• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 S u k u B u n g a 1 5 %

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 S u k u B u n g a 1 5 %"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

USAHA ABON IKAN

(2)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

USAHA ABON IKAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Buku Pola Pembiayaan Usaha Pengolahan Abon Ikan dari bahan baku ikan marlin/jangilus (Istiophorus sp) ini mampu diselesaikan. Penyusunan buku ini dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), terutama untuk menyediakan informasi baik bagi perbankan, UMKM pengusaha maupun calon pengusaha yang berminat mengembangkan usaha tersebut. Informasi pola pembiayaan disajikan juga dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (www.bi.go.id).

Buku Pola Pembiayaan usaha pengolahan abon ikan mengambil sampel di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Penyusunan buku dilakukan melalui survei langsung ke lapangan dan in depth interview terhadap kelompok usaha pengolahan abon ikan, wawancara dan diskusi dengan dinas/instansi terkait serta dengan pihak perbankan.

Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dan saran dari banyak pihak antara lain PT. Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Bukopin, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Panin, Bank Internasional Indonesia, Bank Danamon serta narasumber yang terkait baik asosiasi maupun perorangan. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan usaha pengolahan abon ikan, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM - DKBU) menyampaikan terimakasih.

Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Biro Pengembangan UMKM Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia dengan alamat:

Gedung Tipikal (TP), Lt. V

Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110

Telp: (021) 381-8581, Fax: (021) 351 – 8951 Email: Bteknis_PUKM@bi.go.id

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM.

Jakarta, Mei 2008

(4)

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN 1 Jenis Usaha Pengolahan Abon Ikan (Marlin) 2 Jumlah dana yang

dibutuhkan

Biaya Investasi : Rp 26.100.000,– Biaya Modal Kerja : Rp 117.233.813,– Total Biaya : Rp 143.333.813,– 3 Sumber Dana Kredit dari Bank : Rp 70.000.000,–

Dana Sendiri : Rp 73.333.813,– 4 Jangka Waktu Kredit 2 tahun

5 Suku Bunga 15 %

6 Periode Pembayaran Kredit Angsuran pokok dan bunga kredit dibayarkan tiap bulan

7 Pola Usaha a. Periode Proyek b. Skala Usaha c. Tingkat Teknologi d. Produk yang dihasilkan e. Pemasaran Produk

5 tahun

1.200 kg produk per bulan Semi-mekanis

Abon ikan

Dijual langsung, pesanan, melalui pengecer dan pedagang besar/perantara 8 Kriteria Kelayakan Usaha

Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) BEP Rata-rata a. Nilai Penjualan b. Jumlah Produksi Penilaian 1,46 Rp 66.497.189,– 33,35 % 3 tahun (3,01) Rp 404.600.248,– per tahun 5.780 kg produk per tahun Layak dilaksanakan

9 Analisis Sensitivitas (1) Dari sisi pendapatan a. Pendapatan turun 2 % Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) Penilaian 1,06 Rp 8.100.716,– 17,37 %

4 tahun 8 bulan (4,65tahun) Layak dilaksanakan b. Pendapatan turun 3 % Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) Penilaian 0,84 Rp –22.310.035,– 8,21 % > 5 tahun

(5)

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN (2) Dari sisi kenaikan biaya

operasional

a. Biaya operasional naik 2 % Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) Penilaian 1,09 Rp 12.332.245,– 18,58 %

4 tahun 6 bulan (4,48 tahun) Layak dilaksanakan

b. Biaya operasional naik 3 % Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) Penilaian 0,89 Rp –15.962.741,– 10.19 % > 5 tahun

Tidak Layak dilaksanakan (3) Dari sisi pendapatan dan

biaya operasional

a. Pendapatan turun 1 % dan biaya operasional naik 1 % Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) Penilaian 1,07 Rp 10.216.481,– 17,98%

4 tahun 7 bulan (4,56 tahun) Layak dilaksanakan

b. Pendapatan turun 1,5 % dan biaya operasional naik 1,5% Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) Penilaian 0,84 Rp – 22.397.818,– 8,18 % > 5 tahun

(6)

KATA PENGANTAR ………...………...… i RINGKASAN EKSEKUTIF ……… ii DAFTAR ISI ………... iv DAFTAR TABEL ………..……. vi DAFTAR GAMBAR ………... vii BAB I PENDAHULUAN ...……….…………... 1

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN ...

3

2.1 Profil Usaha Abon Ikan ... 3

2.2 Pola Pembiayaan ………... 3

BAB III ASPEK PRODUKSI ... 5 3.1 Lokasi Usaha ……….………..………. 5

3.2 Fasilitas Produksi dan Peralatan ………. 5

3.2.1 Fasilitas Produksi .……… 5

3.2.2 Peralatan Produksi ………. 5

3.3 Bahan Baku Produksi ………. 8

3.4 Tenaga Kerja ………... 10

3.5 Teknologi ……….. 10 3.6 Proses Produksi ………... 11

3.7 Jenis dan Mutu Produksi ……… 17

3.8 Produksi Optimum ……….. 18

3.9 Kendala Produksi ……… 18

BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ……… 19

4.1 Aspek Pasar ……….………... 19

4.1.1 Permintaan ... 19

4.1.2 Penawaran ... 20

4.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar ... 20

4.2 Aspek Pemasaran ………... 20

4.2.1 Harga ... 20

4.2.2 Rantai Pemasaran ... 21

4.2.3 Kendala Pemasaran ... 22

BAB V ASPEK KEUANGAN ..………...………... 23 5.1 Pemilihan Pola Usaha ……….………... 23

(7)

5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan ... 23

5.3 Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional ... 24

5.3.1 Biaya Investasi………... 24

5.3.2 Biaya Operasional…………...….……….. 25

5.4 Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja ... 25

5.5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor .………... 27

5.6 Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point (BEP) .……... 27

5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ………... 28

5.8 Analisis Sensitivitas ………... 29

BAB VI ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN ... 33 6.1 Aspek Sosial Ekonomi ... 33

6.2 Aspek Dampak Lingkungan ... 33

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..…... 35 7.1 Kesimpulan ……….………...…... 35 7.2 Saran …………..………... 36 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan ... 1

Tabel 3.1 Komposisi Bahan-bahan Pembantu per 10 Kg Bahan Baku Daging Ikan ... 9

Tabel 3.2 Komposisi Bahan-bahan Pembantu Per 10 kg Bahan baku Daging Ikan ... 10

Tabel 3.3 Komposisi Kandungan Gizi dalam 100 gram Abon Ikan ... 18

Tabel 5.1 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan ………. 23 Tabel 5.2 Biaya Investasi Usaha Abon Ikan ………. 24

Tabel 5.3 Biaya Operasional Usaha Abon Ikan per Tahun ……… 25

Tabel 5.4 Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja ……….. 26

Tabel 5.5 Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ... 26

Tabel 5.6 Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun ……….. Tabel 5.7 Proyeksi Rugi/Laba Usaha Abon ikan ………. 27 28 Tabel 5.8 Kelayakan Usaha Abon Ikan ……….….…... 28

Tabel 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I ……… 30

Tabel 5.10 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario II... 30

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Lemari penyimpanan (Etalase) sebagai tempat menyimpan produk

yang sudah dikemas dan siap dijual ... 7

Gambar 3.2 Proses Penyiangan daging Ikan Marlin ... 11

Gambar 3.3 Perebusan Daging Ikan ... 12

Gambar 3.4 Proses Penirisan dan Pengepresan I ... 12

Gambar 3.5 Proses Pencabikan I... 13

Gambar 3.6 Proses penyiangan dan pemarutan lengkuas serta penambahan bumbu-bumbu ke serat-serat daging ikan ...……... 13 Gambar 3.7 Proses Penggorengan ….………... 14

Gambar 3.8 Proses Pengepresan II ... 15

Gambar 3.9 Proses Pencabikan II ... 15

Gambar 3.10 Abon ikan curah di gudang penyimpanan dan dalam kemasan siap dijual (ukuran 250g dan 100 g) ... 16

Gambar 3.11 Diagram Alir Proses Produksi Abon Ikan ... 17

Gambar 4.1 Rantai Pemasaran Abon Ikan ... 21

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia. Sebagian besar wilayah Indonesia berupa perairan dengan luas wilayah laut mencapai 5,8 juta km2

dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Potensi perairan tersebut dapat menghasilkan ± 6,7 juta ton ikan per tahun. Produk Domestik Bruto (PDB) selama periode 2000-2003, sub sektor perikanan meningkat sebesar 26,04 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan peningkatan PDB total yang sebesar 12,14 persen (DKP, 2004). Oleh sebab itu, perikanan merupakan sub sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan di Indonesia.

Ikan sebagai komoditi utama di sub sektor perikanan merupakan salahsatu bahan pangan yang kaya protein. Manusia sangat memerlukan protein ikan karena selain mudah dicerna, pola asam amino protein ikan pun hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Di samping itu, kadar lemak ikan yang rendah sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia.

