• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

SINTASAN DAN PRODUKSI UDANG WINDU DI TAMBAK

PADA APLIKASI BAKTERI PROBIOTIK BERBEDA

Endang Susianingsih*, Nurbayadan Muharijadi Atmomarsono

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Daeng Sitakka 129, Maros, Sulsel 90512 *Penulis untuk korespondensi, E-mail: e_sisy@yahoo.com Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aplikasi bakteri probiotik berbeda terhadap sintasan dan produksi udang windu di tambak semi-intensif dengan padat penebaran tokolan 10 ekor/m2. Jenis bakteri probiotik yang diuji adalah A) Bakteri probiotik BM12 secara terus menerus sejak minggu ke dua hingga minggu ke 15; B) Pergiliran bakteri probiotik BM12 pada bulan I, BM31 bulan II, BM58 bulan III, dan BM12 bulan IV; dan (C) Pergiliran bakteri probiotik BT951 pada bulan I, MY1112 bulan II, BL542 bulan III, dan BT951 bulan IV. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian menggunakan 9 petak tambak 250 m2 di ITP Marana, Maros, yang masing-masing diaerasi dengan blower supercharge. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sintasan udang windu tertinggi dicapai pada perlakuan probiotik C (50,67%), diikuti perlakuan probiotik B (40,22%, namun satu ulangan mengalami kematian akibat serangan “White Spot Syndrome Virus”), dan probiotik A (38,95%). Sedangkan produksi udang windu tertinggi dicapai pada perlakuan B (320 kg/ha, namun satu petak mati semua), kemudian perlakuan C (269,7 kg/ha) dan A (190 kg/ha). Secara statistik ketiga perlakuan ini berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap sintasan dan produksi udang windu. Relatif rendahnya sintasan dan produksi udang windu pada penelitian ini terkait dengan adanya serangan WSSV yang belum mampu diatasi oleh bakteri probiotik yang diaplikasikan, karena seringnya hujan selama penelitian. Kata kunci: probiotik, produksi, sintasan, udang windu

Pengantar

Budidaya udang windu di Indonesia telah mengalami keterpurukan selama dua dekade. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya serangan penyakit, baik penyakit bakterial oleh Vibrio harveyi, maupun penyakit viral oleh “White Spot Syndrome Virus” (WSSV) yang mematikan.

Pencegahan penyakit udang windu melalui pengelolaan limbah budidaya udang menggunakan tandon dan biofilter, serta sistem resirkulasi air juga telah dirintis beberapa tahun lalu dan sampai sekarang masih terus dikembangkan untuk lebih menyempurnakan metode-metode yang telah ada (Atmomarsono et al., 1995; Chanratchakool et al., 1995 ; Muliani et al., 1998; Gunarto et al., 2004; Gunarto et al., 2006). Namun demikian hasilnya belum stabil, dan berbagai kasus penyakit udang di tambak masih sering terjadi. Oleh karena itu berbagai upaya penanggulangan penyakit pada budidaya udang masih terus dilakukan, satu di antaranya adalah penggunaan bakteri probiotik pada budidaya udang (Verschuere et al., 2000; Poernomo 2004).

Menurut Suwanto (1993) suatu jenis bakteri dapat dijadikan sebagai bakteri probiotik apabila bersifat non patogen, memiliki kemampuan menghambat dan membunuh bakteri patogen, menghambat komunikasi antar sel bakteri patogen sehingga tidak terjadi korum sensing penyebab timbulnya sifat patogen, dapat berfungsi sebagai bakteri pengurai dan penetralisir kualitas air, serta memungkinkan sebagai makanan di dalam perairan. Bakteri probiotik dapat berasal dari air dan sedimen laut (Tjahjadi et al., 1994; Haryanti et al., 2000; Muliani et al., 2003; Schulze et al., 2006), karang (Muliani et al., 2003; Radjasa et al., 2005), daun mangrove (Muliani et al., 2004), air tambak pemeliharaan udang (Vaseeharan dan Ramasamy, 2003; Vaseeharan et al., 2004; Lio-Po et al., 2005; Muliani et al., 2006, Vijayan et al., 2006), maupun dari makroalga (Atmomarsono et al., 2010).

