• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan

Hygiene perorangan disebut juga “kebersihan diri”, kesehatan perorangan atau “personal hygiene”. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani kuno sebagai dewi kebersihan. Yang dimaksud dengan Hygiene perorangan adalah suatu pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan serta mencegah timbulnya penyakit (Adam Sjamsunir, 1978).

Didalam undang-undang Pokok Kesehatan pasal I, No. 9 th. 1996, dikatakan: ”tiap-tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah” (Adam Sjamsunir, 1978).

Yang dimaksud “kesehatan” di dalam UU Pokok Kesehatan tersebut adalah pengertian sehat yang sesuai dengan ketentuan yang telah didefinisikan oleh WHO (World Health Organisation), yang berbunyi: sehat adalah keadaan jasmani, rohani dan sosial yang sempurna dan bukan hanya bebas dari penyakit cacat dan kelemahan (Adam Sjamsunir, 1978).

Sedangkan yang dimaksud sakit adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh bermacam-macam hal, bisa suatu kejadian, kelainan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap susunan jaringan tubuh, baik fungsi jaringan itu sendiri, maupun fungsi keseluruhan. Penyebab penyakit itu sendiri bermacam-macam, tapi dalam garis

(2)

besarnya dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu; yang berasal dari dalam (endogen) dan yang berasal dari luar (eksogen).

Sesuai dengan definisi sehat, gangguan kesehatan bagi seseoarang meliputi 3 faktor penting yaitu; penyebab penyakit (agent), tuan rumah (host), dan lingkungan (environment). Ketiga faktor tersebut harus seimbang, karena ketidakseimbangan ketiga faktor tersebut akan menyebabkan gangguan kesehatan pada seseoarang (Adam Sjamsunir, 1978).

B. Hygiene dan sanitasi lingkungan

Yang dimaksud dengan hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Indan Entjang, 1986).

Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan oleh WHO dengan penyelidikan-penyelidikan diseluruh dunia dimana didapatkan hasil bahwa angka kematian (mortaliti), angka perbandingan orang sakit (morbiliti) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi, terdapat ditempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungannya buruk yaitu tempat-tempat dimana terdapat banyak lalat, nyamuk, penbuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga yang buruk, perumahan yang terlalu sesak dan keadaan sosial ekonomi yang jelek. Tetapi pada tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi lingkungannya diperbaiki, mortaliti, morbiliti menurun dan wabah berkurang dengan sendirinya (Indan Entjang, 1986).

(3)

Menurut penyelidikan WHO bahwa di negara-negara yang sedang berkembang terdapat banyak penyakit kronis endemis, sering terjadi epidemi, masa hidup yang pendek, angka kematian bayi dan anak yang tinggi hal ini disebabkan oleh: pengotoran persediaan air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung ataupun tidak langsung dengan feases manusia, infeksi yang disebabkan oleh arthropoda, rodent, molluska, dan vektor-vektor penyakit lainnya, perumahan yang terlalu sempit, penyakit hewan yang berhubungan dengan manusia (Indan Entjang, 1986).

Pencegahan tehadap timbulnya berbagai penyakit, terutama masalah parasit usus hanyalah sekedar mencegah jangan sampai terjadi kontak langsung maupun tidak langsung dengan penyebab penyakit tersebut. Pencegahan terhadap infeksi cacing denagn transmisi melalui tanah sampai kini masih memberikan hasil yang kurang memuaskan.

Berbeda dengan negara-negara yang sudah maju, mereka masalah tersebut diatas bukan masalah yang sepele. Bukti nyata yang telah mereka lakukan adalah dengan cara melaksanakan pemecahan masalah dengan berbagai tindakan yang dilaksanakan serentak, misalnya; pengarahan sanitasi lingkungan yang baik, perundangan kesehatan, pendidikan kesehatan dan peningkatan nilai kehidupan.

