Abstrak— PT. Crayfish Softshell Indonesia (CSI)
merupakan perusahaan yang bergerak dibidang budidaya hasil air tawar yang memproduksi lobster tulang lunak. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas diperlukan pengelolaan budidaya yang teratur dan baik. Pada tugas akhir ini dilakukan identifikasi risiko dan merancang strategi mitigasi dengan mengaplikasikan model House Of Risk (HOR). Dilakukan pemetaan aktivitas supply chain berdasarkan 5 tahap utama menggunakan model SCOR (Supply Chain Operations Reference). Penilaian risiko dilakukan berdasarkan skala severity,occurance pada FMEA (Failure Modes and Effects Analysis ) dan penentuan korelasi kejadian risiko dan agen risiko. Dari model HOR tahap 1 tersebut, diketahui bahwa terdapat 37 risiko dan 64 agen/ penyebab risiko. Kemudian didapatkan 13 agen risiko yang berdampak besar pada perusahaan berdasarkan analisis pareto. Pada HOR tahap 2 didapatkan 21 aksi mitigasi untuk mereduksi timbulnya agen risiko yang menggaggu aktivitas supply chain perusahaan. Berdasarkan keseluruhan 21 aksi mitigasi tersebut didapatkan 5 aksi mitigasi yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan pertimbangan efektifitas mitigasi,kebutuhan biaya dan resources.
Kata kunci : SCOR, House Of Risk, FMEA, Manajemen Risiko Rantai Pasok, Strategi Mitigasi.
I. PENDAHULUAN
Proses bisnis mulai dari menyediakan produk, berkualitas dan pengiriman yang cepat merupakan kesuksesan perusahaan pada era globalisasi ini. Perusahaan dituntut untuk memenuhi demand pasar yang dinamis agar mampu bertahan. Pada saat ini perusahaan tidak hanya berfokus untuk memproduksi produk dengan kualitas yang baik. Munculnya produk yang berkualitas tidak ditentukan dari proses produksi saja, pengadaan raw material dari supplier hingga proses
delivery on time merupakan beberapa aspek penilian
konsumen. Untuk mencapai kesuksesan tersebut dibutuhkan juga usaha dari jaringan perusahaan yang terkait. Jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemain akhir disebut dengan supply chain (Pujawan,2010).
Dalam aktivitas supply chain terdapat beberapa hal penting Berkembangnya konsep SCM melahirkan suatu perhatian khusus dari dampak dan risiko dari sebuah supply chain dalam perusahaan. Risiko merupakan hasil kali dari probability dan consequences. Definisi risiko menurut Australian/New
Zealand Standard Risk Management (AS/NZ Standard), risiko
adalah kemungkinan terjadinya hal yang dapat memberikan dampak baik negatif maupun positif pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Munculnya risiko dalam aktivitas supply chain seharusnya dapat ditaksir dan dilakukan mitigasi agar tidak mengganggu tujuan dari perusahaan. Sehingga perusahaan harus mampu mengelola risiko yang terjadi. Menurut (e.g. Peck, 2005; Hallik as et al., 2004) supply chain risk
management (SCRM) bertujuan untuk melakukan
perkembangan dengan pendekatan identifikasi, assessment, analisis, dan memberikan perlakuan khusus yang berisiko pada supply chains.
PT. Crayfish Softshell Indonesia (CSI) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang hasil budidaya air tawar yang memproduksi lobster tulang lunak. Perusahaan memiliki beberapa jenis produk yang dijual, antara lain lobster segar, lobster tulang lunak serta paket pelatihan pembudidayaan lobster. Permintaan pasar akan produk lobster tulang lunak sangat diminati.
Untuk menghasilkan produk yang berkualitas, keamanan pangan merupakan hal yang sangat diperhatikan. Utamanya pada jenis hasil perikanan, karena memiliki lifetime produk yang singkat. Dalam proses produksinya lobster tulang lunak ini memiliki tingkat kerumitan yang berbeda dibanding lobster lainnya. Secara garis besar pada proses operasional lobster tulang lunak sangat memperhatikan setiap proses yang terjadi, mulai dari proses handling lobster, proses budidaya, proses panen, proses pasca panen hingga pendistribusian ke konsumen. Kerumitan lobster tulang lunak ini pada tahap panen, dikarenakan lobster dipanen pada saat molting.