Beberapa jenis bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik antara lain Bacillus sp, Brevibacillus sp, Pseudomonas sp, Pseudoalteromonas sp, Vibrio alginolyticus, dan Vibrio carcarie. Penggunaan bakteri-bakteri tersebut sebagai probiotik sudah sangat meluas di hampir semua kegiatan budidaya seperti pada budidaya udang windu (Meunpol et al., 2003; Vaseeharan et al., 2004; Lio-Po et al., 2005; Gunarto et al., 2006a, dan 2006b; Vijayan et al., 2006), udang

(2)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

vannamei (Nejad et al., 2006), budidaya artemia (Villamil et al., 2003), budidaya udang galah (Keysami et al., 2007).

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi bakteri probiotik berbeda terhadap sintasan dan produksi udang windu di tambak semi-intensif yang hanya menggunakan “blower super charge” sebagai sumber aerasinya.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan Marana, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros dengan menggunakan 9 petak tambak 250 m2 yang ditebari tokolan udang windu PL30 sebanyak 2.500 ind/petak dan diaerasi dengan “blower super charge”. Penelitian dilakukan pada musim kemarau (Maret hingga Juli 2011), namun masih sering hujan selama pemeliharaan berlangsung.

Tiga perlakuan jenis bakteri probiotik RICA (Research Institute for Coastal Aquaculture) yang diuji coba dalam penelitian ini adalah:

A = Isolat BM12 yang diaplikasikan secara terus menerus tiap minggu

B = Pergiliran isolat bakteri BM12 pada bulan I, BM31 (bulan II), BM58 (bulan III), dan BM12 (bulan IV)

C = Pergiliran isolat bakteri BT951 pada bulan I, MY1112 (bulan II), BL542 (III), dan BT951 (bulan IV).

Masing-masing perlakuan diaplikasikan pada tiga petak tambak 250 m2 dengan kedalaman air sekitar 80 cm dan padat penebaran tokolan udang windu 10 ind/m2. Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing tiga ulangan.

Pemberian bakteri probiotik dilakukan sekali per minggu setelah dikultur selama 4-5 hari sebanyak 10 ppm. Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan, jumlah bakteri probiotik menjadi sekitar 105 – 106 cfu/ml dalam air tambak. Kultur bakteri probiotik dilakukan dengan menggunakan campuran dedak halus 1000 g, tepung ikan 400 g, ragi roti (yeast) 100 g, dan molase 500 g yang dimasak dengan 20 l air tambak. Biakan murni bakteri probiotik dalam Nutrient Broth (sekitar 100-200 ml untuk 10-20 l media fermentasi) dicampurkan setelah campuran tersebut dimasak dan dingin kembali. Campuran ini diaerasi secara terus menerus selama 4-5 hari dengan menggunakan aerator AC/DC.

Air tambak diaerasi dengan blower super charge selama pemeliharaan (16 minggu). Aerasi hanya diistirahatkan sekitar satu jam pada siang hari agar kinerja blower tetap terjaga kemampuannya. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 50% dari total biomasa/hari pada awal pemeliharaan dan menurun hingga 2% pada minggu terakhir pemeliharaan.

Kandungan bahan organik total dalam air tambak sebagai parameter kunci berfungsinya bakteri probiotik yang diaplikasikan, diukur tiap dua minggu secara titrimetrik. Kemudian data kandungan bahan organik total disajikan dalam bentuk tabel. Alkalinitas total air tambak juga dipantau tiap dua minggu untuk melihat kondisi rawannya, mengingat masih seringnya hujan pada saat penelitian ini berlangsung. Pertumbuhan dan kondisi kesehatan udang windu dipantau selama penelitian. Sintasan dan produksi udang windu pada umur 112 hari dianalisis statistik untuk mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan dan disajikan dalam bentuk tabel.

Hasil dan Pembahasan Hasil

Secara keseluruhan kandungan bahan organik total (BOT) dalam air tambak penelitian aplikasi bakteri probiotik ini cenderung mengalami peningkatan seiring dengan waktu pemeliharaan (Tabel 1). Pada awal penelitian, kandungan bahan organik total berkisar 4,39-11,91 mg/l. Kandungan BOT ini mulai meningkat pada dua minggu pertama, yaitu menjadi 22,70-23,91 mg/l dan cukup stabil hingga minggu ke enam pemeliharaan, yaitu berkisar 14,33-22,44 mg/l. Namun memasuki minggu ke delapan, kandungan bahan organik total meningkat tajam antara 48,99-58,18 mg/l. Kandungan BOT mengalami sedikit penurunan pada minggu ke 10, yaitu 26,48-40,61 mg/l, namun meningkat kembali antara 36,91-55,11 mg/l pada minggu ke 12, kemudian sedikit menurun kembali pada minggu ke 14 dan 16 setelah penebaran tokolan udang windu.

Nampaknya kemampuan bakteri probiotik dalam menguraikan bahan organik yang ada dalam air tambak agak sedikit terganggu dengan adanya goncangan alkalinitas total air tambak yang seringkali menurun hingga di bawah 80 mg CaCO3 equivalent/l akibat masih seringnya hujan

(3)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

dapat berpengaruh pada kinerja bakteri probiotik yang biasanya lebih aktif pada pH air agak basa (7,2-8,5).

Tabel 1. Kisaran kandungan bahan organik total air tambak (mg/l) pada setiap sampling dua mingguan pada aplikasi bakteri probiotik berbeda di instalasi tambak percobaan Marana, Maros.

Minggu ke Probiotik A Probiotik B Probiotik C 0 4,39-11,91 9,22-9,76 9,49-10,30 2 23,00-23,91 22,70-23,31 23,00-23,61 4 22,87-23,52 14,49-23,52 19,00-24,16 6 14,33-17,33 16,13-20,33 17,33-22,44 8 49,60-58,18 48,99-52,66 48,99-49,60 10 26,48-40,07 38,98-40,61 37,35-40,07 12 46,01-53,90 36,91-53,29 45,40-55,11 14 39,07-40,72 36,87-40,17 30,27-40,17 16 22,03-39,07 26,42-40,17 23,12-40,17

Rata-rata sintasan udang windu pada perlakuan probiotik A adalah yang terendah, yaitu 38,95%, diikuti oleh perlakuan probiotik B, yaitu 40,22% (dengan mengeliminir sintasan pada B1 yang mati semua karena serangan penyakit bintik putih oleh WSSV) (Tabel 2). Sedangkan rata-rata sintasan udang windu tertinggi dicapai pada perlakuan probiotik C, yaitu 50,67%. Namun demikian rata-rata produksi udang windu tertinggi dicapai pada perlakuan probiotik B, yaitu 320 kg/ha/16 mg (dari 2 petak tambak). Selanjutnya diikuti rata-rata produksi udang windu pada perlakuan probiotik C, yaitu 269,7 kg/ha/16 mg. Sedangkan rata-rata produksi udang terendah dicapai pada perlakuan probiotik A, yaitu 190 kg/ha/16 mg.

Tabel 2. Sintasan dan produksi udang windu pada aplikasi bakteri probiotik berbeda di instalasi tambak percobaan Marana, Maros selama 16 minggu percobaan*.

Perlakuan Ulangan Jumlah (ind) Sintasan (%) Produksi (kg/ha) A 1 1.170 46,80 206,0 2 573 22,92 104,0 3 1.178 47,12 260,0 Rata-rata 38,95 190,0 B 1** 0 0,00 0,0 2 875 35,00 196,0 3 1.136 45,44 444,0 Rata-rata 40,22 320,0 C 1 1.230 49,20 250,0 2 1.307 52,28 303,2 3 1.263 50,52 256,0 Rata-rata 50,67 269,7 Keterangan:

