• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI SEMEN ALTERNATIF DENGAN BAHAN DASAR KAPUR PADALARANG DAN FLY ASH SURALAYA UNTUK KONSTRUKSI RUMAH SEDERHANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI SEMEN ALTERNATIF DENGAN BAHAN DASAR KAPUR PADALARANG DAN FLY ASH SURALAYA UNTUK KONSTRUKSI RUMAH SEDERHANA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI SEMEN ALTERNATIF DENGAN BAHAN

DASAR KAPUR PADALARANG DAN FLY ASH SURALAYA

UNTUK KONSTRUKSI RUMAH SEDERHANA

Puti Farida Marzuki1 dan Erlangga Jogaswara2 Abstrak

Sejauh ini belum banyak alternatif lain selain semen Portland yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai bahan pengikat pada konstruksi perumahan. Di lain pihak proses produksi semen Portland, selain menimbulkan pencemaran udara melalui gas CO2, juga memerlukan energi yang tinggi yang berakibat kepada tingginya harga semen tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa semen alternatif dengan bahan dasar kapur Padalarang dan fly ash Suralaya dapat dijadikan sebagai pengganti semen Portland secara keseluruhan pada pembangunan perumahan sederhana, baik sebagai beton untuk konstruksi struktural dengan mutu K-175 maupun konstruksi non struktural seperti pasangan bata dan juga concrete block. Dengan proses produksinya yang lebih sederhana dan tidak memerlukan energi sebesar yang diperlukan untuk menghasilkan semen Portland, semen alternatif ini memiliki potensi mereduksi biaya konstruksi sehingga dicapai hasil yang lebih ekonomis serta ramah lingkungan.

Kata kunci : semen alternatif, semen Portland, kapur, fly ash, rumah sederhana

1. Pendahuluan

Semen berasal dari kata latin “caementum” yang berarti perekat. Semen adalah hydraulic binder (perekat hidraulik), artinya senyawa-senyawa didalam semen dapat beraksi dengan air membentuk zat baru yang dapat mengikat benda-benda padat lainnya membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat, dan keras (Banerjea, 1980). Pada perkembangannya banyak jenis semen yang dibuat disesuaikan dengan kebutuhan dalam pembangunan, namun semen Portland tetap merupakan jenis semen yang paling banyak digunakan di dalam konstruksi di Indonesia. Sejak tahun 1999 konsumsi semen Portland untuk konstruksi di Indonesia terus meningkat. Tahun 1999, konsumsi tersebut mencapai 18,77 juta ton, tahun 2000 sebesar 22,29 juta ton, tahun 2001 mencapai 25,53 juta ton, dan tahun 2002 mencapai 28 juta ton (Soenarno, 2003). Pada tahun 1995 pernah terjadi defisit pasokan semen Portland sebesar 4,8 juta ton dalam satu tahun.

Di dalam konstruksi perumahan, terutama untuk Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) sebenarnya tidak dibutuhkan perekat yang berkekuatan sangat tinggi seperti semen Portland, namun demikian jenis semen ini masih yang paling banyak digunakan. Proses produksi semen Portland membutuhkan temperatur yang sangat tinggi yang menyebabkan harga semen jenis ini relatif mahal. Untuk efisiensi biaya, kebutuhan semen dengan kekuatan tidak terlalu tinggi sebaiknya dipenuhi dengan jenis yang proses produksinya tidak membutuhkan energi tinggi. Untuk itu sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan semen alternatif yang dapat diandalkan.

1

Anggota Kelompok Keahlian Manajemen & Rekayasa Konstruksi, FTSL – ITB.

(2)

Salah satu jenis semen alternatif adalah yang dibuat dengan bahan dasar kapur yang dicampur dengan bahan pozzolan. Semen alternatif seperti ini sering juga disebut sebagai kapur hidraulik atau hydraulic lime (British Geological Survey, 2005). Jenis pozzolan untuk kebutuhan tersebut yang telah diteliti di Indonesia terutama adalah tras, tanah liat, dan abu sekam (Puslitbang Permukiman, 2000; Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat, 2002).

Beberapa hasil penelitian mengenai semen alternatif di Indonesia menghasilkan produk-produk, baik yang telah di pabrikasi ataupun belum di pabrikasi, seperti:

• Semen Pozzolan Kapur (SPK) Puslitbang Pemukiman • Semen Hidraulis Alternatif (SHA)

• Semen Polimer

• Semen Cap Rumah (SCR) • Semen Merah

Selain bahan-bahan tersebut, sebenarnya fly ash merupakan bahan pozzolan yang sangat potensial namun selama ini baru banyak digunakan sebagai substitusi parsial semen Portland pada campuran beton. Baik kapur maupun fly ash merupakan bahan-bahan yang relatif mudah dan murah diperoleh karena ketersediaan kapur di daerah-daerah di Indonesia cukup besar dan

fly ash banyak tersedia terutama di PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan

bakarnya. Tulisan ini menyajikan penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengkaji sejauh mana potensi campuran kapur dan fly ash atau yang disebut dengan kapur hidraulik untuk berfungsi sebagai semen alternatif pada pembangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan dengan demikian mencapai efisiensi biaya. Kapur yang digunakan adalah kapur Padalarang, sedangkan fly ash yang digunakan berasal dari PLTU Suralaya.

2. Semen Alternatif Dengan Bahan Dasar Kapur (Hydraulic Lime)

Semen alternatif dengan bahan dasar kapur dicampur dengan bahan pozzolan yang sesuai sering disebut sebagai hydraulic lime atau kapur. Di dalam campuran ini dari kapur diperoleh kalsium hidroksida sedangkan dari bahan pozzolan diperoleh silika dan alumina (SiO2 dan Al2O3). (British Geological Survey, 2005).

Hydraulic limes merupakan material konstruksi tradisional yang merupakan perekat hidraulik

utama yang digunakan pada mortar sebelum dikembangkannya semen Portland pada tahun 1824. Bahan ini telah digunakan sejak lama setidaknya mulai dari zaman Romawi. Istilah ‘hidraulik’ digunakan untuk menggambarkan bahan yang akan mengeras di dalam air akibat

(3)

hidrasi kimia antara kalsium hidtoksida dengan silika dan alumina yang menghasilkan senyawa-senyawa (CSH dan CAH) pembentuk kekuatan bahan ini. Kekuatan tambahan diperoleh pula dari proses karbonasi kalsium hidroksida yang bebas dengan menyerap CO2 yang terdapat di udara.

Selain hydraulic limes (HL) dikenal pula natural hydraulic limes (NHL) yang merupakan bahan yang terdapat di alam yang mengandung kapur berlempung atau silika. Baik HL maupun NHL sekarang telah diklasifikasikan menurut pertumbuhan kekuatan yang dicapai pada umur 28 hari seperti material yang berbahan dasar semen. BS EN 459-1:2001 mengidentifikasi 3 klasifikasi NHL dan HL seperti yang disajikan pada Tabel 1. Dapat dicatat juga bahwa NHL dan HL akan terus mengalami pertambahan kekuatan setelah usia 28 tahun yang biasa digunakan dalam standar.