Tabel 1. 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan

Komponen Kadar (%)

Kandungan air Protein

Lemak

Mineral dan Vitamin

76,00 17,00 4,50 2,52-4,50

Sumber: www.ristek.go.id

Namun demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat mengalami pembusukan (perishable food). Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik dari ikan itu sendiri maupun mikroba dan proses ketengikan (rancidity). Kadar air ikan segar yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang terdapat di dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama, menjadi kendala dalam usaha perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, sejak lama masyarakat berusaha melakukan berbagai macam proses pengolahan pascapanen ikan guna meminimalkan kendala tersebut.

Pada dasarnya proses pengolahan pascapanen ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam daging ikan. Penurunan kadar air ini bisa menghambat perkembangbiakan mikroorganisme

(12)

dalam daging ikan sehingga produk olahan ikan akan memiliki daya tahan lebih lama dibandingkan daging ikan segarnya. Terdapat bermacam-macam cara pengolahan pascapanen ikan, mulai dari cara tradisional sampai modern.

Salah diantara produk olahan ikan adalah abon ikan. Abon merupakan produk olahan yang sudah cukup dikenal luas oleh masyarakat. Dewan Standarisasi Nasional (1995) mendefinisikan abon sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas yang terbuat dari daging yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Pembuatan abon menjadi alternatif pengolahan ikan dalam rangka penganekaragaman produk perikanan dan mengantisipasi melimpahnya tangkapan ikan di masa panen.

Abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama.1

Sementara menurut Karyono dan Wachid (1982), abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dengan cara menggoreng, serta penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap terhadap daging ikan. Seperti halnya produk abon yang terbuat dari daging ternak, abon ikan cocok pula dikonsumsi sebagai pelengkap makan roti ataupun sebagai lauk-pauk.

Proses pembuatan abon ikan relatif mudah sehingga bisa langsung dikerjakan oleh anggota keluarga sendiri. Peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana sehingga untuk memulai usaha ini relatif tidak memerlukan biaya investasi yang besar. Oleh sebab itu, usaha pengolahan abon ikan ini bisa dilakukan dalam skala usaha kecil. Hal ini membuat usaha ini sangat berpotensi untuk dikembangkan di banyak wilayah di Indonesia yang memiliki sumberdaya perikanan laut yang melimpah.

Upaya untuk mengembangkan usaha pengolahan abon ikan ini sejalan dengan upaya menumbuh-kembangkan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Namun demikian, dilatar belakangi oleh pemikiran bahwa perbankan masih kekurangan informasi mengenai kelayakan usaha dan pola pembiayaan yang cocok bagi usaha ini, maka menjadi kebutuhan mendesak untuk menyediakan informasi dalam bentuk pola pembiayaan (lending model) usaha kecil untuk usaha pengolahan abon ikan.

1 http://www.ristek.go.id

(13)

BAB II

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1 Profil Usaha Abon ikan

Sejumlah wilayah di Indonesia yang telah mengembangkan agroindustri abon ikan adalah Jawa Barat (Sukabumi, Indramayu dan Ciamis), DKI Jakarta, Jawa Tengah (Semarang dan Cilacap), Bali (Jembrana), Kalimantan Tengah (Buntok dan Barito Selatan), dan Jambi (Tanjung Jabung Timur).1 Pada umunya, pola pengolahan abon ikan tersebut didominasi oleh pengolahan tradisional dan bersifat industri rumah tangga (sekitar 68 %).2

Salah satu sentra usaha pengolahan abon ikan yang telah berkembang sejak awal dekade 1990an adalah sentra usaha pengolahan abon ikan yang ada di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sampai saat ini, wilayah tersebut terdapat dua produsen abon ikan berskala kecil dengan penggunaan teknologi, semi-mekanis. Secara garis besar, peralatan yang digunakan relatif masih sederhana. Pemakaian peralatan semi-mekanis hanya untuk proses penggilingan, pemarutan dan pengepresan yaitu berupa : mesin giling, mesin parutan, dan mesin pengepres. Pada umumnya, unit-unit usaha abon ikan di sentra-sentra agroindustri sejenis memang berskala kecil dengan karakteristik yang hampir sama.

Produsen abon ikan di Cisolok Kabupaten Sukabumi di atas, berbentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan beranggotakan ibu-ibu rumahtangga yang bertempat tinggal di sekitar lokasi unit usaha. Pendirian unit usaha abon ikan di wilayah ini diawali dengan pelaksanaan pelatihan pembuatan abon ikan pada tahun 1988 melalui Dinas Perindustrian Kabupaten Sukabumi. Perkembangan selanjutnya, kedua KUB tersebut dibina juga oleh sejumlah instansi di Kabupaten Sukabumi, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Koperasi dan UKM, serta Dinas Kesehatan.

2.2 Pola Pembiayaan Bank

Informasi dari pengusaha di lokasi penelitian menyebutkan bahwa unit usaha abon ikan di Cisolok Sukabumi sudah mendapatkan pinjaman kredit dari perbankan. Pinjaman dari bank dapat berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja. Tetapi, sampai saat ini kedua produsen tersebut

1 http://www.brkp.dkp.go.id (29 November 2006) 2 http://www.brkp.dkp.go.id (5 September 2005)

(14)

hanya memperoleh pinjaman berupa Kredit Modal Kerja (KMK). KMK ini menggunakan pola rekening koran. Kredit dengan memanfaatkan fasilitas rekening koran memberi keleluasaan kepada pengusaha dalam pengaturan cashflow usahanya.

Untuk mendapatkan kredit, nasabah harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh bank. DIantara prasyarat tersebut adalah: calon nasabah berusia dewasa (dibuktikan dengan melampirkan KTP), memiliki izin usaha, memiliki karakter yang baik, dan adanya agunan. Izin usaha yang disyaratkan harus dimiliki oleh calon nasabah antara lain : Tanda Daftar Industri (TDI), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Izin Usaha Pengolahan (IUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), izin SB/MD dari Dinas Kesehatan, dan Izin Bebas Gangguan Lingkungan (HO). Sementara itu, agunan pokok yang disyaratkan adalah usahanya, sedangkan agunan tambahan bisa berupa tanah, bangunan, dan barang bergerak dengan bukti kepemilikan yang sah.

Pada awal pengajuan kredit, nasabah juga harus menanggung biaya administrasi, yaitu: biaya pengikatan jaminan, biaya notaris, proviso dan asuransi resiko. Biaya di atas ditanggung oleh calon debitur dan harus dibayar tunai sebelum kredit yang diajukan ditandatangani.

(15)

BAB III

ASPEK PRODUKSI

Aspek produksi ini akan menjelaskan mengenai lokasi usaha, fasilitas produksi dan peralatan, bahan baku, tenaga kerja, teknologi, proses produksi, jenis dan mutu produksi, produksi optimum, serta kendala produksi.

3.1. Lokasi Usaha

Tahap penting dalam memulai suatu usaha adalah pemilihan lokasi tempat usaha akan didirikan. Pertimbangan penetapan lokasi usaha didasarkan pada faktor kedekatan letak dari sumber bahan baku, akses pasar terhadap produk yang dihasilkan, ketersediaan tenaga kerja, air bersih, sarana transportasi dan telekomunikasi.

Lokasi usaha pengolahan produk ikan sebaiknya terdapat di daerah-daerah yang dekat kawasan-kawasan kerja pelabuhan perikanan, terutama Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kondisi tersebut akan mempermudah proses penyediaan bahan baku ikan, mengingat sifat ikan yang mudah rusak, serta bisa mengurangi biaya transportasi dalam penyediaan bahan baku.

3.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan 3.2.1. Fasilitas Produksi

Proses produksi abon ikan tidak memerlukan tempat usaha tersendiri yang spesifik. Oleh karena itu, proses produksi bisa dilakukan dalam skala rumah tangga, selama memiliki sejumlah peralatan produksi yang diperlukan. Sebagai contoh unit usaha yang dijadikan sampel selama survei lapangan hanya memiliki luas bangunan seluruhnya 75 m². Bangunan seluas itu, mempunyai fasilitas produksi antara lain ruang produksi, ruang pencucian, serta ruang mesin dan peralatan produksi.

3.2.2. Peralatan Produksi

Abon ikan dapat diproduksi dengan alat yang sederhana maupun dengan peralatan semi mekanik. Alat-alat sederhana yang bisa digunakan untuk pembuatan abon ikan adalah :

1. Badeng

(16)

2. Wajan dan sodet

Alat ini digunakan pada proses penggorengan abon ikan dan bawang merah. 3. Tungku

Alat ini digunakan sebagai tempat pembakaran kayu bakar selama proses perebusan daging ikan serta penggorengan abon ikan dan bawang merah.

4. Pisau

Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan, serta mengupas dan mengiris bawang.

5. Tampah

Alat ini digunakan sebagai tempat mencampur bumbu dengan daging ikan yang telah dicabik-cabik.

6. Garpu besar

Alat ini digunakan untuk mencabik dan menghaluskan abon yang telah digoreng dan direbus. 7. Baskom plastik besar

Alat ini digunakan sebagai wadah selama pencucian ikan. 8. Baskom plastik kecil

Alat ini digunakan sebagai tempat bumbu-bumbu yang akan dicampurkan. 9. Ember plastik

Alat ini digunakan sebagai wadah untuk membawa air untuk merebus daging ikan. 10. Saringan kelapa

Alat ini digunakan untuk menyaring santan kelapa. 11. Blong (kantong plastik besar).

Alat ini digunakan sebagai wadah tempat menyimpan sementara abon ikan sebelum dikemas dan dipasarkan.

12. Plastik kemasan (ukuran 100 g dan 250 g)

Digunakan untuk mengemas produk abon ikan siap jual. 13. Timbangan duduk ukuran 2 kg

Alat ini digunakan untuk menimbang bahan-bahan pembantu dan abon ikan yang akan dikemas.

(17)

14. Timbangan gantung ukuran 25 kg

Alat ini digunakan untuk menimbang ikan yang akan dijadikan bahan baku. 15. Ayakan (Tray)

Alat ini digunakan untuk meniriskan daging ikan yang telah direbus. 16. Lemari penyimpanan (Etalase).

Alat ini digunakan sebagai tempat menyimpan abon ikan yang telah dikemas.

Gambar 3.1. Lemari penyimpanan (Etalase) sebagai tempat menyimpan produk yang sudah dikemas dan siap dijual

Sementara itu, sejumlah peralatan semi-mekanik yang biasa digunakan dalam proses pembuatan abon ikan, antara lain adalah :

1. Mesin pengepres

Mesin ini digunakan untuk membuang air dalam daging ikan yang telah direbus (pengepresan I), serta membuang minyak goreng dari bakal abon ikan yang telah digoreng (pengepresan II). 2. Mesin parutan

Mesin ini digunakan untuk memarut kelapa dan lengkuas. 3. Sealer (alat pengemas).

(18)

3.3. Bahan Baku Produksi

Bahan baku yang cocok digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal juga harus memiliki serat kasar dan tidak mengandung banyak duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah: Marlin/Jangilus (Istiophorus sp), Tuna, Cakalang, Ekor Kuning, Tongkol, Tengiri, dan Cucut. Spesies-spesies ikan ini umumnya dapat ditangkap sepanjang tahun oleh nelayan dengan alat tangkap pancing di perairan laut dalam. Beberapa spesies ikan air tawar pun bisa digunakan, misalnya: Nila dan Gabus. Sedangkan ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal, dan tidak berbau busuk.

Pada unit usaha di lokasi penelitian Cisolok Sukabumi, bahan baku yang digunakan dalam proses produksi abon ikan adalah Ikan Marlin/Jangilus (Istiophorus sp). Alasan pemilihan Ikan Marlin sebagai bahan baku dalam produksi abon ikan adalah karena daging jenis ikan ini memiliki serat yang lebih panjang dan warna yang lebih cerah, bila dibanding dengan daging ikan lainnya. Sebainya, ikan Marlin yang digunakan sebagai bahan baku abon ikan memiliki berat di atas 100 kg. Ikan dengan ukuran tersebut akan meminimalkan bagian ikan yang 'terbuang' pada saat proses penyiangan daging ikan. Pada saat survei, harga beli ikan Marlin adalah Rp 18.000 per kg.

Pengadaan bahan baku usaha pengolahan abon ikan di Cisolok Sukabumi diperoleh dari TPI terdekat, yaitu TPI Pajagan dan TPI Palabuahan Ratu. Namun, bila bahan baku tidak tersedia di kedua TPI tersebut, maka bahan baku masih bisa diperoleh dari TPI Binuangeun (Banten), TPI Muara Angke dan Muara Baru (Jakarta). Proses pembelian bahan baku biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemesanan terlebih dahulu dari sejumlah TPI, kemudian pemasok akan mengantarkan langsung bahan baku tersebut ke lokasi produksi dengan biaya pengiriman sepenuhnya ditanggung oleh pemasok. Sistem pembayaran bahan baku biasanya dengan sistem 50 persen dibayar pada saat pasokan tiba dan 50 persen lagi setelah produk abon ikan terjual. Sistem pembayaran bahan baku seperti ini bisa dilakukan karena sudah lamanya kerjasama yang dilakukan pihak produsen dengan para pemasoknya.

Seperti dalam proses pembuatan produk olahan makanan lainnya, dalam pembuatan abon ikan pun digunakan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Fungsi bahan-bahan pembantu tersebut adalah sebagai penyedap rasa dan zat pengawet alami bagi produk abon ikan yang dihasilkan.

Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon adalah rempah-rempah, gula, garam dan penyedap rasa. Jenis rempah-rempah yang digunakan adalah bawang

(19)

putih, ketumbar, lengkuas, sereh dan daun salam. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Gula pasir dapat memberikan rasa lembut sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan. Sementara garam yang digunakan sebagai bumbu adalah garam dapur. Di samping sebagai bumbu, garam dapur pun berfungsi sebagai bahan pengawet karena kemampuannya untuk menarik air keluar dari jaringan. Bawang putih mempunyai aktivitas anti mikroba. Senyawa allicin dalam bawang putih berperan memberikan aroma khas, serta memiliki kemampuan merusak protein kuman penyakit sehingga kuman tersebut mati. Sementara itu, penyedap rasa berfungsi untuk menambah kenikmatan rasa abon ikan yang dihasilkan.

Sejumlah literatur atau penelitian sebelumnya telah mendokumentasikan komposisi bahan-bahan dalam pembuatan abon ikan. Salahsatu publikasi tersebut disajikan pada Tabel 3.1 di bawah.

Tabel 3.1. Komposisi Bahan-bahan Pembantu Per 10 kg Bahan Baku Daging Ikan

Sumber : http://www.ristek.go.id

Komposisi bahan-bahan pembantu yang digunakan oleh kedua produsen abon ikan di Cisolok Sukabumi disajikan dalam Tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2. Komposisi Bahan-bahan Pembantu

Jenis Bahan Pembantu (Bumbu)

Jumlah

Satuan

• Bawang Merah

150

gram

100

gram

• Ketumbar

10.0

gram

• Irisan Lengkuas

3

iris

• Daun Salam

10

lembar

• Serei

3.0

tangkai

• Gula Pasir

700

gram

• Asam Jawa

6

mata

• Kelapa

10

butir

(20)

Per 10 kg Bahan baku Daging Ikan

Sumber : Data Primer, diolah (2007)

3.4. Tenaga Kerja

Jenis teknologi yang digunakan dalam industri abon ikan umumnya sederhana dan sangat mudah penguasaannya. Oleh karena itu, industri ini tidak menuntut prasyarat tenaga kerja berpendidikan formal, tetapi lebih mengutamakan keterampilan khusus dalam pengolahan abon ikan. Kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi tersebut bisa dipenuhi oleh pria atau wanita yang telah mengikuti pelatihan dan/atau magang di unit usaha sejenis.

Pada skala usaha abon ikan yang disurvei, dengan kapasitas produksi 60 kg produk abon per hari, jumlah tenaga kerja yang digunakan terdiri dari 1 orang pimpinan perusahaan, 6 orang tenaga kerja produksi dan 1 orang tenaga administrasi. Jumlah tenaga kerja produksi sangat tergantung dari skala produksi, sedangkan tenaga adminstrasi jumlahnya relatif tetap. Sistem pengupahan tenaga kerja produksi adalah upah harian sebesar Rp 25.000,– per hari. Sementara itu, pimpinan perusahaan dan tenaga administrasi digaji bulanan, masing-masing sebesar Rp 1.500.000,– dan Rp 700.000,– per bulan.

3.5. Teknologi

Penentuan pilihan teknologi yang akan diterapkan sangat tergantung kepada skala unit usaha yang akan didirikan. Beberapa patokan umum yang dapat dipakai dalam pemilihan teknologi adalah : seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, keberhasilan pemakaian teknologi di tempat lain, serta kemampuan tenaga kerja dalam pengoperasian teknologi.

Jenis Bahan Pembantu (Bumbu) Jumlah Satuan

• Gula pasir 2 kg

• Lengkuas 0.5 kg

• Ketumbar 250 gram

• Bawang Putih 150 gram

• Bawang Merah 0.5 kg

• MSG 16 gram

• Garam Dapur 700 gram

• Garam Rebus 2 kg

• Kelapa 2 butir

• Serei 2 batang

(21)

Produsen abon ikan pada umumnya termasuk kategori usaha berskala mikro - kecil dan bersifat padat tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja merupakan faktor produksi utama dalam proses produksi abon ikan. Ini mengingat beberapa tahap produksi abon ikan sangat mengandalkan tenaga manusia. Dengan demikian, alternatif jenis tek-nologi yang disarankan untuk digunakan adalah teknologi kombinasi antara peralatan tradisional dan semi-mekanik.

3.6. Proses Produksi

Proses produksi abon ikan relatif sederhana dan mudah dilakukan. Secara umum, proses produksi abon ikan, mulai dari tahap pengadaan bahan baku ikan sampai tahap pengemasan abon ikan, adalah sebagai berikut :

1. Pengadaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah ikan Marlin yang masih utuh dan segar, untuk selanjutnya dilakukan proses penyiangan.

2. Penyiangan Bahan baku

Pada proses penyiangan yaitu pemotongan ikan dan pencucian daging ikan, maka bagian kepala, isi perut dan sirip ikan dibuang. Daging ikan hasil tahap penyiangan sebaiknya direndan dalam air yang dicampur dengan air cuka. Kadar air cuka yang dipakai adalah ±2%. Ini dilakukan untuk membuat bau amis hilang. Proses penyiangan dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah.

