• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

223

PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN

BANDUNG

Erni Gustiani, Budiman dan Sukmaya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Email : bptp-jabar@litbang.deptan.go.id

ABSTRAK

Keberhasilan peningkatan populasi dan produktivitas pemeliharaan sapi potong pembibitan skala kecil, perlu didukung oleh pola pemberian pakan yang tepat, terutama pada indukproduktif. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbaikan pola pemberian pakan melalui metoda flushing. Pakanpenguattambahandiberikanpada sapi induk bunting 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan.Pengkajian dilaksanakan pada bulan Mei – September tahun 2012. Sapi induk yang digunakan adalah sapi bangsa PO sebanyak 7 ekor, metode flushing diterapkan pada 4 ekor induk dan sebagai pembanding, 3 ekor induk menggunakan cara petani dalam pemberian pakannya. Pemilihan induk sapi didasarkan pada umur kebuntingan, dimana induk sapi yang digunakan sebagai bahan pengkajian adalah induk sapi dengan umur kebuntingan 7 bulan, yang diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan kebuntingan (PKB). Metode flushing yang digunakan adalah berupa pemberian pakan tambahan konsentrat sebanyak 2 kg/ekor/hari selama 4 bulan yaitu 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan. Parameter yang diukur adalah berat lahir anak, bobot badan sampai umur 60 hari, pertambahan bobot badan anak, estrus post partus dan S/C. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa berat lahir, bobot badan sampai umur 60 hari dan estrus post partus pada induk yang diberi perlakuan perbaikan manajemen pakan lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan S/C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

Kata kunci : Manajemen pakan, sapi, kinerja reproduksi

ABSTRACT

The success of increasing cattle population and productivity in small scale cattle breeding, need supported by appropriate feeding patterns, especially for productive cows. The aims of this study to determine the effect of improvement of feeding pattern through flushing method.The supplementation feed was given to pregnant cows,twomonthsbefore thebirthandtwomonthsaftergiving birth. The study was conducted in May-September 2012. Cow that used is PO breed with 7 cows. Flushing methods applied to 4 cows and as a comparison using 3 cows with ordinary feeding pattern. Selection of cows based on gestation, where cows are used as study material is cow with 7 months gestation, which are known based on the results of gestation (PKB). Flushing method used is a form of supplemental feeding of concentrate as much as 2 kg / head / day for 4 months ie 2 months before the birth and two months after giving birth. Parameters measured were calf birth weight, body weight until age 60 days, calf body weight gain, estrus post-partus and service per conception (S/C). Data were analyzed descriptively. The study showed that birth weight, body weight until the age of 60 days and estrus post-parturition in the treated cows show a higher rate than a control, while the S/C did not show significant differences.

(2)

224

PENDAHULUAN

Konsumsi daging sapi di Jawa Barat terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi daging yang memadai sehingga terjadi senjang permintaan dengan pemenuhan kebutuhan daging sapi.Secara nasional kebutuhan daging sapi sebesar 385 juta ton dapat dipenuhi oleh ternak lokal sebesar 249,9 ribu ton dan sisanya dipenuhi dari ternak import (135,1 juta ton). Demikian pula halnya dengan kebutuhan daging sapi di Jawa Barat kurang lebih 113,8 ribu ton daging sapi setara dengan 574 ribu ekor, baru dapat dipenuhi secara internal sebesar 45.744 ekor, import 94.072 ekor dan import lokal sebesar 157.100 ekor. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Peternakan 2007). Kondisi tersebut menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap produksi daging nasional rendah (Mersyah 2005; Santi 2008) sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara permintaan dan penawaran (Setiyono et al., 2007)