Tiap proses operasional yang terjadi memiliki potensi timbulnya kendala-kendala yang menggangu aktivitas proses tersebut. Untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi, perusahaan perlu melakukan identifikasi risiko kendala yang akan muncul. Dalam mengidentifikasi risiko yang akan timbul perusahaan perlu memiliki manajemen risiko yang terstruktur. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan aksi mitigasi yang mampu meminimalisir terjadinya risiko tersebut.
Agar menghasilkan konfigurasi supply chain yang robust. Pada penelitian kali ini akan dilakukan analisis dan evaluasi risiko yang berpotensi pada supply chain perusahaan menggunakan tools HOR (House Of Risk) yang dikembangkan oleh (Pujawan dan Geraldin,2009). HOR ini merupakan pengembangan metode FMEA (Failure Mode anf Effect
Analysis) dan tools House Of Quality (HOQ) pada Qualtiy Function Deployment). Pada umumnya tools HOQ untuk
merancang atribut produk, tools HOR dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi dan merancang strategi mitigasi risiko. Pengembangan perhitungan Risk Priority Index (RPI) pada metode FMEA dilakukan untuk melakukan penaksiran risiko pada HOR sebagai ARP ( Aggregate Risk Potential). Setelah
ANALISIS DAN MITIGASI RISIKO RANTAI PASOK PADA PT. CRAYFISH
SOFTSHELL INDONESIA
Syahidan Hidaya dan Imam Baihaqi
Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
mengetahui index proritas risiko, kemudian dipilih agen risiko yang akan mendapatkan treatment. Kemudian agen risiko akan dimasukkan pada House Of Risk tahap kedua untuk merancang strategi mitigasinya.
.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Supply Chain Management
Supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi
menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelangannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelanggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut [8]. Supply chain juga dikatakan sebaagi logistics network. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :
1. suppliers; 2. manufacturer; 3. distribution; 4. retail outlets; 5. customers.
SCOR (Supply Chain Operartions Reference) adalah suatu model acuan dari operasi supply chain (Pujawan,2010). SCOR membagi proses-proses supply chain menjadi 5 proses inti yaitu plan, source, make, deliver dan return. Berikut merupakan penjelasan dari 5 proses inti :
• Plan mencakup proses menaksir kebutuhan distribusi, perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaa produksi, perencanaan material, perencanaan kapasitas, dan melakukan penyesuaian supply chain plan dengan
financial plan.
• Proses yang dicakup termasuk penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan otorisasi pembayaran untuk barang yang dikirim
supplier, memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, dan sebagainya. Jenis proses bisa berbeda
tergantung pada apakah barang yang dibeli termasuk
stocked, make-to-order, atau engineering-to-order
products.
• Make yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku /
komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan..
• Deliver yang merupakan proses untuk memenuhi
permintaan terhadap barang maupun jasa.
• Return yaitu proses pengembalian atau menerima
pengembalian produk karena berbagai alasan
II.2 Risiko dan Manajemen Risiko
Risiko adalah probabilitas suatu kejadian yang mengakibatkan kerugian ketika kejadian itu terjadi selama periode tertentu (Bowden et. Al, 2001).. Sedangkan likelihood adalah penjelasan kualitatif mengenai probabilitas dan frekuensi (A/NZS, 2004). Dalam sebuah perusahaan, risiko dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain : 1. Operasional risk adalah risiko-risko yang berhubungan
dengan operasional organisasi perusahaan.
2. Financial risk adalah risiko yang berdampak pada
kinerja keuangan perusahaan.
3. Hazard risk adalah bencana alam, berbagai
kejadian/kerusakan yang menimpa harta perusahaan dan adanya ancaman pengerusakan.
4. Strategic risk mencakup kejadian risiko yang
berhubungan dengan strategi perusahaan.
Manajemen risiko dapat diaplikasikan pada banyak level organisasi mulai dari level strategis, taktis, hingga level operasional. Manajemen risiko juga bisa diaplikasikan dalam proyek khusus untuk membantu pengambilan keputusan spesifik terkait dengan pengelolaan risiko.
II.3 Manajemen Risiko Rantai Pasok
Supply Chain Risk Management yaitu kolaborasi dengan partners dalam supply chain untuk menerapkan proses
manajemen risiko untuk menangani munculnya risiko dan ketidakpastian yang disebabkan oleh aktivitas logistik atau sumber daya dalam supply chain [5].