Tabel 1. Klasifikasi Nhl Dan Hl Menurut Bs En 459-1:2001 Hydraulic Lime Classification 7 day strength (MPa) 28 day strength (Mpa) NHL 2, HL 2 ≥2 to ≤7 NHL 3.5, HL 3.5 ≥3.5 to ≤10 NHL 5, HL5 ≥ 2 ≥5 to ≤15

Di Indonesia, cadangan kapur terdapat cukup banyak. Cadangan kapur di Jawa Barat menurut Dinas Pertambangan dan Energi adalah sebesar 1.223.400.323 m3 yang tersebar di beberapa kabupaten di Jawa Barat, seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, dan lain-lain. Kandungan kimia yang terdapat dalam kapur telah diteliti oleh Sihotang, Abinhot, dan Hazairin (2002) dan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Kimia Bahan Kapur

Parameter Kadar (%) Na2O 0,095 Fe2O3 0,41 MgO 2,72 K2O 0,32 CaO 50,84 Al2O3 0,682 SiO2 0,00

(4)

3. Fly Ash Sebagai Pozzolan Untuk Semen Alternatif

Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang dihasilkan dari pembakaran batu bara

yang dihaluskan pada suatu pusat pembangkit listrik (ASTM C 618). Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di dalam batu bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan ini memadat selama berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan menggunakan presipitator elektrostatik. Karena partikel-partikel ini memadat selama tersuspensi di dalam gas-gas buangan, partikel-partikel fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005 mm). Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3). Bahan ini bersifat pozzolan dan bereaksi dengan kalsium hidroksida serta alkali untuk membentuk senyawa-senyawa yang bersifat semen (cementitious).

Menurut ASTM C 618 ada dua kelas fly ash, yaitu kelas F dan kelas C. Fly ash kelas F diproduksi dari pembakaran batu bara antrasit and bituminus. Fly ash ini terdiri dari bahan yang mengandung silika dan alumina, yang bila berada sendiri tidak mengandung nilai, tetapi dalam bentuk halus dan dengan adanya kelembaban, akan beraksi kimia dengan kalsium hidroksida pada temperatur biasa untuk membentuk senyawa-senyawa yang bersifat semen. Fly

ash kelas C diproduksi secara normal dari batu bara lignit dan sub-bituminus dan biasanya

mengandung kalsium hidroksida (CaO) atau kapur dalam jumlah yang signifikan. Fly ash kelas ini, disamping memiliki sifat pozzolan, juga memiliki sifat semen (ASTM C 618-99). Warna merupakan sifat fisik fly ash yang penting untuk menentukan kandungan kapur secara kualitatif. Biasanya warna yang lebih muda mengindikasikan kandungan kalsium oksida yang tinggi sedangkan warna yang lebih tua menunjukkan kandungan organic yang tinggi.

Sampai saat ini pemanfaatan fly ash di Indonesia terbatas hanya sebagai bahan tambahan ataupun sebagai subtitusi parsial semen Portland pada campuran beton. Fly ash belum dimanfaatkan sebagai bahan pozzolan pada pembuatan semen alternatif, padahal fly ash memiliki kandungan kimia seperti yang telah diuraikan di atas dan dirinci pada Tabel 3.

(5)

Tabel 3. Kandungan Kimia Bahan Fly Ash

Kandungan Kimia Persentase (%)

Silika 51,82 Alumina 30,98 Hematid 4,93 Kapur 4.66 Magnesium 1,52 Sulfat 1,51 Carbom Content 1,52 Total Alkali 1,42 Sumber : http://www.indonesiapower.co.id/jlbara.htm

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kandungan mineral fly ash dari batu bara adalah: • Komposisi kimia batu bara

• Proses pembakaran batu bara

• Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian korosi.

Fly ash memiliki silika (SiO2) sebagai kandungan kimiawi dominan, sebesar 51,82 %, sehingga

bila dijadikan sebagai bahan pembentuk semen alternatif, bersama-sama dengan kapur menghasilkan suatu material bersifat semen yaitu CaOSiO2 yang bila diberi air dapat bereaksi hidrasi membentuk suatu masa padat.

Salah satu produsen fly ash adalah PLTU Suralaya yang terletak di Propinsi Banten. Untuk menghasilkan listrik sebesar 3400 MW PLTU Suralaya membutuhkan 30.000 ton batu bara per hari dan menghasilkan limbah padat fly ash sebanyak 1.200 ton per hari dengan ukuran 200 mesh. Dengan digunakannya fly ash sebagai material pembentuk semen alternatif, maka juga diharapkan dapat mengurangi jumlah limbah padat hasil pembakaran batu bara tersebut.

Pembentukan material yang bersifat semen melalui reaksi kapur bebas (CaO dengan pozzolan (Al2O3, SiO2, Fe2O3) dan air dikenal sebagai hidrasi. Untuk fly ash kelas C, kalsium oksida (kapur) yang dikandung oleh fly ash dapat bereaksi dengan material yang mengandung silika dan alumina (pozzolan) yang ada di dalam fly ash itu sendiri. Sedangkan karena kandungan kapur pada fly ash kelas F relatif rendah sehingga diperlukan penambahan kapur untuk berlangsungnya reaksi hidrasi dengan pozzolan yang terkandung dalam fly ash tersebut.

Melihat kandungan kimia serta jumlah cadangan tambang kapur dan jumlah produksi fly ash PLTU Suralaya diatas, maka kedua material tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai bahan dasar pembentuk semen alternatif.

(6)

4. Kekuatan Bahan Pada Beberapa Komponen Bangunan Di Dalam Konstruksi Perumahan Sederhana

Kebijakan pemerintah dalarn pembangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan upaya mengatasi masalah perumahan di perkotaan. Jenis rumah yang dibangun meliputi Rumah Sangat Sederhana (RSS) Tipe 21, Tipe I8, Tipe 15, dan Tipe 12 dengan luas kapling 90 m2 serta Rumah Sederhana (RS) Tipe 36, Tipe 45, Tipe 54 dan Tipe 70 dengan luas kapling 90 m2 sampai dengan 200 m2 (Puslitbang Permukiman, 1996).

Komponen bangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) terdiri dari: ƒ Pondasi

Komponen struktur pondasi ini harus mempunyai kestabilan yang cukup dan diletakkan dibawah permukaan tanah.

ƒ Balok dan Kolom

Semua komponen balok (komponen horizontal) dan kornponen kolom (komponen vertikal) yang berfungsi sebagai kornponen utama struktur pendukung bangunan yang mempunyai kekuatan kestabilan yang cukup. Komponen balok dan kolom harus betul-betul horizontal dan vertikal dan menerus pada garis sumbu yang sama. Kolom dan balok sedapat mungkin mempunyai lebar yang sama.