Salah satu faktor penyebab penurunan populasi dan produktivitas sapi potong pada usaha peternakan rakyat adalah rendahnya kinerja reproduksi sapi induk setelah beranak, yang ditunjukkan dengan anestrus post partus (APP) yang panjang, kawin berulang, dan tingkat kebuntingan yang rendah. Peningkatan produktivitas sapi potong memerlukan perbaikan manajemen baik pakan maupun pemeliharaan, namun dalam usaha peternakan sapi potong rakyat masih sering muncul beberapa permasalahan, diantaranya adalah penurunan bobot hidup induk yang sangat drastis di awal laktasi dan pertumbuhan pedet yag kurang optimal akibat dari kecukupan gizi yang rendah pada induk. Kebutuhan nutrisi pada saat menjelang dan setelah melahirkan akan meningkat seiring dengan peningkatan produksi susu dan terjadinya proses pemulihan organ reproduksi. (Risa et al, 2010 ). Kualitas pakan yang kurang baik dengan jumlah yang kurang pada induk dapat menyebabkan perombakan energitubuh induk untuk menghasilkan susu bagi pedet. Selain itu juga akan mempengaruhi siklus reproduksi yang dapat menyebabkan birahi tenang atau bahkan tidak birahi sama sekali.

Salah satu upaya untuk membantu peternak dalam perbaikan manajemen pakan adalah dengan mengintroduksi teknologi flushing. Flushing adalah pemberian pakan tambahan dengan kandungan protein tinggi (12%) dan energi tinggi (TDN 65%) pada induk sapi bunting 2 bulan sebelum beranak dan 2 bulan setelah beranak (BPTP

(3)

225

Jabar, 2010). Penerapan teknologi flushing ini diharapkan kebutuhan gizi ternak baik induk maupun anak dapat terpenuhi, produksi susu induk optimal, berat lahir pedet meningkat, induk dapat segera estrus dan bunting kembali dalam waktu kurang dari sembilan puluh hari, dan jarak beranak berkisar 14 bulan

Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui pengaruh perbaikan manajemen pakan dengan menggunakan metoda flushing pada induk sapi PO yang diberikan selama 4 bulan yaitu pada 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan terhadap kinerja reproduksi induk sapi PO di Kelompok ternak Mekarlaksana Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung

METODOLOGI

Pengkajian dilakukan di Kelompok Ternak Mekarlaksana 2, Desa Mekarlaksana Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung pada bulan Meisampai dengan September tahun 2012. Sapi induk yang digunakan adalah milik peternak dengan jenis Peranakan Ongol sebanyak 7 ekor (4 ekor diberi perlakuan perbaikan manajemen pakan dengan menggunakan metoda flushing dan diberi tanda A1, A2, A3 dan A4) sedangkan 3 ekor lainnyasebagai pembanding yaitu dengan menggunakan cara petani dalam pemberian pakannya dan diberi tanda B1, B2 dan B3.Pemilihan induk sapi didasarkan pada umur kebuntingan, dimana induk sapi yang digunakan sebagai bahan pengkajian adalah induk sapi dengan umur kebuntingan 7 bulan, yang diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan kebuntingan (PKB)dan dilakukan oleh inseminator wilayah setempat. Induk sapi tersebut diberi perlakuan pemberian pakan tambahan dengan metode flushing berupa konsentrat sebanyak 2 kg/ekor/hari selama 4 bulan yaitu 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan. Sedangkan hijauan yang diberikan yaitu campuran leguminosa, rumput dan jerami padi yang diberikan sesuai dengan kebiasaan peternak sehari-hari baik dalam jumlah maupun ragamnya. Sedangkan ternak kontrol/pembanding diberi pakan sesuai dengan kebiasaan peternak yaitu hanya diberi hijauan dan pakan penguat berupa limbah pertanian yang tidak diberikan setiap hari. Pemberian air minum dilakukan secara ad-libitum.