Menurut Waters.D [14], Supply Chain Risk Management merupakan proses secara sistematis untuk identifikasi, analisa, dan berurusan dengan risiko pada supply chain. Risiko yang terjadi pada Supply Chain Management dapat diklasifikasikan sebagai berikut [14]:
1. Internal risk yang muncul dari dalam organisasi perusahaan, antara lain:
• Risiko yang melekat pada proses operasi seperti kecelakaan, keandalan dari suatu alat
• Risiko yang langsung muncul dari keputusan pihak manajamen, seperti pemilihan ukuran batch, safety
stock levels, permalasahan keuangan perusahaan
dan jadwal pemgirimian.
2. Supply chain risk yang muncul dari luar organisasi tetapi masih dalam supply chain. Hal ini terjadi dari interaksi antara anggota dari dalam supply chain. Terutama pada hal ;
• Risiko yang berasal dari supplier antara lain
realibilty, ketersediaan material, lead times,
permasalahan pada pengiriman, industrial action, dll
• Risiko yang berasal dari konsumen ; variable
demand, payments, permasalahan pada proses
permintaan, dan customized requirements.
3. External Risk yang berasal dari eksternal pada suplly
chain dan yang timbul dari interaksi dengan
lingkungan
II.4 Strategi Mitigasi Pada Supply Chain
Tang [12] menjelaskan dalam memitigasi risiko terdapat empat pendekatan yaitu Supply management, Product
Management, Demand Management, Information Management. Dari empat pendekatan tersebut bertujuan
untuk memperbaiki operasi pada supply chain dengan koordinasi dan kolaborasi sebagai berikut ;
1. Perusahaan dapat berkoordinasi dan berkolaborasi dengan partner up stream untuk memastikan efisiensi pada pasokan material sepanjang supply chain. 2. Perusahaan dapat berkoordinasi dan berkolaborasi
dengan partner down stream dengan mempengaruhi permintaan dengan cara yang menguntungkan.
3. Perusahaan dapat memodifikasi produk atau disain proses sehingga memudahkan mempertemukan
demand dan supply.
4. Perusahaan dapat memperbaiki koordinasi dan kolaborasinya dengan jika dapat mengkases berbagai tipe infomasi yang tersedia pada partner supply chain.
Tabel II.1 Rencana Strategic dan Tactical untuk mengelola risiko pada supply chain [12]
Supply Managem ent Demand Managem ent Product Manageme nt Information Management Strateg ic Plans Supply Network Design Product Rollovers and Product Pricing Product Variety Supply Chain Variability Tactica l Plans Supplier Selection, Supplier Order Allocation, and Supply Contracts Shift Demand Accross Time, Markets, and Prouducts Postponeme nt, and Process Sequencing Information Sharing, Vendor Managed Inventory, and Collaborative Planning, Forecating and Replineshment
Selain itu, beliau menjelaskan 9 strategi untuk mengatasi gangguan pada supply chain :
1. Postponement, merupakan startegi untuk menyeragamkan produk maupun process design seperti standardization,
commonality, modular design dan operations reversal,
untuk menunda diferensiasi produk.
2. Strategy Stock, Dalam menyimpan safety stock, perusahaan sebaiknya menyimpan persediaan pada “strategic locations
(warehouse, logistic hubs, distributions centres) dimana
lokasi penyimpanan tersebut dapat dibagi penggunaannya dengan supply chain partner
3. Flexible supply base. Untuk menjamin kelancaran pasokan ketika terjadi gangguan, maka diperlukan adanya pasokan yang fleksibel sehingga dapat mudah berganti antara satu pemasok yang satu dengan yang lain.
4. Make and Buy. Suatu supply chain akan lebih tangguh jika beberapa barang diproduksi secara in-house dan beberapa produk yang lain di outsourcing ke supplier.