ƒ Atap

Terdiri dari balok sofi dan gording yang memikul seluruh penutup bangunan dan meneruskan beban bangunan tersebut ke balok dan kolom serta penutup bangunan (asbes gelombang) yang berfungsi memberikan perlindungan bangunan terhadap hujan, panas, dan lain-lain. Komponen atap terbuat dari bahan yang ringan, kuat dan mudah untuk dikerjakan. ƒ Dinding

Sedapat mungkin terbuat dari bahan yang ringan tetapi mampu menambah kekuatan struktur bangunan serta mampu meredam suara dan panas. Komponen dinding pada tipe RS dan RSS terbuat dari pasangan bata merah dan pasangan batako.

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Jawa Barat, kuat tekan semen yang dibutuhkan untuk Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah 100 kg/cm2. Kebutuhan ini sebenarnya jauh lebih rendah daripada kuat tekan mortar yang menggunakan Semen Portland yang biasa dipakai yaitu sebesar 500 kg/cm2. Selain itu, kuat tekan beton yang dibutuhkan berkisar antara 125 kg/cm2 – 175 kg/cm2,sedangkan beton yang biasa digunakan dengan menggunakan semen Portland sebagai bahan pengikat dapat menghasilkan kuat tekan rata-rata sebesar 450 kg/cm2. Selanjutnya, untuk mortar/adukan

(7)

pasangan bata merah dibutuhkan kuat tekan sebesar 25 kg/cm2 untuk dinding yang tidak memikul beban, sedangkan mortar yang biasa digunakan menggunakan semen Portland yang menghasilkan kuat tekan rata-rata sebesar 29 kg/cm2.

Jadi sebenarnya kekuatan tekan yang dihasilkan oleh mortar maupun beton yang menggunakan semen Portland jauh lebih besar dari yang dibutuhkan dalam konstruksi perumahan sederhana, sehingga terjadi pemborosan. Ini terutama disebabkan karena masyarakat hanya mengetahui semen Portland saja sebagai bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat padahal harga semen Portland relatif mahal dan selalu mengalami kenaikan harga dari tahun ke tahun, yang mengakibatkan kebutuhan biaya untuk membangun sebuah Rumah Sederhana (RS) ataupun Rumah Sangat Sederhana (RSS) menjadi mahal.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dihasilkan semen alternatif yang mempunyai harga lebih murah dibandingkan semen Portland untuk menekan biaya pembuatan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS). Biaya produksi semen alternatif tersebut harus lebih murah dibandingkan dengan semen Portland. Untuk itu bahan dasar yang dipergunakan harus yang banyak terdapat di Indonesia dan perlu adanya penyederhanaan teknik pembuatan semen untuk menekan biaya produksi. Penurunan kekuatan tekan semen yang dihasilkan tidak menjadi masalah selama syarat kekuatan konstruksi perumahan sederhana terpenuhi.

5. Desain Eksperimental Untuk Menghasilkan Semen Alternatif Bagi Konstruksi Perumahan Sederhana

Eksperimen dilakukan untuk menghasilkan semen alternatif berbahan dasar kapur. Kapur yang digunakan adalah kapur Padalarang, sedangkan fly ash yang digunakan berasal dari PLTU Suralaya. Semen alternatif yang diperoleh dicoba untuk diaplikasikan pada pembuatan pasangan bata, conblock, dan beton untuk konstruksi perumahan sederhana. Selanjutnya kekuatan tekan pasangan bata yang menggunakan mortar dari semen alternatif tersebut dibandingkan terhadap kekuatan tekan pasangan bata yang menggunakan bahan pengikat Semen Cap Rumah (SCR), Semen Pozzolan Kapur (SPK) dengan bahan dasar tras dan kapur, dan Semen Portland.

5.1 Bahan Dasar Semen Alternatif

Kapur Padalarang yang digunakan memiliki kandungan CaO sebesar 50,84 % dan fly ash Suralaya memiliki kandungan SiO2 sebesar 51,82 %. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Barat, cadangan kapur tersedia sebesar 1.233.400.323 m3, tersebar di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Ketersediaan fly ash yang dihasilkan oleh PLTU Suralaya adalah sebesar 1200 ton/hari. Dengan mempertimbangkan kandungan kimia, jumlah ketersediaan bahan, dan tingkat

(8)

kemudahan memperoleh bahan, maka kapur Padalarang dan fly ash Suralaya tersebut dipilih sebagai bahan dasar pembentuk semen alternatif.

5.2 Tungku Pembakaran

Untuk menekan biaya produksi, proses produksi semen alternatif direncanakan lebih sederhana dari pada semen Portland. Bahan dasar berupa kapur Padalarang dan fly ash Suralaya dicampurkan menjadi satu dengan ukuran butir yang sama. Setelah itu proses pembakaran dilaksanakan pada suhu 9000 C dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah.

Peralatan yang digunakan pada proses pembakaran semen alternatif direncanakan jauh lebih sederhana dari pada peralatan pembakaran semen Portland. Peralatan pembakaran semen alternatif berbentuk tungku segi empat dengan ukuran 90 x 60 x 40 cm. Tungku dibuat dengan menggunakan pasangan bata dengan tutup tungku terbuat dari plat baja lengkung setebal 3 mm. Untuk alat pembakar dipilih jenis Simawar agar diperoleh semburan api dengan tekanan tinggi. Sebagai alat pengukur suhu digunakan termo kopel dengan kapasitas pengukuran sampai dengan 10000C. Tungku yang digunakan diperlihatkan pada Gambar 1.

Dinding tungku dari pasangan bata

Tutup tungku dari pelat besi

Alat pembakar jenis Simawar

Tungku Pembakaran Semen Alternatif Ukuran 90 cm x 60 cm x 40 cm

Termometer Kopel

900 C

(9)

5.3 Hasil Eksperimen Mengenai Potensi Teknis Semen Alternatif 5.3.1 Sifat-Sifat Campuran Kapur Padalarang Dan Fly Ash Suralaya

a. Komposisi Campuran

Beberapa komposisi campuran kapur Padalarang dan fly ash Suralaya yang melalui proses pembakaran dan yang tidak melalui proses pembakaran digunakan di dalam eksperimen ini untuk mengetahui potensi teknisnya. Komposisi campuran yang digunakan disajikan pada

Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Campuran Kapur Padalarang Dan Fly Ash Suralaya Yang Diuji

Semen Alternatif

Komposisi kapur : fly ash

Proses

Mutu A 1:1 Tidak dibakar

Mutu E 1:1 Dibakar pada 900°C

Mutu B 1:2 Tidak dibakar

Mutu F 1:2 Dibakar pada 900°C

Mutu C 1:3 Tidak dibakar

Mutu G 1:3 Dibakar pada 900°C

Mutu D 1:4 Tidak dibakar

Mutu H 1:4 Dibakar pada 900°C

b. Kandungan Oksida

Hasil uji untuk mengetahui kandungan oksida pada campuran semen alternatif yang melalui proses pembakaran (dipilih semen mutu A) dan yang tidak melalui proses pembakaran (dipilih semen mutu E) dibandingkan dengan kandungan oksida semen Portland disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Oksida-Oksida Dominan Dalam Semen Alternatif Dan Semen Portland

Oksida Semen Mutu A (tanpa dibakar) (%) Semen Mutu E (dibakar 9000 C) (%) Semen Portland (%) Fe2O3 MgO CaO Al2O3 SiO2 3,00 2,34 53,20 5,06 22,97 3,26 2,49 60,91 5,99 24,80 3,5 1,40 64,0 5,50 19,0

(10)

Terlihat bahwa ada kenaikan kandungan oksida pada semen alternatif yang mengalami proses pembakaran dibandingkan dengan yang tidak melalui proses pembakaran. Selanjutnya, dibandingkan dengan semen Portland, semen alternatif yang diteliti ini memiliki kandungan oksida silika lebih tinggi akibat adanya kontribusi dari fly ash yang digunakan yang akan berperan di dalam reaksi hidrasi.

c. Modulus Semen

Hasil pengujian Modulus Semen disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Modulus-Modulus Semen Alternatif Dan Semen Portland

SA Mutu A SA Mutu E Semen Portland Modulus Silika (Ms) 2,84 2,68 2,60

Modulus Alumina (Ma) 1,69 1,84 1,60

Lime Saturation Factor (LSF) 0,73 0,76 1,01

Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai Modulus Silika (Ms) semen alternatif mutu A (tanpa dibakar) lebih besar dibandingkan dengan semen alternatif mutu E (dibakar). Hal tersebut mengakibatkan waktu ikat semen mutu A lebih lambat. Hasil percobaan menunjukkan bahwa waktu ikat awal semen alternatif mutu A adalah 3 jam sedangkan waktu ikat akhirnya adalah 4 jam. Sementara itu waktu ikat awal semen alternatif mutu E adalah 2 jam 50 menit dan waktu ikat akhirnya adalah 3 jam 40 menit. Waktu ikat semen alternatif lebih lambat dibandingkan semen Portland. Nilai Lime Saturation Factor (LSF) semen alternatif lebih besar dari yang disyaratkan, yaitu sebesar 0,66.

Selain mempengaruhi waktu ikat awal dan akhir, Modulus Silika (Ms) juga mempengaruhi kuat tekan mortar. Hasil kuat tekan mortar yang menggunakan semen alternatif mutu A lebih rendah, yaitu rata-rata sebesar 143,31 kg/cm2 bila dibandingkan dengan kuat tekan mortar yang menggunakan semen alternatif mutu E sebesar 280,04 kg/cm2 (lihat Tabel 7).

Pada semen biasanya diharapkan nilai Modulus Alumina (Ma) yang serendah mungkin. Pada

Tabel 6 diatas terlihat bahwa semen alternatif mutu A memiliki nilai Modulus Alumina (Ma)

yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai Modulus Alumina (Ma) semen alternatif mutu E dan besarnya mendekati Modulus Alumina (Ma) semen Portland. Hal tersebut mengakibatkan semen alternatif mutu A lebih tahan sulfat dibandingkan dengan semen alternatif mutu E.

(11)

5.3.2 Kuat Tekan Mortar Yang Terdiri Dari Pasir Dan Semen Alternatif

Untuk mengetahui kuat tekan mortar yang dibuat dengan semen alternatif, dilakukan pengujian pada benda uji berbentuk kubus dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm. Pasir yang digunakan adalah pasir Galunggung. Campuran memiliki komposisi semen alternatif : pasir = 1:3. Pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari. Gambar 2 memperlihatkan kurva hubungan antara umur mortar dan kuat tekannya untuk masing-masing mutu semen alternatif yang digunakan. Dari hasil percobaan tersebut diperoleh keadaan sebagai berikut:

ƒ Semakin besar porsi fly ash di dalam campuran, semakin rendah kuat tekan mortar yang dihasilkan.

ƒ Secara menyeluruh kuat tekan mortar yang dibuat dengan menggunakan semen alternatif yang diteliti (maksimum 280,04 kg/cm2 pada mutu E) jauh lebih rendah dibandingkan dengan kuat tekan mortar yang menggunakan semen Portland (500 kg/cm2), namun seluruh hasil pengujian kuat tekan mortar pada umur 28 hari cenderung berada diatas nilai kuat tekan minimum yang disyaratkan oleh Puslitbang Permukiman (SNI 15-031), yaitu sebesar 100 kg/cm2. Kekecualian terjadi pada pada mortar yang dibuat dengan semen alternatif mutu D (kapur : fly ash = 1 : 4, tanpa pembakaran) yang memiliki kuat tekan rata-rata sebesar 96,16 kg/cm2. Namun demikian, pada komposisi yang sama dengan pembakaran (mutu H) terjadi lonjakan nilai kuat tekan sebesar 67,56 % menjadi 161,13 kg/cm2.

ƒ Nilai kuat tekan maksimum mortar yang menggunakan semen alternatif tanpa proses pembakaran terjadi pada penggunaan semen alternatif mutu A, yaitu 143,31 kg/cm2.

ƒ Proses pembakaran meningkatkan kuat tekan pada 7 hari maksimum sebesar 218,8 % (dari 53,56 kg/cm2 pada mutu A menjadi 170,75 kg/cm2 pada mutu E), sedangkan untuk kuat tekan pada 28 hari maksimum sebesar 95,4 % (dari 143,31 kg/cm2 pada mutu A menjadi 280,04 kg/cm2 pada mutu E).

(12)

Gambar 2. Kuat Tekan Benda Uji Mortar Yang Terbuat Dari Pasir Dan Semen Alternatif

5.3.3 Aplikasi Semen Alternatif Pada Komponen Bangunan Rumah a. Concrete Block (Conblock)

Concrete block (conblock) merupakan salah satu bahan pembentuk dinding yang sering

digunakan pada konstruksi Rumah Sederhana (RS) maupun Rumah Sangat Sederhana (RSS). Syarat sifat fisik conblock untuk keperluan tersebut diatur di dalam SNI-0349 seperti yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Persyaratan Sifat Fisik Conblock

Kuat tekan min. (kg/cm2)

Jenis Rata-rata dari

5 buah bata Masing-masing Penyerapan air maksimum % volume A1 A2 B1 B2 20 40 70 100 21 35 65 90 -- -- 35 25 Sumber : SNI - 0349

Untuk pembuatan conblock pada penelitian ini digunakan komposisi campuran semen alternatif : pasir = 1 : 6 dan 1 : 8. Pasir yang digunakan adalah pasir Galunggung. Ukuran conblock yang digunakan adalah 20 x 10 x 8 cm. Pencetakan conblock dilakukan dengan menggunakan alat

press. Conblock yang telah selesai dicetak diletakkan di atas lantai yang lembab selama 24 jam

0 50 100 150 200 250 300 7 14 21 28

Umur Mortar (hari)

Kuat Tekan (Kg/cm2) SA Mutu A

SA Mutu B SA Mutu C SA Mutu D SA Mutu E SA Mutu F SA Mutu G SA Mutu H Poly. (SA Mutu D) Poly. (SA Mutu C) Poly. (SA Mutu B) Poly. (SA Mutu A) Poly. (SA Mutu E) Poly. (SA Mutu F) Poly. (SA Mutu G) Poly. (SA Mutu H)

(13)

dan kemudian dilaksanakan curing dengan air selama 3 hari. Pengujian tekan dilakukan pada umur 28 hari dengan skema yang diperlihatkan pada Gambar 3.

Conblock Beban P 20 cm 10 cm Conblock 20 cm 10 cm 8 cm

Gambar 3. Pengujian Conblock

Hasil pengujian kekuatan tekan conblock yang terbuat dari semen alternatif dibandingkan terhadap yang terbuat dari semen Portland, semen Cap Rumah, dan semen Pozolan Kapur disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dikemukakan dari hasil pengujian tersebut:

• Untuk membuat bangunan Rumah Sederhana (RS) maupun Rumah Sangat Sederhana (RSS) cukup digunakan conblock mutu A1 atau A2.

• Seluruh komposisi campuran semen alternatif menghasilkan kuat tekan conblock yang memenuhi persyaratan SNI - 0349.

• Conblock semen alternatif mutu A dan B dengan komposisi campuran 1: 6 memenuhi persyaratan A2, sedangkan untuk Mutu C dan D memenuhi persyaratan A1. Pada komposisi campuran 1 : 8 semua semen alternatif memenuhi syarat A1.

0 10 20 30 40 50 60 K u a t T eka n kg /c m2 A B C D PC SCR SPK Jenis S emen Keterangan :

A : Semen Alternatif Mutu A B : Semen Alternatif Mutu B C : Semen Alternatif Mutu C D : Semen Alternatif Mutu D PC: Semen Portland SCR : Semen Cap Rumah SPK : Semen Pozolan Kapur A1 : Mutu Conblock 25 kg/cm2 A2 : Mutu Conblock 40 kg/cm2

A2

A1

(14)

0 10 20 30 40 50 Ku a t T ek a n Kg/ cm 2 A B C D PC SCR SPK Jenis S emen Keterangan :

A : Semen Alternatif Mutu A B : Semen Alternatif Mutu B C : Semen Alternatif Mutu C D : Semen Alternatif Mutu D PC: Semen Portland SCR : Semen Cap Rumah SPK : Semen Pozolan Kapur A1 : Mutu Conblock 25 kg/cm2 A2 : Mutu Conblock 40 kg/cm2

A2

A1

Gambar 5. Kuat Tekan Conblock Dengan Komposisi Semen : Pasir = 1 : 8

b. Pasangan Bata Merah

Pengujian dilakukan pada pasangan bata merah yang disusun dengan menggunakan mortar dengan komposisi campuran semen alternatif : pasir = 1 : 3 dan 1 : 5. Pasir yang digunakan adalah pasir Galunggung sedangkan bata merah yang digunakan adalah dari kelas mutu 25 (syarat: kekuatan tekan rata-rata minimum dari 30 buah bata yang diuji = 25 kg/cm2 dengan koefisien variasi yang diizinkan = 25% terhadap rata-rata kuat tekan bata yang diuji). Pasangan bata dibuat tiga buah untuk setiap komposisi dengan susunan dan pembebanan seperti yang terlihat pada Gambar 6. Hasil pengujian disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan pasangan bata tidak hanya tergantung dari kekuatan mortar tetapi juga dari kekuatan bata. Pola kerusakan benda uji pasangan bata yang mortarnya menggunakan semen alternatif mutu A, B, C, dan D dengan campuran semen : pasir = 1 : 3 mengindikasikan bahwa sebagian keruntuhan terjadi pada batanya. Ini berarti bahwa ada ketidakseimbangan antara kekuatan mortar dan bata yang digunakan. Sedangkan pada pasangan bata yang mortarnya memiliki komposisi campuran semen : pasir = 1:5, pola kerusakan yang terjadi pada benda uji relatif seimbang. Jadi, dapat dapat disimpulkan bahwa untuk jenis bata dengan kelas mutu 25 dapat digunakan mortar dengan komposisi campuran semen alternatif : pasir Galunggung = 1 : 5.

Selanjutnya juga ternyata bahwa kuat tekan pasangan bata yang mortarnya menggunakan semen alternatif, semen Portland, semen Cap Rumah, dan semen Pozolan Kapur relatif sama, sehingga penggunaan semen alternatif sebagai bahan pengikat pada campuran mortar pasangan

(15)

bata merah berpotensi lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan semen Portland atau semen Cap Rumah.

Beban P

49 cm

27 cm

Gambar 6. Pengujian Pasangan Bata

0 5 10 15 20 25 30 K u a t T eka n kg /c m 2 A B C D PC SCR SPK Jenis S emen Keterangan :

A : Semen Alternatif Mutu A B : Semen Alternatif Mutu B C : Semen Alternatif Mutu C D : Semen Alternatif Mutu D PC: Semen Portland SCR : Semen Cap Rumah SPK : Semen Pozolan Kapur

Gambar 7. Kuat Tekan Pasangan Bata Dengan Komposisi Campuran Mortar 1 : 3(Semen : Pasir)

(16)

0 5 10 15 20 25 30 K u a t T eka n kg /c m 2 A B C D PC SCR SPK Jenis S emen Keterangan :

A : Semen Alternatif Mutu A B : Semen Alternatif Mutu B C : Semen Alternatif Mutu C D : Semen Alternatif Mutu D PC: Semen Portland SCR : Semen Cap Rumah SPK : Semen Pozolan Kapur

Gambar 8. Kuat Tekan Pasangan Bata Dengan Komposisi Campuran Mortar 1 : 5(Semen : Pasir)

c. Beton

Pada pembuatan benda uji beton, digunakan semen alternatif yang mengalami proses pembakaran, yaitu mutu E, F, G, dan H karena memiliki kekuatan tekan yang lebih besar daripada semen alternatif yang tidak mengalami proses pembakaran (mutu A, B, C, dan D). Benda uji yang digunakan berbentuk kubus dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm dengan faktor air/semen 0,50. Perencanaan campuran beton dilakukan dengan metoda Dreux, dan komposisi yang digunakan disajikan pada Tabel 8. Pengujian tekan dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan 28 hari. Hasil pengujian menunjukkan bahwa beton yang dibuat dengan menggunakan semen alternatif mutu E (kapur : fly ash = 1 : 1, melalui proses pembakaran 900°C) mempunyai kekuatan tekan yang paling tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan semen alternatif mutu lainnya. Hasil pengujian untuk beton yang menggunakan semen alternatif mutu E tersebut disajikan pada Gambar 9. Sedangkan perbandingan kekuatan tekan yang dicapai untuk campuran yang menggunakan semen alternatif mutu E, F, G, H dengan faktor semen/air 0,50 diperlihatkan pada Gambar 10.

Beberapa hal yang dapat dicatat sebagai hasil pengujian adalah sebagai berikut:

ƒ Kekuatan tekan beton yang dihasilkan semakin rendah seiring dengan semakin besarnya porsi fly ash di dalam komposisi semen alternatif yang digunakan. Jadi, kapur yang terkandung di dalam semen lebih besar kontribusinya di dalam mencapai kekuatan tekan beton dibandingkan dengan kandungan silika pada fly ash.

ƒ Pada Gambar 9 terlihat bahwa walaupun kekuatan tekan beton yang menggunakan semen alternatif mutu E pada umur 28 hari (187,70 kg/cm2) lebih rendah daripada yang

(17)

menggunakan semen Portland (449,50 kg/cm2) maupun yang menggunakan semen Cap Rumah (377,90 kg/cm2), namun masih tetap di atas syarat kekuatan tekan untuk beton struktural yaitu 100 kg/cm2. Kondisi ini juga terlihat untuk beton yang menggunakan semen alternative mutu F, G, dan H.

Tabel 8. Komposisi Campuran Beton (Per M3) Mutu

semen

Faktor

semen/air Semen (kg) Pasir (kg) Kerikil (kg)

E 0,50 400 605,99 924,40

F 0,50 400 606,57 925,29

G 0,50 400 608,29 927,91

H 0,50 400 608,86 928,77

Gambar 9. Kuat Tekan Beton Yang Dibuat Dengan Semen Alternatif Mutu E

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 K u at T ek a n ( k g/ cm 2) E F G H PC SCR Jenis S emen Keterangan :

E : Semen Alternatif Mutu A F : Semen Alternatif Mutu B G : Semen Alternatif Mutu C H : Semen Alternatif Mutu D PC: Semen Portland SCR : Semen Cap Rumah 100 kg/cm2

125 kg/cm2 175 kg/cm2 400 kg/cm2

Gambar 10. Perbandingan Kuat Tekan Beton Menurut Jenis Semen Yang Digunakan Dengan Faktor Air Semen 0,5

100 120 140 160 180 200 7 14 21 28

Umur Beton (hari) Kuat Tekan (kg/cm2)

c/w 0.50 Poly. (c/w 0.50)

(18)

5.4 Potensi Ekonomis Semen Alternatif Dengan Bahan Dasar Kapur Padalarang Dan Fly Ash

Potensi ekonomis semen alternatif dalam penelitian ini ditinjau dari peluangnya untuk dapat digunakan secara luas oleh masyarakat dan diproduksi oleh industri kecil atau menengah. Potensi ini antara lain sangat tergantung dari ketersediaan bahan baku yaitu fly ash dan kapur Padalarang, proses dan biaya produksi semen alternatif, serta biaya penggunaan semen alternatif pada komponen bangunan rumah tinggal.

5.4.1 Ketersediaan Bahan Baku

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, fly ash merupakan limbah pembakaran batubara. Direktorat Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengidentifikasi cadangan batubara sebanyak 38.768 juta MT (Metrik Ton). Dari jumlah tersebut, sekitar 11.484 juta MT merupakan cadangan terukur dan 2.484 juta MT cadangan terindikasi, dengan sekitar 5.362 juta MT diklasifikasikan sebagai cadangan yang tereksploitasi.

Produksi batubara di Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 127 juta MT dan pada tahun 2005 diperkirakan produksinya mencapai 150 juta MT. Dari tahun ke tahun produksi batubara di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Sebagian besar produksi sebesar 67,5 % digunakan untuk memenuhi pasar ekspor ke berbagai negara di Asia Pasifik dan sisanya sebesar 32,5 % digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Pemakaian batubara terbesar di Indonesia oleh PLTU yang mencapai 20 juta MT dan diikuti oleh pabrik semen sebesar 4,2 juta MT, dan sisanya sebesar 20,8 juta MT untuk industri lain, seperti pabrik tekstil. Limbah pembakaran batubara berupa 20 % bottom ash dan 80 % fly ash.

Dari data diatas, maka dapat diperkirakan ketersediaan material fly ash per tahunnya sebanyak 36 juta MT. Dengan melihat jumlah ketersediaan material fly ash, maka semen alternatif tersebut dapat diproduksi secara masal dengan kapasitas industri menengah. Sementara kapur merupakan bahan alam yang cukup banyak tersedia seperti yang telah dibahas sebelumnya.

5.4.2 Proses Produksi Semen Alternatif

Penggunaan kapur Padalarang tanpa proses pembakaran untuk menghasilkan kapur padam dan

fly ash Suralaya yang telah tersedia sangat menyederhanakan proses produksi sehingga dapat

dilaksanakan dengan relatif lebih mudah dan lebih murah oleh masyarakat umum. Baik proses produksi maupun prasarana dan peralatan yang diperlukan untuk menghasilkan semen alternatif jauh lebih sederhana dibandingkan dengan proses produksi dan prasarana serta peralatan untuk

(19)

menghasilkan semen Portland. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat membuat semen alternatif sendiri untuk kebutuhannya sendiri maupun industri kecil.

Selanjutnya, dibandingkan dengan semen Portland, bahan pembentuk semen alternatif juga jauh lebih sederhana karena hanya terdiri dari kapur Padalarang dan fly ash Suralaya sedangkan semen Portland memerlukan bahan baku yang terdiri dari limestone, siltstone, shale, iron sand,

pozzolan, dan gypsum. Selain itu, proses produksi semen alternatif lebih sederhana dan

memerlukan biaya yang lebih rendah daripada proses produksi semen Portland karena pada tahap pembakarannya hanya memerlukan suhu 9000C sedangkan pada semen Portland suhu mencapai 14000 C.

5.4.3 Estimasi Kasar Biaya Produksi

Di dalam penelitian ini, estimasi didasarkan pada asumsi bahwa biaya produksi meliputi biaya bangunan dan areal produksi (termasuk biaya pemeliharaan dan penyusutan), biaya peralatan (terutama tungku, mixer, genset, simawar, kompresor listrik, termasuk biaya pemeliharaan dan penyusutan), biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan bahan bakar (minyak tanah dan solar), dan biaya packaging. Diasumsikan pula bahwa tersedia 50 buah tungku pembakaran dengan daya tampung 80 kg semen alternatif/tungku/proses pembakaran selama 2 jam. Bila dalam satu hari dilakukan 3 kali pembakaran, maka kapasitas produksi adalah 12 ton/hari atau 300 ton/bulan.

Dengan asumsi di atas diperoleh biaya produksi semen alternatif mutu E sebagai berikut:

• Bahan baku = Rp. 42.000.000,-

• Perawatan dan penyusutan peralatan = Rp. 581.250,-

• Pemeliharaan dan penyusutan bangunan = Rp. 968.000,-

• Upah pekerja = Rp. 7.200.000,-

• Bahan Bakar = Rp. 71.750.000,-

• Kantong semen = Rp. 6.750.000,-

• Biaya produksi Semen Alternatif = Rp. 129.249.250,- /bulan

Biaya produksi semen alternatif per zak :

(Rp. 129.249.250/7500 zak) = Rp. 17.233,-

Keuntungan 20 % = Rp. 3.446,-

Biaya distribusi (asumsi 10 %) = Rp. 1.723,-

(20)

Harga jual per zak = Rp. 24.125,-

Dibulatkan = Rp. 24.200,-

Sebagai pembanding, harga semen Holcim PC Rp. 38.000/zak dan semen PPC Rp. 31.000/zak. Dengan asumsi dan cara yang serupa diperoleh harga jual per zak semen alternatif mutu A (tanpa pembakaran) sebesar Rp. 8.748,-

5.4.4 Estimasi Biaya Kasar Penggunaan Semen Alternatif Pada Komponen Bangunan Rumah Tinggal

Berdasarkan desain campuran beton dengan mutu K-175 diperlukan 6,8 zak atau 340 kg semen Portland per m3 dengan biaya sebesar Rp. 258.400,-. Sedangkan apabila digunakan semen alternatif mutu E untuk kuat tekan yang sama, diperlukan 10 zak atau 400 kg semen alternatif per m3 dengan biaya sebesar Rp. 242.000,-. Tabel 9 menyajikan biaya material yang diperlukan untuk menghasilkan 1 m3 beton K-175 baik dengan menggunakan semen alternatif maupun semen Portland.

Tabel 9. Biaya Material per 1 m3 Beton K-175

Mutu E PC Jumlah (Kg) 400 340 Semen Harga (Rp) 242.000 258.400 Jumlah (Kg) 606 598 Pasir Harga (Rp) 32.724 32.292 Jumlah (Kg) 924 863 Kerikil Harga (Rp) 50.820 47.465

Total biaya per I m3 beton (Rp.) 325.544 338.157

Untuk pasangan bata merah dengan komposisi mortar 1 : 3 dibutuhkan 0,42 zak atau 21 kg semen Portland per 1 m2 dengan biaya sebesar Rp. 15.960,- (menghasilkan kuat tekan sebesar 29,60 kg/cm2) sedangkan dengan menggunakan semen alternatif mutu A dengan komposisi campuran mortar yang sama diperlukan biaya sebesar Rp. 3.674,- (menghasilkan kuat tekan sebesar 28,32 kg/cm2).

Untuk pembuatan conblock mutu A2 dengan komposisi campuran 1 : 6 dibutuhkan Semen Portland 0,55 kg atau Rp. 418,- (menghasilkan kuat tekan 59,70 kg/cm2), sedangkan dengan menggunakan semen alternatif mutu A dengan komposisi campuran yang sama diperlukan biaya sebesar Rp. 121,- (menghasilkan kuat tekan 45,83 kg/cm2).

(21)

6. Kesimpulan

Semen Alternatif dengan bahan dasar kapur Padalarang dan fly ash Suralaya dapat dijadikan sebagai pengganti semen Portland secara keseluruhan pada industri perumahan sederhana.. Kuat tekan semen alternatif yang dihasilkan memenuhi persyaratan SNI 15-0301 yaitu ≥ 100 kg/cm2.

Semen alternatif dapat diproduksi dengan proses pembakaran maupun tanpa proses pembakaran. Kuat tekan maksimum pada umur 28 hari untuk semen alternatif tanpa proses pembakaran adalah 143,31 kg/cm2 dengan komposisi kapur Padalarang : fly ash Suralaya = 1 : 1, sedangkan untuk semen alternatif dengan proses pembakaran pada temperatur 900°C kuat tekan maksimum yang dicapai pada umur yang sama adalah 280,04 kg/cm2.

Semakin tinggi kandungan fly ash di dalam campuran semen alternatif, semakin rendah kuat tekan yang dihasilkan pada umur 28 hari. Untuk memperoleh kuat tekan yang memenuhi persyaratan SNI 15-0301, kandungan fly ash maksimum yang dapat ada dalam campuran adalah pada perbandingan kapur Padalarang : fly ash Suralaya = 1 : 3 untuk semen alternatif tanpa dibakar dan 1 : 4 untuk semen alternatif dengan proses pembakaran.

Semen alternatif mutu A, B, dan C dapat digunakan pada konstruksi non struktural, seperti plesteran, acian, drainase, pasangan bata, dll, selain itu dapat juga dijadikan sebagai bahan campuran untuk pembuatan concrete block, sedangkan semen alternatif mutu E, F, G, dan H dapat digunakan untuk konstruksi struktural, seperti balok, kolom, dan pelat lantai. Penggunaan semen tersebut terbatas pada konstruksi beton yang didesain dengan mutu K-125 dan K-175. Biaya produksi semen alternatif jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya produksi semen Portland yang beredar di pasaran karena energi yang dibutuhkan lebih rendah dan proses produksi yang lebih sederhana. Dengan demikian semen alternatif akan lebih ekonomis apabila digunakan sebagai bahan pengikat pada industri perumahan sederhana dan dapat diharapkan bahwa harga rumah tersebut lebih terjangkau oleh masyarakat.

Penggunaan semen alternatif pada industri perumahan akan mengurangi kebutuhan terhadap semen Portland yang telah diketahui tidak terlalu ramah lingkungan akibat emisi CO2 dalam proses produksinya.

(22)

7. Daftar Pustaka

1. Banerjea, H. N., (1980) ‘Technology of Portland Cement and Blended Cements’., Wheeler Publishing ltd., Allahadad.

2. Bogue, R. H., (1991) ‘Chemistry of Portland Cement’., New York.

3. British Geological Survey for the Office of the Deputy Prime Minister as part of the research project ‘ODPM-BGS Joint Minerals Programme’ (2005), ‘Natural Hydraulic

Limes’, Mineral Planning Worksheet, Crown Copyright.

4. Chatterjee, T. K., (1991) ‘Burnability and Clinkerization of Cement Raw Mixes’., Mysore Cements Limited., India.

5. Consortium for Fly Ash Use in Geotechnical Applications, http://geoserver.cee.wisc.edu/fauga/new_page_1.htm

6. Ghosh, S. N., (1991) ‘Cement and Concrete Science & Technology Vol. 1 Part 1.’, ABI Books Pvt. Ltd New Delhi India.

7. Departemen Pekerjaan Umum., (1996) ‘Pengkajian Mixed Portland Cement (Semen Cap

Rumah) untuk Bahan Komponen Bangunan’., Bandung.

8. Departemen Pekerjaan Umum., (1997) ‘Pengembangan Semen Alternatif’., Bandung. 9. Departemen Pekerjaan Umum., (2002) ‘Pengembangan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit

untuk Rumah Sederhana’., Bandung.

10. Departemen Pekerjaan Umum., (1999) ‘Pengembangan Bahan Cementitious sebagai Bahan

Bangunan’., Bandung.

11. Departemen Pekerjaan Umum., (1982) ‘Persyaratan Umum Bahan Bangunan’., Bandung. 12. Departemen Pekerjaan Umum., (1992) ‘Teknologi Adukan dan Pasangan Tembok’.,

Bandung.

13. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat., (2002) ‘Optimalisasi Pemanfaatan

Teknologi Pengolahan Trass sebagai Bahan Baku Semen Pozolan di Kabupaten Bandung’.,

Bandung.

14. Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Barat., (2002) ‘Aplikasi Penggunaan Semen

Pozolan Kapur (SPK) pada Komponen Rumah Sederhana’., Bandung.

15. Hanafiah., (1996) ‘Persamaan Konstitutif Beton Kinerja Tinggi dengan Abu Terbang

sebagai Subtitusi Parsial Semen’., Disertasi., Institut Teknologi Bandung., Bandung.

16. http://mail.uns.ac.id/~bkt/praktikum/uji_bata.html., Dimensi dan Sifat Fisik Bata Merah., diakses tanggal 14 Maret 2004.

17. Kusnadi., (2000) ‘Teknologi Beton’., Institut Teknologi Bandung., Bandung.

18. Kurdowski, Wieslaw., (1991) ‘Cement Manufacture’., MIMBIO Akademia Gorniczo-Hutnicza., Poland.

19. Kurdowski, Wieslaw., (1991) ‘Chemistry and Mineralogy of Cement Clinker’., Institut of Building Materials., Poland.

(23)

20. Laboratorium Teknologi Beton Lembaga Politeknik Pekerjaan Umum – Institut Teknologi Bandung., (1992) ‘Pedoman Praktikum Beton’., Bandung.

21. Lisnawaty, Lina., (1997) ‘Optimasi bahan Bakar dan Bahan Baku di Pabrik Semen’., Skripsi., Institut Teknologi Nasional., Bandung.

22. http:/www.lafarge.com., ‘Blue Cycle Cement’., Diakses Tanggal 29 Juli 2005.

23. Maslehudin, M., Saricimen, H, dan Al-Mana, A., (1987) ‘Effect of Fly Ash Addition on The

Corrosion Resisting Characteristics of Concrete’., ACI Material Journal. Vol. 84, No.1.

24. Mohan, Lata., (1991) ‘Advances in Some Special and Newer Cements’., India.

25. Sihotang, Abinhot., dan Hazairin., (2002) ‘Pemanfaatan Kapur dan Pozolan sebagai Bahan

Baku Utama Pembuatan Semen Hidraulis Alternatif”., Bandung.

26. Suhud, Ridwan., (2001) ‘Desain Campuran Beton’., Proceedings Seminar Beton., Institut Teknologi Nasional., Bandung.

27. Sersale, Ricardo., (1991) ‘Blended Cement’., Department of Materials and Production Engineering., Italy.

28. Soenarno, Industri Semen Harus Tingkatkan Penggunaan Kapasitas

Menganggur.,http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/21/ekonomi/., Diakses Tanggal

2 Maret 2004.

29. Standar Nasional Indonesia (SNI) 08-0302-1999., (1999) ‘Semen Portland Pozolan’. 30. Standar Nasional Indonesia (SNI) 05-2419-1991., (1991) ‘Spesifikasi Bahan Bangunan A’. 31. Standar Nasional Indonesia (SNI) S-15-1990., (1990) ‘Spesifikasi Abu Terbang sebagai

Bahan Tambahan untuk Campuran Beton’.

32. Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-0301., ‘Semen Pozolan Kapur’.

33. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2097., ‘Persyaratan Mutu Kapur Padam’. 34. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1750., ‘Persyaratan Agregat untuk Beton’. 35. Standar Nasional Indonesia (SNI) 0349., ‘Persyaratan Concrete Block’.

36. Swamy, R. N., (1984) ‘Fly Ash Utilization in Concrete Construction’., Proceedings, Second International Conference on Ash Technology and Marketing, London, September 16 th-21 th.

37. Tse, E. W., Lee, D. Y., and Klaiber, F. W., (1986) ‘Fatigue Behavior of Concrete

Cantaining Fly Ash’., Proceedings, Second International Conference on Fly Ash, Silica

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Nhl Dan Hl Menurut Bs En 459-1:2001  Hydraulic Lime  Classification  7 day strength (MPa)  28 day strength (Mpa)  NHL 2, HL 2  ≥2 to ≤7  NHL 3.5, HL 3.5  ≥3.5 to ≤10  NHL 5, HL5  ≥ 2  ≥5 to ≤15
Tabel 3. Kandungan Kimia Bahan  Fly Ash
Gambar 1. Tungku Pembakaran Semen Alternatif
Tabel 4. Komposisi Campuran Kapur Padalarang   Dan Fly Ash Suralaya Yang Diuji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ijin Belajar yang diikuti oleh pegawai internal BKPSDM Kota Palembang yang sedang atau akan menduduki jabatan struktural yang lebih tinggi dimaksudkan sebagai upaya

Seluruh Secara bersama-sama dari hasil uji variabel X regresi sebesar 54% ketiga variabel secara bersama- mempengaruhi return saham sektor sama manufaktur Inflasi Berpengaruh

Penelitian ini bertujuan untuk ; 1) menganalisis potensi serasah tebu pada PG. Takalar; 2) menentukan jumlah kebutuhan alat dan mesin untuk mendukung pengelolaan

Debit puncak digunakan untuk identifikasi kesehatan suatu daerah aliran sungai (DAS), perencanaan pengelolaan DAS, serta untuk monitoring dan evaluasi kinerja DAS. Debit puncak

Pada class pengaduan, memiliki fungsi untuk mengumpulkan data setiap pengaduan dari mahasiswa, di dalam class prodi petugas bisa mendata pengaduan berdasarkan

Pemilihan penggunaan saluran transmisi tergantung kepada suatu daerah yang akan dipasang. Biasanya untuk daerah yang penduduknya agak jarang dengan jarak yang cukup panjang

Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Tapin mengalami penurunan sebanyak