• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI POLITIK PARTAI KOALISI MERAH PUTIH DI DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMUNIKASI POLITIK PARTAI KOALISI MERAH PUTIH DI DAERAH"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

KOMUNIKASI POLITIK PARTAI KOALISI MERAH PUTIH DI DAERAH

(Studi Deskriptif Kualitatif Koalisi Antar Partai Golongan Karya, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan

Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Bulan Bintang, Pasca Pilpres 2014

di Kota Surakarta)

Farida Isfandiari Dwi Tiyanto

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

For the first time in Indonesia, there are only two pairs of candidates for president and vice president of advanced contesting the presidential elections on 9 April 2014 after experiencing two times the period of direct presidential elections. The requirement that at least 20% of the seats in the House of Representatives or a minimum of at least 25% of the valid votes nationally to be put forward as president. Therefore, in order to fulfill the condition to be the represent of the party, that person must build support so that candidat can fulfill these requirements. This situation then raises two coalition that became known as Merah Putih Coalition and Indonesia Hebat Coalition.

In the development of Merah Putih Coalition despite consists of six parties, including Gerindra, Golkar Party, Amanat Nasional Party, Keadilan Sosial Party, Persatuan Pembangunan Party and Bulan Bintang Party, even the votes of these parties when it are combined in previous legislative elections are bigger, however, the result of the presidential election is defeat. It also appears conflict and discord stronghold coalition member party structures Merah Putih to the area.

This study tries to find out how the political communication that occurs between the Coalition parties participating in Merah Putih Coalition in the area. In the form of qualitative research, the data are obtained by interviewing 6 politicians. For the subjects in this study emphasized to the chairman of each party, since the party chairman is considered as the most knowledgeable about

(2)

commit to user 2

the condition of the party area, using purposive sampling technique, then used also snowball sampling technique.

From the data collected, it can be concluded that in view of political communication through the articulation of the interests of the party can not be found then it is done jointly by the parties in Merah Putih Coalition Surakarta area, so there is some interest are aggregated together. Meanwhile, in the rule-making parties in Merah Putih Coalition in the area is to follow the rules of the center of each party. For the creation of rules along with Merah Putih Coalition party area does not exist, so there are no common rules that can be applied by the parties in Merah Putih Coalition in the area of Surakarta.

Keyword: Political Communication, Coalition Party

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara demokrasi maka Indonesia memiliki sistem multipartai. Kebutuhan akan koalisi tidak bisa dilepaskan, untuk menggalang juga menguatkan posisi politik. Bahkan terhitung sejak tahun 1949 pemerintahan dengan koalisi sudah mulai dipraktekkan. Koalisi terbagi antara koalisi yang memihak partai berkuasa atau koalisi yang berbentuk sebagai sebuah oposisi.

UU No 42/2008 sebagai acuan dan syarat yang dikemukakan Komisi Pemilihan Umum untuk partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan capres-cawapres adalah partai politik yang memperoleh kursi DPR paling sedikit 20%. Jika dihitung dari jumlah 560 artinya partai politik atau gabungan partai politik di DPR dapat mengajukan pasangan capres-cawapres untuk Pemilu 2014 apabila memiliki 112 kursi. Sementara tidak ada partai politik yang memperoleh jumlah tersebut. Hal ini menunjukkan untuk dapat maju mencalonkan presiden maka partai harus bergabung membentuk koalisi.

Terbagi dua koalisi, Koalisi Merah Putih terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang, mengusung calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Kemudian, PDIP membentuk Koalisi Indonesia Hebat. Mengajukan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, bersama Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Hanura.

Setelah pemilu berlangsung pada 9 Juli 2014, selanjutnya berdasar Rekapitulasi Hasil menunjukkan pasangan nomor urut 1, H. Prabowo Subianto

(3)

commit to user 3

dan Ir H.M Hatta Rajasa sebanyak 62.576.444 atau sebanyak 46,85 dari suara sah nasional. Meskipun mengalami kekalahan tidak serta merta membuat koalisi Merah Putih berakhir. Justru setelah Pemilihan Umum Presiden usai koalisi masih berlanjut terbukti dengan dikuasainya atau menangnya koalisi Merah Putih. Kemenangan dari Koalisi Merah Putih dimulai saat pengesahan Undang- Undang MD3, pengesahan Tata Tertib DPR, bahkan RUU Pemilihan Kepala Daerah.

Tidak hanya berhenti disitu, kemenanganan dalam Pemilihan Ketua DPR dan kelengkapannya setelah terpilihnya Setya Novanto dari Fraksi Golkar untuk posisi Ketua DPR, Fadli Zon dari Fraksi Gerindra untuk posisi Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto dari Fraksi Demokrat untuk posisi Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan dari Fraksi PAN untuk posisi Wakil Ketua DPR, dan Fahri Hamzah dari Fraksi PKS untuk posisi Wakil Ketua DPR. Meskipun harus melalui proses aklamasi karena hanya terdapat satu paket pimpinan saja yang diajukan, sementara kubu Koalisi Indonesia Hebat memilih untuk walkout.

Pemilihan Paket Pimpinan MPR, Koalisi Merah Putih juga menang. Paket yang diusung Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan Partai Demokrat mendapat 347 suara, terdiri dari Mahyudin, EE Mangindaan, Hidayat Nur, dan Oesman Sapta. Terpilihnya kader Koalisi Merah Putih di tempat strategis berlanjut dengan dikuasainya 64 kursi pimpinan komisi yang disapu bersih.

Partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih begitu kuat di parlemen. Meski begitu hal tersebut bukan jaminan kesolidan Koalisi Merah Putih di daerah karena atmosfer dan dinamika politik yang terjadi di daerah berbeda dengan politik nasional. Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik yang dilakukan oleh koalisi merah putih di daerah, apakah komunikasi politik partai-partai dalam Koalisi Merah Putih yang terlihat kuat di pusat tersebut juga dilakukan di daerah. Disebut sebagai koalisi yang akan permanen, tetapi sayangnya terjadi perpecahan didalam internal partai-partai yang bergabung, karena kurang kesepahaman terkait koalisi.

(4)

commit to user 4

Rumusan Masalah

Dari kondisi yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui:

1. Bagaimana Kondisi Kekinian Partai Koalisi Merah Putih di Daerah Kota Surakarta?

2. Bagaimana komunikasi politik partai-partai dalam Koalisi Merah Putih di Daerah Kota Surakarta?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kondisi kekinian partai-partai dalam Koalisi Merah Putih di Daerah Kota Surakarta.

2. Mengetahui komunikasi politik partai-partai Koalisi Merah Putih, pasca Pilpres 2014 di Daerah Kota Surakarta.

Telaah Pustaka 1. Komunikasi

Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (pe er m ) y g em d eb h d e eb g orm “SMCR”, adalah komunikasi yang coba diformulasikan secara sederhana pada awal tahun 1960-an oleh David K. Berlo.

Communication adalah proses berkomunikasi sedangkan communications adalah perangkat teknis yang digunakan dalam proses itu. Perangkat komunikasi memiliki makna yang lebih sempit, yakni mencakup berbagi peralatan untuk berkomunikasi.1

2. Komunikasi Politik

Komunikasi politik menurut Gabriel Almon adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam set p tem po t . “A o the ct o per ormed the political system, political socialization and recruitment, interest

1 Rivers L. William Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua (Jakarta, Kencana

(5)

commit to user 5

articulation, interest aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are performed by means of communication.”2

Dalam komunikasi politik seorang yang menjadi komunikator politik juga disebut sebagai politikus atau para pejabat pemerintahan baik yang dipilih maupun yang diangkat. Politikus dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu pejabat eksekutif (presiden, anggota kabinet, kepala penasehat, dan stafnya), legislator (senator, para anggota dewan perwakilan, dsb) dan pejabat yudikatif (meliputi hakim mahkamah agung).3

Rusadi Kantaprawira (Rahman, 2007 : 249) menyebutkan bahwa kegunaan komunikasi politik untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, atau sektor kehidupan politik masyarakat dengan kehidupan politik pemerintah. 3. Partai Politik

Dalam UU No.2 Tahun 2008 tentang partai politik, menyebutkan Partai Politik adalah organisasi bersifat nasional dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bertujuan mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan atau mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu

Maurice Duverger (1972: 23-32) partai politik dapat dikaji dengan memperhatikan aspek diantaranya: (1) Ideologi Partai, (2) dasar-dasar sosial masyarakat, (3) struktur partai, (4) organisasi partai, (5) partisipasi partai dalam sistem politik, serta (6) strategi partai.

4. Koalisi

Koalisi diambil dari bahasa latin coalescare yang memiliki arti tumbuh menjadi alat pengabung. M o mer p “ t t

2

Ardial, Komunikasi Politik (Jakarta, PT Indeks, 2010) hlm 4

3Dan Nimmo Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media (Bandung, PT Remaja

(6)

commit to user 6

gabungan antara dua atau beberapa negara untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu atau beberapa partai atau fraksi dalam parlemen untuk mencapai m yor t y g d p t me d g pemer t h”. De ter eb t me j bahwa koalisi dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.4

David Cohen dan Hossain Shariar (2000:108-109), mengatakan bahwa dalam sebuah koalisi hendaklah memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu: (i) menganggap isu yang muncul sebagai isu yang sangat penting dan berarti; (ii) menganggap kegiatan advokasi kebijakan sebagai kegiatan yang sungguh-sungguh bisa mengubah sebuah kebijakan publik; (iii) memiliki keinginan untuk melakukan perubahan yang besar dalam jangka panjang; (iv) menganggap akan memperoleh manfaat dari koalisi; dan (v) bersedia terlibat mulai dari perumusan masalah, formulasikan strategi yang dipilih hingga melakukan advokasi. 5

Koalisi lebih efektif menurut David Cohen dan Hossain Shariar, harus dijalankan dengan: (i) memiliki tujuan dan sasaran yang jelas dan sudah disepekati bersama; (ii) mantap menggarap isu tertentu; (iii) anggota koalisi memiliki pembagian kerja yang jelas dan operasional; (iv) menyadari perlunya kerja sama untuk menolong masyarakat; (v) memiliki kelenturan dalam bekerja dan tidak kaku dengan aturan yang mengikat; (vi) memiliki mekanisme komunikasi yang jelas; dan (vii) memungkinkan terjadinya saling bagi pengalaman, harapan, keahlian, informasi dan keterampilan.

Tujuan yang mendasari pembentukan koalisi dalam sistem presidensialisme yaitu pertama dalam proses pencalonan dan pemenangan pemilihan Presiden yakni mencari dukungan kedalam partai, menggalang suara. Kedua, koalisi dilakukan demi mengamankan jalannya (stabilitas) pemerintahan. Memiliki arti bahwa sebuah koalisi akhirnya dibentuk untuk memperoleh dukungan politik atas inisiatif dan kebijakan Presiden.

4 http://digilib.uinsby.ac.id/9906/5/bab%203.pdf diakses 20 November 2014

5http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=

0CDYQFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.kmpk.ugm.ac.id%2Fdata%2FKUL190408%2FKuliah %25208.rtf&ei=nXZ1VP3YIILbuQSzoICADw&usg=AFQjCNEcor2UGsvqiHzZKX4xsH-Uee6ydg&bvm=bv.80642063,d.c2E diakses 26 November 2014

(7)

commit to user 7

Metode Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan prespektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti (Jane Richie).6

Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan berbagai pertanyaan kepada informan yang bersifat terbuka kepada informan yang telah dipilih sebelumnya. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara ke masing-masing Ketua Umum Partai-partai dalam Koalisi Merah Putih di Surakarta, tepatnya ada 6 partai yaitu Partai Golongan Karya, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Bulan Bintang. Namun wawancara ini bisa dihentikan apabila peneliti sudah tidak dapat menemukan temuan baru dari hasil wawancara yang sudah dilakukan dengan kata lain data yang ditemukan sudah jenuh.

Lokasi penelitian di fokuskan di Kota Surakarta. Karena melakukan wawancara informan yang merupakan fungsionaris partai, maka lebih spesifik lokasi penelitian diantaranya adalah Sekretariat partai, kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surakarta, dan kantor tempat bekerja dari informan.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengambilan sampel dengan dua macam teknik, yaitu purposive sampling dan snowball sampling. Untuk purposive sampling, teknik ini adalah kecenderungan yang dimiliki oleh peneliti bahwa peneliti memilih informan berdasarkan dari informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan penelitian secara mendalam.

6 Lexy J Moleong Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005) hlm

(8)

commit to user 8

Sajian Data dan Analisis Data

1. Kondisi Kekinian Partai Koalisi Merah Putih di Daerah

a. Harapan awal partai masuk ke dalam Koalisi Merah Putih.

Awalnya terdapat harapan besar partai-partai peserta koalisi terhadap Koalisi Merah Putih ketika memutuskan bergabung. Terlebih harapan koalisi ini mampu memenangkan calon presiden dan wakil presiden yang diusung. Agar partainya juga terlibat dalam pemerintahan. Kemenangan ini termasuk sangat diharapkan oleh Partai Amanat Nasional yang saat itu Ketua Umum partainya menjadi calon wapres dari Koalisi Merah Putih.

Kembali ke makna koalisi dari sudut pandang Sosiologis menyatakan koalisi adalah kumpulan berupa individu atau kelompok memiliki sebuah visi misi tersendiri sebelumnya. Dan bergabung demi tujuan dan kepentingan bersama yang kemudian menjadi tersamarkan.

Harapan dimiliki oleh partai-partai Koalisi Merah Putih di Daerah bagaimana kemudian partainya mampu terlibat mengelola negara melalui kader yang bisa masuk ke dalam pemerintahan bila Koalisi Merah Putih ketika itu mampu menang di Pemilu Presiden 2014. Orang-orang di dalam partai bisa memiliki peran yang lebih bagi negara ini lewat kekuasaan yang didapatkan.

Proyeksi lebih besar yakni apabila kemenangan ini mampu mengubah situasi atau peta politik didaerah yang notabene selama ini dinilai membuat suara partai lemah didaerah dibanding dengan partai yang sudah dominan dan mengakar di daerah. Dengan kemenangan partai didaerah menjadi lebih percaya diri dan lebih mampu memberikan keterwakilan dari kepentingan masyarakat konstituennya.

b. Istilah Koalisi Permanen

Sempat disebut Partai Koalisi yang akan permanen, kenyataannya satu persatu partai hengkang dari Koalisi Merah Putih. Dan sebenarnya para politisi juga menganggap bahwa tidak ada yang disebut koalisi permanen.

(9)

commit to user 9

Sebuah koalisi sejatinya memang akan runtuh atau pecah apabila sudah tercapai tujuan bersama yang diharapkan dari dibangunnya sebuah koalisi, terlebih dalam hal yang berkaitan dengan sebuah distribusi kekuasan. Dalam konteks Koalisi Merah Putih, dianggap bahwa tidak ada koalisi yang permanen karena dipahami bahwa koalisi hanya dilakukan untuk pengusungan capres-cawapres saja dalam menghadapi pilpres 2014, dan tidak ada perintah melanjutkan koalisi misalnya selama lima tahun.

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Awud dari Partai Bulan Bintang yang memahami bahwa motif dari koalisi ini hanyalah pengusungan Prabowo, dan tidak ada sebuah koalisi permanen setelahnya.

Pemilihan istilah permanen ini juga dinilai kurang tepat oleh Ardianto dari Gerindra ditengah politik yang penuh dengan kepentingan. Dengan tidak adanya sebuah landasan pula terkait kepastian hukum yang mengikat

Menurut Sugeng dari PKS melihat kata permanen tersebut sebagai sebuah spirit ataupun semangat yang coba didengungkan oleh partai Koalisi Merah Putih yang ada dipusat dengan sebuah harapan bahwa partai ini mampu bertahan berlanjut dan berkesinambungan tapi pada perjalannya justru pecahnya Koalisi Merah Putih juga diawali dipusat. Sulitnya penerapan permanen juga diungkapkan oleh Bambang dari Partai Golkar yang mengatakan ada partai yang mengundurkan diri dan dapat juga dipicu karena berkurangnya kekuatan dari Koalisi Merah Putih itu sendiri.

c. Konflik di internal partai Koalisi Merah Putih di Daerah Kota Surakarta

Keluarnya partai dari koalisi selama ini juga dipicu oleh adanya konflik yang justru terjadi adalah konflik didalam internal partai itu sendiri. Konflik karena adanya tarik ulur kepentingan, yang mana kemudian didalam tubuh terpecah dan kemudian partai itu ada kecenderungan yang pro pemerintah dan kontra terhadap Koalisi Merah Putih.

(10)

commit to user 10

Namun perpecahan atau meletusnya sebuah konflik tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar bila terjadi dalam partai politik, karena memang ada sebuah perang kepentingan didalamnya.

Sebagai salah satu partai yang internalnya sempat terpecah menjadi dua kubu, Arif dari PPP menjelaskan konflik terjadi bukan ketika PPP berada didalam Koalisi Merah Putih tapi ketika PPP merapat ke Koalisi Indonesia Hebat. Konflik terjadi ternyata tidak hanya berlaku dipartai pusat saja, tapi kemudian berpengaruh kepada kepengurusan partai di daerah.

Hal yang serupa juga menimpa PPP didaerah Kota Surakarta, namun untuk kondisi saat ini sudah pulih dibanding ketika konflik internal partai didaerah tersebut meletus. Pengaruh didaerah juga terlihat dari konflik PPP adalah munculnya ketua tandingan, jadi muncul dua kepengurusan PPP didaerah.

d. Konflik antar partai anggota Koalisi Merah Putih di Daerah.

Kondisi antara partai-partai koalisi merah putih yang ada didaerah selama ini tidak pernah terjadi konflik dan relatif baik-baik saja antara partai satu dengan partai lainnya menurut Sugeng Riyadi dari PKS.