5. Economic supply incentives. Memberi insentif ekonomi untuk menanggung risiko financial secara bersama-sama dan membeli stok yang tidak terjual dengan harga rendah 6. Flexible transportation. Kelancaran aktivitas pada supply
chain sangat dipengaruhi oleh fleksibelitas pada
transportasi dapat dilakukan dengan tiga hal Multi-modal
transportation, Multi carrier transportation,Multiple routes
7. Revenue management via dynamic pricing and promotion. Strategi ini sangat cocok untuk barang yang mudah rusak. Perubahan harga dan promosi dapat mempengaruhi permintaan pada konsumen
8. Assortment planning. Merubah penampilan produk dan penempatannya di rak-rak retailer untuk mempengaruhi minat dan permintaan pada konsumen.
9. Silent product rollover. Meluncurkan produk baru secara diam-diam tanpa memberikan pengumuman secara formal.
II.5 FMEA (Failure Modes and Effects Analysis)
FMEA merupakan analisis kualitatif terhadap identifakasi risiko, dan dapat diaplikasikan secara universal pada berbagai jenis industri (Cameron dan Raman, 2005). Menurut Christoper, et.al.(2003), FMEA merupakan alat yang seharusnya digunakan oleh pihak manajemen dalam mengelola risiko, khususnya untuk eksekusi tahap analisis, yaitu pengidentifikasian risiko, pegukuran risiko, dan pembuatan prioritas risiko
II.6 Quality Functional Deployment (QFD)
QFD adalah metodologi terstruktur yang digunakan dalam proses perancangan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Cohen, 1995).
III. METODOLOGIPENELITIAN
Metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini mengunakan studi literatur yang dikembangkan oleh Pujawan dan Geraldin dengan metode House Of Risk [7]. Dengan metode ini berisi langkah-langkah dan landasan dalam identifikasi, analisa, evaluasi risiko dan perancangan strategi mitigasi dalam supply chain perusahaan
III.1 Pemetaan aktivitas supply chain
Pada tahap awal dilakukan pemetaan berdasarkan (Plan,
Source, Make, Deliver , Return). III.2 Identfikasi kejadian risiko
Tahap ini dilakukan dengan mendetailkan aktivitas dari SCOR yang berpotensi peluang munculnya kegagalan dalam menghambat tujuan perusahaan. Pada tahap ini dilakukan dengan cara wawancara dan brainstorming pada pihak terkait diperusahaan.
III.3 Analisis risiko,
Dari risiko tersebut dilakukan penentuan nilai severity menggunakan skala 1-10 menggunakan kuisoner. Selanjutnya dilakukan identifikasi penyebab risiko / agen risiko dengan cara wawancara yang kemudian digunakan fishbone diagram. Agen risiko tersebut nantinya dilakukan penentuan correlation terhadap event risk. Dari hasil tersebut nantinya dilakukan penilaian kuisoner occurance menggunakan skala 1-10. Setelah itu dilakukan perhitungan nilai ARP (Aggregate Risk
Potential).
III.4 Evaluasi Risiko
Tahap ini dilakukan penentuan prioritas risiko menggunakan konsep diagram pareto dengan mempertimbangkan nilai ARP tertinggi.
III.5 Penanganan Risiko
Selanjutnya dilakukan pemilihan agen risiko terpilih pada tahap HOR 1. Dari agen risiko tersebut dirancang aksi mitigasinya. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai Ratio Efktifitas dengan tingkat kesulitan penerapan. Kemudian aksi mitigasi dinilai menggunakan HOR 2 untuk
IV. HASILDANDISKUSI
IV.1 Pemetaan Aktivitas Supply Chain
Pada tahap ini dilakukan pemetaan aktivitas supply chain perusahaan PT. CSI.
Supply Chain Lobster Soka PT. CSI
Planning Process
Procurement
Production Process
Delivery Process
Distributor PT. CSI Konsumen
Supplier Peramalan Permintaan Data Historis Permintaan dari konsumen
Komunikasi & Negosiasi dengan supplier Komunikasi & Negosiasi
dengan PT. CSI
Pengiriman PO
Mempersiapkan
pesanan Pengiriman lobster Inspeksi
Pemeliharaan benih
Pembesaran lobster
Proses Panen
Proses Pasca Panen
Pengambilan produk di IQF dan persiapan
pesanan Pembayaran benih Menerima pembayaran Penentuan transportasi
Pengiriman lobster Pengiriman lobster menggunakan
kendaraan sendiri Inspeksi
Pembayaran pesanan Menerima
pembayaran
Gambar IV.1 Peta supply chain perusahaan IV.2 Pemetaan aktivitas bisnis berdasarkan SCOR
Gambar IV.2 Pemetaan aktivitas bisnis berdasarkan SCOR
IV.3 Identifikasi dan Analisa Resiko
Pada tahap ini dilakukan identifikasi resiko yang ada pada proses bisnis perusahaan sebagai berikut.