Ada 3 tindakan utama yang dapat ditegakkan dalam mengatasi masalah cacing tersebut :

(4)

2. Pembuangan faeces manusia secara sehat 3. Pengobatan masal

(Indan Entjang, 1986).

C. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. Klasifikasi

Filum Nematohelminthes

Kelas Nematoda

Superfamili Ascaridoidea Trichineuosea Stongyloidea Rhabdiloidea

Genus Ascaris Trichuris Ancylostoma Necator Strongyloides

Spesies A. lumbricoides T. trichiura A. deudenale N. americanus S.stercolaris 2. Macam-macam sepsis Soil Transminthed Helminthes

a. Ascaris lumbricoides (cacing gelang) 1. Morfologi dan Daur Hidup

Morfologi: cacing jantan berukuram 10-30 cm, dengan eko melingkar dan memiliki spikula. Sedangkan cacing betina berukuran 22-35 cm, dengan ekor lurus dan pada 1/3 bagian antrior terdapat cincin kopulasi. Satu ekor cacing betina dapat memproduksi telur

(5)

100.000-200.000 butir telor per hari, yang terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

Siklus hidup: telur tertelan manusia – larva (dalam usus halus) – pembuluh darah/lapisan limpa – jantung – paru-paru – dinding alveolus – trakhea – farink (iritasi) – oksefagus –usus halus (dewasa). Dar telur matang yang tertelan sampai cacing dewasa membutuhkan waktu 2 bulan (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

2. Patologi dan gejala Klinik

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh larva dan cacing dewasa. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat di paru-paru yang disertai batuk, demam dan eosinofilia. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya bersifat ringan seperti mual, nafsu makan berkuarang, diere atau konstipasi (Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 3. Epidemologi

Telur Ascaris berkembang baik pada tanah liat yang mempunyai kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30 oC. pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu (Jankung Samidjo, 2001).

b. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk) 1. Morfologi dan Daur Hidup

(6)

Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk, dengan bagian anterior (kepala) lebih panjang (3/5 bagian tubuh), berbentuk langsing seperti rambut. Sedangkan bagian posterior (ekor) lebih pendek (2/5 bagian tubuh) dan lebih tebal. Cacing jantan panjangnya berkisar antara 3-4 cm dengan bagian ekor melingkar. pada cacing betina panjangnya berkisar antara 4-5 cm dengan ekor tumpul seperti koma (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

Bentuk telur Trichuris trichiura sangat khas, mirip tempayan dengan kedua ujungnya dilengkapi tutup (operkulum) dari bahan mokus yang jernih. Kulit bagian luarnya berwana kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur Trichuris trichiura mempunyai ukuran 50-54x32 mikron. Telur yang sudah dibuahi dikeluarkan dari hospesnya bersama tinja, dan menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh (Jankung Samidjo, 2001).

Manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang (berisi larva dan merupakan bentuk infektif), kemudian telur ini menetas di usus halus. Larva keluar dari dinding telur dan masuk kedalam usus halus. Setelah menjadi dewasa, cacing dewasa turun ke usus bagian distal dan masuk kedalam kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina bertelur membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 3 bulan. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

(7)

2. Patologi dan Gejala Klinik

Cacing Trichuris trichiura pada manusia hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asenden.

Pada infeksi berat, cacing dapat menyebabkan pendarahan ditempat perlekatan dan dapat menyebabkan anemi. Pada anak, infeksi terjadi menahun dan berat (hiperinfeksi). Gejala-gejala yang timbul adalah diare disertai dengan sindrom disentri, anemia, prolopsus, rektal, dan berat badan turun.

(Arjatmo Tjokronegoro, 2000). 3. Epidemiologi

Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 300 C. Frekuensi infeksi di Indonesia tinggi, terutama didaerah pedesaan. Frekuensinya berkisar antara 30%- 90%. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak-anak. (Jankung Samidjo, 2001) c. Strongyloides stercoralis

1. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing yang terdapat pada manusia hanya yang berjenis betina, yang hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan jejenum. Cacing betina filariform, halus tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2mm.