Sementara Ardianto dari Geridra, juga sependapat bahwa antar partai-partai anggota koalisi di daerah tidak pernah memiliki konflik apapun. Selain tidak pernah adanya konflik antar partai di Koalisi Merah Putih di daerah, bahkan antar partai ini juga disebut solid.

e. Partai yang masih di Koalisi Merah Putih

Kondisi terkini dari Koalisi Merah Putih sendiri adalah disebut oleh para informan bahwa hanya tinggal Partai Gerindra yang bertahan dalam koalisi ini, diantaranya yaitu menurut politisi dari PAN, Yusuf Anshori.

Sementara itu Partai Golkar yang melakukan peran sebagai partai perekat menurut Bambang Triyanto, bahwa partai tersebut sudah tidak berada di KMP lagi, dan sudah merapat ke pemerintah.

(11)

commit to user 11

Dan Sugeng dari PKS menyebut bahwa Koalisi Merah Putih sebagai sebuah sejarah yang bisa dijadikan pelajaran dan bahan pertimbangan oleh partainya dalam menghadapi dinamika politik selanjutnya misalnya untuk PILKADA atau Pemilu Presiden tahun 2019 mendatang.

2. Komunikasi Politik Koalisi Merah Putih di Daerah

Didalam penelitian ini, peneliti melihat pandangan yang dikemukan oleh Almon yang menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh sistem politik diantaranya ada sosialisasi politik, perekrutan, artikulasi interes atau artikulasi kepentingan, agregasi interes atau agregasi kepentingan, pembuatan aturan, aplikasi aturan dan aturan putusan hakim.

Peneliti condong ingin melihat bagaimana ketika itu sebuah kepentingan dari banyak partai, kemudian bagaimana pengartikulasiannya serta dalam pembuatan aturan dan pengaplikasiaannya. Apakah partai-partai yang dahulu sempat tergabung dalam koalisi Merah Putih ini kemudian mengakomodirnya didaerah. Disitu bisa dilihat komunikasi politik seperti apa yang terjadi antara partai-partai koalisi ini didaerah.

a. Artikulasi kepentingan.

Artikulasi kepentingan ini bisa berwujud sebagai upaya menerjemahkan apa yang menjadi sebuah kepentingan melalui penyerapan aspirasi dari masyarakat yang beragam untuk kemudian diwujudkan.

 Artikulasi Kepentingan Melalui Mekanisme Partai

Setiap partai politik memiliki mekanisme dalam menyerap aspirasi kepentingan melalui banyak cara. Salah satunya yang dilakukan oleh Partai Bulan Bintang dengan melakukan kajian-kajian dan bertanya pada ahli, sehingga bisa sesuai dengan masyarakat dan aspirasi masyarakat memiliki kemungkinan besar dapat terserap dengan baik.

Partai Keadilan Sejahtera pun memiliki sebuah mekanisme tersendiri. Ketika berbicara tentang penyerapan kepentingan ini PKS

(12)

commit to user 12

melibatkan seluruh instrument dalam partainya agar memungkinkan aspirasi terserap dari bawah hingga level teratas tanpa ada terkecuali.

 Artikulasi Kepentingan Melalui Reses

Sementara ada beberapa partai memakai momentum reses untuk melakukan penyerapan kepentingan jadi bisa melalui anggota partai yang berada didalam dewan, dilakukan anggota partai didalam struktur maupun dalam sebuah forum besar partai. Seperti yang dilakukan PAN, dan ada Partai Gerindra pun juga menggunakan reses untuk menampung keluhan dari masyarakat.

Adapula Partai Golkar yang memiliki pendapat sama dengan melibatkan masyarakat, Bahkan masyarakat diminta untuk membuat sebuah rekomendasi ke partai Golkar yang nanti rekomendasi tersebut akan diteruskan hingga bisa tersalurkan apa yang menjadi aspirasi.

Didalam proses artikulasi kepentingan, partai-partai di Koalisi Merah Putih didaerah menjalankannya sesuai dengan mekanisme dari masing-masing partai, tanpa adanya kebersamaan. Terlihat dari bagaimana cara melakukan penyerapan aspirasi dan kepentingan dimasing-masing partai yang tanpa melibatkan partai lain, ataupun tidak dilakukan dengan bersama di dalam Koalisi Merah Putih.

b. Agregasi kepentingan.

Kepentingan dari banyak pendapat dan aspirasi tersebut kemudian digabungkan dan diolah sedemikian rupa untuk selanjutnya dapat diturunkan menjadi rumusan-rumusan kebijakan yang mengakomodir kepentingan lebih luas itulah yang dimaksud dari agregasi kepentingan.