Semua ternak pengkajian dipelihara didalam kandang secara intensif terkurung (individu) dengan sistem perkandangan, pemeliharaan dan tatalaksana pemberian

(4)

226

pakan serta air minum seragam. Untuk mengetahui pengaruh perbaikan manajemen pakan dengan menggunakan metoda flushing dilakukan pencatatan terhadap beberapa parameter seperti bobot induk sebelum flushing dan satu bulan setelah melahirkan, bobot lahir pedet, bobot badan anak pada umur 30 hari dan 60 hari, pertambahan bobot badan anak sampai umur 60 hari, estrus post partus (EPP) dan service per conception(S/C). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan UsahaTernak

Usaha ternak pembibitan sapi potong di Desa Mekarlaksana baru berkembang tahun 2007 walau Kelompoktani telah berdiri sejak tahun 2004. Berdasarkan laporan Dinas Peternakan dan Perikanan populasi ternak sapi potong di Kabupaten Bandung 36.849 ekor, kontribusinya sebesar 8,71% terhadap Provinsi Jawa Barat . Hal ini menunjukkan peluang sekaligus tantangan bagiKabupaten Bandung dalam meningkatkan populasi ternak sapi potong dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging.

Hampir sebagian besar sistem perkawinan ternak sapi potong di Kabupaten Bandung telah menggunakansistem Inseminasi Buatan (IB), menurut Laporan Inseminasi Buatan tahun 2011 keberhasilan kebuntingan dengan menggunakan inseminasi buatan sebesar 60%. Sistem perkawinan yang diterapkan oleh kelompok ternak Mekarlaksana menggunakan sistem perkawinan inseminasi buatan hampir 100%, dengan semen yang digunakan sebagian besar yaitu semen yang berasal dari jenis sapi Simental, Brahman, dan PO. Kelebihan dari sapi Simental menurut beberapa peternak yaitu memiliki berat lahir yang kecil, tetapi pertambahan berat badannya hariannya cukup tinggi dibandingkan dengan jenis sapi lain, sehingga pada umur sekitar 6 bulan ternak tersebut laku dijual seharga Rp. 7.000.000.

Untuk menunjang ketersediaan hijauanpakan ternak, maka diupayakan pemanfaatan lahan desa untuk ditanami hijauan makanan ternak(HMT), namun hal ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak di wilayah setempat sehingga peternak harus mencari rumput ke tempat lain dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Kebutuhan hijauan pakan sebagaisumber pakan ternak baru terpenuhi dari rumput

(5)

227

alam, sedangkan rumput introduksi dan leguminosa hanya sebagian kecil saja yang diberikan pada ternak.

Jumlah kebutuhan hijauan pakan perhari yang dibutuhkan peternak rata-rata 1200 – 2000 kg perhari atau setiap ekor sapi membutuhkan rumput sebanyak 30 - 50 kg, cara pemberian hijauan pakan diberikan secara adlibitum, tidak ada perlakuan khusus terhadap induk yang sedang bunting. Mineral berupa garam terkadang diberikan kepada ternak dengan cara mencampurkannya dengan air minum.

Kandang sapi terletak dalam satu kawasan perkampungan dengan kandang koloni dengan lantai semen,umumnya berukuran 4 x 7 meter, di dalamnya diberi sekat, kandang terbuat dari kayu beratap genting berlantai panggung kayu. Ventilasi kandang dan pertukaran udara dikategorikan baik, dan penyinaran cukup baik.

Pemasaran hasil ternak umumnya berupa ternak jantan, sedangkan pedet betina dan betina dewasa dipelihara sebagai calon induk dan induk produktif. Pemasaran dilakukan melalui bandar yang datang langsung ke kandang.

Keragaan Kinerja Reproduksi Sapi Potong

Keragaan kinerja reproduksi induk sapi potong POdi kelompokternak Mekarlaksana 2 yang diberi perlakuan perbaikan manajemen pakan dengan menggunakan metoda flushing (A1, A2, A3 dan A4)dan yang menggunakan cara petani dalam pemberian pakannya (B1, B2 dan B3) ditunjukkan pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Keragaan Kinerja Reproduksi Ternak Sapi Potong yang diberi perlakuan perbaikan manajemen pakan di Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung

No Uraian Ternak

Rata-rata

A1 A2 A3 A4

1. Bobot induk sebelum flushing 270 310 286 280 286,5 2. Bobot induk 1 bln setelah

melahirkan (kg)

210 253 218 225 226,5

3. Bobot induk 2 bln setelah melahirkan (kg)

220 264 224 232 235

4. Bobot lahir anak (kg) 27 32 32 25 29

5. Jenis Kelamin anak yang dilahirkan

(6)

228 6. Bobot badan anak umur 30

hari (kg)

46 53 50 44 48,25

7. Bobot badan anak umur 60 hari (kg)

73 80 82 65 75

8. Pertambahan bobot badan anak (kg/hr)

0,77 0,8 0,83 0,67 0,77

9. Estrus Post Partus/EPP (hari) 57 62 78 72 67,25

10. S/C 2 3 2 3 2,5

Tabel 2. Keragaan Kinerja Reproduksi Ternak Sapi Potong pembanding (menggunakan cara petani dalam pemberian pakannya) di Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung

No Uraian

Ternak

Rata-rata

B1 B2 B3

1. Bobot lahir anak (kg) 23 25 25 24,3

2. Jenis Kelamin betina Jantan jantan

3. Bobot badan anak umur 30 hari (kg) 39 40 42 40,3 4. Bobot badan anak umur 60 hari (kg) 55 60 60 58,3 5. Pertambahan bobot badan anak (kg/hr) 0,53 0,58 0,58 0,56

6. Estrus Post Partus/EPP (hari) 92 95 90 92

7. S/C 3 3 2 2,6

Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan

Bobot lahir anak sapi yang diberi perlakuan perbaikan manajemen pakan berkisar antara 25 – 32 kg dengan rata-rata bobot lahir 29 kg. Berat lahir tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan berat lahir ternak pembanding/kontrol yaitu berkisar antara 23-25 kg. Usri (1983) melaporkan bahwa bobot lahir anak Peranakan Ongole jantan adalah 23,7 kg dan anak betina 19,7 kg. Sedangkan Balliarti dan Harmadji (1983) mendapatkan bobot lahir anak jantan dan betina sapi Peranakan Ongole yang disilangkan dengan PO adalah 28,1 kg dan 26,0 kg. Begitu juga dengan Thalib (1980) melaporkan bahwa bobot lahir anak sapi persilangan Peranakan Ongole dengan PO adalah 24,6 kg. Induk bunting yang diberi pakan dengan kualitas yang baik akan memberikan persediaan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan

(7)

229

anak yang dikandungnya, sehingga berat lahir anak cukup tinggi dan produksi air susu indukpun cukup banyak.

Pertambahan bobot hidup adalah aktifitas fisiologi yang dapat dinyatakan kenaikan bobot hidup rata-rata persatuan waktu. Kecepatan pertambahan bobot hidup ini diantaranya dipengaruhi oleh jumlah konsumsi yakni makanan yang dikonsumsi (Tilman et al., 1998). Respon bobot badan merupakan hasil yang diperoleh dari kenaikan bobot badan yang diketahui melalui penimbangan secara berulang-ulang selama pengamatan yang berasal dari penimbangan bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi dengan waktu pengamatan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pakan ternak. Menurut Mc.Donald et al (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot dan adanya perkembangan. Pengukuran bobot badan berguna untuk penentuan tingkat konsumsi, efisiensi pakan dan harga ternak untuk ternak penggemukkan ( Parakkasi, 1999). Semakin tinggi kualitasransum yang dikonsumsi, maka akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan ransumnya.

