PENGARUH IMPLANTASI PROGESTERON INTRAVAGINAL TERHADAP TIMBULNYA ESTRUS PADA DOMBA GARUT BETINA
(The Effect of Intravaginal Implantation of Progesteron on the Estrus in Garut Ewes)
M. Rizal
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas implantasi hormon progesteron secara intravaginal dalam upaya penyerentakan estrus pada domba garut betina. Sebanyak 32 ekor domba garut betina diimplantasi dengan hormon progesteron (preparat hormon progesteron dengan merek dagang [controlled internal drug
release, CIDR-G] ) di dalam vagina selama 13 hari. Pengamatan gejala-gejala estrus dan waktu awal munculnya
(onset) estrus dilakukan 24 jam setelah pelepasan implan CIDR-G. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata 96,87% domba Garut betina memperlihatkan gejala utama estrus, yakni betina diam saat dinaiki jantan pengusik (teaser). Persentase estrus yang diperoleh adalah 100%, dan onset estrus adalah rata-rata 33,47 jam. Dapat disimpulkan bahwa implan CIDR-G selama 13 hari di dalam vagina efektif dalam upaya penyerentakan estrus pada domba garut betina.
Kata kunci : progesteron, implan, estrus, domba Garut ABSTRACT
The purpose of this research was to examine the effect of intravaginal administration of progesteron [controlled internal drug release, CIDR-G] on the estrous in Garut ewes. Thirty-two garut ewes were adminis-tered CIDR-G by intravaginal for 13 days. Symptom of estrus and onset of estrus were observed 24 hours after release of CIDR-G. Results of this research indicated that 96.87% ewes showed standing heat as the main symptom of estrous. The percentage of estrous was 100%, and onset of estrous was 33.47 hours after release of CIDR-G. In conclusion, intravaginal administration of CIDR-G for 13 days was effective in efforts of estrous synchronization in Garut ewes.
Keywords : progesteron, administration, estrous, Garut ewes
PENDAHULUAN
Manajemen reproduksi merupakan bagian in-tegral yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam menciptakan suatu usaha peternakan yang efektif dan efisien. Manajemen reproduksi yang baik dan disertai dengan penerapan teknologi r epr oduksi mer upakan jalan pin tas untuk
mempercepat mencapai tujuan peningkatan mutu genetik ternak dan proses produksi yang efisien. Penerapan teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB) atau produksi embrio secara in vitro dan transfer embrio (TE) pada ternak domba akan menjadi efektif dan efisien jika disertai dengan penerapan teknologi penyerentakan estrus. Hal ini karena dengan serentaknya estrus betina-betina dalam
jumlah yang banyak akan mempermudah pelaksanaan IB atau TE.
Penyerentakan estrus yang diikuti dengan pelaksan aan IB yan g seren tak juga akan mempermudah penanganan induk bunting, proses kelahiran, dan perawatan anak yang baru lahir. Penyerentakan estrus pada hewan ternak umumnya menggunakan preparat hormon, seperti prostaglan-din (PGF2
α
), estrogen, dan progesteron. Dewasa ini penggunaan preparat hormon progesteron dengan merek dagang Controlled Internal Drug Release (CIDR, produksi Eazi-Breed, New Zealand) yang mengandung 0,3 g progesteron sedang marak dipakai dalam upaya penyerentakan estrus pada berbagai hewan ternak. Hasil beberapa penelitian dilaporkan bahwa dengan mengimplan CIDR di dalam vagina selama 7, 12, dan 14 hari pada sapi Friesian Holstein (Vargas et al., 1994), selama 6, 9, dan 12 hari pada domba Suffolk (Fukui et al., 1994), selama 12 hari pada domba St. Croix (Feradis, 1999) dan selama 7 dan 14 hari pada kambing peranakan Etawah (Ngangi, 2002) dapat menghasilkan persentase estrus sebesar 88 – 100%.Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh implantasi CIDR secara intravaginal terhadap timbulnya estrus pada domba Garut. Data tentang gejala estrus yang timbul akibat implan CIDR pada domba garut belum tersedia dalam jumlah memadai.
MATERI DAN METODE
Ternak percobaan yang digunakan adalah 32 ekor domba Garut betina dewasa kelamin dengan kondisi tubuh dan kesehatan yang baik, berat badan sekitar 30 – 50 kg dan umur 2-3 tahun. Domba dikandangkan secara kelompok, masing-masing kandang berisi empat ekor. Ternak diberikan pakan berupa rumput dan leguminosa segar sekitar 3 – 5 kg per ekor per hari.
Implan CIDR-G
Implan vaginal CIDR-G dilakukan pada seluruh betina dengan menggunakan aplikator khusus selama 13 hari. Sebelum digunakan, aplikator disterilkan lebih dahulu dengan menyemprotkan alkohol 70% kemudian diolesi dengan jeli. Vulva dibersihkan dengan tisu yang telah dibasahi dengan alkohol 70%. Setelah 13 hari diimplantasikan di dalam
vagina, CIDR-G dicabut. Pengamatan Estrus
Pengamatan estrus dilakukan 24 jam setelah pencabutan CIDR-G untuk mengetahui waktu awal munculnya estr us (onset estr us) dengan menggunakan jantan pengusik (teaser) yang telah diberi apron. Gejala-gejala estrus yang diamati meliputi: kondisi vulva (warna dan pembengkakan), ada tidaknya lendir, saling menaiki sesama betina, dan betina diam saat dinaiki jantan pengusik. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah: gejala-gejala es-trus, yakni pengamatan terhadap kondisi vulva (warna, pembengkakan, suhu, dan lendir), saling menaiki antara sesama betina, dan diam saat dinaiki jantan pengusik; waktu awal munculnya estrus
(on-set estrous); dan persentase betina yang estrus.
Gejala-gejala estrus: pengamatan terhadap kondisi vulva (warna, pembengkakan, suhu, lendir), saling menaiki antara sesama betina, dan diam saat dinaiki jantan pengusik. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah pencabutan CIDR-G. Waktu awal munculnya estrus (onset estorus): waktu yang dibutuhkan mulai dari saat pencabutan CIDR-G hingga munculnya gejala-gejala estrus. Persentase estrus : jumlah betina yang estrus dibagi dengan jumlah keseluruhan betina yang disinkronkan estrusnya (diimplan CIDR-G) dikali 100%. Data-data yang diperoleh ditampilkan secara deskriptif
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala-gejala Estrus
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh (100%) domba betina yang telah diimplantasi dengan CIDR-G selama 13 hari memperlihatkan gejala-gejala estrus yang sering ditunjukkan ternak betina yang lain seperti sapi, kecuali gejala saling menaiki antara sesama betina (Tabel 1). Fenomena tidak saling menaiki antara sesama betina tidak dijumpai pada seluruh betina yang memperlihatkan gejala-gejala estrus, mungkin merupakan suatu kekhususan pada ternak domba percobaan.
Timbulnya estrus setelah pencabutan implan CIDR-G disebabkan oleh domba betina kembali memasuki siklus estrus yang baru. Implan CIDR-G yang mengandung hormon progesteron akan
mengakibatkan terjadinya efek umpan balik negatif terhadap sekresi gonadotropin, yakni follicle
stimu-lating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH).
Penghambatan sekresi gonadotropin tidak disertai oleh penghambatan sintesis, sehingga selama implan CIDR-G berlangsung, terjadi penimbunan
gonadot-ropin di hipofisis anterior. Pada saat pencabutan CIDR-G, terjadi penurunan konsentrasi hormon progesteron di dalam darah sehingga umpan balik negatif pun hilang. Hal ini berakibat terjadinya suatu fenomena yang disebut rebound effect, sehingga hormon gonadotropin disekresikan dalam jumlah banyak yan g mampu mer an gsan g pr oses folikulogenesis dan terbentuk folikel-folikel matang. Folikel-folikel matang ini akan mensintesis hormon estrogen dan disekresikan ke dalam peredaran darah yang mengakibatkan hewan betina menjadi estrus, dan diekspresikan berupa penampakan gejala-gejala estrus.
Gejala-gejala estrus yang ditunjukkan hewan betina merupakan manifestasi dari meningkatnya kadar hormon estrogen di dalam darah yang disintesis dan disekresikan oleh folikel setelah pencabutan CIDR-G. Menurut Toelihere (1993), meningkatnya sekresi hormon estrogen ke dalam darah akan mengakibatkan hewan betina menjadi estrus yang ditandai oleh gejala-gejala seperti vulva bengkak, berwarna merah, hangat, dan berlendir; vagina mengeluarkan lendir; saling menaiki sesama betina; dan diam saat dinaiki jantan.
Khusus pada domba, salah satu gejala khas yang ditunjukkan domba betina saat estrus adalah mengangkat sambil mengibas-ngibaskan ekor secara perlahan jika pangkal ekor disentuh atau vulva dicium
jantan, yang menjadi pertanda agar vulva dapat terlihat dengan jelas dan dapat dipenetrasi penis jantan dengan mudah. Pada domba yang tidak sedang estrus, ekor akan dibiarkan menutupi vulva sehingga jantan mengalami kesulitan melakukan penetrasi, di samping akan lari menjauh apabila
didekati jantan.
Waktu Awal Munculnya Estrus
Hasil penelitian didapatkan waktu awal munculnya estrus adalah rata-rata 33,47 jam (berkisar antara 28 dan 37 jam) setelah pencabutan CIDR-G. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa respons domba garut betina terhadap implan CIDR-G dalam menimbulkan estrus lebih cepat dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Waktu awal munculnya estrus rata-rata 39,30 jam (Sutama, 1988) dan 36,33 jam pada domba lokal Bogor (Hastono et
al., 1997), serta 42,31 jam pada domba St. Croix
(Feradis, 1999) setelah pencabutan CIDR-G. Per bedaan ter sebut diduga disebabkan oleh perbedaan potensi genetik ternak percobaan yang digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan antarindividu dalam merespons perlakuan yang diberikan. Hal ini ditunjukkan dari onset estrus yang cukup beragam antara 28 dan 37 jam setelah pencabutan CIDR-G. Sebanyak masing-masing satu ekor betina yang memperlihatkan onset estrus 28 dan 37 jam, masing-masing tiga ekor setelah 30 dan 33 jam, dan masing-masing delapan ekor memperlihtakan
onset estrus 32, 34, dan 36 jam setelah pencabutan
CIDR-G. Perbedaan respons ini diduga karena setiap individu dan bangsa ternak memiliki kemampuan yang berbeda dalam memberikan respons terhadap Tabel 1. Frekuensi Kemunculan Gejala-Gejala Estrus pada Betina
Peubah gejala estrus Jumlah (%)
Kondisi vulva Warna merah Bengkak Suhu hangat Berlendir
Saling menaiki sesama betina Diam saat dinaiki jantan pengusik
32/32 (100) 32/32 (100) 32/32 (100) 32/32 (100) 0/32 (0) 31/32 (96.87)
perlakuan yang diberikan, sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Keragaman ini juga mungkin disebabkan oleh perbedaan umur dan berat badan betina.
Persentase Betina yang Estrus
Hasil penelitian diperoleh bahwa seluruh (100%) betin a yan g diimplantasi CIDR-G menunjukkan gejala estrus. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan implantasi CIDR-G di dalam vagina selama 13 hari pada domba Garut betina memberikan pengaruh yang efektif untuk menimbulkan estrus dalam waktu yang relatif serentak pada sekelompok ternak.
