8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film Sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Salah satu bentuk dari media dalam komunikasi massa adalah film. Dalam Effendy (1993 : 209) pengertian dari film adalah media komunikasi massa yang tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Film digunakan sebagai alat untuk memberikan penjelasan mengenai penerangan dan pendidikan tersebut. Tidak dapat kita pungkiri, di era globalisasi saat ini film berhubungan dengan masyarakat itu sendiri. menurut Undang-Undang no.08 tahun 1992 tentang Perfilman menyatakan bahwa film merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, dan atau hasil penemuan teknologi lain dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses elektronik, kimiai maupun proses lainnya, dengan suara atau tidak, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi elektronik atau lainnya.
Dalam Wahyuningsih (2019: 8) mengemukakan bahwa sebagai salah satu alat komunikasi massa, film tidak hanya digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, tetapi juga membentuk realitas. Dalam hal ini, film memuat pesan yang sama secara serempak, dan juga memiliki sasaran yang beragam seperti agama, status, usia, tempat tinggal, dan juga etnis.
2.1.1 Jenis–Jenis Film
Dalam buku Pratista (2008: 10), mengungkapkan bahwa film terdiri dari berbagai jenis, yaitu film dokumenter, film fiksi dan film eksperimental. 1. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakan film yang didalamnya mendokumentasikan realitas. Menurut Pratista (2008) dalam bukunya menyatakan bahwa film dokumenter merupakan representasi dari kisah
9 hidup seorang tokoh terkenal atau anggota masyarakat yang dalam hidupnya dianggap memiliki pengalaman yang unik, hebat, atau menyedihkan.
2. Film Fiksi
Berbeda dengan film dokumenter, pengadeganan dalam film fiksi sudah dirancang sejak awal. Film fiksi sudah terikat dengan plot serta cerita rekaan yang ada diluar dari kejadian nyata. Film fiksi diperankan oleh aktor atau aktris didalamnya yang berperan sebagai tokoh antagonis maupun protagonis.
3. Film Eksperimental
Berbeda dengan kedua jenis film diatas, meskipun tidak memiliki plot tetapi film eksperimental memiliki struktur. Strukturnya dipengaruhi oleh insting yang subyektif sineas seperti ide, gagasan, serta pengalaman batin mereka. Film eksperimental lebih sulit dipahami karena dalam pembuatannya menggunakan symbol-simbol personal yang diciptakan oleh mereka sendiri.
Dari jenis-jenis film yang telah dipaparkan, film Ngenest termasuk dalam jenis film fiksi. Dimana setiap adegan yang ada dalam film Ngenest sudah dirancang sejak awal oleh sang sutradara. Meskipun film Ngenest diangkat dari kisah hidup Ernest Prakasa, namun dalam film ini tindakan diskriminasi dikemas dengan bentuk komedi sehingga penonton juga dapat terhibur.
2.2 Diskriminasi Ras dan Etnis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian diskriminasi adalah perlakuan yang dibedakan terhadap sesama warga negara berdasarkan golongan, warna kulit, suku, agama, dan sebagainya. Dalam Fulthoni, et.al (2009:8) menyatakan bahwa diskriminasi merupakan ketidakadilan atau ketidakseimbangan yang diperlakukan terhadap perorangan maupun kelompok
10 berdasarkan sesuatu yang biasanya bersifat kategorikal, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Menurut pendapat Theodorson & Theodorson (Danandjaja, 2003) mengungkapkan bahwa diskriminasi merupakan perlakuan tidak seimbang yang dilakukan terhadap golongan atau kelompok berdasarkan sesuatu yang biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut khas seperti ras, suku, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial.
Menurut Ransford (Sunarto, 2009: 156) mengatakan bahwa diskriminasi dibedakan menjadi dua, yakni diskriminasi individu dan diskriminasi institusi. Diskriminasi individu adalah tindakan seorang pelaku yang memiliki prasangka atau berprasangka, sedangkan diskriminasi institusi adalah diskriminasi yang tidak berkaitan dengan prasangka individu, melainkan merupakan dampak dari praktik tertentu berbagai institusi dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari diskriminasi adalah perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh kelompok tertentu dan bersifat kategorikal seperti berdasarkan suku, ras, agama, dan lain sebagainya.