Hasil pengkajian menunjukkan pertambahan bobot badan anak selama 60 hari berkisar antara 0,67 - 0,83 kg/ekor/hari dengan rata-rata 0,77 kg/hari. Hal ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan bobot badan anak pada induk yang tidak diberi perlakuan (kontrol) berkisar antara 0,53-0,58 kg/ekor/hari dengan rata-rata 0,56 kg/ekor/hari

Estrus Post Partus dan Service per conception (S/C)

Jarak antara melahirkan dengan estrus pertama (estrus post partus) menunjukkan tingkat kesuburan induk sapi. Estrus post partus sangat dipengaruhi oleh kondisi induk setelah melahirkan. Kondisi pakan yang jelek akan berpengaruh terhadap pemulihan kondisi badan setelah melahirkan, yang akan menghambat pula pada pembentukan sel telur. Schillo (1992) mempostulasi bahwa energi tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memproduksi “luteinizing hormon” (hormon LSH). Hormon ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan folikel (mengaktifkan fungsi ovarium) sehingga terjadi estrus post partus. Dengan kata lain apabila cadangan energi rendah maka post partum anestrus akan lebih lama. Selanjutnya Rutter dan Randel (1984) melaporkan adanya perpendekan estrus post partum pertama sapi Brangus dari 58 menjadi 40 dan 35 hari setelah gizi ransum dinaikkan dari 90% kebutuhan menjadi 100% dan 110% kebutuhan. Estrus post partus induk sapi PO yang diberi perlakuan

(8)

230

flushing selama 4 bulan yaitu 2 bulan sebelum beranak dan 2 bulan setelah beranak pada Kelompok Ternak Mekarlaksana 2 di Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikancung memberikan hasil seperti pada tabel 1. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa Esrtus post partus induk sapi PO berada pada kisaran 57-78 hari. Hal ini masih dikategorikan normal namun masih di bawah target dimana target dari program pendampingan PSDS bahwa Estrus post partus <60 hari. Estrust post partus pada sapi kontrol berkisar antara 90-95 hari. Suyasa et al (2003) menyatakan bahwa perbaikan pakan 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan mampu memperpendek jarak antara melahirkan dengan birahi pertama pada sapi Bali.

Sementara itu pelayanan kawin hingga terjadi kebuntingan selanjutnya (S/C) tidakmenunjukkan perbedaan yang nyata antara ternak yang diberi perlakuan dengan kontrol yaitu rata-rata 2,5 dan 2,6. Angka ini dapat dikategorikan masih tinggi jika dibandingkan dengan target yang harus dicapai yaitu 1,5. TingginyaS/C ini menunjukkan rata-rata diperlukan 2,5 kali pelayanan IB atau kawin alam atau 2-3 kali pelayanan kawin suntik untuk setiap kali kebuntingan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan peternak dalam mendeteksi birahi seekor ternak, karena tidak jarang peternak yang tidak melaporkan ternaknya birahi kepada petugas sehingga harus menunggu siklus birahi berikutnya.

Setiap keberhasilan kebuntingan induk sapi dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya; Ketepatan pemilik sapi dalam mendeteksi kejadian birahi dan melaporkan kepada petugas IB, ketepatan pelayanan IB pada puncak birahi, kualitas semen, dan tingkat keterampilan petugas inseminator, PKB dan ATR.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa perbaikan manajemen pakan dengan menggunakan metoda flushing pada induk bunting 7 bulan (2 bulan sebelum melahirkan) dan 2 bulan setelah melahirkan dapat memperpendek jarak antara melahirkan dengan birahi pertama (estrus post partus), meningkatkan bobot lahir anak, pertambahan bobot badan harian anak sampaiumur 60 hari.

(9)

231 Saran

Untuk meningkatkan kinerja reproduksi induk perlu adanya perbaikan manajemen pemberian pakan terutama pada masa kritis yaitu 2 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan setelah melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2010. Flushing Meningkatkan Efisiensi Reproduksi Induk Sapi Potong. Leaflet Program Swasembada Daging Sapi. BPTP Jabar-Bandung

Balliarti, E dan Harmadji., 1983 . Berat Badan Sapi Umur satu Tahun Anak Sapi Hasil Inseminasi Buatan di Kabupaten Gunung Kidul. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta

Mc Donald, P., R. A. Edward, and J.F .D . Greenhalgh.,1988 . Animal Nutrition. 4`h Edition. Longman Science and Technical, NewYork, USA.

Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budidaya Sapi Potong Berkelanjutan untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerahdi KabupatenBengkulu Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Randel, R.D.,and L.M. Rutter (1984).Post partum nutrient intake and body condition: Effect of pituitary function and oset of oestrus in beef cattle. Jurnal Animal Science

Risa, A., U. Umiyasih dan J. Efendy. 2010. Perbaikan Pakan pada Induk Awal Laktasi, Pengaruhnya Terhadap Performa Reproduksi dan Pertumbuhan Pedet Prasapih.

(10)

232

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010. Teknologi Peternakan dan VeterinerRamah Lingkungan dalam Mendukung Program Swasembada Daging dan Peningkatan Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor

Santi, W.P. 2008. Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai Hasil IB terhadap Pemberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Schillo,K.K. 1982. Effet of dietary energy on control of Luteinizing hormone secretion in cattle and sheep. Jurnal Animal Science

Setiyono, P.B.W.H.E., Suryahadi, T. Torahmat, dan R. Syarief. 2007. Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Peternakan 30(3): 207−217.

Suyasa,S.G. dan R. Yasa. 2003. Teknologi Flushing Pada Induk Sapi Bali untuk Meningkatkan Berat Lahir dan Berat Sapih Pedet. Prosiding Seminar Nasional. Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam MendukungAgribisnis dan otonomi Daerah. Puslit Sosial Ekonomi Pertanian Bogor bekerjasama dengan BPTP Bali

Thalib, C. 1980. Produktifitas Pedet Peranakan Ongole dan Silangannya dengan Brahman dan Limousin . Pertumbuhan pada Umur 0 - 120 hari . Ilmu dan Petemakan. Vol. 4, No. 2 p : 282 -286. Balai Penelitian Temak, Ciawi - Bogor.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Usri, N. 1983 ., Pengaruh Musim dan Jenis Kelarnin TerhadapBobot Lahir serta Bobot Sapih Peranakan Ongole.Proceedings Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. PusatPenelitian dan Pengembangan Petemakan, Bogor. Hal:340-343.

Gambar

Tabel  1.  Keragaan  Kinerja  Reproduksi  Ternak  Sapi  Potong  yang  diberi  perlakuan  perbaikan manajemen pakan di Desa Mekarlaksana, Kecamatan Cikancung,  Kabupaten Bandung
Tabel  2.  Keragaan  Kinerja  Reproduksi  Ternak  Sapi  Potong  pembanding  (menggunakan  cara  petani  dalam  pemberian  pakannya)  di  Desa  Mekarlaksana,  Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung

Referensi

Dokumen terkait

1.) Pada prinsipnya semua persyaratan-persyaratan untuk beton yang dibuat dilapangan berlaku juga untuk Beton Ready Mix, baik mengenai persyaratan Material

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan mulai dilaporkan pada tahun 2005 dan setiap penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan tahunnya cenderung meningkat.. Pada

Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pendidikan terhadap motivasi belajar siswi kelas X di MA NU Banat Kudus, peneliti menggunakan uji regresi sederhana dalam

Dari input tersebut kemudian di proses, Mikrokontroler merupakan perangkat yang digunakan untuk memproses input tersebut yang akan mengkoneksikan antara robot dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) Harga pokok produksi konsentrat utama (RC Regular) yang dihasilkan UPP KPBS sebesar Rp 2.390,- per kilogram (b) Strategi

Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan, masing-masing kelompok dapat membuat skema singkat tahapan respirasi aerob dan dapat menjelaskan proses masing-masing

Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan

keperawatan yang paling sesuai dan efektif Temuan dalam penelitian ini sejalan dengan refleksi yang disampaikan Savett (2014) yang didasari oleh surat seorang klien