Semua betina yang telah diimplantasi CIDR-G selama 13 hari menampakkan gejala-gejala estrus, menunjukkan bahwa hormon progesteron yang terkandung di dalam CIDR-G efektif menjalankan fungsi umpan balik negatif, yakni mencegah sekresi hormon gonadotropin yang disintesis oleh hipofisis anterior. Hasil 100% estrus juga dilaporkan Feradis
(1999) pada domba
St. Croix yang diimplantasiCIDR-G di dalam vagina selama 12 hari, serta Ngangi (2002) yang mengimplan CIDR-G di dalam vagina kambing peranakan etawah selama 7 dan 14 hari. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Fukui et al. (1994) dengan menggunakan implan CIDR-G yang dikombinasikan dengan 600 IU PMSG pada hari sebelum CIDR-G dilepas, ser ta Hastono et al. (1997) dengan menggunakan implan 40 mg flugestone acetate (FGA) di dalam vagina. Falkenburg et al. (1971) melaporkan, angka persentase estrus sebesar 100% dengan menggunakan 375 mg crystalline progesterone dalam bentuk karet silikon yang diimplantasi secara subkutan dan dikombinasi dengan hormon estradiol. Hasil yang diperoleh juga tidak berbeda jauh dengan yang dilaporkan Langford et al. (1980) yang memperoleh persentase estrus sebesar 99% dengan implan 40 mg FGA dikombinasikan dengan 500 IU PMSG segera setelah spons dicabut. Lunstra dan Christenson (1981) melaporkan, persentase estrus sebesar 93% den gan menggunakan spon s progestagen dikombinasikan dengan 750 IU PMSG. Sutama (1988) melaporkan, persentase estrus sebesar 95% dengan menggunakan kombinasi spons yang mengandung 60 mg medroxyprogesterone acetate (MAP) dan 330 IU PMSG segera setelah spons dicabut. Davies dan Beck (1992) melaporkan,
persen tase estrus sebesar 97.6% dengan menggunakan spons yang mengandung 60 mg MAP, serta Quispe et al. (1994) memperoleh persentase estrus sebesar 96.2% den gan men ggunakan
melengestrol acetate (MGA) secara oral. KESIMPULAN
Berdasar kan h asil pen elitian dapat disimpulkan bahwa implan CIDR-G selama 13 hari di dalam vagina mampu menimbulkan estrus pada seluruh domba Garut uji dan berlangsung dalam waktu yang relatif serentak.
DAFTAR PUSTAKA
Davies, M.C.G. and N.F.G. Beck. 1992. Plasma hor-mone profile and fertility in ewe lambs given progestagen supplementation after mating. Theriogenology 3:513-525.
Falkenburg, J.A., C.V. Hulet, and C.C. Kaltenbach. 1971. Effects of hormone combinations on estrus, ovulation and fertility in ewes. J. Anim. Sci. 32:1206-1211.
Feradis. 1999. Penggunaan Antioksidan dalam Pengen cer Semen Beku dan Metode Sinkronisasi Estrus pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fukui, Y., K. Tabuchi, A. Yamada, N. Hayashi, and K. Tanaka. 1994. Effect of insertion periods of controlled internal drug release (CIDR) on conception rate by fixed-time intrauterine in-semination with frozen semen in seasonally anestrous ewes. J. Reprod. Dev. 40:221-226. Hastono, I. Inounu, and N. Hidayati. 1997.
Penyerentakan birahi pada domba betina St.
Croix. Makalah Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner, Ciawi, Bogor, 18-21 Nopember 1997.
Langford, G.A., G.J. Marcus, A.J. Hackett, L. Ainsworth, and M.S. Wolynetz. 1980.
Influ-ence of estradiol-17β on fertility in confined sheep inseminated with frozen semen. J. Anim. Sci. 51:911-916.
Lunstra, D.D. and Christenson. 1981. Synchroniza-tion of ewes during anestrus: influence of time of year and interval to onset of estrus on con-ception rate. J. Anim. Sci. 53:448-457. Ngangi, L.R. 2002. Efektivitas Lama Pemberian Implan
Pr ogester on In tr avagin al dan Waktu Inseminasi terhadap Penampilan Reproduksi Kambing Peranakan Etawah. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Quispe, T., L. Zarco, J. Valencia, and A Ortiz. 1994. Estrus synchronization with melengestrol
ac-etate in cyclic ewes insemination with fresh or frozen semen during the first or second estrus post treatment. Theriogenology 41:1385-1392.
Sutama, I.K. 1988. Lama birahi, waktu ovulasi, dan kadar LH pada domba ekor pipih setelah perlakuan “progesteron-PMSG”. Ilmu Peternakan 3:93-95.
Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Vargas, R.B., Y. Fukui, A. Miyamoto, and Y. Terawaki. 1994. Estrus synchronization using CIDR in heifers. J. Reprod. Dev. 40:59-64.