Berikut adalah jenis-jenis diskriminasi yang sering terjadi di masyarakat, antara lain (Fulthoni, 2009: 5) :
1. Diskriminasi dilakukan berdasarkan suku/etnis, ras, dan agama/kepercayaan
2. Diskriminasi dilakukan berdasarkan jenis kelamin dan gender (peran sosial karena jenis kelamin). Contoh : perempuan dianggap sebagai hak milik suami setelah menikah, dan lan-lain.
3. Diskriminasi dilakukan terhadap penyandang cacat. Contoh : orang yang memiliki kekurangan/ penyandang cacat tidak diterima di instansi pemerintahan.
4. Diskriminasi dilakukan terhadap penderita HIV/AIDS. Contoh : penderita HIV/AIDS selalu dikucilkan dan dianggap sebagai sampah masyarakat.
11 5. Diskriminasi dilakukan karena kasta sosial. Contoh : di India, kasta paling rendah dianggap miskin dan dianggap sebagai sampah masyarakat.
Menurut Undang-Undang no.40 tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, menyatakan bahwa diskriminasi ras dan etnis merupakan perbuatan yang dilakukan dengan segala bentuk pengecualian, pembedaan, pembatasan berdasarkan ras dan etnis, yang memiliki dampak meniadakan pengakuan, hak asasi manusia dan kebebeasan dalam suatu kesetaraan dalam bidang politik, sipil, ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam UU No.40 tahun 2008 mengungkapkan bentuk tindakan diskriminasi ras dan etnis, antara lain:
1. Memperlakukan pembedaan, pengecualisan, pembatasan berdasarkan ras dan etnis
2. Menunjukkan rasa benci terhadap orang akibat pembedaan ras dan etnis, seperti : membuat tulisan atau gambar untuk disebarluaskan di tempat umum, melontarkan kata-kata tertentu di tempat yang dapat didengar oleh orang lain, mengenakan sesuatu berupa benda, gambar atau kata-kata pada dirinya di tempat umum, dan melakukan penganiayaan, pemerkosaan, pencurian dengan kekerasan, atau perempasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
2.3 Analisis Wacana Kritis
Dalam buku Haryatmoko (2016), Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) adalah metode baru dalam penelitian ilmu sosial dan juga budaya. Menurut Norman Fairclough, 2010: 243 (Haryatmoko 2016) mengatakan bahwa penelitian sosial ini disebut dengan “kritis” karena menganalisis sesuatu
12 yang tidak beres dalam masyarakat seperti: ketidakadilan, diskriminasi, ketidakbebasan, dan juga ketidaksetaraan).
Berdasarkan rangkuman dari gagasan-gagasan Van Dijk, N. Fairclough, dan Wook, terdapat enam prinsip analisis wacana kritis, antara lain:
1. Prinsip pemahaman teks dan konteks
Teks atau objeknya harus berdasarkan data real, bisa berupa video, tape, atau teks yang digunakan dalam media massa berupa lisan, tulisan dan visual. Sedangkan pada konteks, wacana atau teks dipelajari sebagai bagian yang menempel pada konteks global, lokal, serta sosial-budaya.
2. Prinsip keberurutan dan intertekstualitas
Dalam prinsip ini, kalimat, proposisi atau tindakan harus dideskripsikan sesuai dengan urutannya / mendahuluinya. Sedangkan intertekstualitas merupakan suatu bentuk hadirnya unsur-unsur dari teks lain yang berupa acuan, kutipan/ringkasan, atau isi.
3. Prinsip konstruksi dan strategi
Dalam prinsip ini, wacana merupakan hasil dari konstruksi. Sifat konstruksi tidak terlepas dari fungsinya, dimana analisis fungsi bahasa tidak hanya masalah jenis wacana, melainkan tergantung pada penganalisis, pembaca, serta konteksnya.
4. Prinsip yang menekankan peran kognisi sosial.
Dalam peran ini, terkait dengan representasi dalam produksi dan pemahaman teks serta pembicaraan. Makna, koherensi, dan aksi dapat dimengerti secara tepat tanpa perlu mengacu kepada pikiran pengguna bahasa. 5. Prinsip pengaturan kategori-kategori
Dalam analisis wacana kritis, mau memaksakan pengertian dan kategori-kategori penganalisis itu harus dihindari. Untuk mendapat pemahaman yang kritis, perlu menghormati cara anggota-anggota masyarakat menafsirkan, mengarahkan, serta mengkategorikan ciri-ciri dunia serta sosial perilaku mereka.
13 6. Prinsip interdiskursivitas
Dalam prinsip ini ingin menjelaskan bahwa beragam diskursus terkandung dalam suatu teks. Dari aspek ini terlihat peran wacana, genre, dan styles agar ketiganya dapat beroprasi dalam suatu artikulasi tertentu.
Tujuan dari analisis wacana kritis (Haryatmoko, 2016: 14) antara lain yaitu pertama, menganalisis praktik sosial yang menggambarkan atau mengkonstruksi masalah sosial; kedua, meneliti bagaimana ideologi dibekukan dalam bahasa serta mencairkan ideologi tersebut; ketiga, meningkatkan kesadaran agar lebih peka terhadap ketidakadilan, diskriminasi, prasangka, dll; keempat, membantu memecahkan hambatan-hambatan yang menghalangi perubahan sosial. Dalam metode analisis wacana kritis, Norman Fairclough (Haryatmoko, 2016 : 23-24) mengungkapkan bahwa terdapat tiga dimensi untuk melakukan AWK, antara lain sebagai berikut:
1. Teks.
Dalam analisis ini, hal pertama yang perlu dianalisis yaitu penggunaan istilah serta gaya bahasa yang mengacu pada makna dan tindakan tertentu. Pengetahuan kosa kata meliputi satu kata dapat memiliki banyak makna dan makna berbeda tergantung dari konteksnya.
2. Praktik Diskursif.
Pada analisis ini berhubungan dengan proses produksi dan juga konsumsi teks. Analisis ini dilihat koherensi teks-teks yang masuk ke dalam wilayah interpretasi. Pada tahap ini intertekstualitas teks telah mendapat perhatian khusus.
3. Praksis Sosial.
Dalam dimensi ini bertujuan untuk menggambarkan bagian dari aktivitas sosial dalam praksis, seperti menjalankan profesi selalu dengan menggunakan bahasa khusus.
14 Model Analisis Wacana Kritis (AWK) Norman Fairclough, menganalisis wacana dalam tiga dimensi seperti yang sudah dijabarkan diatas yaitu teks, praktik diskursif, dan praksis sosial. Untuk mengeksplorasi hubungan ini, Fairclough mengungkapkan bahwa analisis wacana kritis memiliki tiga tahap untuk mengeksplorasi hubungan ini, antara lain yaitu:
1. Analisis tekstual (Mikrostruktural) yang meliputi: representasi, relasi dan identitas
2. Analisis praktik produksi teks (Meso-struktural) yang meliputi: produksi teks, konsumsi teks
3. Analisis praktik sosial budaya (Makro-struktural) yang meliputi: situasional, institusional, dan sosial.
Alasan penulis menggunakan analisis wacana kritis model Norman Fairclough karena model analisis ini digunakan untuk menganalisis yang berhubungan dengan isu sosial-budaya. Dimana hal tersebut berkaitan dan cocok dengan objek penelitian ini dimana dalam penelitian ini akan menganalisis ketidakberesan sosial-budaya yaitu tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap etnis Tionghoa dalam film Ngenest.
2.4 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian sebelumnya yang menjadi acuan bagi penulis dalam menyusun pemelitian ini, antara lain :
No Nama Judul Skripsi Tujuan Metode Hasil Penelitian 1 Guntur Segara Analisis Kritik Sosial Pada Film Warkop DKI Reborn Menjelaskan bagaimana kritik sosial yang Deskriptif, kualitatif, dengan menggunakan Makna dalam film Warkop DKI Reborn menunjukan
15 (Menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough disampaikan lewat film “Warkop DKI Reborn” Teori Kritik Sosial dan dianalisis menggunakan analisis wacana kritis Norman Fairclough realita dakam kehidupan bermasyarakat. Ideologi sutradara disampaikan melalui film ini dengan
memberikan cara berfikir yang kreatif.
Yang membedakan dari penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Guntur Segara adalah pada objek penelitian. Pada penelitian diatas meneliti wacana kritik sosial dalam film. Sedangkan yang penulis lakukan adalah meneliti wacana diskriminasi dalam film.