A = Isolat BM12 secara terus menerus diberikan setiap minggu

B = Pergiliran probiotik BM12 (bulan I), BM31 (II), BM58 (III), BM12 (IV) C = Pergiliran probiotik BT951 (bulan I), MY1112 (II), BL542 (III), BT951 (IV) *) Padat penebaran 10 ind/m2, dengan blower super charge

**) Tidak masuk dalam perhitungan sintasan dan produksi udang windu rata-rata perlakuan.

Pembahasan

Kematian udang windu secara massal pada petak tambak B1 yang disebabkan oleh adanya serangan “white spot syndrome virus” (WSSV) diawali pada minggu ke delapan, di mana didapatkan udang yang mulai berenang ke tepian tambak secara “malas” (tidak aktif) dan memiliki tanda-tanda bintik putih pada bagian karapaksnya. Hasil pengujian dengan “Polymerase Chain Reaction” (PCR) dan elektroforesis, menunjukkan hasil bahwa udang positif terinfeksi WSSV. Hal ini diduga ada kaitannya dengan kandungan bahan organik total dalam air tambak yang meningkat tajam hingga di atas 50 mg/l disertai dengan adanya penurunan nilai alkalinitas total hingga di bawah 60 mg/l pada petak B1 akibat hujan lebat.

Madeali et al. (2009) melaporkan, bahwa kandungan bahan organik total yang melebihi 20 mg/l selain dapat memicu perkembangbiakan bakteri Vibrio spp juga memungkinkan virus

(4)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

(terutama WSSV) untuk menyerang udang yang lemah akibat berbagai stressor. Selain itu, Atmomarsono (2004) juga melaporkan, bahwa nilai alkalinitas total air tambak sebaiknya tidak boleh di bawah 80 mg CaCO3 equivalent/l, karena dapat menyebabkan terjadinya goncangan pH

air. Atmomarsono dan Rachmansyah (2011) juga menyarankan agar alkalinitas total air tambak udang pada musim penghujan sebaiknya tidak boleh lebih rendah dari 80 mg CaCO3 equivalent/l.

Dalam hal ini penurunan nilai alkalinitas total air tambak petak B1 telah menyebabkan menurunnya pH air, sehingga bakteri probiotik yang diaplikasikan tidak mampu bekerja maksimal dalam penguraian bahan organik total. Pada umumnya bakteri pengurai bahan organik lebih aktif bekerja pada kondisi pH sedikit alkalis (7,2-8,5). Oleh karena itu agar bakteri probiotik yang diaplikasikan dapat lebih efektif sebaiknya alkalinitas air perlu ditingkatkan terlebih dahulu.

Apabila dilihat dari jenis bakteri probiotik yang diaplikasikan pada petak B1, maka pada umur udang 8 minggu, peranan bakteri BM12 (Bacillus subtilis) sebagai pengurai bahan organik yang paling efektif pada perlakuan ini telah digantikan oleh bakteri BM31 (Bacillus sp). Sedangkan sebagian bahan organik yang telah terurai menjadi amoniak, juga memerlukan ketersediaan bakteri pengurai amoniak yang cukup. Dalam hal ini pergiliran bakteri probiotik berikutnya adalah BM58 (Bacillus licheniformis) yang memiliki kemampuan mengurai amoniak menjadi nitrit dan nitrat. Bakteri ini baru akan diaplikasikan setelah minggu ke sembilan pemeliharaan. Tampangallo et al. (2010) melaporkan, bahwa bakteri BM58 ini selain mampu mengurai amoniak, juga memiliki kemampuan mengurai amylum, khitin, selulosa, maupun protein. Dengan demikian, timbulnya serangan WSSV pada udang windu di petak tambak B1 dipicu oleh menurunnya alkalinitas total air tambak yang menyebabkan kerja bakteri probiotik menjadi kurang efektif.

Peningkatan kandungan bahan organik air tambak yang tidak dibarengi dengan penurunan total alkalinitasnya seperti pada petak tambak B2 dan B3, ternyata menghasilkan rata-rata sintasan dan produksi udang windu yang lebih baik dari pada perlakuan probiotik A yang menggunakan bakteri BM12 (Bacillus subtilis) secara terus menerus. Rata-rata produksi udang windu pada perlakuan probiotik B bahkan relatif lebih baik dari pada perlakuan probiotik C, walaupun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) antar ketiga perlakuan yang dicobakan.