 Tidak ada Agregasi Kepentingan dalam Koalisi Merah Putih di Daerah

Selanjutnya jika kemudian dihubungkan dengan agregasi kepentingan yang dilakukan oleh partai-partai yang sempat ada dalam Koalisi Merah Putih, setelah Pemilihan Presiden pada tahun 2014 usai, hal tersebut dianggap tidaklah ada dan tidak terjadi lagi termasuk

(13)

commit to user 13

didaerah Kota Surakarta. Hal tersebut bahkan diakui oleh Partai Gerindra sebagai Partai inti yang ada didalam koalisi.

Pasca Pemilu Presiden 2014, segala hal, termasuk juga terkait dengan kepentimgan partai sudah dikembalikan ke dalam partai masing-masing. Apalagi hasil dari pemilihan presiden yang menunjukkan kekalahan dari calon presiden yang diusung oleh Koalisi Merah Putih. Hal tersebut dipandang membuat tidak memungkinkan lagi bila harus dilakukan agregasi kepentingan bersama apalagi untuk kemudian ada sebuah komitmen untuk memperjuangkannya bersama dengan seluruh partai-partai dalam Koalisi Merah Putih di daerah. c. Pembuatan aturan

 Pembuatan Aturan Partai Aggota Koalisi di Daerah dilakukan oleh Partai Masing-Masing di Pusat

Untuk partai politik sebagian besar menyatakan bahwa pembuatan aturan sudah dilakukan oleh pusat. Seperti halnya Golkar, Partai Keadilan Sosial juga menyatakan bahwa keputusan atau aturan dalam partainya bersifat top-down, dimana dipusat sudah terjadi pematangan aturan, jadi tidak ada proses mempertanyakan kembali aturan ketika aturan sudah dibuat atau diputuskan oleh pusat.

Selain itu pembuatan aturan partai juga mengacu kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Partai masing-masing partai. Dan pendapat tersebut juga didukung oleh Partai Persatuan Pembangunan, partai ini menambahkan bahwa sebuah sistem bahkan telah dijalankan.

Memiliki kecenderungan yang hampir sama, Awud dari Partai Bulan Bintang memandang pada dasarnya dalam pembuatan aturan semua partai memiliki mekanisme yang sama, hanya isi aturannya saja dan cara yang pasti berbeda antara partai satu dengan partai lainnya.

Akan tetapi ketika kemudian pembuatan aturan ini ditarik ke ranah yang lebih khusus, misalkan apakah ada pembuatan aturan yang dibuat bersama oleh partai-partai Koalisi Merah Putih, terdapat jawaban secara singkat bahwa hal tersebut tidak ada.

(14)

commit to user 14

Untuk pembuatan aturan dalam Koalisi Merah Putih di daerah adalah mengikut ke pusat. Sementara pembuatan aturan partai sendiri mengacu ke AD-ART partai. Dalam pembuatan aturanpun, partai-partai dalam Koalisi Merah Putih di daerah ini menyatakan bahwa tidak ada pembuatan aturan secara bersama di dalam Koalisi Merah Putih di daerah Kota Surakarta.

d. Aplikasi aturan

 Aplikasi Aturan di Daerah dapat disesuaikan.

Berbicara dalam konteks aplikasi aturan dan keputusan partai yang dibuat dan disepakati sebelumnya bersama Koalisi Merah Putih, partai didaerah ternyata pada penerapannya mengakui akan mengikuti pusat.

Hal tersebut juga berlaku di Partai Golkar, ketika ada sebuah aturan yang sudah dibuat di pusat sekalipun itu adalah aturan dengan Koalisi Merah Putih tetap akan dijalankan oleh daerah.

Sama halnya dengan Gerindra yang menjalankan atau mengaplikasikan aturan disesuaikan dengan pusat. Sementara itu aplikasi aturan sebenarnya tidak bersifat kaku, tetapi untuk beberapa aturan masih bisa disesuaikan dengan kondisi dan platform daerah tersebut tapi tetap berdasarkan dari arahan partai yang berada di pusat.

Dan pernyataan yang tegas juga datang dari Sugeng Partai Keadilan Sejahtera bahwa mengikuti pusat itu merupakan sebuah hal yang sudah pasti dilakukan oleh partainya. Jadi daerah dalam aplikasinya menjalankan apa yang sudah dibuat oleh partai pusat.

Ditambahkan pula bahwa aplikasi dari aturan pusat ke daerah yakni daerah tinggal menjalankannya tanpa mempertanyakan lagi kenapa aturan atau juga keputusan tersebut dibuat oleh partai pusat. Namun daerah masih diberi sebuah keleluasaan untuk menyesuaikannya karena dinamika politik yang berkembang.