Tabel IV.1 Kejadian Resiko Perusahaan
Kejadian Risiko/ Event Risk (Ei)
Penentuan jumlah permintaan tidak tepat E1
Tidak dapat menentukan jumlah kebutuhan benih secara
tepat E2
Kesalahan dalam menentukan supplier E3
Hasil perencanaan jumlah metrial tambahan tidak tepat E4 Kesalahan dalam penjadwalan pembudidayaan lobster E5 Kesalahan hasil pengecekan (Kuantitas & Kualitas) E6 Kesalahan hasil pengecekan lobster dikolam E7 Negosiasi harga tidak sesuai prediksi perusahaan E8
Negosiasi membutuhkan waktu yang lama E9
Keterlambatan kedatangan benih lobster E10
Ketidaksesuaian jumlah pengiriman E11
Prosedur pengiriman tidak standar E12
Kesalahan hasil inspeksi benih lobster E13
Kesalahan pengecekan kualitas air dan infrastruktur kolam E14
Kesalahan pengukuran kedalaman air kolam E15
Kesalahan dalam memasukkan benih lobster E16
Frekuensi pemberian pakan tidak standar E17
Jumlah pemberian pakan kurang E18
Kesalahan penyortiran lobster E19
Prosedur penggantian air kolam tidak sesuai E20
Kesalahan pengambilan lobster E21
Kesalahan proses penimbangan lobster E22
Kesalahan penyortiran kualitas grade E23
Sterilisasi tidak sempurna E24
Pengemasan produk tidak sempurna E25
Kesalahan pemberian identitas E26
Kesalahan sterilasasi pada ABF E27
Kesalahan prosedur penanganan pada ABF E28
Proses glazingyang tidak sempurna E29
Terdapat lobster yang tidak melalui proses glazing E30
Proses penyimpanan tidak standar E31
Kesulitan mendapatkan angkutan yang sesuai E32 Kesalahan jenis produk yang dikirim ke konsumen E33
Keterlambatan pengiriman produk E34
Kesalahan pada handling produk E35
Pengembalian tidak diterima E36
Pengembalian produk terlambat E37
Selanjutnya, ditentukan nilai ARP yang diperoleh berdasarkan tingkat keparahan, penyebab, korelasi, dan peluang muncul dari tiap kejadian resiko dengan menggunakan metode HOR. Berikut hasil perhitungan ARP yang diperoleh.
Tabel IV.2 Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP)
(Ai) Penyebab (Risk Agent) ARP
A1 Kesalahan perhitungan forecast demand 261
A2 Keterlambatan informasi dari konsumen 495
A3 Permintaan mendadak dari konsumen 2990
A4 Kesalahan perhitungan kebutuhan jumlah benih 513
A5 Kapasitas produksi supplier fluktuatif 238
A6 Lebih mengutamakan supplier binaan perusahaan 2438
A7 Sistem pembinaan supplier kurang baik 72
A8 Keterbatasan informasi dari supplier 100
A9 Perencanaan kebutuhan material hanya berdasarkan target 162 A10 Tidak ada acuan khusus dalam penjadwalan budidaya lobster 228 A11 Karyawan kurang teliti dalam menghitung jumlah stock 554
A12 Penurunan kualitas lobster dalam IQF 2508
A13 Kondisi kolam keruh 280
A14 Fluktuasi harga benih dipasaran naik 99
A15 Ganngguan komunikasi dengan supplier 154
A16 Keterlambatan dalam pengiriman purchase order 612
A17 Kemacetan dijalan 268
A18 Adanya delay dari pesawat 252
A19 Waktu bongkar muat membutuhkan waktu yang lama 2372
A20 Kesalahan informasi pada supplier 324
A21 Proses penanganan saat pengiriman dilakukan dengan kasar 2048
A22 Pengamasan dari supllier tidak standar 204
A23
Keterbatasan kemampuan karyawan, dalam melakukan inspeksi
benih 60
A24 Tingkat salinitas air rendah 1920
A25 Tingkat kesadahan tinggi 45
A26 Temperatur air rendah 120
A27 Perubahan cuaca tidak menetntu 1620
A28 Alat ukur yang digunakan tidak standar 48
A29 Memasukkan benih lobster dengan cara dilempar 27
A30 Tidak mematuhi jadwal pemberian pakan 162
A31 Kenaikan Harga Pakan 2025
A32 Stock pakan berkurang 60
A33 Supplier terlambat mengirimkan pakan 438 A34 Karyawan tidak dapat membedakan jenis kelamin lobster 180
A35 Sistem pengairan terhambat, karena air mati 72
A36 Pompa air tidak berfungsi dengan baik 32
A37 Lobster yang telah molting terlambat diambil 2700
A38 Kurangnya tempat sembunyian lobster 40
A39 Kerusakan peralatan timbang 2250
A40 Tidak adanya maintenance alat timbang 36
Major
process Sub processes Detail Activity
Peramalan Permintaan Merencanakan jumlah permintaan Perencanaan Jumlah benih ke supplier Penentuan supplier yang digunakan
Perencanaan jumlah material tambahan (Pakan, Packaging , dan Obat-obatan)
Perencanaan waktu pembudidayaan lobster Pemeriksaan jumlah Stock produk di IQF Pemeriksaan jumlah lobster di Kolam Berkomunikasi pada
pihak supplier Negosisasi harga dan jumlah benih lobster
Supplier mengirimkan bahan baku menggunakan 3PL
Melakukan inspkesi benih lobster Memastikan kedalaman air kolam
Memasukkan benih lobster ke kolam pemeliharaan Pemberian Pakan (Cacing,Pelet dan Singkong) Penyortiran lobster berdasarakan jenis kelamin Penggantian air kolam
Proses pengambilan lobster yang telah Molting Proses penimbangan lobster
Penyortiran lobster berdasarkan grade Sterilisasi lobster manual Pengemasan produk
Penanganan produk pada ABF(Air Blast Freezer) Proses glazing
Penyimpanan lobster pada IQF ( Individual Quick Frozen ) Penentuan jenis transportasi
Pengiriman produk ke konsumen Pengembalian benih ke supplier Penanganan produk kembali dari konsumen Pengecekan kualitas air ( pH
/Keasaman,temperatur,kesadahan,kadar oksigen, salinitas) Persiapan instalasi dan
infrastruktur kolam Proses Pengadaan Source Pemeliharaan Benih Penentuan moda transportasi Deliver
Return Pengembalian produk yang tidak sesuai Make Pembesaran lobster Plan Pemeriksaan Inventory Perencanaan Produksi Panen Pasca Panen
IV.4 Penanganan Resiko
Pada tahap ini akan dilakukan evaluasi aksi mitigasi yang sesuai berdasarkan agen resiko yang memiliki nilai ARP tinggi serta korelasi antara agen resiko dan rancangan mitigasi. Penentuan risk agent yang akan dimitigasi ini menggunakan analisis Pareto.
Tabel IV.3 Penentuan agen risiko yang akan dilakukan penangan (risk treatment)
Aj (ARPj) Risk Agent
A03 2990 Permintaan mendadak dari konsumen A37 2700 Lobster yang telah molting terlambat diambil A12 2508 Penurunan kualitas lobster dalam IQF
A6 2438 Lebih mengutamakan Supplier binaan perusahaan A19 2372 Waktu bongkar muat membutuhkan waktu yang lama A47 2254 Tidak adanya maintenance mesin vacum
A39 2250 Kerusakan peralatan timbang A21 2048
Proses penanganan saat pengiriman dilakukan dengan kasar
A55 2048 Kapasitas dan Jumlah IQF yang tersedia terbatas A31 2025 Kenaikan Harga Pakan
A24 1920 Tingkat salinitas air rendah A62 1683
Kendaraan pengangkut tidak memiliki sistem pendingin
A27 1620 Perubahan cuaca tidak menentu
Tabel IV.4 Penentuan nilai korelasi antara strategi mitigasi dan agen risiko
Agen Risiko Strategi Aksi Mitigasi (Ejk)
A03
Permintaan mendadak dari konsumen
PA01 Flexible Supply Base 9 PA02 Membuat safety stock produk 9 PA09 Flexible Supply base 3 PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL 3 PA20 Multi carrier transportation 3
A37
Lobster yang telah molting terlambat diambil
PA03 Pengalokasian jumlah tenaga kerja 9 PA04 Silent Product Rollover 9 PA05 Penanganan pada kolam berbeda 3 PA09
