2001) bahwa bulkflow udara ke dalam dan keluar paru terjadi karena perubahan siklus tekanan intraalveolus yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh aktifitas otot-otot pernafasan. Hal senada disampaikan oleh Gorman (2002); Kleinman (2002) dalam Gosselink (2003), bahwa pada pasien PPOK , pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh

41

Sergysels (1991, dalam Landers et al.,2006) yang menunjukan adanya peningkatan tingkat ekspirasi akhir dan ekspirasi yang aktif pada posisi

Tripod Position dari pada duduk bersandar. Hal senada juga didapatkan melalui penelitian Landers et al (2006) bahwa posisi condong kedepan dengan menempatkan kepala dan leher pada posisi yang sejajar atau selaras dapat mengurangi obstruksi jalan nafas dan membantu meningkatkan fungsi paru (Khasanah & Maryoto, 2014).

Pendapat peneliti juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012). Hasil penelitian Kim, et al (2012) menunjukan bahwa aktifitas otot SM (scalene muscle) dan SCM (sternocleidomastoid muscle) meningkat secara signifikan pada posisi Tripod Position dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi netral.

42

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

e. Karakteristik responden meliputi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%), karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%), karakteristik responden berdasarkan lama sakit yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.3 adalah <5 tahun sebanyak 16 orang (80%).

f. Frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebelum diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11 orang (45%).

g. Frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) setelah diberikan tripod position yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang (90%).

h. Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

43

6.2. Saran

6. Rumah Sakit

Hasil penelitian dapat menjadikan bahan dalam memberikan penanganan pendukung pada pasien PPOK dalam meningkatkan frekuensi nadi dan pernafasan sehingga saturasi oksigen dapat meningkat.

7. Intitusi

Hasil penelitian ini dijadikan sumber pembelajaran dalam penanganan PPOK.

8. Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi peneliti dalam mengembangkan penelitian tentang penanganan PPOK secara keperawatan serta upaya dalam mengurangi gejala PPOK seperti memberikan posisi high fowler, tripod position, semi fowler dalam mengatasi takypnea atau bradypnea.

9. Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi oleh masyrakat sebagai penaganan non medis yang dapat mengurangi gejala sesak nafas dengan posisi tripod position.

Dokumen terkait