Dalam aplikasi aturan ini terlihat bahwa partai-partai Koalisi Merah Putih di daerah mengikuti atau mengaplikasikan segala aturan yang dibuat oleh pusat, termasuk bila partai yang ada dipusat

(15)

commit to user 15

membuat aturan bersama dengan Koalisi Merah Putih, partai didaerah tetap akan mengaplikasikannuya di Kota Surakarta. Meskipun untuk pembuatan aturan bersama antar partai koalisi merah putih dalam Koalisi Merah Putih di Daerah tidak ada, sehingga tidak ada aplikasi aturan dari Partai Koalisi Merah Putih di Daerah itu sendiri.

Kesimpulan

1. Partai-partai anggota Koalisi Merah Putih yang di daerah pun ketika memutuskan untuk bergabung dengan Koalisi Merah Putih pada awalnya juga memiliki harapan yang sangat besar terhadap koalisi ini, terlebih harapan agar calon presiden dan wakil presiden yang diusung oleh Koalisi Merah Putih menang. Karena dengan kemenangan tersebut tentu saja akan membuat kader partai dapat juga masuk ke dalam pemerintahan, dalam artian ikut terlibat dalam mengelola negara dan bisa berkontribusi lebih nyata untuk negara. Selain itu dengan kemenangan yang diharapkan diawal bahkan juga diproyeksikan mampu mengubah peta politik untuk didaerah Kota Surakarta, sehingga konstelasi yang selama ini terjadi, yakni partai lawan yang mendominasi bisa dapat berubah atau berkurang dominasinya dan lebih memudahkan partai anggota Koalisi Merah Putih untuk meraih suara didaerah misalnya. Meski sempat disebut dengan koalisi permanen, partai anggota koalisi merah putih sendiri tidak setuju dengan pendapat tersebut dan dinilai kurang tepat, serta tidak ada sebuah landasan hukum yang mengatur hal tersebut, tidak ada hukum yang mengikat didalam sebuah koalisi sesuai dengan sifat koalisi itu sendiri yang hanya sementara dan berasas manfaat. Pada akhirnya satu-persatu partai memilih untuk hengkang dari Koalisi Merah Putih karena menilai bahwa kekuatan politik dari koalisi mulai melemah. Selain itu juga terjadi tarik ulur kepentingan didalam tubuh partai-partai yang tergabung di Koalisi Merah Putih, apalagi dipicu dengan kekalahan dari pilpres yang awalnya membuat mereka bersatu dalam sebuah koalisi. Keinginan dari internal partai koalisi merapat ke pemerintah juga menimbulkan konflik yang besar di internal beberapa partai peserta koalisi,

(16)

commit to user 16

bahkan konflik tersebut juga meluas hingga ke daerah termasuk di kepengurusan partai yang berada dikota Surakarta ini. Sementara itu bila dilihat dari hubungan antar partai koalisi satu dengan partai koalisi lainnya untuk didaerah kota Surakarta ini tidak ada konflik antar partai, partai mengakui bila hubungan dengan partai lain yang sempat tergabung dikoalisi merah putih relative baik-baik saja.

2. Komunikasi politik dalam hal artikulasi kepentingan menunjukkan bahwa setiap partai didaerah Kota Surakarta memiliki mekanisme atau cara tersendiri antara satu dengan yang lainnya, melibatkan keseluruhan instrument partai baik dari level bawah hingga kelevel atas yang kemudian memungkinkan bahwa semua bisa terserap tanpa terkecuali, dapat secara maksimal. Selain itu dengan memanfaatkan anggota partai yang berada didewan, penyerapan aspirasi dilakukan melalui reses, juga melibatkan masyarakat untuk kemudian bisa dengan membuat sebuah rekomendasi kepada partai yang nantinya akan diteruskan sehingga kepentingan tersebut bisa tersampaikan juga tersalurkan. Melakukan artikulasi kepentingan secara bersama antara partai-partai yang sempat tergabung dalam Koalisi Merah putih diakui tidaklah ada. Karena pasca Pilpres semua dikembalikan ke partai masing-masing, ditambah dengan kekalahan dalam pilpres yang membuat anggapan bahwa artikulasi kepentingan bersama dari partai koalisi merah putih didaerah ini tidak memungkinkan lagi untuk kemudian ada apalagi untuk kemudian mengagregasikan kepentingan tersebut. Untuk hal pembuatan aturan masing-masing partai Koalisi Merah Putih di daerah Kota Surakarta menyatakan bahwa aturan tersebut sudah dibuat oleh pusat. Sementara untuk daerah tinggal mengaplikasikan aturan tersebut, juga ada kemungkinan bahwa aturan tersebut bisa disesuaikan dengan daerah. Juga dalam artian bahwa partai-partai Koalisi Merah Putih didaerah ternyata juga mengikuti apa yang telah menjadi aturan dipusat, termasuk aturan dipusat yang dibuat oleh partai pusat didalam Koalisi Merah Putih. Jadi untuk pertai-partai dalam Koalisi Merah Putih didaerah Kota Surakarta tidak pernah