No Nama Judul
Skripsi
Tujuan Metode Hasil
Penelitian 2 Dahlian Ayu Novanti Wacana Kapitalisme Dalam Film The Hunger Games (Analisis Wacana Kritis) Menjelaskan wacana Kapitalisme dalam film The Hunger Games. Deskriptif, kualitatif, dengan menggunakan Teori Kapitalisme kemudian dianalisis wacana kritis Wacana kapitalisme dalam film The Hunger Games disampaikan menampilkan kuasa Capitol yang kuat
16 Norman
Fairclough.
terhadap produk distrik.
Yang membedakan dari penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dahlian Ayu Novianti adalah pada objek penelitian. Pada penelitian diatas meneliti wacana kapitalisme dalam film. Sedangkan yang penulis lakukan adalah meneliti wacana diskriminasi dalam film.
No Nama Judul Skripsi
Tujuan Metode Hasil
Penelitian 3 Veroni ca Dian Anggra eni Ketika Toleransi Sedang Dipertanyaka n? (Analisis Wacana Kritis pada Film Tanda Tanya “?”) Menjelaska n representasi wacana toleransi yang dikonstruksi kan film Tanda Tanya “?”. Deskriptif, Kualitatif, dengan menggunaka n pendekatan penelitian constructioni s dan analisis wacana kritis Teun A, Van Dijk wacana toleransi yang direpresentasi kan dalam film Tanda Tanya “?” lebih menonjol pada keragaman agama di Indonesia. Wacana toleransi agama yang ditonjolkan hanya digunakan sebagai
17 strategi agar film tersebut laris dipasaran. Posisi film berada di garis lebih berpihak kepada agama Islam, jalan cerita awal hingga akhir lebih menonjolkan agama Islam dan juga mendukung tokoh protagonis.
Yang membedakan dari penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Veronica Dian Anggraeni adalah pada objek penelitian dan teori yang digunakan. Pada penelitian diatas meneliti wacana toleransi yang dikonstruksikan dalam film, dan menggunakan teori analisis wacana kritis milik Van Dijk. Sedangkan yang penulis lakukan adalah meneliti wacana diskriminasi dalam film serta menggunakan analisis wacana kritis milik Norman Fairclough.
18
No Nama Judul
Skripsi
Tujuan Metode Hasil
Penelitian 4 Rista Dwijayanti Diskriminasi Etnis Tionghoa Dalam Film Ngenest Menjelaskan representasi diskriminasi etnis Tionghoa dalam film Ngenest Deskriptif, kualitatif, dengan menggunakan analisis semiotika John Fiske Diskriminasi yang diperlihatkan dalam film Ngenest yakni diskriminasi langsung dan tidak langsung, diskriminasi tidak langsung dilakukan dengan hinaan dan kata-kata panggilan nama seperti dengan sebutan “Cina” / “cipit”. Sedangkan diskriminasi langsung
19 dilakukan secara fisik seperti menginjak sepatu, memukul kepala, dsb.
Yang membedakan dari penelitian penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rista Dwijayanti adalah metode analisis yang digunakan. Penelitian diatas menggunakan metode analisis semiotika, sedangkan penulis menggunakan metode analisis wacana kritis.
20 2.5 Kerangka Pikir 3 4 5 6
Dalam film NGENEST, penulis melihat terdapat adegan diskriminasi rasial didalamnya. Hal tersebut kemudian penulis menganalisis dengan metode analisis wacana kritis model Norman Fairclough. Metode analisis wacana kritis menurut Fairclough terdapat 3 tahap. Yang pertama yaitu analisis tekstual (Mikrostruktural), yang kedua analisis praktik produksi teks (Mesostruktural), dan yang terakhir yaitu analisis praktik sosial-budaya (Makrostruktural). Setelah melakukan analisis, maka penulis akan menemukan wacana diskriminasi etnis Tionghoa dalam film NGENEST yang berupa tindakan bullying, pembedaan, pengecualian yang dilakukan secara verbal maupun non-verbal.
Film NGENEST
Analisis Wacana Kritis N.Fairclough
Analisis Tekstual (Mikrostruktural) Analisis Praktik Produksi Teks (Meso-struktural) Analisis Praktik Sosial-budaya (Makro-struktural)
Diskriminasi etnis Tionghoa (Perundungan, Pembedaan, Pengecualian)