Rata-rata sintasan udang windu tertinggi dicapai pada perlakuan probiotik C (50,67%). Hasil yang relatif merata pada perlakuan probiotik C ini menunjukkan, bahwa telah terjadi keseimbangan lingkungan dalam air tambak terkait. Hal ini dimungkinkan karena pada perlakuan probiotik C merupakan perpaduan pergiliran bakteri probiotik asal tambak (BT951), kemudian bakteri probiotik asal mangrove (MY1112), dan bakteri asal laut (BL542) yang bersinergi satu dengan yang lainnya. Menurut Muliani et al. (2006) bakteri BT951 merupakan bakteri asal tambak yang memiliki kemampuan mengurai bahan organik juga mampu menekan perkembang biakan bakteri patogen oprtunistik Vibrio harveyi. Berdasarkan analisis gen 16S-rRNA, bakteri BT951 tergolong ke dalam Brevibacillus laterosporus dengan indeks kedekatan 97,7%. Muliani et al. (2004) juga melaporkan, bahwa bakteri MY1112 merupakan bakteri asal mangrove yang memiliki kemampuan mengurai bahan organik, juga mampu meningkatkan pertumbuhan udang windu. Dari hasil analisis gen 16S-rRNA, bakteri ini termasuk dalam kelompok Serratia marcescens.

Secara keseluruhan, penggunaan bakteri probiotik secara pergiliran baik pada perlakuan B (pergiliran tiga jenis bakteri asal makroalga) maupun pada perlakuan C (pergiliran tiga jenis bakteri dari tiga sumber berbeda) menghasilkan rata-rata sintasan dan produksi udang windu lebih baik dari pada perlakuan satu jenis bakteri saja pada perlakuan A yang menggunakan bakteri probiotik asal makroalga, yaitu BM12 (Bacillus subtilis).

Kesimpulan dan Saran

Penggunaan pergiliran bakteri probiotik relatif lebih baik dari pada penggunaan bakteri tunggal. Perpaduan tiga jenis bakteri asal sumber berbeda dapat memperbaiki lingkungan perairan tambak. Penggunaan jenis bakteri probiotik sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Agar probiotik lebih efektif bekerja, alkalinitas air tambak harus ditingkatkan terlebih dahulu.

(5)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

Daftar Pustaka

Atmomarsono, M., Muliani & B.R. Tampangallo. 2010. Aplikasi bakteri probiotik untuk peningkatan sintasan an produksi udang windu di tambak. P: 269-278. Dalam Sudradjat, A. et al. (Eds). Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya.

Atmomarsono, M., Muliani & S. Ismawati. 1995. Prospek penggunaan tandon pada budidaya udang windu. Makalah disajikan pada “Ekspose Hasil Penelitian Di Instalasi Pengkajian Teknologi Pertanian Wonocolo” Surabaya.

Atmomarsono, M. & Rachmansyah. 2011. Pencegahan penyakit pada budidaya udang windu di tambak melalui aplikasi bakteri probiotik RICA. P:585-593. Dalam Sudradjat, A. et al.(Eds). Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. Jilid 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya.

Chanratchakool, P., J.F. Turnbull, S.F. Smith & C. Limsuwan. 1995. Health management in shrimp ponds. 2nd Edition. Aquatic Animal Health Research Institute. Departement of Fisheries. Kasetsart University Campus. Bangkok. 111 pp.

Gunarto, Muslimin & Muliani. 2004. Kualitas air (NO3-N, PO4-P, NH4-N, BOT) dan total Vibrio sp

dalam budidaya udang windu system resirkulasi. hal: 156-164. Dalam Iriant, A., Sukardi, P., Budhi, T. P., Sukanto, Rokhmani, Santoso, S. (eds.), Prosiding Pengendalian Penyakit pada Ikan dan Udang Berbasis Imunisasi dan Biosecurity. Seminar Nasional penyakit Ikan dan Udang IV. Poerwokerto, 18-19 Mei 2004. Indonesia.

Gunarto, Tangko, A.M., B.R. Tampangallo & Muliani. 2006. Budidaya udang windu (Penaeus monodon) di tambak dengan penambahan probiotik. Jurnal Riset Akuakultur. 1:303-313.

Haryanti, K. Sugama, S. Tsamura & T. Nishijima. 2000. Vibriostatic bacterium isolated from seawater: Potentiality as probiotic agent in the rearing of Penaeus monodon larvae. Indonesian Fisheries Research Journal. 6:26-32.

Keysami, M. A., C.R. Saad, K. Sijam, H.M. Daud & A.R. Alimon. 2007. Effect of Bacillus subtilis on growth development and survival of larvae Macrobrachium rosenbergii (de Man). Aquaculture Nutrition. 13:131-136

Lio-Po, G.D., E.M. Leoano, M.M.D. Penaranda, A.U. Villa-Franco, C.D. Sombito & N.G. Guanson. 2005. Anti-luminous Vibrio factors associated with the ‘green water’ grow-out culture of the tiger shrimp Penaeus monodon. Aquaculture, 250:1-7.

Madeali, M.I., M. Atmomarsono, Muliani, & A. Tompo. 2009. Pengaruh konsentrasi bahan organik total (BOT) terhadap patogenesitas bakteri Vibrio alginolyticus pada udang windu. P:1- 6. Dalam Djumanto, Dwiyitno, Chasanah, E., Heruwati, E.S., Irianto, H.E., Saksono, H., Yusuf, I.B.L., Basmal,J., Murniyati, Murwantoko, Probosunu, N., Rosmawaty, P., Rustadi & Ustadi (Eds). Prosiding Seminar Nasional Tahunan VI. Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2009. Jilid II Bioteknologi Perikanan, UGM. Yogyakarta.

Meunpol, O., Lopinyosiri, K.& Menasveta, P. 2003. The effects of ozone and probiotics on the survival of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture 220: 437-448.

Muliani, Atmomarsono M. & Madeali M.I. 1998. Pengaruh penggunaan kekerangan sebagai biofilter terhadap kelimpahan dan komposisi jenis bakteri pada budidaya udang windu (Penaeus monodon) dengan sistem resirkulasi air. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 3:54-61.

(6)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

Muliani, A. Suwanto & Y. Hala. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asala laut Sulawesi untuk

biokontrol penyakit vibriosis pada larva udang windu (Penaeus monodon Fab.). Hayati 10 :6-11.

Muliani, Nurbaya, A.M. Tompo & M. Atmomarsono. 2004. Eksplorasi Bakteri filosfer dari tanaman mangrove sebagai Bakteri Probiotik Pada Budidaya Udang Windu Penaeus monodon, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 2:47-57.

Muliani, Nurbaya & M. Atmomarsono. 2006. Penapisan bakteri yang diisolasi dari tambak udang sebagai kandidat probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon. Jurnal Riset Akuakultur 1:73-85.

Nejad, S.Z., M.H. Resaei, G.A. Takami, D.L. Lovett, A.R. Mirvaghefi & M. Shakouri. 2006. The effect of Bacillus spp. Bacteria used as probiotics on digestive enzyme activity, survival and growth in the Indian white shrim Fenneropenaeus indicus. Aquculture 252:516-524.

Poernomo, A. 2004. Technology of probiotics to solve the problems in shrimp pond culture and the culture environment. Paper presented in the National Symposium on Development and Scientific & Technology Innovation in Aquaculture. Semarang, January 27-29, 2004. 24 pp.

Radjasa, O.K., T. Martens, H.P. Grassart, A. Sabdono, M. Simon & T. Bachtiar. 2005. Antibacterial property of a coral-associated bacterium Pseudoalteromonas luteoviolcea against shrimp pathogenic Vibrio harveyi (In vitro study). Hayati 12: 71-81

Schulze, A.D., A.O. Alabi, A.R. Tattersal-Sheldrake & K.M. Miller. 2006. Bacterial diversity in a marine hatchery: Balance between pathogenic and potentially probiotic bacterial strains. Aquaculture, 256:50-73.

Suwanto, A. 1993. Teknik Percobaan dalam Genetika Molekuler. Kursus singkat biologi molekuler IPB, Bogor. 19 – 31 Juli 1993.

Tampangallo, B.R., Nurbaya, Muliani & M. Atmomarsono. 2010. Penapisan bakteri yang diisolasi dari makroalga sebagai kandidat aktivator dalam pembuatan pupuk organik untuk budidaya perikanan. Laporan Teknis Penelitian Diknas 2010. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. 20 hal.

Tjahjadi, M. R., S.L. Angka & A. Suwanto. 1994. Isolation and evaluation of marine bacteria for biocontrol of luminous bacterial diseases in tiger shrimp larvae (Penaeus monodon Fab.). Aspac. J. Mol. Biol. Biotechnol. 2 : 347 – 352.

Vaseeharan, B., J. Lin & P. Ramasamy. 2004. Effect of probiotics, antibiotic sensitivity, pathogenicity, and plasmid profiles of Listonella anguillarum-like bacteria isolated from Penaeus monodon culture system. Aquaculture 241:77-91.

Vaseeharan, B. & P. Ramasamy. 2003. Control of pathogenic Vibrio spp. By Bacillus subtilis BT23, a possible probiotik treatment for black tiger shrimp Penaeus monodon. Lett. Appl. Microbiol, 37:443-447.36:83-87.

Verschuere, L., G. Rombaut, P. Sogeloos & W. Verstraete. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Mic. Mol Biol Rev. 64(4):655-671.

Vijayan, K.K., I.S.B. Singh, N.S. Jayaprakash, S.V. Alavandi, S.S. Pai, R. Preeta, J.J.S. Rajan & T.C. Santiago. 2006. A brackishwater isolate of Pseudomonas PS-102, a potential antagonistic bacterium against pathogenic vibrios in penaeid and non-penaeid rearing systems. Aquaculture 251:192-200.

Villamil , I., A. Firgueras, M. Planas & B. Novon. 2003. Control of Vibrio alginolyticus in artemia culture by treatment with bacterial probiotics. Aquaculture 219:43-56.

(7)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan

,

14 Juli 2012

Tanya Jawab

Penanya : Nurhidayah

Pertanyaan : Penelitian ini arahnya ke tambak, apakah sudah diaplikasikan ke tambak dalam bentuk permanen?

Jawaban : Iya, sudah aplikasi ke tambak dalam bentuk fermentasi karena diharapkan bakteri probiotiknya berkembang jumlahnya.

Referensi

Dokumen terkait

UD Wana Lestari mengekspor produk moulding (kayu olahan) Penjualan ekspor tersebut dilengkapi dengan dokumen angkutan yang sah berupa PEB (Pemberitahuan Ekspor

Pada penelitian ini akan dilihat sejauhmana pengaruh pH larutan buffer pada proses ultrafiltrasi larutan Bovine Serum Albumin (BSA) dan larutan asam humat (HA) sebagai model

Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Katingan untuk periode 1 (satu)

Alat Pembuka Tutup Kotak Sampah Otomatis dan Pendeteksi Volume Sampah adalah sebuah kotak sampah pintar yang mampu membuka dan menutup penutup kotak sampah secara

(3) Ruang Lingkup Peraturan Menteri ini adalah semua Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum Yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan

Dapat ditarik kesimpulan, pengalaman ketiga subjek dalam melakukan kontemplasi adalah memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan dan dalam kehidupannya terpancar kehidupan

Model matematika yang terbentuk dapat digunakan dalam perancangan reaktor kolom tunggal untuk proses dekafeinasi, memprediksi waktu dan laju proses dekafeinasi biji

Pada penelitian yang dilakukan di habitat bagian selatan dan utara Autralia menunjukkan bahwa dalam lambung atau mulut penyu hijau ditemukan banyak daun muda dibandingkan