Daur hidup cacing ini lebih komplek dibandingkan dengan nematoda usus yang lainnya. Cacing ini berkembang biak secara partenogenesis, telurnya berbentuk lonjong, ukurannya 50-58 x 30-34 mikron dan dindingnya tipis. Telur diletakan di mukosa usus yang kemudian metetas menjadi larva rabditiform yang masuk kerongga usus dan serta dikeluarkan bersama tinja (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

(8)

Bila larva filariform dalam jumlah yang besar menembus kulit, maka akan timbul kelainan kulit yang disebut creeping eruption yang sering disertai dengan gatal yang hebat. Sedangkan pada cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda yang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigostrium tengah dan tidak menjalar serta kemungkinan dapat terjadi mual dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

3. Epidemiologi

Di daerah panas yang mempunyai kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang sangat menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Larva tumuh dengan baik pada tanah gembur, berpasir, dan humus (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

d. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) 1. Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus setip hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale mengelurkan telur tiap harinya kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0.8 cm.bentuk badan Necator americanus biasanya berbentuk huruf “S”, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf “C”. Cacing Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks (Arjatmo Tjokronegoro, 2000).

Telur akan dikeluarkan bersama tinja dan setelah menetas, dalam waktu 1 - 1.5 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira tiga hari larva rabditifom tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7 - 8 minggu di tanah. Daur hidup cacing ini adalah sebagai berikut ;

Telur - larva rabditform – larva filariform – menembus kulit – kapiler darah – jantung kanan – paru – bronkus – trakea – laring – usus halus. (Arjatmo Tjokronegoro, 2000)

2. Patologi dan Gejala Klinik

Apabila larva filariform dalam jumlah yang besar dapat menembus kulit, maka akan menimbulkan gatal-gatal dan perubahan kulit yang disebut Graund itch. Pada stadium dewasa cacing Necator americanus menyebebkan kehilangan darah sebanyak 0.005 - 0.1 cc sehari, sadangkan Ancylostoma duodenale 0.08 - 0.34 cc. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan prestasi kerja turun (Jankung Samidjo, 2001).

(9)

3. Epidemiologi

Cacing tambang berkembang baik pada tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan terlindungi dari sinar matahari langsung. Suhu optimum untuk pertumbuhan larva Necator americanus adalah 280-300 C, sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan larva Ancylostoma duodenale adalah 230-250 C. (Jankung Samidjo, 2001).

Referensi

Dokumen terkait

Kekangan utama yang dihadapi oleh Geografi dan disiplin Sains Sosial lain secara umumnya adalah untuk terus-menerus mendapatkan pelajar yang mencukupi dan berkekalan untuk

Kesimpulan : Semua intervensi hasil literature review ini berupa mengulum es batu, mengunyah permen karet, dan berkumur dengan obat kumur dapat digunakan

Penelitian yang telah dilakukan berhasil membangun media pembelajaran untuk memperkenalkan sistem tata surya dengan cara menggunakan game edukasi dalam pembahasan sistem

Balai Embrio Ternak telah berupaya untuk memberikan permohonan informasi publik Laporan ini memberikan informasi dan gambaran tentang hasil kegiatan Layanan

Interferensi dapat muncul pada batas IA yang sangat rapat disebabkan terjadinya overllaping beberapa reflektor. Interferensi bisa bersifat negatif atau positif yang sangat

Pacitan MUANNAS SALIM PACITAN 1980-09-28 MA Ma'arif Pacitan 235 - Akidah-Akhlak IJAZAH BELUM ADA HANYA SKL DAFTAR PESERTA YANG DINYATAKAN TIDAK LAYAK MENGIKUTI PLPG

Pada tanggal 30 Juni 2013 dan 2012, nilai tercatat dari aset dan liabilitas keuangan Perusahaan memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai wajarnya karena untuk portofolio efek

Dosen Mata Kuliah Biologi Umum memilih melaksanakan dan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw karena mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir