• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedua praktik ajaran ini merupakan esensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kedua praktik ajaran ini merupakan esensi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

dan Kebijaksanaan

K

edua praktik ajaran ini merupakan esensi dari semua ajaran yang diberikan oleh Sang Buddha dalam berbagai kesempatan yang kemudian ditulis menjadi berbagai sutra (bila berbagai sutra disarikan maka akan didapatkan kesimpulan menjadi dua hal yaitu anjuran Sang Buddha yang berisi pengumpulan kebajikan dan pengumpulan kebijaksanaan).

PUNYA = Kebajikan (ungkapan Sansekerta)

Mengapa kita membutuhkan kebajikan? Sang Buddha dan Para Guru menyatakan bahwa hanya dengan kebajikan akan ada kebahagiaan. Tetapi kita tidak dianjurkan untuk melakukan pengumpulan kebajikan dengan tujuan-tujuan yang sementara, yaitu mengumpulkan kebajikan dengan tujuan untuk diri sendiri (dalam ajaran Guru Jey Tsongkhapa ini dikatakan sebagai motivasi tingkat yang paling rendah atau inferior).

Punya Sambhara merupakan salah satu dari Praktik Mahayana, yaitu praktik jalan menuju menjadi seorang Buddha yang sempurna. Di dalam Mahayana dikenal ada lima jalan untuk menjadi seorang Buddha yang sempurna, dua di antaranya yaitu:

1. JALAN PERSIAPAN (SAMBHARA MARGA)

(2)

Kebuddhaan yang sempurna.Kalau tidak melewati jalan ini bisa mencapai Sottapanna, Shravaka dan Pratyeka Buddha tetapi tidak akan menjadi Samyaksambuddha.

2. PRAYOGA MARGA

Mulai melakukan kegiatan-kegiatan yang persis sama dengan yang dianjurkan di dalam Ajaran Mahayana (tidak mengurangi praktik Mahayana dan tidak menambahkan praktik yang lain), diinjak oleh mereka yang sudah memiliki bodhicitta aspirasi (sementara) dan hakiki (dengan sungguh-sungguh telah mengikrarkan sumpah Bodhisattva dan menjalani hidup sebagai seorang Bodhisattva).

Jalan ini pula yang dilalui oleh Sang Buddha sehingga menjadi seorang Samyaksambuddha, jalan ini juga yang sudah dilalui oleh Arya Avalokiteshvara, Arya Manjushri, Arya Vajrapani, dan semua para Arya baik di India maupun di Tibet serta di tempat-tempat lain di mana para Arya tersebut menghendaki jalan menuju tingkat Kebuddhaan yang sempurna (Samyaksambuddha).

Pengumpulan kebajikan yang dimaksud adalah menurut tata cara Mahayana yaitu melakukan kebajikan demi kebahagiaan semua makhluk, bukan demi diri sendiri. Dengan demikian kita membebaskan diri dari kemungkinan terjerumus lagi setelah memiliki berbagai keunggulan fisik dan mental.

Semua kebajikan yang dilakukan oleh siapa pun dengan motivasi demi untuk kebajikan sendiri, agar terlahir di alam surga, menjadi orang kaya, berkedudukan, sehat, maka karmanya akan habis jika buahnya sudah dipetik (hanya ada satu musim panen sehingga untuk panen lagi harus menanam lagi). Tetapi jika dikembangkan menurut jalan Mahayana maka kebajikan yang ditanam tidak akan pernah habis dan akan terus berbuah (menyamai pohon Cintamani–pohon yang hidup di alam para dewa yang tidak pernah surut dari buahnya di mana begitu kita petik maka akan segera berbuah lagi–sama seperti panen yang tanpa membajak).

Oleh karena kita berada di dalam samsara maka kita harus mengarahkan kesadaran kita sesuai dengan anjuran para Arya supaya setelah menjadi manusia tidak jatuh ke tempat lain yang lebih rendah.

(3)

Sang Buddha mengatakan bahwa kehidupan samsara terdiri dari tiga lapisan atau dhatu:

1. Kamadhatu – diliputi oleh nafsu-nafsu indriawi Makhluk-makhluk yang berada di dhatu ini adalah: - Manusia

- Binatang

Binatang juga mengalami masa seperti manusia (keemasan, perak, tembaga, besi), di mana semakin hari juga semakin menderita.