(17)

commit to user 17

membuat aturan bersama, sehingga tidak ada aturan Koalisi Merah Putih di daerah yang kemudian diaplikasikan.

Saran

1. Dari kesimpulan yang dapat dilihat bahwa hengkangnya partai-partai didalam Koalisi Merah Putih dan nasib dari koalisi ini yang tidak jelas pasca pilpres menunjukkan bahwa ada kurangnya komitmen yang jelas dari awal pembentukan koalisi partai-partai peserta koalisi bagaimana kemudian bila partai tidak bisa menang dipemilu, karena bila ada komitmen yang jelas maka keluar dari koalisi adalah hal yang lumrah dan harus ditegaskan bila itu yang menjadi komitmen didalam koalisi ini, sehingga tidak terlihat menjadi sebuah persoalan. Disisi lain jika terjadi komunikasi yang baik didalam partai anggota Koalisi Merah Putih dengan internalnya, akan kecil kemungkinan bahwa ada partai yang mengalami perpecahan terkait kesepakatan untuk terus berada didalam Koalisi Merah Putih ini atau untuk kemudian menarik partai dan keluar dari koalisi. Sehingga meletusnya konflik bahkan hingga meluas sampai kedaerah tersebut tidak perlu terjadi apalagi dalam partai yang notabene adalah terhitung sebagai sebuah partai yang besar dan juga partai yang sudah lama berkiprah didunia perpolitikan di Indonesia. Konflik internal partai akan mengakibatkan menurunnya citra partai dimata khalayak yang bila diukur dampaknya yang lebih jauh bisa mengurangi suara partai bahkan hingga kedaerah, untuk itu seharusnya konflik internal partai diminimalisir, bisa dengan memperbaiki komunikasi politik dari internal partai.

2. Bila ada penelitian yang serupa dengan penelitian ini kedepannya, maka pemilihan informan utama dalam partai tidaklah harus ketua umum, melainkan bisa sekretaris umum yang juga mencatat seluruh keputusan dan langkah yang diambil oleh partai.

(18)

commit to user 18 Daftar Pustaka

Anung, Pramono. (2013). Mahalnya Demokrasi Memudarnya Ideologi. Jakarta: PT Gramedia.

Ardial. (2010). Komunikasi Politik. Jakarta: PT Indeks.

Budiarjo Meriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Cangara, Hafied. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dan, Nimmo. (2005). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Hamid Farid & Budianto Heri. (2011). Ilmu Komunikasi sekarang dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Kencana.

Moleong J Lexy. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2006). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Riswandi. (2009). Komunikasi Politik. Jakarta: Graha Ilmu.

Saiful, Muhtadi Asep. (2008). Komunikasi Politik Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sutopo, H.B. (2002). Metode Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Pawito. (2012). Pemilihan Umum Legislatif Indonesia 2009 dan Media Massa : Jalan Menuju Peningkatan Kualitas Demokrasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Rivers L. William. (2003). Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan Metode Self Organizing Maps (SOM) Untuk Pengelompokkan Zona Musim Kabupaten Ngawi dan Evaluasi Ketepatan Zona Musim dengan Metode General.. Regression Neural

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 22 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua serta melimpahkan taufiq-Nya dalam bentuk kesehatan, kekuatan dan ketabahan, sehingga

Puji Syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat, rahmat, kesehatan, akal budi serta bimbingan-Nya sehingga Landasan Teori dan Program (LTP) Projek Akhir

The managerial knowledge function has positive correlation with the satisfaction about lectures and parents’ occupation, but has a negative correlation with the intention to work

Data Alat dan Mesin di dalam ruangan - berisi data dari masing- masing Ruang (kelas, ruang guru, dst) menyangkut nama barang, merek, tipe, ukuran, bahan, nomor

Berdasarkan 8 artikel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi masih sangat rendah, hal ini dapat menyebabkan tekanan

Artinya di luar program pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOS Foundation selama ini, terdapat pelepasliaran tiga orangutan lintas provinsi pertama dari Nyaru Menteng di