Mencari supplier yang memiliki
karakteristik sama 3
PA14
Memberikan tempat khusus pada benih lobster pada saat pengiriman 3 PA17 Memproduksi pakan sendiri 3
A12 Penurunan kualitas lobster dalam IQF
PA02 Membuat safety stock produk 9 PA04 Silent Product Rollover 9 PA06 Maintenance mesin pendingin IQF 9 PA07 Perbaikan pada proses glazing 3 PA08
Memberikan Pelatihan Pembibitan
dan Budidaya 1
PA09
Mencari supplier yang memiliki
karakteristik sama 3
PA12
Schedulling Maintenance Mesin
Vacum 3
PA16
Melakukan penambahan jumlah mesin
pendingin IQF 3 A06 Lebih mengutamakan Supplier binaan perusahaan PA08
Memberikan Pelatihan Pembibitan
dan Budidaya 9
PA09
Mencari supplier yang memiliki
karakteristik sama 9
PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL 3
A19 Waktu bongkar muat benih membutuhkan waktu yang lama
PA01 Flexible Supply Base 1 PA09
Mencari supplier yang memiliki
karakteristik sama 1
PA10 Flexible transportation 9 PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL 3 PA20 Multi carrier transportation 3 A47
Tidak adanya maintenance mesin vacum
PA04 Silent Product Rollover 1 PA12 Schedulling Maintenance Mesin
Vacum 9
A39 Kerusakan peralatan timbang
PA13 Schedulling Maintenance peralatan timbang
9
Tabel IV.5 Rekap Hasil Evaluasi Rancangan Mitigasi PAj Aksi Rancangan Mitigasi Tek Dk ETDk Rk
PA05 Silent Product Rollover 65.193 3
21.731 1 PA20 Mencari moda transportasi yang memiliki
sistem pendingin
49.659 4
12.415 2 PA02 Membuat safety stock produk
49.482 4 12.371 3 PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL
31.224 3 10.408 4 PA09 Mencari supplier yang memiliki
karakteristik sama
50.955 5
10.191 5 PA12 Schedulling Maintenance Mesin Vacum
27.810 3 9.270 6 PA10 Memilih moda transportasi yang lebih
fleksibel
27.486 3
9.162 7 PA17 Memproduksi pakan sendiri
26.325 3 8.775 8 PA06 Maintenance mesin pendingin IQF
28.715 4 7.179 9 PA13 Schedulling Maintenance Peralatan
Timbang
20.250 3
6.750 10 PA03 Pengalokasian jumlah tenaga kerja
24.300 4 6.075 11 PA01 Mencari Supplier lain yang memiliki lobster
akan molting
29.282 5
5.856 12 PA19 Memberi kadar garam
17.280 3 5.760 13 PA16 Melakukan penambahan jumlah mesin
pendingin IQF
27.999 5
5.600 14 PA08 Memberikan Pelatihan Pembibitan dan
Budidaya
24.450 5
4.890 15 PA21 Incubator pada kolam
14.580 3 4.860 16 PA15 Pencatatan dan Perbaikan penanganan
18.428 4 4.607 17 PA14 Memberikan tempat khusus pada benih
lobster pada saat pengiriman
8.100 3
2.700 18 PA07 Perbaikan pada proses glazing
7.524 3 2.508 19 PA18 Pembuatan jadwal rutin untuk memeriksa
kondisi kolam 5.760 3 1.920 20 PA04 Penanganan pada kolam berbeda
8.100 5 1.620 21
IV.5 Analisa terhadapr rancangan aksi mitigasi
Berdasarakan hasil evaluasi pemilihan didapatkan lima rancangan mitigasi yang terpilih. Antara lain (PA5) Aksi Mitigasi Silent Product Rollover, (PA20) Multi Carrier
Transportation, (PA2) Strategy Stock, (PA11) Berkoordinasi
dengan pihak 3PL, (PA9) Flexible Supply base pemilihan rancangan aksi mitigasi ini diidasarkan oleh tingkat efektifitas pada perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan biaya dan resources. Serta tingkat kesulitan penerapan aksi mitigasi ini.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil identifikasi risiko rantai pasok pada PT.CSI mengunakan model House Of Risk tahap 1di dapatkan 37 kejadian risiko dan 64 agen risiko.