- Ashura

Alam ini penuh dengan peperangan, kualitas karmanya mendekati manusia dan binatang, bahkan mendekati para dewa. Dalam beberapa upadesha Tantra dikatakan bahwa ashura berdiam di bawah laut, terutama di bawah Gunung Himalaya atau Mahameru. Ashura memiliki kehebatan dan keajaiban-keajaiban yang menyerupai para dewa.

Ada 3 golongan ashura: Suryaprabha, Chandraprabha, Tanpamega. Mereka sering melejit ke 3 alam dewa yang pertama (Caturmaharajakayika deva, Alam Tiga Puluh Tiga dewa dan Alam Tushita), menimbulkan huru-hara dan peperangan dengan para dewa. Sebabnya adalah pohon kalpavreksa (pohon pengabul harapan) akarnya tumbuh di alam ashura tetapi buah dan dahannya muncul di alam dewa. Para dewa juga sering datang ke alam ashura dan mengambil anak gadis atau wanita ashura yang terkenal sangat cantik bahkan hampir lebih cantik dari para dewa yang rendah untuk menjadi istrinya.

- Preta

Seperti manusia (memiliki istri dan anak) tetapi karena disebabkan oleh kurangnya kebajikan sehingga menyebabkannya memiliki kesulitan yang serius untuk mendapatkan makanan dan minuman.

Di dalam ajaran Mahayana kita dianjurkan untuk melakukan pelimpahan jasa pada makhluk ashura, preta dan

(4)

makhluk-makhluk yang rendah karena bila dilakukan oleh kerabatnya akan dapat diterima meskipun hanya sedikit.

- Neraka

Alam yang paling menakutkan dan mengerikan sehingga semua agama menganjurkan umatnya untuk menghindari terperangkap ke dalam alam neraka.

Menurut Buddhis, ada delapan alam neraka yang utama, kehidupannya jauh lebih lama daripada alam manusia. Yang menyebabkan terlahir di neraka adalah faktor mental yang diliputi oleh kebencian di mana akan segera disusul oleh kejahatan ucapan, perbuatan dan pikiran.

Supaya tidak terlahir di neraka maka kita harus melaksanakan Pancasila dengan benar. Neraka tidak hanya dalam bentuk kobaran api tetapi bermacam-macam yang tercipta karena kekuatan karma buruk atau sesuai dengan perbuatan kita (misalnya bila banyak membunuh ayam maka neraka akan dipenuhi oleh ayam yang akan menyerang).

Pelimpahan jasa juga dapat diterima oleh anggota keluarga yang terlahir di alam neraka.

Jey Tsongkhapa mengatakan bahwa bila kita meninggal maka kita akan meninggalkan segala-galanya (anak, suami atau istri, harta, dan sebagainya) dan yang menyertai kita hanyalah karma kita yang mengikuti kita seperti bayangan yang mengikuti ke mana pun tubuh ini pergi, sehingga kita harus berhati-hati terhadap ketidakbajikan sekecil apa pun.

Banyak ketidakbajikan yang dilakukan karena adanya anggapan aku di dalam diri. Kita memiliki berbagai kehendak & harapan sehingga melakukan berbagai kegiatan yang terdiri dari dua macam yaitu baik dan buruk. Karena diliputi oleh kecenderungan mental yang negatif (lobha, dosa dan moha) maka kita melakukan perbuatan yang keliru tetapi tidak disadari.

Dari alam-alam yang di bawah manusia, kita selalu berdoa kepada Bumi Kebajikan dan Objek Perlindungan (Guru, Buddha, Dharma dan Sangha): Lindungilah saya agar tidak jatuh ke dalam

(5)

ketiga bentuk kehidupan di alam yang rendah (binatang, preta dan neraka) karena ketiga alam ini sungguh menakutkan baik dalam bentuk karakter hidupnya maupun kesempatan untuk kembali ke tempat yang lebih tinggi. (misalnya jika terlahir menjadi binatang, akal menjadi terbatas, kemampuan utk melakukan kebajikan menjadi tertutup kecuali pada hal-hal yang kecil karena tidak semua hal yang baik dapat dilakukan oleh seekor binatang tetapi lebih banyak hal-hal yang negatif yang dilakukan oleh binatang). Ini berarti tertutup kemungkinan bagi makhluk yang menjadi binatang untuk mengumpulkan kebajikan demi kelahirannya kembali yang lebih baik secara leluasa.