Gambar 3.2. Proses Penyiangan daging Ikan Marlin

(22)

Potongan ikan yang telah direndam dalam air cuka kemudian disusun ke dalam badeng dan direbus selama 30 – 60 menit. Proses perebusan akan dihentikan setelah daging ikan menjadi lunak. Selama proses perebusan tersebut juga ditambahkan daun salam dan garam rebus.

Gambar 3.3. Perebusan Daging Ikan

4. Pengepresan I

Ikan yang telah direbus kemudian dipres dengan mesin pengepres. Sebelum dipres, daging ikan tersebut sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu sekitar 5 – 10 menit.

Tahap pengepresan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daging ikan yang telah direbus. Makin sedikit kadar air yang dikandung dalam daging, maka akan makin baik pula serat-serat daging yang dihasilkan.

Gambar 3.4. Proses Penirisan dan Pengepresan I

(23)

Setelah daging ikan dipres, kemudian dilakukan proses pencabikan sampai menjadi serat.-serat. Proses ini bisa dilakukan dengan tangan atau dengan mesin pencabik (giling).

Gambar 3.5. Proses pencabikan I

6. Pemberian Bumbu dan Santan

Pada tahap ini, serat-serat daging hasil pencabikan ditambahkan bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Bumbu-bumbu yang ditambahkan terdiri dari : bawang putih, ketumbar, lengkuas yang telah diparut dengan mesin parutan, gula pasir, garam dapur dan santan kelapa. Proses pembumbuan dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6. Proses penyiangan dan pemarutan lengkuas, serta penambahan bumbu-bumbu ke serat-serat daging ikan

(24)

Setelah bumbu-bumbu tercampur secara merata dalam serat-serat daging ikan, kemudian dilakukan penggorengan ±60 menit. Selama proses penggorengan, secara terus menerus dilakukan pengadukan agar abon ikan yang dihasilkan matang secara merata dan bumbu-bumbu dapat meresap dengan baik. Tahap penggorengan ini akan dihentikan setelah serat-serat daging yang digoreng sudah berwarna kuning kecoklatan. Proses penggorengan dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7. Proses penggorengan

8. Pengepresan II

Tahap produksi berikutnya adalah pengepresan kembali serat-serat daging ikan yang telah digoreng. Proses pengepresan tahap kedua ini bertujuan untuk mengurangi kadar minyak pasca proses penggorengan.

(25)

Gambar 3.8. Proses pengepresan II

9. Pencabikan II

Setelah dipres, kemudian dilakukan pencabikan tahap kedua agar tidak terjadi penggumpalan. Proses pencabikan tahap kedua ini akan dihentikan setelah terbentuk produk akhir berupa abon ikan dengan tekstur yang seragam. Proses pencabikan II dapat dilhat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9. Proses Pencabikan II

10. Pengemasan

Pada tahap akhir produksi dilakukan pengemasan abon ikan. Jika pengemasan tidak langsung dilakukan, maka produk abon ikan akan disimpan terlebih dahulu dalam kantung plastik besar (blong) di gudang penyimpanan, sebelum dilakukan pengemasan (Gambar 3.10).

(26)

Gambar 3.10. Abon ikan curah di gudang penyimpanan dan dalam kemasan siap dijual (ukuran 250g dan 100 g)

Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali produksi abon ikan dengan kapasitas 150 kg bahan baku ikan Marlin, yaitu mulai dari tahap penyiangan ikan sampai ke tahap pengemasan adalah satu hari kerja. Diagram alir proses produksi abon ikan ini dapat dilihat pada gambar 3.11 di bawah.

(27)

Gambar 3.11. Diagram Alir Proses Produksi Abon ikan

3.7. Jenis dan Mutu Produksi

Jenis produk yang dihasilkan adalah abon ikan yang dijual dalam kemasan 100 gram (60 persen) dan kemasan 250 gram (40 persen). Tabel 3.3 di bawah menyajikan komposisi kandungan gizi dalam 100 gram abon ikan.

Tabel 3.3. Komposisi Kandungan Gizi dalam 100 gram Abon Ikan

Bahan Baku Ikan Marlin Penyiangan Bahan Baku

Perebusan Daging Ikan (30 – 60 menit)

Pengepresan I

Pencabikan I

Penambahan bumbu dan santan

Penggorengan

Pengepresan II

Pencabikan II

Penambahan dan pengadukan dengan bawang merah goreng (optional) Abon ikan

(28)

No Zat Kandungan (gram) 1 Air 4,13 2 Lemak 24,31 3 Karbohidrat 13,41 4 Protein 31,22 5 Mineral 15,87

Sumber: Suryati dan Dirwana (2007)

3.8. Produksi Optimum

Kapasitas produksi optimal adalah ± 5 : 3, yaitu bahan baku dibanding hasil produksi. Sebagai contoh untuk 10 kg bahan baku ikan Marlin, yang dicampur dengan bahan-bahan pembantu, akan diperoleh hasil sekitar 4 kg abon ikan (rendemen ± 40 persen).

3.9. Kendala Produksi

Kendala produksi yang sangat dirasakan oleh pengusaha abon ikan adalah kontinuitas penyediaan bahan baku. Meskipun bahan baku yaitu ikan Marlin dapat didatangkan dari TPI yang lain, tetapi mengingat sifat bahan baku yang mudah busuk dan persyaratan produksi dengan bahan baku yang segar, dapat berpotensi pada penurunan kualitas. Untuk mengatasi hal ini, seyogyanya produsen abon ikan melakukan pemesanan terlebih dahulu kepada nelayan pemasok langganan di TPI-TPI di sekitarnya, minimal satu minggu sebelum proses produksi dilakukan.

(29)

BAB IV

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

Pada bagian ini akan dibahas mengenai aspek pasar dan pemasaran dari usaha pengolahan abon ikan. Aspek pasar akan menyangkut analisis permintaan, penawaran, serta tingkat persaingan dan peluang pasar. Sementara itu, pada aspek pemasaran akan dibahas tentang harga, rantai pemasaran, peluang pasar, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pemasaran abon ikan.

4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan

Sampai saat ini, belum ada data kuantitatif tentang jumlah konsumsi masyarakat terhadap abon ikan. Meskipun demikian, dapat diprediksi bahwa jumlah konsumsi abon relatif tinggi karena makanan olahan ini banyak digemari oleh masyarakat luas. Ritme kehidupan modern masa kini yang menuntut segala sesuatu yang serba cepat dan waktu yang semakin terbatas, semakin memperkuat alasan prospektifnya permintaan pasar bagi produk-produk makanan olahan siap saji, termasuk abon ikan.

Proyeksi jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 239,19 juta jiwa pada tahun 2007 dan memiliki tren yang akan terus meningkat1 merupakan suatu potensi pasar yang sangat menjanjikan bagi produk abon ikan. Hal ini cukup beralasan mengingat akhir-akhir ini terus terjadi peningkatan rata-rata konsumsi masyarakat terhadap produk olahan ikan dan udang. Data menyebutkan bahwa pada tahun 2004 rata-rata konsumsi masyarakat terhadap produk olahan ikan dan udang mencapai 14,75 kalori, meningkat menjadi 15,31 kalori pada tahun 2005 (BPS, 2005).

Indikasi peningkatan permintaan tersebut sejalan dengan informasi dari produsen abon ikan di Cisolok Sukabumi yang menyatakan bahwa potensi permintaan produk abon ikan sebenarnya relatif masih tinggi. Faktor keterbatasan modal kerja membuat produsen tersebut hanya bisa memenuhi permintaan abon ikan untuk wilayah Sukabumi, Bogor, Jakarta dan Tangerang. Dengan kata lain, masih banyak permintaan abon ikan di berbagai wilayah di luar wilayah-wilayah tersebut yang belum terpenuhi. Di samping itu, bila kendala keterbatasan modal kerja bisa diatasi, sebenarnya peluang ekspor abon ikan pun masih terbuka lebar.

1 BPS (2005)

(30)

4.1.2. Penawaran

Usaha abon ikan telah diusahakan di sejumlah daerah yang banyak menghasilkan ikan, terutama daerah-daerah pantai seperti di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Tengah, dan Jambi. Namun demikian, data mengenai jumlah produksi abon ikan baik di tingkat nasional maupun daerah belum bisa diperoleh. Sampai saat ini belum ada survei yang mengidentifikasi jumlah usaha abon ikan baik di tingkat lokal maupun nasional.

Oleh sebab itu, jumlah penawaran abon ikan hanya bisa didekati melalui jumlah rata-rata produksi abon secara umum. Data BPS tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata produksi abon yang dihasilkan industri menengah dan besar, masing-masing adalah 112.060 kg/tahun dan 2.144,33 kg/tahun. Jumlah rata-rata produksi tersebut tentu masih jauh di bawah potensi pasar abon yang diprediksi akan terus mengalami peningkatan, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap produk olahan.