2. Dari 64 agen risiko didapatkan 13 agen risiko yang memiliki nilai ARP yang tertinggi, antara lain :
• A37 Lobster yang telah molting terlambat diambil • A12 Penurunan kualitas lobster dalam IQF
• A6 Lebih mengutamakan Supplier binaan perusahaan • A19 Waktu bongkar muat membutuhkan waktu yang
lama
• A47 Tidak adanya maintenance mesin vacum • A39 Kerusakan peralatan timbang
• A21 Proses penanganan saat pengiriman dilakukan dengan kasar
• A55 Kapasitas dan Jumlah IQF yang tersedia terbatas • A24 Kenaikan Harga Pakan
• A62 Kendaraan pengangkut tidak memiliki sistem pendingin
• A27 Perubahan cuaca tidak menentu
3. Berdasarkan House Of Risk tahap 2 didapatkan 21 rancangan strategi mitigasi yang dapat meminimalisir terjadinya risiko pada PT.CSI yaitu
• PA05 Silent Product Rollover, perusahaan dapat memproduksi aneka olahan lobster seperti nugget, siomay dll
• PA20 Multi Carrier Transportation, perusahaan dapat mencari moda transportasi yang memiliki sistem pendingin seperti PT.Mitra Jaya Trans
• PA02 Strategy Stock , dapat dilakukan dengan membuat safety stock produk
• PA11 Berkoordinasi dengan pihak 3PL, berdasarkan aksi mitigasi ini dapat dilakukan sebagai aksi responsif oleh perusahaan.
• PA09 Flexible Supply base , perusahaan dapat mencari
supplier yang memiliki karakteristik sama.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anderson, D,A, 2001. Hazard Analysis in Engineering Design. Lousiana Tech University.
[2] Aldridge, J.R. and Dale, B.G., 2003. Managing Quality : Fourt Edition. Blackwell Publishing Ltd , Berlin. [3] Aflakha, N.2011. Analisis dan Mitigasi Rantai Supply pada
Perusahaan Jasa Penyedia Layanan Data dan Internet. (Studi Kasus: Produk Speedy pada PT. TELKOM DCS Timur) Surabaya; Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri.
[4] Anityasari, M, & Wessiani, N. 2011. Analisa Kelayakan Usaha Dilengkapi kajian Manajemen Risiko. Surabaya: Gunawidya
[5] Brindley Claire. 2004. Supply Chain Risk.Ashgate. [6] Couhen, L. 1995. Quality Function Deployment ; How to
make QFD work for you. Foreword by Don Clausing Engineering Process Improvemnet Series.
[7] Geraldin, L. H., Pujawan, I. N., & Dewi, D. S. 2007. Manajemen Risiko dan Aksi Mitigasi untuk Menciptakan Rantai Pasok yang Robust. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Teknik Sipil “TORSI”, 53-64 [8] Indrajit, Eko dan Richardus Djokopranoto.2002. Konsep
Manajemen Supply Chain. PT.Grasindo. Jakarta. [9] Meynar, K. 2011. Identifikasi Profil Risiko Unit Pelaksana
Area PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali
Menggunakan Pendekatan FMECA. Surabaya: Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya [10] Napitupulu, Y. A., 2012. Identifikasi Kebutuhan
Informasi Untuk Proses Information Sharing Pada Supply Chain Melalui SCOR dan Analisis Risiko, Surabaya: Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya
[11] Pujawan, I. N., & Mahendrawati. 2010. Supply Chain Management. Surabaya.: Penerbit Guna Widya
[12] Tang, Christoper S .2005. Prespectives in Supply Chain Risk Management : A Review. UCLA Anderson School, 110 Westwood Plaza, UCLA, Los Angles, CA 90095, USA
[13] Vanker, Evelin. 2013. 80/20 Pareto’s Principle In Project Management Communication. [On Line] Available at
www.kumlanderlab.com/edu3390/presentations/EV_20 13.pdf [ diakses 13 Juli 2013]
[14] Waters, D. 2007. Supply Chain Risk Management: Vulnerabilty and Resilience in logistics. Kogan Page Publishers.