Oleh karena itu menjadi manusia dikatakan memiliki kesempatan yang sangat emas karena kita dapat melakukan apa pun yang kita inginkan karena kita memiliki kebebasan.

Manusia berada di antara alam yang rendah dan yang tinggi. Di dalam upadesha dan sastra Tantra dikatakan bahwa manusia mendiami empat daratan yang ada di dalam Mandala (Purvavideha, Jambudvipa, Aparagodania, Utarakuru).

Lahir sebagai manusia, kita seolah-olah mengenakan busana, antara kita yang sesungguhnya dengan tubuh ini digambarkan sebagai burung dan sangkarnya. Burung terpisah dari sangkar, burung dapat berpindah dalam bentuk sangkar yang bagus, sedang ataupun jelek, tetapi burung bukanlah sangkar dan sangkar bukanlah burung. Manusia bukanlah manusia selama-lamanya karena bisa berasal dari tempat yang lain dan bisa jadi akan menuju ke tempat yang lain.

Manusia adalah semua mahkluk yang mengenakan tubuh atau memiliki tubuh fisik seperti kita, tidak pandang bulu apakah dia cakep, jelek, pria, wanita, waria; dilahirkan di Eropa, Asia, Afrika; berkulit terang, gelap, dan sebagainya.

2. Rupadhatu

- Alam Dewa Caturmaharajakayika (Empat Dewa)

Alam dewa yang paling dekat di atas alam manusia. Alam dewa ini berada di keempat penjuru (Timur, Selatan, Barat dan

(6)

Utara), salah satu yang banyak disembah oleh manusia adalah Dewa Vaishravana yang menguasai harta benda yang luar biasa banyaknya sehingga Alam Dewa Vaishravana penuh dengan segala emas permata dan hal-hal yang indah yg dikenakan oleh manusia. Salah satu dewa yang berasal dari sana adalah Dewa Kuwera yang disembah secara luas oleh umat Hindu dan Buddha.

Sang Buddha telah meminta keempat dewa ini untuk menjadi pelindung Dharma, melindungi orang-orang yang mempraktikkan Dharma. Di pintu vihara biasanya diukirkan gambar-gambar dari empat dewa tersebut untuk menjaga vihara tersebut. Keempat dewa tersebut telah mengikat ikrar untuk melindungi Dharma Sang Buddha dan kita dibenarkan untuk berbaik hati misalnya dengan memberi makan, minum atau persembahan dupa; agar kita tidak kekurangan nasib baik, tidak mengalami kemalangan, tidak kesulitan mencari materi, dihindarkan dari gangguan makhluk-makhluk jahat; kita dibenarkan untuk meminta pertolongan dari para dewa di keempat penjuru tsb.

- Alam 33 Dewa

Di atas Alam Dewa Caturmaharajakayika adalah Alam Tiga Puluh Tiga Dewa yang berada di pegunungan Himalaya dan dipimpin oleh seorang Dewa yang bernama Sattakratu (Dewa Indra). Dewa Indra memiliki staff yg terdiri dari 33 dewa yang mengatur segala kegiatan dan ketertiban Alam Dewa Indra. Ketika kita melakukan Mandala Offering dalam bentuk setting Mandala seperti dalam Puja Arya Jambhala yang lalu, di puncak Mandala (melambangkan Gunung Sumeru atau Mahameru yang dikelilingi oleh keempat daratan dan berada di tengah-tengah samudra susu) kita selalu menempatkan istana Dewa Indra.

Terlahir di alam ini juga disebabkan karena kebajikan. Orang yang sangat baik (penuh dengan kebajikan, berjiwa sosial,

(7)

penuh dengan pengendalian diri, sama sekali tidak pernah melakukan ketidakbajikan) yang kebajikannya sama dengan Dewa Indra akan menjadi raja di alam ini di kemudian hari. Alam ini sering didatangi oleh ashura karena mencari anak gadisnya atau menuntut buah dari buah Kalpavreksa atau mencari air amrtha sehingga alam ini sering dilanda peperangan. Demikian juga Alam Dewa Caturmaharajakayika. - Alam Dewa Yama

Di atas Alam 33 Dewa terdapat alam Yama, disebut Yama karena di sini sudah tidak ada peperangan lagi, tidak didatangi ashura, karena anak gadisnya tidak diambil oleh dewa-dewa di alam Yama. Makhluk-makhluk yang datang pada waktu orang akan meninggal adalah dewa-dewa yang berasal dari alam ini (disebut pesuruh Dewa Yama).

- Surga Tushita (Surga Kebahagiaan)

Merupakan salah satu alam surga di mana berdiam para Guru yang ingin mengiringi Arya Maitreya turun ke dunia ketika memulai mengajarkan Dharma nanti. Sang Buddha Sakyamuni sebelum menjadi Samyaksambuddha juga bersemayam (menjadi salah satu Bodhisattva) di Surga Tushita. Lama Serlingpa dan semua Guru-guru penerusnya yaitu Guru Athisa, Guru Jey Tsongkhapa, Lama Dromstonpa, sekarang juga berada di sana berkumpul bersama-sama dengan Arya Maitreya menyempurnakan pengumpulan kebajikan yang lebih luas lagi dan melakukan pertolongan bagi makhluk-makhluk samsara yg lain. Oleh karena itu bila para penganut tradisi Gelugpa (ajaran Guru Jey Tsongkhapa) melakukan meditasi kepada Jey Tsongkhapa, mereka selalu melihat dalam meditasinya Jey Tsongkhapa keluar dari Surga Tushita didampingi dua orang muridnya yaitu Kheydrup Jey dan Gyelsap Jey, datang ke hadapan mereka dan memberikan pemberkatan. Para penganut Gelugpa rata-rata banyak yang

(8)

menginginkan lahir di Surga Tushita agar bisa bersama-sama dengan para Guru menjadi makhluk yang menolong di alam samsara juga mengiringi Arya Maitreya turun ke dunia nanti. Alam hidup di sini berlangsung sangat lama, hampir tak terbayangkan karena satu hari di alam Surga Tushita ini sama dengan 400 tahun manusia. Kalau Guru Atisha meninggal pada tahun 1050 dan mengambil kelahiran di Surga Tushita, maka di sana baru berlangsung kurang dari 2,5 hari sedangkan di Srivijaya tempat Guru Atisha belajar sudah tidak diketahui lagi jejak vihara dan tempat-tempat yang pernah didatanginya. Kesimpulan:

1. Manusia berada di tengah-tengah makhluk yang rendah dan makhluk yang tinggi. Manusia berada di Kamadhatu, yaitu alam yang diliputi oleh keinginan-keinginan kebahagiaan. Seorang pria menginginkan kebahagiaan dari seorang wanita dan sebaliknya, anak menginginkan kebahagiaan dari orang tuanya dan sebaliknya, dan seterusnya. Semua makhluk yang lahir di sini ingin mendapat kebahagiaan dari kelima pancaindranya (senang dengan suara, warna, rasa, perasaan, dan pikiran – itulah yang disebut Alam Keinginan).

2. Di atas Alam Keinginan terdapat Alam Rupadhatu, di mana berdiam para dewa yang lebih tinggi, yang lebih sulit untuk dicapai, yang hanya dapat dicapai dengan praktik-praktik meditasi. Berbeda dengan alam-alam dewa sebelumnya dan alam-alam rendah yang dapat secara otomatis dicapai dengan kegitan fisik, ucapan dan pikiran maka alam ini agak lebih sulit karena harus melalui pengalaman meditasi.

3. Di atasnya ada Alam Para Dewa yang jauh lebih sulit lagi pencapaiannya, bukan hanya meditasi konsentrasi saja tetapi juga harus sampai pada tingkat meditasi sunyata.

Ini semuanya adalah samsara, semuanya terbuka pintunya bagi siapa saja untuk lahir di sana.

(9)

♣ Pengumpulan Kebajikan

Praktik-praktik pengumpulan kebajikan biasa yaitu memasak untuk keluarga; baik kepada istri, suami, mertua, anak-anak, teman-teman; menyumbang ke sana-sini; kita menjalani berbagai sikap yang baik, sopan-santun, pengendalian diri dan sebagainya.

Bila itu tidak didasarkan pada motivasi Mahayana, bukan demi tercapainya Kebuddhaan yang sempurna bagi kebahagiaan semua makhluk, maka ia menjadi pohon yang hanya berbuah satu musim saja. Begitu sudah dipetik ia tidak akan berbuah lagi. Begitu terlahir di alam surga tertentu dan bila sudah kehabisan modal atau karma maka akan jatuh ke alam lain tidak atas kehendak kita tetapi karena tarikan kekuatan karma itu sendiri.

Oleh karena itu pengumpulan kebajikan berdasarkan motivasi Mahayana harus kita miliki karena itu adalah cara satu-satunya untuk memastikan bahwa setelah kita mejadi seorang dewa atau manusia, manusia yang bijaksana, sehat, seorang pria atau wanita, kita tidak akan menjadi sebaliknya tetapi menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelumnya. Yang sehat menjadi jauh lebih sehat, yang sejahtera menjadi jauh lebih sejahtera, yang bijaksana menjadi jauh lebih bijaksana–yang kesemuanya hanya dimungkinkan melalui praktik Mahayana.

Dikatakan dalam sutra, ajaran Mahayana mudah muncul tetapi juga mudah sekali surut. Sejak Sang Buddha mengajarkan ajarannya di India, ajaran Mahayana telah berpindah-pindah tanpa diduga-duga. Pada Masa Sang Buddha, Mahayana ada di India. Setelah Sang Buddha Parinirvana, 500 tahun Mahayana mengalami degradasi (surut), pindah ke alam Para Dewa dan Naga sampai Guru Nagarjuna pergi ke alam Naga mengambil kitab-kitab suci Mahayana dan membawanya kembali ke alam manusia, bahkan Arya Asangha bermeditasi 12 tahun untuk dapat pergi ke alam Tushita dan mengambil Ajaran Mahayana dan membawanya kembali ke alam manusia.

Setelah berlangsung beberapa lama di India, agama Buddha Mahayana pindah lagi ke Tiongkok, Srivijaya, Jawa. Setelah berada di sini dari tahun 400 sampai dengan tahun 1000, Agama Buddha

(10)

Mahayana hilang dari Indonesia, Tiongkok dan pindah ke Tibet (disembunyikan oleh Guru Atisha di Tibet karena di sana relatif lebih aman).

Dari Abad kesepuluh berkembang di Tibet sampai tahun 1959, agama Buddha Mahayana hilang lagi dari Tibet menyebar ke berbagai belahan dunia termasuk di Eropa, Amerika dan sebagian di Asia. Nanti, 100 sampai 500 tahun kemudian akan berubah lagi. Dikatakan bahwa Mahayana selalu berpindah tempat dari satu alam ke alam lain, dari satu tempat ke tempat yang lain, tergantung di mana di sana secara umum akumulasi makhluknya memungkinkan menganut ajaran Mahayana.

Jadi pengumpulan kebajikan kita harus didasarkan pada bodhicitta sehingga kita tidak akan kehabisan karma baik melalui pengumpulan kita itu (sama halnya dengan menggali sumur, praktik Mahayana adalah menggali sumur tetap pada mata air yang tidak pernah kering sehingga berapa pun air yang diambil atau berapa pun karma baik yang dipetik ia tidak pernah akan habis).

♣ Pengumpulan Kebijaksanaan

Kebajikan kita, dana-dana, pengendalian diri, kesabaran, semangat berbuat baik, meditasi kita, semuanya adalah kebajikan biasa karena hanya membawa kita lahir dari tempat yang jelek ke tempat yang baik, dari alam yang menderita (dari keadaan alam dan lingkungan yang menderita) menjadi kehidupan yang penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan.

Tetapi kebijaksanaanlah yang menyebabkan kita menjadi seorang Bodhisattva atau para Arya, bukan hanya kebajikan saja. Yang menyebabkan tercapainya semua tingkat Bodhisattva (dari tingkat yang pertama sampai kesepuluh yaitu tingkat Kebuddhaan yang sempurna) adalah kebijaksanaan. Sama dengan kebajikan, kebijaksanaan didapatkan dari Dharma Sang Buddha.

Oleh karena itu kita harus selalu berusaha memperkuat kebajikan dan mempelajari kebijaksanaan melalui pertemuan-pertemuan dengan para Guru, membaca buku-buku terutama sekali kita harus belajar

(11)

berdasarkan transmisi ajaran yang hidup yang diwariskan oleh para Guru hidup di mana beliau-beliau telah mencapai tingkatan itu di masa lalu maupun di masa sekarang.

Jadi dengan pengumpulan kedua hal ini yaitu Punya Sambhara (Pengumpulan Kebajikan) dan Prajna Sambhara (Pengumpulan Kebijaksanaan), tujuan hidup kita sebagai manusia menjadi terpenuhi. Selama menjadi manusia kita jangan berpikir bisa memiliki apa pun di dunia ini. Para Guru menyatakan, kalau kita masih berpikir seperti itu, kita harus melihat orang-orang yang hidup di masa lalu.

Para penguasa di masa lalu yang memiliki bangsanya, negaranya, kerajaannya, tidak dapat membawa apa pun juga dari yang dimilikinya kecuali karmanya sendiri pada saat kematian menjelang. Suami, istri, anak, orang tua, handai tolan kita bukan milik kita; penyebab satu-satunya terjadinya ikatan hubungan duniawi adalah karma (karmanya sama), perjalanan hidup masing-masing (ke mana akan meneruskan perjalanannya) tergantung pada karma yang pernah mereka lakukan sendiri.

Melihat kenyataan ini, maka tujuan satu-satunya dalam kehidupan kita adalah mengumpulkan kebajikan sebanyak-banyaknya dan mengumpulkan kebijaksanaan seluas-luasnya. Jangan sampai hubungan-hubungan yang sementara ini (hubungan kekeluargaan, hubungan anak, hubungan suami-istri, hubungan orang tua) merintangi kita untuk mengumpulkan kebajikan dan kebijaksanaan karena bila kontrak karmanya sudah habis, siapa yang akan pergi duluan tergantung pada situasi karmanya.

Berdasarkan ungkapan para Guru, hal ini dapat diumpamakan seperti balok-balok kayu dan sampah-sampah yang berserakan di laut, karena gelombang (karma) yang sama maka ada sampah sandal, botol, kayu berkumpul menjadi satu (artinya ada yang datang kepada kita sebagai suami, istri, anak, mertua, orang lain); pada saat gelombang (karma) yang lain datang memisahkan kumpulan sampah ini dan menyebabkan mereka tercerai-berai menuju ke tujuan yang berlainan. Jadi jangan sampai ikatan-ikatan lahiriah kita merintangi kita untuk mengumpulkan kebajikan dan mengembangkan kebijaksanaan

(12)

tetapi sebaliknya kita harus menjadikan suami, istri, anak-anak kita sebagai pendukung pengumpulan kebajikan dan kebijaksanaan yang paling dekat dengan kita, menjadi ladang kebajikan dan kebijaksanaan. Dengan demikian kita telah membebaskan diri dari pandangan salah yang menganggap kita bisa memiliki sesuatu dari hidup ini, bahkan tubuh kita sendiri pada akhirnya harus ditinggalkan dan kita harus menuju ke tujuan yang lain dengan meninggalkan baju yang sementara ini.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kesimpulan yang sudah dibahas, penulis menyarankan sebaiknya perusahaan Mowin Concept menerapkan perhitungan harga a pokok a produksi metode job a order a

Jual beli ‚Mahar‛ benda pusaka merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual, bisa berupa uang, amalan-amalan khusus, atau sesuai kehendak si penjual

Kami telah memakai ketujuh dimensi yang mengaitkan hutan dengan masyarakat, yang garis besarnya diuraikan di atas, untuk menentukan stake- holder mana yang mungkin memerlukan

Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa skor persepsi media pembelajaran berbasis IT pada bagi guru Sekolah Dasar di wilayah Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi

Investasi jangka panjang dalam saham adalah penanaman kelebihan dana yang dimiliki perusahaan dalam bentuk saham yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang dimiliki

Di dalam melakukan proses rekonstruksi gambar 2D menjadi objek 3D ini, melalui beberapa tahapan proses. Sehingga dapat dihasilkan objek dalam bentuk 3D. Secara keseluruhan,

pengamatan yang sama pada warna yang ditimbulkan setelah penyemprotan.masing- masing kertas saring timbul titik berwarna merah dengan harga Rf berturut-turut adalah

Kemudian diikuti dengan membaca M buah bilangan bulat berbeda terpisah baris baru pada sebuah baris, yang masing-masing berupa salah satu bilangan antara 1 hingga 100 yang