4.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Di tengah banyaknya variasi produk olahan ikan, abon ikan merupakan salahsatu produk yang prospektif untuk dikembangkan. Sejauh ini persaingan antar pengusaha abon ikan belum dirasakan menjadi kendala. Hal ini karena keterbatasan produksi abon ikan di Indonesia sehingga peluang pasar abon ikan bisa dikatakan masih sangat besar. Di samping itu, juga dapat menjadi produk substitusi abon daging serta dapat menjadi komoditi ekspor. Oleh karena itu, kondisi ini merupakan suatu peluang bagus, baik bagi para pengusaha untuk lebih mengembangkan usahanya, maupun bagi para calon investor untuk menanamkan modalnya dalam sektor agroindustri pengolahan abon ikan di berbagai wilayah perairan Indonesia.

4.2. Aspek Pemasaran 4.2.1. Harga

Harga abon ikan di Kabupaten Sukabumi ditentukan oleh para produsen. Dalam menentukan harga abon ikan tersebut, produsen sangat mempertimbangkan faktor besarnya biaya produksi, terutama biaya pengadaan bahan baku yaitu ikan Marlin yang mencapai 69 persen dari total biaya produksi langsung. Pada saat dilakukan survei (Bulan Agustus 2007), harga abon ikan di tingkat produsen di Cisolok Sukabumi adalah Rp 70.000 per kg. Harga produsen ini berlaku untuk semua jalur distribusi pemasaran produk. Sementara itu, harga di tingkat konsumen relatif

(31)

bervariasi, mulai Rp 70.000 – Rp 90.000 per kg. Biasanya semakin jauh lokasi konsumen dari lokasi perusahaan, maka harga abon ikan di tingkat konsumen akan semakin mahal.

4.2.2. Rantai Pemasaran

Rantai pemasaran menggambarkan bagaimana suatu produk didistribusikan sehingga bisa sampai kepada konsumennya. Ada paling tidak tiga jalur distribusi produk abon ikan dari produsen ke konsumen, yaitu :

1. Dibeli langsung konsumen ke lokasi produsen (±10%)

Konsumen yang biasanya membeli langsung di pabrik antara lain : masyarakat sekitar, konsumen langganan, rombongan tamu sejumlah instansi, dan para wisatawan yang berwisata di pantai sekitar unit usaha.

2. Dijual oleh produsen kepada toko pengecer lokal (±10%)

Sejumlah tempat yang bisa menjadi tempat penjualan abon ikan adalah toko pengecer, pasar swalayan, hotel, restoran, terminal, dan tempat-tempat wisata di kota/kabupaten setempat. Pada jalur distribusi ini, produk abon ikan diantar pihak produsen ke sejumlah tempat tersebut dengan biaya transportasi ditanggung oleh produsen.

3. Dijual oleh produsen ke pedagang besar/perantara di luar kota (±80%)

Penjualan diawali dengan tahap pemesanan (partai besar) oleh pedagang besar/perantara langganan. Kemudian pihak produsen akan mengantar langsung produk abon ikan ke lokasi pedagang dengan biaya transportasi ditanggung sepenuhnya oleh pihak pedagang besar yang bersangkutan.

Gambar 4.1. Rantai Pemasaran Abon ikan

Produsen Pedagang

Besar PengecerToko

(32)

Sedang untuk cara pembayaran, secara umum ada dua sistem pembayaran. Bagi konsumen yang langsung datang ke lokasi unit usaha, sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Sedangkan sistem pembayaran oleh pengecer lokal dan pedagang besar/perantara dari luar kota dilakukan dengan sistem sebagai berikut : 50 persen dibayar pada saat produk dikirim dan sisanya (50 persen lagi) dibayar pada saat produk sudah terjual. Biasanya, jangka waktu pembayaran paling lama dengan sistem ini adalah 1,5 bulan sejak produk dikirim.

Gambar 4.2. Abon ikan dalam kemasan 250 dan 100 gram yang siap dijual

4.2.3. Kendala Pemasaran

Konsumen abon ikan sering mengeluhkan tentang ketidaktersediaan produk di pasaran. Sejumlah konsumen juga menginginkan abon ikan dengan rasa manis-pedas, tekstur halus dengan aroma tidak terlalu khas ikan, tekstur halus, kemasan dalam toples, dan lain-lain (Wijaya, 2007).

Lebih lanjut Wjaya (2007) menyatakan bahwa terkait dengan keinginan konsumen tersebut, kedua produsen Cisolok Sukabumi hanya memproduksi satu jenis rasa, yaitu rasa manis dengan kemasan plastik berukuran 100 gram dan 250 gram. Sedangkan dari sisi tekstur abon, terkadang abon ikan yang dihasilkan tersebut bertekstur halus dan terkadang kasar (produk tidak standar). Hal ini tentu berbeda dengan umumnya produk abon dari daging, seperti abon sapi, yang telah mempunyai berbagai variasi rasa, warna dan kemasan sesuai dengan preferensi konsumen. Kondisi ini menjadi salah satu kendala terhambatnya pemasaran produk abon ikan. Dukungan akses teknologi dan akses modal diharapkan dapat menjadi pemacu untuk makin berkembangnya industri olahan abon ikan.

(33)

BAB V

ASPEK KEUANGAN

5.1 Pemilihan Pola Usaha

Unit usaha yang dianalisis adalah unit usaha abon ikan berskala kecil. Bentuk badan usaha perusahaan adalah perusahaan perseorangan. Perusahaan mengolah bahan baku ikan Marlin sebanyak 3.000 kg/bulan. Apabila proses produksi berjalan optimal, dari sejumlah bahan baku tersebut (dicampur dengan bahan-bahan pembantu), akan diperoleh produk abon ikan sebanyak 1.200 kg /bulan (rendemen ± 40 persen).

5.2 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

Pada analisis aspek keuangan digunakan asumsi-asumsi yang disesuaikan dengan kondisi pada saat survei lapangan di Cisolok Kabupaten Sukabumi (Bulan Agustus 2007), serta berdasarkan hasil perhitungan pada aspek-aspek sebelumnya. Asumsi-asumsi yang dijadikan dasar perhitungan tersebut terangkum dalam tabel 5.1.

Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Jumlah/Nilai Satuan Keterangan

1 Periode proyek 5 tahun Periode 5 tahun

2 Jumlah hari kerja per bulan 20 hari 3 Jumlah bulan kerja per tahun 12 bulan 4 Rata-rata Skala Produksi per hari

a. Rendemen pengolahan ikan ke Abon Ikan 40 %

b. Produksi abon per hari 60 kg

c. Bahan baku ikan per hari 150 kg 5 Komposisi pemasaran produk

a. Dijual di pabrik 10 %

b. Dijual ke pengecer lokal 10 %

c.Dijual kepada pedagang besar 80 % 6 Komposisi jenis produk menurut kemasan

a. Kemasan 100 gram 60 % Dari total produksi

b. Kemasan 250 gram 40 %

6 Harga jual produk di tingkat produsen 70,000 Rp/kg 7 Harga bahan baku Ikan Marlin 18,000 Rp/kg

8 Discount Factor (suku bunga) 15 % Tk Suku Bunga Kredit

(34)

5.3 Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional 5.3.1. Biaya Investasi

Biaya investasi untuk usaha abon ikan terdiri dari : biaya perizinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian mesin/peralatan produksi dan peralatan pendukung lainnya. Jenis, nilai pembelian dan penyusutan dari masing-masing biaya investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha pengolahan abon ikan disajikan pada Tabel 5.2 di bawah.1

Biaya perizinan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh surat-surat izin antara lain Surat Izin Usaha Pengolahan (SIUP), P-IRT dari Departemen Kesehatan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), badan hukum KUB, dan Sertifikat Halal. Masa berlaku masing-masing surat izin tersebut bervariasi. Total biaya perizinan yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 2.450.000,–. Sewa tanah dan bangunan dilakukan untuk jangka waktu 5 tahun. Pada tahun-tahun tertentu juga dilakukan re-investasi untuk pembelian mesin atau peralatan produksi yang umur ekonomisnya kurang dari 5 tahun. Jumlah biaya investasi keseluruhan pada tahun 0 adalah Rp 26.100.000,–. Kebutuhan dana investasi ini dipenuhi dari dana sendiri dan kredit investasi dari lembaga keuangan formal seperti bank.

Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Abon Ikan

No

Jenis Biaya

Nilai

Penyusutan

1 Perizinan 2,450,000

2 Sewa tanah dan bangunan 10,000,000 -

3 Mesin/Peralatan Produksi 12,700,000 2,760,000

4 Peralatan lain 950,000 160,000

Jumlah 26,100,000 2,920,000

5 Sumber Dana Investasi dari Rp

Kredit 10,000,000

Dana Sendiri 16,100,000

Sumber : Lampiran 2

Komponen terbesar untuk biaya investasi ini adalah pembelian mesin/peralatan produksi serta sewa tanah dan bangunan yang mencapai 87% dari total biaya investasi. Sisanya adalah biaya investasi untuk pembelian peralatan pendukung dan pengurusan perizinan.

(35)

5.3.2. Biaya Operasional

Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Komponen biaya variabel mencakup biaya bahan baku, bahan pembantu, bahan pendukung, biaya tenaga kerja produksi, biaya makan tenaga kerja produksi dan biaya transportasi. Sementara itu, komponen biaya tetap terdiri dari biaya overhead pabrik (BOP) serta biaya administrasi dan umum.

Total biaya operasional untuk satu tahun produksi adalah sebesar Rp 937.870.500,– . Biaya bahan baku dan bahan pembantu menyerap 88 % dari total biaya operasional tersebut.

Tabel 5.3. Biaya Operasional Usaha Abon Ikan per Tahun

No Jenis Biay a Nilai (Rp)

A Biay a Variabel

Bahan Baku 648,000,000

Bahan Pembantu 172,926,000

Bahan Pendukung 32,892,000

Tenaga kerja produksi 44,400,000

Biaya Transportasi 6,000,000

Sub total 904,218,000 B Biay a Tetap

Biaya Overhead Pabrik (BOP) 33,292,500 Biaya administrasi & umum 360,000 Sub total 33,652,500 937,870,500 Jumlah Biay a Operasional Per Tahun

Sumber : Lampiran 3

5.4 Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja

Besarnya kebutuhan modal kerja dihitung berdasarkan kebutuhan dana awal untuk satu kali siklus produksi. Usaha pembuatan abon ikan mempunyai siklus produksi (lama waktu yang diperlukan dari pembelian bahan baku sampai pembayaran terlama dari penjualan produk) kurang lebih selama 1,5 bulan. Sehingga jumlah kredit modal kerja yang dibutuhkan adalah :

Kebutuhan modal kerja = (siklus produksi/bulan kerja dalam setahun) x biaya operasional selama 1 tahun

(36)

Sumber dana untuk mencukupi kebutuhan modal kerja berasal dari dana pengusaha sendiri dan dari bank. Perincian jumlah dan sumber dana untuk usaha abon ikan disajikan dalam tabel 5.4 di bawah.

Tabel 5.4. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja

No Rincian Biay a Proy ek Total Biay a

1 Dana inv estasi y ang bersumber dari

a. Kredit 10,000,000 b. Dana sendiri 16,100,000

Jumlah dana investasi 26,100,000

2 Dana modal kerja y ang bersumber dari

a. Kredit 60,000,000 b. Dana sendiri 57,233,813

Jumlah dana modal kerja 117,233,813

3 Total dana proy ek y ang bersumber dari

a. Kredit 70,000,000 b. Dana sendiri 73,333,813

Jumlah dana proy ek 143,333,813

Sumber : Lampiran 4

Jangka waktu kredit dari bank adalah 2 tahun tanpa grace period. Tingkat suku bunga kredit yang digunakan adalah sebesar 15 % per tahun dengan sistem bunga menurun. Dengan demikian, jumlah angsuran pokok dan bunga kredit yang harus dibayar oleh pengusaha abon ikan pada setiap bulannya dapat dihitung. Tabel 5.5 menunjukkan kumulatif angsuran (angsuran pokok dan bunga) untuk kredit yang harus dibayar setiap tahunnya.

Tabel 5.5. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja

Tahun ke- Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Saldo

Pokok Bunga Angsuran Aw al Akhir

0 70,000,000 70,000,000 70,000,000

1 35,000,000 8,093,750 43,093,750 70,000,000 35,000,000

2 35,000,000 2,843,750 37,843,750 35,000,000 -

(37)

5.5 Proyeksi Produksi dan Pendapatan Kotor

Jumlah produksi abon ikan selama satu tahun sebesar 14.440 kg (1.200 kg/bulan) dan harga abon ikan ditingkat produsen adalah Rp 70.000 per kg. Oleh sebab itu, pendapatan dari hasil penjualan abon ikan per tahun adalah sebesar Rp 1.008.000.000,–. Tabel 5.6 menyajikan rincian penerimaan/pendapatan kotor dalam setahun.

Tabel 5.6. Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun

No Uraian Nilai Satuan

1 Produksi per hari 60 kg/hari

2 Produksi per bulan 1,200 kg/bulan

3 Produksi per tahun 14,400 kg/tahun

4 Harga jual di tingkat produsen 70,000 Rp/kg 5 Nilai penjualan per tahun (Pendapatan) 1,008,000,000 Rp/tahun

Sumber : Lampiran 6

5.6 Proyeksi Rugi Laba dan Break Even Point (BEP)

Tingkat keuntungan (profitability) dari usaha yang dilaksanakan merupakan bagian sangat penting dalam analisis keuangan dari rencana kegiatan investasi. Keuntungan dihitung berdasarkan selisih antara penerimaan dan pengeluaran tiap tahunnya. Tabel 5.7 di bawah menunjukkan keuntungan Proyeksi Rugi/Laba dan BEP dari Usaha Abon ikan. Perincian selengkapnya disajikan dalam Lampiran 7 dan 8.

Hasil perhitungan Proyeksi Laba/Rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha ini telah untung sebesar Rp 52.748.388,–. Laba yang diperoleh ini akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya akibat penurunan komponen biaya bunga dan tidak adanya lagi angsuran pokok mulai tahun keempat. Laba rata-rata selama periode proyek adalah Rp 57.768.700,– per tahun dengan profit margin rata-rata per tahun sebesar 5,73 %. Dengan mempertimbangkan biaya tetap, biaya variabel dan hasil penjualan abon ikan, BEP rata-rata per tahun selama 5 tahun periode proyek usaha abon ikan ini adalah : Rp 404.600.248,– per tahun (BEP nilai penjualan), 5.780 kg per tahun (BEP produksi).

(38)

Tabel 5.7. Proyeksi Rugi/Laba Usaha Abon ikan 1 2 3 4 5 1 Pendapatan 1,008,000,000 1,008,000,000 1,008,000,000 1,008,000,000 1,008,000,000 1,008,000,000 2 Biaya Operasional 937,870,500 937,870,500 937,870,500 937,870,500 937,870,500 937,870,500 3 Laba Kotor 70,129,500 70,129,500 70,129,500 70,129,500 70,129,500 70,129,500 Bunga Kredit 8,093,750 2,843,750 - - -

4 Laba Sebelum Pajak 62,035,750 67,285,750 70,129,500 70,129,500 70,129,500 67,942,000 Biaya Penyusutan 2,920,000 2,920,000 2,920,000 2,920,000 2,920,000 2,920,000 5 Laba Kena Pajak 59,115,750 64,365,750 67,209,500 67,209,500 67,209,500 65,022,000 Pajak 6,367,363 7,154,863 7,581,425 7,581,425 7,581,425 7,253,300 6 Laba Bersih 52,748,388 57,210,888 59,628,075 59,628,075 59,628,075 57,768,700 7 Profit margin (%) 5.23 5.68 5.92 5.92 5.92 5.73  No Uraian T A H U N K E -Rata-rata BEP Rata-rata 1 Nilai penjualan (Rp) 404,600,248 2 Jumlah Penjualan/produksi (kg) 5,780

Sumber : Lampiran 7 dan 8

5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Berdasarkan analisis arus kas, dilakukan perhitungan B/C ratio atau Net B/C, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Sebuah usaha berdasarkan kriteria investasi di atas dikatakan layak jika B/C ratio atau Net B/C > 1, NPV > 0, dan IRR > discount factor.

Tabel 5.8. Kelayakan Usaha Abon Ikan

No Kriteria Kelayakan Nilai

1 Net B/C 1,46

2 NPV (Rp) 66.497.186

3 IRR (%) 33.55

4 PBP (usaha) ±3 tahun

Sumber : Lampiran 9

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha abon ikan layak dilaksanakan, bahkan menguntungkan, karena pada tingkat suku bunga (discount factor) 15 % per tahun, Net B/C sebesar 1,46 (>1) dan NPV sebesar Rp 66.954.793,– (>0). Dengan nilai IRR 33,55 % (> DF 15% ), artinya : proyek ini layak dilaksanakan meskipun tingkat suku bunga (discount factor) mencapai 33,55 % per tahun.

(39)

Dari Tabel 5.8 di atas juga dapat diketahui bahwa jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh biaya investasi usaha (PBP usaha) adalah 3 tahun (kurang dari 5 Tahun). Dengan demikian, usaha ini layak dilaksanakan karena jangka waktu pengembalian seluruh investasi lebih pendek dari periode proyek (5 tahun).

5.8 Analisis Sensitivitas

Dalam analisis setiap investasi usaha, termasuk usaha pengolahan abon ikan, tentu terdapat ketidakpastian yang akan mempengaruhi hasil perhitungan. Analisis sensitivitas harus dilakukan guna menguji seberapa sensitif usaha yang akan dilaksanakan terhadap perubahan jumlah dan harga-harga dari input dan output produksi. Dalam analisis sensitivitas ini digunakan 3 skenario, yaitu :

1. Skenario I

Pendapatan usaha mengalami penurunan sedangkan biaya investasi dan biaya operasional diasumsikan tetap. Penurunan pendapatan bisa diakibatkan oleh penurunan harga abon ikan, jumlah permintaan yang menurun, ataupun jumlah produksi yang menurun.

2. Skenario II

Biaya operasional mengalami kenaikan sedangkan biaya investasi dan penerimaan usaha diasumsikan tetap. Kenaikan biaya operasional bisa terjadi akibat kenaikan harga input produksi, seperti bahan baku dan peralatan produksi.

3. Skenario III

Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan skenario II, yaitu : diasumsikan penerimaan usaha mengalami penurunan dan biaya operasional mengalami kenaikan, sedangkan biaya investasi tetap.

Pada skenario I, dengan penurunan pendapatan sebesar 2%, didapat nilai Net B/C sebesar 1,06 (>1), NPV sebesar Rp 8.100.716,– (>0), nilai IRR 17,37 % (> DF 15 %) , periode pengembalian seluruh investasi selama 4 tahun 8 bulan (kurang dari 5 tahun). Semua indikator kelayakan tersebut menunjukkan bahwa usaha ini masih layak untuk dilaksanakan dan dibiayai oleh bank.

(40)

Tabel 5.9. Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I No Kriteria Kelayakan Penerimaan Turun 2% 3% 1 Net B/C 1,06 0,84 2 NPV (Rp) 8.100.716 –22.310.035 3 IRR (%) 17,37 8,21

4 PBP (usaha) 4 tahun 8 bulan (4,65tahun) > 5 tahun

Sumber : Lampiran 10 dan Lampiran 11

Namun, pada penurunan pendapatan sebesar 3% proyek ini sudah tidak layak lagi dilaksanakan. Hal tersebut bisa dilihat dari Net B/C yang diperoleh sebesar 0,84 (<1), NPV sebesar Rp –22.310.035,– (< 0), IRR sebesar 8,21 % (< DF 15%), jangka waktu pengembalian investasi lebih dari 5 tahun (melebihi umur proyek).

Pada skenario II, dengan kenaikan biaya operasional sebesar 2%, didapat nilai-nilai : Net B/C sebesar 1,09 (>1), NPV Rp 12.332.245,– (>0), IRR sebesar 18,58%, (> DF 15%), jangka waktu pengembalian seluruh investasi 4 tahun 6 bulan (< 5 tahun). Dengan demikian pada tingkat kenaikan biaya operasional sebesar 2%, usaha ini masih layak untuk dilaksanakan.

Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensitivitas Skenario II

No Kriteria Kelayakan

Biaya Operasional Naik

2% 3%

1 Net B/C 1,09 0,89

2 NPV (Rp) 12.332.245 –15.962.741

3 IRR (%) 18,58 10,19

4 PBP (usaha) 4 tahun 6 bulan (4,48) > 5 tahun

Sumber : Lampiran 12 dan Lampiran 13

Pada skenario kenaikan biaya 3%, proyek ini tidak layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Net B/C sebesar 0,89 (<1), NPV sebesar Rp –15.962.741,– (< 0) dan IRR 10,19 % (< DF 15%) dan jangka waktu pengembalian seluruh investasi melebih 5 tahun (lebih panjang dari umur proyek).

(41)

Tabel 5.11. Hasil Analisis Sensitivitas Skenario III

No Kriteria Kelayakan

Penerimaan Turun dan Biaya Operasional Naik

1% 1,5%

1 Net B/C 1,07 0,84

2 NPV (Rp) 10.216.481 –22.397.818

3 IRR (%) 17,98 8,18

4 PBP (usaha) 4 tahun 7 bulan (4,56tahun) > 5 tahun

Sumber : Lampiran 14 dan Lampiran 15

Pada skenario III, dengan penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional masing-masing sebesar 1%, didapat nilai Net B/C sebesar 1,07 (>1), NPV sebesar Rp 10.216.481,– (>0), nilai IRR 17,98 % (> Discount factor 15 %), periode pengembalian seluruh investasi selama 4 tahun 7 bulan (kurang dari 5 tahun). Semua indikator kelayakan tersebut menunjukkan bahwa usaha ini masih layak untuk dilaksanakan.

Namun, pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional masing-masing sebesar 1,5% proyek ini sudah tidak layak lagi dilaksanakan. Hal tersebut bisa dilihat dari Net B/C yang diperoleh sebesar 0,84 (<1), NPV sebesar Rp –22.397.818,– (< 0), IRR sebesar 8,18 % (< DF 15%) dan jangka waktu pengembalian investasi lebih dari 5 tahun (melebihi umur proyek).

Hasil analisis aspek keuangan di atas menunjukkan bahwa usaha abon ikan bisa memberikan pendapatan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, proyek ini layak dilaksanakan. Namun, usaha ini bersifat sangat sensitif terhadap penurunan pendapatan dan/atau peningkatan biaya operasional.

(42)
(43)

BAB VI

ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN

6.1 Aspek Sosial Ekonomi

Usaha pembuatan abon ikan mempunyai dampak yang positif, baik bagi pengusaha maupun masyarakat setempat. Bagi pengusaha, dampak ekonomis dari usaha ini adalah akan meningkatnya pendapatan mereka. Usaha abon ikan merupakan bisnis yang menguntungkan karena mempunyai peluang pasar yang masih terbuka lebar, terutama bila kendala-kendala pemasaran yang dihadapi pada saat ini bisa diatasi. Di samping itu, beroperasinya usaha abon ikan yang bersifat padat karya akan membantu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat setempat sehingga akan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka.

Lebih jauh, peningkatan produksi abon ikan akan memberi peluang bagi peningkatan pendapatan daerah setempat. Jika dikelola secara optimal (kendala-kendala produksi, pemasaran dan keterbatasan modal kerja sudah teratasi), maka produsen abon ikan pun berpeluang mengekspor produknya sehingga bisa berkontribusi bagi penambahan cadangan devisa.

6.2 Aspek Dampak Lingkungan

Aspek dampak lingkungan berkaitan dengan analisis potensi limbah yang mungkin dihasilkan dari suatu unit usaha produksi. Unit usaha pengolahan abon ikan tidak menghasilkan limbah berbahaya, baik bagi manusia maupun lingkungan sekitarnya. Limbah yang dihasilkan hanya air kotor sisa pembersihan. Biasanya air ini dibuang melalui saluran air yang dapat langsung meresap ke tanah. Air limbah juga tidak mengandung zat-zat kimia yang membahayakan organisme tanah dan tanaman.

Alih-alih menghasilkan limbah yang berbahaya, sisa proses produksi abon ikan justru masih bisa dimanfaatkan, misalnya :

1. Bagian-bagian bahan-baku ikan Marlin yang dibuang pada tahap penyiangan, bisa diolah lebih lanjut menjadi hidangan sop ikan yang banyak diminati masyarakat setempat. 2. Air sisa rebusan daging ikan pada tahap perebusan bisa diolah lebih lanjut menjadi

(44)
(45)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Usaha pengolahan abon ikan sangat berpotensi untuk dikembangkan di banyak wilayah di Indonesia yang memiliki sumberdaya perikanan laut yang melimpah.

2. Proses pembuatan abon ikan relatif mudah dan peralatan yang dibutuhkan pun relatif sederhana sehingga untuk memulai usaha ini tidak memerlukan biaya investasi yang besar. 3. Salah satu spesies ikan yang sangat cocok dijadikan sebagai bahan baku produksi abon ikan

adalah Ikan Marlin/Jangilus (Istiophorus sp), karena selain dagingnya tebal juga tidak banyak durinya.

4. Usaha pengolahan abon ikan pada umumnya berskala kecil dan bersifat padat tenaga kerja. Oleh sebab itu, jenis teknologi yang cocok digunakan adalah teknologi semi-mekanik.

5. Kendala produksi yang bisa dijumpai adalah terjadinya kelangkaan bahan baku ikan. Oleh sebab itu, lokasi usaha sebaiknya terdapat di daerah-daerah yang dekat dengan kawasan-kawasan kerja pelabuhan perikanan sehingga akan mempermudah proses penyediaan dan transportasi bahan baku ikan.

6. Abon ikan merupakan produk yang prospektif untuk dikembangkan. Hal ini karena relatif masih terbatasnya produksi abon ikan di Indonesia sehingga peluang pasar abon ikan ini masih sangat besar, baik di dalam maupun di luar negeri (ekspor).

7. Kredit investasi yang digunakan sebesar Rp 10.000.000,– dengan tingkat suku bunga 15 %, sistem bunga menurun, jangka waktu pengembalian 2 tahun, dan tanpa grace period.

8. Kredit Modal Kerja yang digunakan sebesar Rp 60.000.000,– dengan tingkat suku bunga 15 %, sistem bunga menurun, jangka waktu pengembalian 2 tahun, dan tanpa grace period. 9. Berdasarkan analisis kelayakan keuangan, usaha abon ikan layak untuk dilaksanakan. Hal ini

karena pada tingkat DF 15 %, Net B/C sebesar 1,46 (> 1), NPV sebesar Rp 66.497.189,– (> 0) dan IRR 33,35 % ( > diatas tingkat suku bunga kredit= 15%). Dari analisis PBP usaha, usaha ini mampu mengembalikan seluruh modal investasinya dalam waktu 3 tahun (<5 tahun waktu proyek).

(46)

10. Analisis sensitivitas terhadap perubahan pendapatan, dengan asumsi biaya operasional dan biaya investasi tetap, menunjukkan bahwa usaha ini bersifat sensitif terhadap penurunan pendapatan sebesar 2 %. Artinya, jika terjadi penurunan pendapatan lebih besar dari 2% (misal=3%), usaha ini menjadi tidak layak lagi dilaksanakan (merugi).

11. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya operasional, dengan asumsi pendapatan dan biaya investasi tetap, menunjukkan bahwa usaha ini sensitif pada kenaikan biaya operasional sebesar 2%. Artinya, jika kenaikan biaya operasional lebih dari 2% (misal=3%), usaha ini menjadi tidak layak lagi dilaksanakan (merugi).

12. Analisis sensitivitas terhadap penurunan pendapatan usaha dan kenaikan biaya operasional secara bersamaan, menunjukkan bahwa usaha ini sensitif terhadap penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional masing-masing sebesar 1%. Jika tejadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional masing-masing lebih dari 1% (misal=1,5% atau lebih), usaha ini menjadi tidak layak lagi dilaksanakan (merugi).

13. Hasil analisis aspek keuangan menunjukkan bahwa usaha abon ikan bisa memberikan pendapatan yang cukup tinggi sehingga layak untuk dilaksanakan dan dibiayai oleh bank. Namun, usaha ini bersifat sangat sensitif terhadap penurunan pendapatan dan/atau peningkatan biaya operasional.

14. Beroperasinya usaha abon ikan yang bersifat padat karya akan membantu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat setempat sehingga akan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

15. Unit usaha pengolahan abon ikan tidak menghasilkan limbah berbahaya, baik bagi manusia maupun lingkungan sekitarnya, sehingga dapat dikatakan usaha ini ramah lingkungan (green business).

7.2 Saran

1. Pada aspek produksi, perlu peningkatan kesadaran pengusaha dan para tenaga kerja terhadap aspek sanitasi (kebersihan) proses produksi dan produk abon ikan yang dihasilkan.

2. Perusahaan perlu melakukan variasi rasa abon ikan yang dihasilkan (dari rasa manis yang selama ini diproduksi), misalnya dengan pengembangan abon ikan dengan rasa manis-pedas. Di samping rasa, perusahaan pun perlu melakukan standarisasi tekstur (tingkat kehalusan) produk abon ikan dengan merujuk pada keragaman selera kelompok konsumennya.

(47)

3. Perusahaan perlu melakukan optimalisasi pemanfaatan produk sampingan dari proses pengolahan abon ikan, dalam rangka diversifikasi produk olahan ikan dan lebih meningkatkan keuntungan perusahaan.

(48)
(49)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. Dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Karyono dan Wachid. 1982. Petunjuk Praktek Penanganan dan Pengolahan Ikan. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Mukti, Ade T.D. 2001. Analisis Harga Pokok Produksi dan Titik Impas Produk Abon Ikan di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Suakbumi, Jawa Barat. Skripsi pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, IPB (tidak diterbitkan). Bogor.

Suryati, Yati dan Iwan Dirwana. 2007. Produksi Hasil Olahan Hurip Mandiri Cisolok (Abon Ikan, Dendeng Ikan dan Kerupuk Ikan) Kabupaten Sukabumi. Koperasi Kelompok Usaha Bersama Hurip Mandiri. Sukabumi.

Wijaya, Apip. 2007. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Pengembangan Produk Abon Ikan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Hurip Mandiri (Kasus Konsumen Abon Ikan di Kabupaten Sukabumi). Skripsi pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB (tidak diterbitkan). Bogor.

(50)
(51)

L A M P I R A N

Lampiran 1. Asumsi dan Paremeter Usaha Abon Ikan

No Asumsi Jumlah/Nilai Satuan Keterangan

1 Periode proyek 5 tahun Periode 5 tahun

2 Jumlah hari kerja per bulan 20 hari 3 Jumlah bulan kerja per tahun 12 bulan 4 Rata-rata Skala Produksi per hari

a. Rendemen pengolahan ikan ke Abon

Ikan 40 %

b. Produksi abon per hari 60 kg c. Bahan baku ikan per hari 150 kg

5 Komposisi pemasaran produk

a. Dijual di pabrik 10 %

b. Dijual ke pengecer lokal 10 % c.Dijual kepada pedagang besar 80 % 6 Komposisi jenis produk menurut kemasan

a. Kemasan 100 gram 60 % Dari total produksi

b. Kemasan 250 gram 40 %

7 Harga jual produk di tingkat produsen 70,000 Rp/kg 8 Harga bahan baku Ikan Marlin 18,000 Rp/kg

(52)

Lampiran 1. Biaya Investasi Usaha Abon Ikan

No Jenis Biaya Jumlah Satuan Harga/ Nilai Umur Penyusut Nilai

satuan ekonomis an/tahun sisa

1 Perizinan

• SIUP 1 Berkas 300,000 300,000 selamanya*)

• SITU 1 Berkas 300,000 300,000 5

• P-IRT dari Dinkes 1 Berkas 300,000 300,000 selamanya

• NPWP 1 Berkas 250,000 250,000 selamanya

• Badan Hukum KUB 1 Berkas 300,000 300,000 selamanya

• Sertifikat Halal 1 Berkas 1,000,000 1,000,000 3

Sub jumlah 2,450,000

2 Sewa tanah dan bangunan 1 unit 10,000,000 10,000,000 5

3 Mesin/Peralatan Produksi

• Mesin pengepres (3 kg) 2 unit 1,000,000 2,000,000 5 400,000 -

• Mesin parutan kelapa 1 unit 2,500,000 2,500,000 5 500,000 -

• Mesin giling 2 unit 2,500,000 5,000,000 5 1,000,000 -

• Garpu besar **) 1 unit 50,000 50,000 5 10,000 -

• Lumpang ukuran 1 kg 1 unit 50,000 50,000 10 5,000 25,000

• Lumpang ukuran 2 kg 1 unit 100,000 100,000 10 10,000 50,000

• Lumpang ukuran 3 kg 1 unit 150,000 150,000 10 15,000 75,000

• Batu Penumbuk 3 unit 10,000 30,000 10 3,000 15,000

• Blong 7 unit 35,000 245,000 10 24,500 122,500

• Tungku 4 unit 30,000 120,000 10 12,000 60,000

• Wajan Penggorengan 6 unit 140,000 840,000 5 168,000 -

• Sealer 3 unit 300,000 900,000 5 180,000 -

• Baskom Plastik Besar 4 unit 60,000 240,000 2 120,000 120,000

• Baskom Plastik Kecil 3 unit 40,000 120,000 2 60,000 60,000

• Saringan Kelapa 1 unit 5,000 5,000 2 2,500 2,500

• Badeng 5 unit 40,000 200,000 2 100,000 100,000

• Sodet Besar 5 unit 30,000 150,000 1 150,000 -

Sub jumlah 12,700,000 2,760,000 630,000

4 Peralatan lain

• Timbangan Duduk 5 kg 1 unit 150,000 150,000 3 50,000 50,000

• Timbangan Gantung 25 kg 1 unit 300,000 300,000 5 60,000 -

• Etalase 1 unit 500,000 500,000 10 50,000 250,000

Sub jumlah 950,000 160,000 300,000

Jumlah 26,100,000 2,920,000 930,000

*) Setiap habis 5 tahun harus lapor kembali

**) digunakan untuk mengeluarkan daging ikan atau abon setelah pengepresan dari tabung mesin pengepres

Rekap Jumlah Biaya Investasi

No Jenis Biaya Nilai Penyusutan

1 Perizinan 2,450,000

2 Sewa tanah dan bangunan 10,000,000 - 3 Mesin/Peralatan Produksi 12,700,000 2,760,000

4 Peralatan lain 950,000 160,000

Jumlah 26,100,000 2,920,000

5 Sumber Dana Investasi dari Rp

Kredit 10,000,000

Gambar

Tabel 1. 1. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
Gambar 3.1.  Lemari penyimpanan (Etalase) sebagai tempat menyimpan  produk yang sudah dikemas dan siap dijual
Tabel 3.1.  Komposisi Bahan-bahan Pembantu  Per 10 kg Bahan Baku Daging Ikan
Gambar 3.2. Proses Penyiangan daging Ikan Marlin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengungkapkan masalah tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, peneliti menggunakan

Dalam edisi kali ini tim menyajikan informasi kiprah Forum Masyarakat Tesso Nilo yang melangsungkan Musyawarah Besar nya pada awal tahun ini, berdirinya Radio Komunitas

Dalam variasi waktu sonikasi tersebut, diperoleh sampel dengan waktu sonikasi 4 menit menunjukkan hasil paling optimal dengan loading factor tertinggi, didukung juga dengan sifat

Teori yang dikembangkan oleh Ricardo menyangkut empat kelompok permasalahan yaitu: teori tentang distribusi pendapatan sebagai pembagian hasil dari seluruh produksi dan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pada Mata Kuliah Blok 10 Lbm

tergambar adanya sesuatu yang negatif, adanya bom yang meledak hebat yang me adanya bom yang meledak hebat yang me nghancurkan gedung- nghancurkan gedung- gedung dan sarana

Sedangkan sebanyak 13 responden atau 48,15% menyatakan kurang setuju dengan adanya pelajaran mulok bahasa Lampung, hal ini dikarenakan ada yang beranggapan bahwa

Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan