• Tidak ada hasil yang ditemukan

PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK

PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Asmidi

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Syahlan

PENDEKATAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI)

DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS MATEMATIKA

SISWA KELAS XI MIPA-2 DI SMAN 1 KOBA

Nelly Yuliana

PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA

BERBASIS NILAI KONTROL DAN NILAI RASIONALISME

PADA PEMBELAJARAN PEMODELAN MATEMATIKA

Arvin Efriani, Nyimas Aisyah, dan Indaryanti

REASONING AND PROOF DALAM MODEL PEMBELAJARAN RECIPROCAL

MATERI TRIGONOMETRI SISWA SMA

Afin Nur Latifa, M.Pd.

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA

BERBASIS PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN KONEKSI SISWA SMP/MTs

Lussy Midani Rizki, Risnawati, dan Zubaidah Amir MZ

Volume 4 Nomor 6 Tahun 2017

PPPPTK MATEMATIKA - KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

IDEAL MATHEDU

INDONESIAN DIGITAL JOURNAL

OF MATHEMATICS AND EDUCATION

mo

o

r

N

(2)

Penanggung jawab

:

Kepala Subag TU dan RT

Harwasono, S.Kom., MM

Redaktur

: Cahyo Sasongko, S.Sn.

Penyunting/Editor

:

1. Marfuah, S,Si.,M.T.

2. Muh. Tamimuddin H, M.T.

3. Muda Nurul Khikmawati, S.Kom,. M.Cs.

4. Dr. Sumardyono, M.Pd.

5. Wiworo, S.Si., M.M.

6. Dra. Th. Widyantini, M.Si.

7. Drs. Rachmadi Widdiharto, M.A.

8. Untung Trisna Suwaji, S.Pd., M.Si.

9. Adi Wijaya, S.Pd.,M.A.

10. Fadjar Noer Hidayat, M.Ed.

11. Hanan Windro Sasongko, S.Si.

12. Sigit Tri Guntoro, S.Si., M.Si.

13. Drs. Agus Suharjana, M.Pd.

14. Joko Purnomo, M.T.

15. Drs. Marsudi Raharjo, MSc.Ed.

16. Dra. Puji Iryanti, Msc.Ed.

17. Ratna Herawati, M.Si.

18. Sumaryanta, M.Pd.

19. Sri Wulandari Danoebroto, S.Si.,M.Pd.

20. Jakim Wiyoto, S.Si.

Desain Grafis dan Layout

:

1. Cahyo Sasongko, S.Sn.

2. Victor Deddy K, S.Si.

3. Muhammad Fauzy

Sekretariat

:

1. Nur Hamid, S.Kom.

2. M. Pujiastuti

3. Lestari Budi Atik, A.Md.

4. Sri Kurniasih

3. Dewi Katmolowati

Alamat redaksi

:

PPPPTK Matematika

Jl. Kaliurang km.6, Sambisari, Depok, Sleman, D.I.Y.

Telp. (0274) 885725, 881717

(3)

PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN

MATEMATIKA

Asmidi

SMPN 1 Sukadana, Sukadana, Kabupaten Kayong Utara; [email protected]

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan problem posing dalam

pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII/A SMPN 3 Sukadana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem posing dalam pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam berpikir kreatif. Banyaknya soal yang dibuat siswa dalam kegiatan problem posing pada materi segitiga dan segiempat terbagi menjadi tiga tipe soal. Tipe yang pertama adalah soal yang memiliki karakteristik sama, tipe yang kedua adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda, dan tipe yang ketiga adalah soal yang tidak biasa. Proses membuat soal dilakukan siswa dengan mengumpulkan informasi-informasi yang ada, kemudian dikonstruksi menjadi soal. Untuk proses menjawab soal, siswa mengolah informasi yang telah diketahui.

Kata kunci. Problem Posing, Pembelajaran Matematika

Abstract. This study aimed to describe the problem posing in mathematics at the

triangles and rectangles material. This study is a descriptive-exploratory research. The subjects in this study were students of class VII/A SMPN 3 Sukadana. The results showed that the problem posing in mathematics could train the students in creative thinking. The number of questions that the students made in the activities of problem posing on the triangles and rectangles material were divided into three types of matter. The first type is a matter which has the same characteristics, the second type is a matter which has different characteristics, and the third type is about the unusual one. The process of making the questions done by the students by collecting the existed information then was constructed to become questions. To answer the questions, students processed the information that had already known.

Key Words. Problem Posing, Mathematics Learning

1. Pendahuluan

Pembelajaran matematika yang dilakukan sebagian guru masih dengan menjelaskan materi pelajaran, menyajikan contoh soal sekaligus cara menyelesaikannya, dan memberikan soal untuk dikerjakan siswa. Guru belum memberikan perhatian yang serius terhadap berpikir kreatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Bahar & Maker (2011) bahwa guru di tingkat dasar dan menengah belum menyadari pentingnya berpikir kreatif dan pemecahan masalah dalam matematika. Siswa kurang diberikan kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide dan gagasan yang dimilikinya dalam menyelesaikan masalah matematika. Siswa akan selalu bergantung pada cara penyelesaian yang telah diberikan guru. Hal ini menyebabkan siswa kurang kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Dacey (dalam Piaw, 2011) menyatakan bahwa sebagian besar siswa sekolah menengah kurang kreatif.

Kreativitas dalam belajar matematika sangat penting dimiliki siswa agar mereka tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika. Hal ini sejalan dengan

(4)

Pehkonen (1997) yang menyatakan bahwa kreatif merupakan bagian penting untuk melakukan matematika. Siswa yang kreatif selalu berupaya untuk mencari berbagai alternatif penyelesaian masalah apabila menemukan kesulitan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam pembelajaran matematika adalah dengan problem posing. Silver (1997) menyatakan bahwa salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas siswa adalah kegiatan pengajuan masalah (problem posing). Istilah problem posing berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata “problem” yang artinya masalah dan kata “pose” yang artinya mengajukan. Silver (1994) menyatakan problem posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesiannya. Sejalan dengan itu, Bonotto (2006) menyatakan problem posing merupakan aktivitas siswa untuk mengonstruksi masalah mereka sendiri.

Problem posing dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk membuat soal. Dalam membuat soal, siswa diberikan informasi-informasi sebagai dasar untuk mengajukan soal. Informasi yang diberikan kepada siswa dapat berupa gambar atau berbentuk cerita. Hal ini sejalan dengan Lin (2004) yang menyatakan bahwa pembentukan soal didasarkan atas konteks, cerita, informasi atau gambar yang diketahui.

Kegiatan problem posing sangat penting diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini telah banyak diungkap peneliti seperti (Silver, dkk, 1996; Cho & Abramovich, 2008; Xia, dkk, 2008; Bonotto, 2010). Silver, dkk (1996) menyatakan bahwa problem posing sangat penting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran matematika. Cho & Abramovich, (2008) menyatakan bahwa problem posing merupakan aktivitas pedagogik yang penting dalam pembelajaran matematika. Xia, dkk (2008) menyatakan bahwa problem posing merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika. Bonotto (2010) menyatakan bahwa pentingnya kegiatan problem posing dalam matematika sekolah.

Berdasarkan paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana problem posing dalam pembelajaran matematika”.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-eksploratif yang bertujuan untuk mendeskripsikan problem posing dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat. Subjek dalam penelitian ini adalah 28 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sukadana. Subjek penelitian belum pernah mengikuti pembelajaran problem posing. Data yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah 3 siswa dari 28 siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sukadana. Ketiga siswa terdiri dari siswa yang kemampuannya rendah yaitu NAG, siswa yang kemampuannya sedang yaitu LF, dan siswa yang kemampuannya tinggi yaitu TOM.

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama dan perangkat pembelajaran, serta instrumen pendukung. Prosedur penelitian dilakukan sebagai berikut: 1) menyusun instrumen penelitian, 2) memvalidasi instrumen penelitian,

(5)

3) menentukan subjek penelitian, 4) mengumpulkan data penelitian, dan 5) menganalisis data.

Data yang telah terkumpul dianalisis dengan langkah-langkah: 1) mereduksi data dilakukan dengan menyeleksi, memfokuskan, dan menyederhanakan semua data mentah dan kasar yang diperoleh, 2) penyajian data dilakukan dengan menyajikan hasil reduksi data secara naratif sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan keputusan pengambilan tindakan, dan 3) penarikan kesimpulan dilakukan dengan memberikan simpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi.

3. Hasil

Kegiatan problem posing dilakukan siswa dengan cara membuat soal sekaligus selesaiannya berdasarkan informasi yang diketahui. Berikut ini informasi yang diberikan kepada siswa.

Gambar 1. Informasi

Gambar 1 merupakan segiempat yang terbentuk dari dua segitiga yaitu ABC dan ACD. Informasi yang diketahui adalah AB = 3 cm, BC = 4 cm, CD = 12 cm, AD = 13 cm,

CAD = 650, dan ACB = 550. Berdasarkan informasi tersebut, siswa diminta untuk membuat soal sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga, keliling, dan luas segitiga sekaligus selesaiannya. Berikut ini hasil pekerjaan beberapa siswa.

3.1. Problem Posing pada Subjek NAG

Berdasarkan informasi yang diberikan, NAG mampu membuat 2 soal yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga. NAG juga mampu menyelesaikan kedua soal tersebut dengan benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat NAG.

(6)

Berdasarkan gambar 2, NAG membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan sifat-sifat segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu besar ABC adalah 900 (atau sudut siku-siku) dan besar ACB adalah 550. Soal nomor 2 yang dibuat NAG berkaitan dengan sifat-sifat segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yang diketahui yaitu besar ACD adalah 900 (atau sudut siku-siku) dan besar CAD adalah 650. Kedua soal yang dibuat oleh NAG adalah soal yang memiliki karakteristik sama karena soal tersebut memiliki tujuan yang sama, hanya situasinya yang berbeda.

Untuk mengetahui proses berpikir NAG dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara dengan NAG.

Peneliti :” Bagaimana cara kamu membuat soal tentang besar sudut BAC?” Siswa :”Saya mengamati segitiga ABC.”

Peneliti :”Apa yang kamu amati dari segitiga tersebut sehingga dapat membuat soal?” Siswa :”Dari segitiga ABC, saya amati bahwa sudut ABC adalah sudut siku-siku, besar sudut ACB sama dengan 550, dan sudut BAC belum diketahui. Karena sudut BAC belum diketahui, maka saya buat soal berapakah sudut BAC.”

3.2. Problem posing pada subjek LF

Berdasarkan informasi yang diberikan, LF mampu membuat 4 soal yang berkaitan dengan keliling dan luas segitiga. LF juga mampu menyelesaikan keempat soal tersebut dengan benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat LF.

Gambar 3. Soal yang dibuat LF

Berdasarkan gambar 3, LF membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AD = 13 cm, AC = 5 cm, dan CD = 12 cm. Soal nomor 2 yang dibuat LF berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, dan AC = 5 cm. Soal nomor 3 yang dibuat LF berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang

(7)

diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm yang merupakan sisi alas dan CD = 12 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 4 yang dibuat LF berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm yang merupakan sisi alas dan BC = 4 cm sebagai tinggi segitiga. Keempat soal yang dibuat oleh LF adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda karena soal tersebut memiliki tujuan yang berbeda.

Untuk mengetahui proses berpikir LF dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara dengan LF.

Peneliti :” Bagaimana cara kamu membuat soal tentang luas segitiga ADC?” Siswa :”Dengan melihat sisi-sisi segitiga ADC yang sudah diketahui.” Peneliti :”Apa yang kamu ketahui tentang sisi-sisi segitiga tersebut sehingga dapat membuat soal?”

Siswa :”Segitiga ADC memiliki sisi alas AC sama dengan 5 cm dan sisi tinggi CD sama dengan 12 cm. Dari kedua sisi tersebut sudah bisa dicari luasnya.”

3.3. Problem Posing pada Subjek TOM

Berdasarkan informasi yang diberikan, TOM mampu membuat 6 soal yang berkaitan dengan keliling dan luas segitiga. TOM juga mampu menyelesaikan keenam soal tersebut dengan benar. Berikut ini adalah gambar soal sekaligus selesaiannya yang dibuat TOM.

Gambar 4. Soal yang dibuat TOM

Berdasarkan gambar 4, TOM membuat soal nomor 1 yang berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm yang merupakan sisi alas dan BC = 4 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 2 dibuat yang TOM berkaitan dengan penyelesaian masalah keliling bangun ABCD berdasarkan informasi yang diketahui yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, CD = 12 cm, dan AD = 13 cm. Soal nomor 3 yang dibuat TOM berkaitan dengan luas segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm yang merupakan sisi alas dan CD = 12 cm sebagai tinggi segitiga. Soal nomor 4 yang dibuat TOM berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ADC yaitu AC = 5 cm, CD = 12 cm, dan AD = 13 cm. Soal nomor 5 yang dibuat TOM

(8)

berkaitan dengan keliling segitiga berdasarkan informasi yang diketahui dari ABC yaitu AB = 3 cm, BC = 4 cm, dan AC = 5 cm. Soal nomor 6 yang dibuat TOM berkaitan dengan penyelesaian masalah luas bangun ABCD berdasarkan informasi yang diketahui dari luas dua buah segitiga yaitu luas ABC = 6 cm2 dan luas ADC = 30 cm2. Keenam soal yang dibuat oleh TOM adalah soal yang memiliki karakteristik berbeda karena soal tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Dari enam soal, ada dua soal yang dibuat TOM berbeda dari siswa lainnya seperti soal nomor 2 dan 6 yang bersifat kebaruan.

Untuk mengetahui proses berpikir TOM dalam membuat soal, berikut ini cuplikan wawancara dengan TOM.

Peneliti :” Bagaimana cara kamu membuat soal tentang luas ADCB?”

Siswa :”Setelah saya menemukan luas segitiga ABC dan luas segitiga ADC, kemudian saya mengamati segiempat ABCD. Saya pikir luas segiempat ABCD bisa dibuat

soal.”

Peneliti :”Bagaimana kamu mencari luasnya?”

Siswa :”Tinggal dijumlahkan luas segitiga ABC dengan luas segitiga ADC.”

4. Pembahasan

Problem posing dalam pembalajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat dilakukan dengan meminta siswa untuk membuat soal sekaligus penyelesaiannya. Pengajuan masalah (problem posing) dalam pembelajaran, intinya meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah (Siswono, 2004). Untuk membuat soal, siswa disajikan gambar segitiga dan segiempat sebagai informasi. Dari gambar yang disajikan, siswa akan diminta untuk mengamati dan menghimpun informasi yang telah diketahui dan informasi yang belum diketahui. Informasi yang belum diketahui nantinya akan dijadikan dasar sebagai dasar untuk membuat soal. Adapun informasi yang telah diketahui nantinya akan dijadikan dasar untuk menyelesaikan soal yang telah dibuat.

Kegiatan membuat banyaknya soal sekaligus selesaiannya dalam problem posing akan memunculkan kreativitas siswa. Menurut Silver (1997), ada tiga komponen utama yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). Kefasihan (fluency) yaitu mampu dan lancar dalam mengajukan banyak soal sekaligus menyelesaikannya, fleksibilitas (flexibility) yaitu mampu mengajukan soal yang berbeda-beda dan dapat menyelesaikannya, kebaruan (novelty) yaitu mampu mengajukan soal yang berbeda (tidak biasa dibuat oleh siswa pada tingkat pengetahuannya). Adapun kreativitas siswa dalam kegiatan membuat soal sebagai berikut.

(9)

Subjek 1 : NAG

Diagram 1. Subjek NAG

Diagram 1 menunjukkan bahwa NAG membuat soal nomor 1 hanya berdasarkan informasi sudut. Soal nomor 2 yang dibuat NAG juga hanya berdasarkan informasi sudut. Soal yang dibuat NAG hanya memanfaakan informasi sudut segitiga saja. NAG tidak memanfaatkan informasi sisi-sisi segitiga, baik sebagai informasi utama maupun sebagai informasi pendukung. Kedua soal yang dibuat NAG memiliki tujuan dan karakteristik yang sama sehingga kreativitas NAG tergolong lancar.

Subjek 2: LF

Diagram 2. Subjek LF

Diagram 2 menunjukkan bahwa LF membuat soal nomor 1 hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Soal nomor 2 yang dibuat LF juga hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 3, LF membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung untuk menentukan luas segitiga. Pada soal nomor 4, LF juga membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung untuk menentukan luas segitiga. Soal yang dibuat LF sudah memanfaaatkan dua informasi yang berbeda yaitu sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung.

segitiga sisi-sisi sudut soal 1 soal 2 lancar segitiga sisi-sisi sudut soal 2 soal 3

lancar dan fleksibel

soal 4 soal 1

(10)

Keempat soal yang dibuat LF memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda sehingga kreativitas LF tergolong lancar dan fleksibel.

Subjek 3: TOM

Diagram 3. Subjek TOM

Diagram 3 menunjukkan bahwa TOM membuat soal nomor 1 berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Soal nomor 2 yang dibuat TOM hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 3, TOM membuat soal berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Pada soal nomor 4, TOM membuat soal hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Pada soal nomor 5, TOM juga membuat soal hanya berdasarkan informasi sisi-sisi. Soal nomor 6 dibuat TOM berdasarkan sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Soal yang dibuat TOM sudah memanfaaatkan dua informasi yang berbeda yaitu sisi-sisi sebagai informasi utama dan sudut sebagai informasi pendukung. Keenam soal yang dibuat TOM memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda. Ada soal yang tidak biasa dibuat TOM yaitu soal 2 dan soal 6. Berdasarkan hal tersebut kreativitas TOM tergolong lancar, fleksibel, dan memiliki sifat kebaruan.

Berdasarkan hasil wawancara siswa diperoleh informasi bahwa proses pembuatan soal dilakukan siswa dengan mengamati dan memfokuskan perhatiannya pada suatu bagian gambar. Setelah itu, siswa mengidentifikasi informasi yang ada berdasarkan informasi tersebut, kemudian siswa mengonstruksinya menjadi soal. Untuk proses menjawab soal, siswa mengerjakannya dengan mengolah beberapa informasi yang telah diketahui.

5. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa problem posing dalam pembelajaran matematika pada materi segitiga dan segiempat merupakan kegiatan yang dilakukan siswa dengan membuat soal sebanyak-banyaknya berdasarkan informasi yang diberikan. Soal tersebut juga harus diselesaikan oleh siswa itu sendiri. Kegiatan

segitiga

sisi-sisi sudut

soal 3 soal 4

lancar, fleksibel, dan memenuhi sifat kebaruan

soal 5

soal 2 soal 6

(11)

problem posing dalam pembelajaran matematika dapat melatih siswa dalam berpikir kreatif. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif akan mampu menyelesaikan masalah matematika.

Soal-soal yang dibuat siswa dalam kegiatan problem posing dapat digolongkan menjadi tiga tipe soal, yaitu: 1) soal yang memiliki karakteristik sama, 2) soal yang memiliki karakteristik berbeda, dan 3) soal yang tidak biasa. Proses membuat soal dilakukan siswa dengan mengumpulkan informasi-informasi yang yang ada, kemudian dikonstruksi menjadi soal. Proses menjawab soal dilakukan siswa dengan mengolah informasi yang telah diketahui.

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian, saran bagi guru matematika di SMP yaitu agar melatih berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran problem posing.

Daftar Pustaka

Bahar, A.K. & Maker, C.J. 2011. Exploring the Relationship between Mathematical Creativity and Mathematical Achievement. Asia-Pacific Journal of Gifted and Talented Education, Volume 3,

Issue 1, 2011

Bonotto. (2006). Extending Students’ Understanding of Decimal Numbers vis Realistic Mathematical Modeling and Problem Posing, Proceeding 30th Conference of The International Group for the

Psychology of Mathematics Education, 2 193 – 200, Prague, Czech Republic, July 16-21, 2006

Bonotto. 2010. Engaging Students in Mathematical Modelling and Problem Posing Activities. Journal

of Mathematical Modelling and Application 2010, Vol. 1, No. 3.

Cho & Abramovich. 2008. On Mathematical Problem Posing by Elementary Pre-teachers: The Case of Spreadsheets. Spreadsheets in Education (eJSiE): Vol. 3: Iss. 1, Article 1.

Lin, P. 2004. Supporting Teachers On Desingning Problem-Posing Tasks As A Tool Of Assessment To Understand. Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the

Psychology of Mathematics Education Students’ Mathematical Learning, 2004 Vol 3.

Pehkonen, E. 1997. The State-of-Art In Mathematical Creativity. Zentralblatt fur Didaktik der

Mathematik (ZDM) – The International Journal on Mathematics Education. (online),

(http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf), diakses 23 Februari 2015.

Piaw, C.Y. 2011. Hindrances to Internal Creative Thinking and Thinking Styles of Malaysian Teacher Trainees in the Specialist Teachers’ Training Institute. Procedia Social and Behavioral Sciences

15 (2011) 4013–4018.

Silver, E. A. (1994). On mathematical problem posing. For the Learning of Mathematics, Vol. 14, No. 1 (Feb., 1994), pp. 19-28

Silver, E. A. dkk. (1996). Posing Mathematical Problems: An Exploratory Study. Journal for

Research in Mathematics Education, Vol. 27, No. 3 (May, 1996), pp. 293-309.

Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing. Zentralblatt fur Didaktik der Mathematik (ZDM) – The International

Journal on Mathematics Education. (online), (www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf),

diakses 16 Februari 2015.

Siswono, T. 2004. Identifikasi Proses Berpikir Kreatif Siswa dalam Pengajuan Masalah (Problem Posing) Matematika Berpandu dengan Model Wallas dan Creative Problem Solving (CPS). Buletin Pendidikan Matematika Volume 6 Nomor 2, Oktober 2004.

Xia, dkk. 2008. Research on Mathematics Instruction Experiment Based Problem Posing. Journal of

(12)

SEPULUH STRATEGI DALAM PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA

Syahlan

Pendidikan Matematika FKIP-UISU, Medan, [email protected]

Abstrak. Salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu

menyelesaikan permasalahan. Masalah yang diajukan tidak hanya terbatas pada masalah rutin, tetapi dapat berupa masalah tidak rutin. Masalah tersebut menjadi tantangan bagi siswa untuk dipecahkan. Masalah tidak rutin menjadi sulit diselesaikan karena tidak dapat diselesaikan menggunakan konsep dan prinsip matematika yang umum. Dalam menyelesaikan masalah diperlukan strategi yang tepat dengan mengombinasikan segala konsep dan prinsip matematika yang dikuasai siswa. Melalui artikel ini diharapkan guru maupun siswa akan memiliki pemahaman sehingga dapat memilih diantara 10 strategi yang sesuai dalam pemecahan masalah matematika.

Kata Kunci: Strategi, Masalah Matematika, Pemecahan Masalah

1. Pendahuluan

Kehidupan menawarkan dua hal yang berlainan, yaitu suka atau duka. Kedukaan umumnya disebabkan oleh adanya masalah yang dihadapi. Masalah haruslah dihadapi dengan bijak dan harus diselesaikan dengan cara yang baik. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk membantu siswa menghadapi dunia nyata. Oleh karena itu, pembelajaran matematika tidak dapat terlepas dari kegiatan pemecahan masalah. Pembelajaran seharusnya dikaitkan dengan upaya dan melatih siswa untuk berpikir dalam memecahkan masalah. Idealnya, pembelajaran matematika seharusnya menawarkan masalah untuk diselesaikan sebagai latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan kemampuan kognitif siswa.

Pemecahan masalah merupakan salah satu dari lima tujuan pembelajaran matematika. Menurut NCTM (2000), ada lima tujuan yang menjadi fokus dalam kemampuan belajar matematika, yaitu 1) kemampuan pemecahan masalah, 2) kemampuan penalaran dan pembuktian, 3) kemampuan koneksi, 4) kemampuan komunikasi, dan 5) kemampuan representasi. Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab dengan baik. Pertanyaan yang diajukan dapat berupa pertanyaan rutin maupun pertanyaan tidak rutin. Melalui masalah, siswa diajak untuk berpikir dan mencari sebab-sebab masalah itu timbul.

Berdasarkan sebab-sebab yang ada sebagai informasi awal, siswa harus berupaya untuk menyelesaikan masalah sebagai akibatnya. Ada 10 cara yang dapat dipilih siswa dalam memecahkan masalah matematika yang dihadapi. Artikel ini menawarkan berbagai strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga siswa dapat dengan bijak memilih cara yang tepat.

Masalah merupakan hal yang selalu kita hadapi. Berbagai kejadian terkadang menjadi masalah yang harus diselesaikan dengan segera. Demikian pula dalam belajar, berbagai masalah disajikan kepada siswa untuk diselesaikan dalam upaya membelajarkan siswa.

(13)

Tidak setiap pertanyaan dapat disebut sebagai masalah dan tidak semua masalah yang diberikan akan dapat membelajarkan siswa. Masalah yang dimaksud adalah pertanyaan atau soal yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan perhitungan biasa (prosedur rutin). Masalah yang dapat membelajarkan siswa adalah masalah yang memberikan tantangan kepada siswa yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa.

Masalah dalam matematika haruslah menantang, perlu adanya suatu prosedur baru yang memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki siswa selama ini. Artinya bahwa siswa harus dapat mengombinasikan segala konsep yang telah diketahuinya dan yang terkait masalah, lalu membentuk suatu konsep baru sehingga masalah yang diberikan dapat dipecahkan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Cooney (Budhayanti, dkk, 2008) bahwa “suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh si pelaku”.

Soal cerita merupakan salah satu bentuk masalah yang sering disajikan dalam pembelajaran matematika. Siswa ditantang untuk memahami masalah tersebut sehingga siswa dapat mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan, seperti: apa yang diketahui dan apa

yang menjadi masalah. Melalui informasi tersebut, siswa akan dapat menentukan konsep

yang cocok maupun konsep yang berkaitan dengan masalah untuk dapat merencanakan penyelesaiannya menggunakan model matematika. Hasilnya, model yang dibuat akan membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan masalah dalam matematika adalah suatu pertanyaan yang menggugah kita sehingga menjadi tertantang untuk menyelesaikannya menggunakan segenap pengetahuan (konsep dan prinsip matematika) yang telah dimiliki sebagai dasar dalam membentuk konsep baru hingga dapat diselesaikan.

2. Proses Pemecahan Masalah Matematika

Masalah yang diberikan harus mampu diamati dari berbagai sudut pandang sehingga akan dapat diketahui prinsip dari masalah itu. Polya (1975: 6) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengubah cara pandang seseorang terhadap masalah untuk mengidentifikasi masalah dan selanjutnya memutuskan cara penyelesaian masalah. Menurutnya, solusi yang diberikan tidak hanya merupakan jawaban untuk memecahkan masalah tetapi juga memuat prosedur yang harus dilakukan untuk mendapatkan jawaban. Untuk itu, pemberi jawaban harus memberikan langkah-langkah penyelesaiannya secara detail.

Ada empat tahap yang harus dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem), 2) merencanakan cara penyelesaiannya (devising a plan), 3) melaksanakan rencana yang telah dibuat (carrying

out the plan), 4) melihat kembali seluruh proses yang dilakukan (looking back) (Polya, 1975:

6-14). Untuk melaksanakan keempat tahap penyelesaian masalah ini dibutuhkan ketelitian dan kesabaran, yakni pada setiap tahap yang dilakukan diperlukan refleksi sehingga menjadikannya semacam siklus. Misalkan setelah memahami masalah, akan melanjutkannya

(14)

dengan membuat rencana dengan memilih strategi penyelesaian. Ketika gagal membuatnya, maka kembali kepada masalah dan mencari informasi tambahan yang relevan untuk dapat mendukung penerapan strategi tersebut agar dapat digunakan.

Tahap pertama yang harus dilakukan siswa adalah menentukan hal-hal yang diketahui

dengan tepat dan apa yang harus diselesaikan. Untuk itu, siswa terkadang perlu mempresentasikan masalah tersebut ke dalam bentuk gambar, tabel, maupun notasi matematika. Selain itu, mengetahui apa yang harus diselesaikan membantu siswa mengetahui arah yang menjadi tujuan penyelesaian masalah tersebut sehingga memudahkan siswa membuat rencana penyelesaian dengan menetapkan strategi yang tepat.

Tahap kedua yang harus dilakukan adalah mencari alternatif jawaban yang mungkin dapat

digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pada tahap ini, kreativitas, pengetahuan terkait masalah, mental belajar, dan konsentrasi siswa sangat dibutuhkan untuk menentukan berbagai cara penyelesaian masalah. Ada lima cara yang dapat digunakan dalam mencari cara penyelesaian masalah, yaitu 1) mencoba-coba (guess and check), 2) membuat/menemukan pola (look for pattern), 3) membuat dan menyusun daftar secara sistematis (make a systematic list), 4) membuat dan menggunakan gambar maupun model (make and use a drawing or model), 5) mempertimbangkan/meniadakan suatu kemungkinan yang dapat terjadi (eliminate possibilities) (Sheffield dan Cruikshank, 1996: 35).

Pemilihan strategi ini umumnya disesuaikan dengan masalah yang diajukan. Beberapa cara lebih efektif dibandingkan cara yang lain pada suatu masalah. Namun pada masalah lainnya, cara tersebut malah tidak dapat digunakan. Oleh karena itu harus jeli dalam memilih strategi yang tepat dan cocok digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal meniadakan suatu kemungkinan, ada tiga cara yang dapat diterapkan. Menurut Sheffield dan Cruikshank (1996: 37), cara tersebut adalah 1) menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang (working backwards), 2) menyelesaikan masalah secara langsung (acting out the problem), dan 3) mengubah cara pandang terhadap masalah (changingyour point of view).

Tahap ketiga adalah melaksanakan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Tahap ini

cukup mudah dilaksanakan karena yang dibutuhkan hanyalah kesabaran. Prosedur yang telah ditetapkan dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku sesuai dengan konsep algoritma matematika sehingga masalah yang diajukan telah benar-benar terselesaikan. Peran guru pada tahap ini sangat penting dalam membantu siswa menyelesaikan masalahnya. Berbagai pertanyaan dapat diajukan guru untuk membantu siswa menemukan arah penyelesaian masalah dengan benar dan juga sebagai upaya untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Alternatif penyelesaian masalah yang dibuat siswa belum tentu merupakan konsep yang formal. Untuk itu pada tahap terakhir (keempat) ini, siswa diajak untuk melakukan penyelidikan terhadap semua prosedur penyelesaian masalah yang dibuat. Berdasarkan hal tersebut, siswa akan dapat menghubungkan konsep-konsep yang diketahuinya dengan konsep lain sebagai pengetahuan yang baru serta dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Keempat langkah proses penyelesaian masalah oleh Polya dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram berikut.

(15)

Memahami Masalah Membuat Strategi Melaksanakan Strategi Melihat Kembali

Gambar 1. Langkah proses pemecahan masalah oleh Polya

3. Strategi Pemecahan Masalah Matematika

Langkah kedua dalam memecahkan masalah adalah merencanakan strategi yang efektif. Banyak strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, diantaranya adalah menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang (working backwards), menyelesaikan masalah secara langsung (acting out the problem), dan mengubah cara pandang terhadap masalah (changing your point of view) seperti yang diungkapkan Sheffield dan Cruikshank (1996: 37) dalam bukunya. Selain itu, menurut Posamentier (2009) dalam bukunya mengungkapkan bahwa pada tingkat dasar (grades 3-6) ada 9 strategi yang dapat digunakan, sedangkan untuk tingkat menengah (grades 6-12). Posamentier (1998) menyatakan ada 10 strategi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Sepuluh strategi pemecahan masalah tersebut diuraikan sebagai berikut.

3.1. Menyelesaikan Masalah Secara Mundur/dari Belakang

Masalah rutin umumnya dimulai dari konsep awal dan siswa ditugaskan menyelesaikannya. Lalu bagaimana jika sebaliknya(diberikan jawaban akhirnya untuk mendapatkan nilai-nilai awalnya)?Untuk menyelesaikan masalah seperti ini siswa dapat menyelesaikannya secara terbalik pula, dimana siswa bergerak mundur ke belakang untuk mendapatkan hasil-hasil awalnya.

Contoh masalah 1:

Ibu mempunyai 10 apel, 15 jeruk dan 20 pisang yang akan disajikan dalam beberapa piring dengan komposisi yang sama. Berapa piring yang harus disediakan Ibu?

Alternatif solusi:

Masalah di atas, mensyaratkan bahwa dalam setiap piring harus diisi oleh 3 macam buah(apel, jeruk, dan pisang) dan tidak boleh ada tersisa. Seandainya kita membagikannya dalam piring, kita akan kesulitan menentukan dengan tepat banyak piring yang harus disediakan. Untuk itu, kita harus menyelesaikannya secara terbalik. Kita perlu membagi setiap jenis buah ke dalam beberapa bagian dalam jumlah yang sama, sehingga diketahui:

(16)

Apel sejumlah 10 disajikan dalam 2 × 5 piring = 5 × 2 piring Jeruk sejumlah 15 disajikan dalam 3 × 5 piring = 5 × 3 piring

Pisang sejumlah 20 disajikan dalam 2 ×10 piring = 4 × 5 piring = 5 ×4 piring = 10 ×2piring

Karena banyak piring yang sama untuk setiap jenis buah adalah 5 piring, maka diketahui bahwa penyelesaian yang tepat adalah bahwa harus ada 5 piring yang harus disediakan untuk disajikan, dan setiap piring harus diisi oleh 2 apel, 3 jeruk, dan 4 pisang.

3.2. Menemukan Pola

Matematika merupakan konsep yang teratur dan memiliki pola yang tetap. Sehingga beberapa masalah matematika pastilah akan mengandung pola-pola yang kemudian dapat dikembangkan menjadi konsep matematika yang utuh. Oleh karena itu, harus diteliti permasalahannya dan menyatakan pola tersebut untuk membentuk konsep matematikanya.

Contoh masalah 2:

Suhu di dalam kulkas sebelum dihidupkan 29 C. Setelah dihidupkan suhunya turun 3 C setiap 5 menit. Berapakah suhu di dalam kulkas setelah 30 menit?

Alternatif solusi:

Permasalahan ini menyatakan bahwa setiap 5 menit suhu dalam kulkas turun 3 C. Berarti setelah 10 menit suhunya turun menjadi 3 C + 3 C = 2 × 3 C.

Karena 10 menit = 2 × 5 menit, itu artinya bahwa setiap kelipatan 5 menit maka suhunya turun sebanyak hasil kali kelipatan 5 menit dengan 3 C.

Atau dapat dinyatakan bahwa n × 5 menit = n × 3 C.

Dengan demikain, 30 menit = 6 × 5 menit = 6 × 3 C = 18 C.

Pada awalnya suhu kulkas adalah 29 C dan turun sebesar 18 C, maka 29 C – 18 C = 11 C.

Jadi setelah 30 menit suhunya adalah 11 C.

3.3. Mengubah Cara Pandang Terhadap Masalah

Suatu masalah dapat dipandang dari berbagai sudut pandang seseorang sehingga masalah itu dikatakan bernilai relatif, dapat menjadi mudah atau sebaliknya dapat menjadi sulit. Demikian pula halnya dengan masalah matematika. Jangan hanya terpaku pada satu konsep saja sehingga tidak terjebak. Dengan mengubah sudut pandang, akan ditemukan konsep lain yang tersembunyi yang memungkinkan untuk menyelesaikannya dengan mudah.

(17)

Contoh masalah 3:

Perhatikan gambar di samping!

Jika K, L, M, N merupakan titik tengah masing masing garis

AD, AB, BC, dan CD dari suatu persegi ABCD.Apabila luas

persegi ABCD adalah 6p2, berapakah luas persegi KLMN?

Gambar 2. Persegi ABCD Alternatif solusi:

Jika diperhatikan, kita akan merasa sulit untuk menyelesaikan masalah ini apalagi jika kita tidak menguasai Teorema Pythagoras untuk menghitung panjang sisi-sisi pada persegi

KLMN. Selain itu, kita juga harus menentukan panjang sisi persegi ABCD terlebih dahulu.

Tetapi jika kita memandang masalah dari sudut pandang lain, yaitu dengan membagi bangun persegi tersebut menjadi beberapa bagian, maka akan diperoleh seperti gambar di samping berikut ini.

Terlihat bahwa persegi ABCDterdiri atas 8 bagian dan persegi KLMN4 bagian sama besar sehingga perbandingan

ABCD : KLMN = 8 : 4 = 2 : 1.

Dengan demikian, luas persegi KLMN = × 6p2 = 3p2.

3.4. Menggunakan Analogi/Pengandaian Sederhana

Karena matematika merupakan konsep yang teratur dan memiliki pola yang tetap, dapat digunakan pengandaian sederhana untuk mengungkapkan konsep yang umum dari konsep yang khusus atau sebaliknya. Pengandaian dapat mengungkapkan pola khusus sehingga memungkinkan membuat konsep yang umum.

Contoh masalah 4:

Suatu pekerjaan dapat diselesaikanoleh 32 pekerja dalam waktu 81 hari. Setelah dikerjakan 15 hari, pekerjaan itu dihentikan selama 18 hari. Jika kemampuan bekerja setiap orang sama dan agar pekerjaan tersebut selesai sesuai jadwal semula, maka banyak pekerja tambahan yang diperlukan adalah….

Alternatif solusi:

Andaikan bahwa banyaknya pekerjaan itu adalah hasil kali banyaknya pekerja dengan banyaknya waktu yang ada, maka banyaknya pekerjaan adalah

n(Ps) = 32 × 81 = 2592.

Banyaknya pekerjaan selama 15 hari adalah

n(P1) = 32 × 15 = 480.

Karena pekerjaan dihentikan selama18 hari, maka sisa tenggat waktu adalah 81 – 15 – 18 = 81 – (15 + 18) = 81 – 33 = 48 hari

sedangkan banyak pekerjaan yang tersisa adalah 2592 – 480 = 2112 K D N C M B L A

(18)

sehingga jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah 2112 : 48 = 44 orang pekerja.

Jadi pekerja tambahan yang diperlukan adalah selisih jumlah pekerja sebelum dan sesudah libur, yaitu 44 – 32 = 12 orang.

3.5. Menggunakan/Mempertimbangkan Kondisi yang Ekstrim

Beberapa masalah yang terjadi terkadang lebih mudah dipahami jika kita mengasumsikannya dalam kondisi paling ekstrim (jika perlu meniadakan kondisi tersebut). Misalkan saja suatu hal yang terjadi dianggap berada pada kondisi awal (pada titik nol) atau bahkan dapat juga dianggap sebagai kondisi yang mustahil. Dengan mengasumsikannya secara demikian, permasalahan tersebut dapat diselesaikan.

Contoh masalah 5:

Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan tetap 55 km/jam. Sebuah mobil lain tepat berada km di belakangnya. Tepat setelah 1 menit kemudian, mobil kedua menyusulnya. Berapakah kecepatan mobil kedua tersebut?

Alternatif solusi:

Jika kita mengamati masalah tersebut, kita hanya dapat menemukan informasi yang kurang berarti, yaitu bahwa mobil pertama bergerak tetap 55 km/jam.Mobil kedua berapa km dibelakangnya dan setelah 1 menit mobil kedua menyusul mobil pertama.Kita tidak mungkin menyatakan kecepatan mobil kedua berdasarkan informasi yang diperoleh di atas.Untuk itu, kita perlu mengasumsikan masalah tersebut dalam kondisi yang ekstrim.Karena mobil pertama bergerak tetap (konstan), kita dapat mengasumsikan bahwa mobil itu bergerak dengan kecepatan 0 km/jam.Berdasarkan informasi kedua dan ketiga, kita dapat menyatakan bahwa mobil kedua mampu bergerak sejauh km dalam waktu 1 menit. Itu artinya bahwa kecepatan mobil kedua adalah km/menit atau 30 km/jam.Kecepatan mobil kedua pastilah 30 km/jam lebih cepat dari mobil pertama sehingga kecepatan mobil kedua adalah 85 km/jam (30 km/jam + 55 km/jam).

3.6. Membuat Gambaran

Masalah yang terjadi dapat diilustrasikan dalam bentuk lain seperti gambar, grafik, maupun tabel untuk mempermudah kita menentukan penyelesaiannya. Dengan bantuan gambar, grafik, maupun tabel, kita dapat menyusun pola yang tepat sehingga informasi yang diperoleh lebih berarti.

(19)

Contoh masalah 6:

Untuk melindungi kebunnya dari hewan liar, Pak Karto membuat pagar kawat di sekeliling kebunnya yang berbentuk persegi. Seandainya luas kebun Pak Karto adalah 64 m2 dan setiap 1 meter dipasangi tiang pagar penyangga kawat, berapa banyak tiang yang diperlukan Pak Karto untuk memagari kebunnya?

Alternatif solusi:

Beberapa informasi yang diketahui adalah bahwa kebun Pak Karto berbentuk persegi dengan luas 64 m2 sehingga diketahui bahwa panjang sisi kebun tersebut adalah 8 m. Karena hendak dipasangi tiang di sekeliling kebun, maka keliling kebun Pak Karto adalah 4 × 8 meter atau sama dengan 32 meter. Lalu, benarkah bahwa banyak tiang yang diperlukan adalah 32 buah? Untuk membuktikannya, kita dapat mengilustrasikan masalah tersebut dalam bentuk gambar sebagai berikut.

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X

Gambar 3. Kebun Pak Karto

Dengan demikian, diketahui bahwa banyak tiang yang dibutuhkan untuk memagari kebun Pak Karto adalah 28 buah tiang, bukan 32 buah tiang.

3.7. Melakukan Ujicoba (trial-error)

Beberapa masalah dalam kehidupan sehari-hari dapat diselesaikan dengan melakukan ujicoba, seperti misalnya membuat warna tertentu dengan menggunakan campuran warna dasar. Strategi ini mungkin bukan termasuk dalam prosedur matematika, tetapi konsep seperti ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah tertentu yang penyelesaiannya membutuhkan waktu yang lama jika diselesaikan secara matematika atau jika penyelesaiannya menjadi lebih rumit. Ujicoba yang digunakan haruslah menggunakan pemikiran yang baik.Setelah melakukan ujicoba, jika hasilnya gagal, dapat melalukan ujicoba lainnya hingga dapat diselesaikan.

(20)

Contoh masalah 7:

Pada saat ujian, Tuti diberikan 20 soal pilihan ganda. Jika Tuti menjawab benar diberikan skor 5, jika menjawab salah diberikan skor (-2), dan jika tidak menjawab diberikan skor 0. Jika diketahui skor Tuti adalah 44 dengan beberapa soal yang tidak dijawab, berapakah banyak soal yang tidak dijawab Tuti?

Alternatif solusi:

Seandainya kita menggunakan konsep matematika, kita dapat mengasumsikan bahwa ada tiga variabel yaitu soal dijawab dengan benar (x), soal dijawab tetapi salah (y), dan soal tidak dijawab (z)sehingga dengan menggunakan konsep aljabar diperoleh:

x+y+z =20

5x –2y +0z =44

Bagaimana kita dapat menyelesaikan permasalahan tersebut?

Umumnya, untuk menyelesaikan bentuk persamaan linier tiga variabel diperlukan 3 persamaan linier. Karena kita hanya mempunyai 2 persamaan di atas, maka perlu strategi lain untuk memecahkannya. Lakukan percobaan untuk menentukan hasil-hasilnya sebagai berikut.

1) Ambil kemungkinan dimana jika jumlah soal benar × 5 menghasilkan skor lebih besar dari 44, misalkan 10.

2) Tentukan jumlah soal salah × (−2) menghasilkan skor 44. 3) Tentukan banyak soal yang tidak dijawab.

Tabel 1. Uji Kemungkinan Jawaban Ujian Tuti

Jumlah Benar × 5 Jumlah Salah × (−2) Tidak dijawab × 0 Skor total 10 × 5 = 50 3 × (−2) = −6 20 – (10+3) = 7 44 11 × 5 = 55 ** ** ** 12 × 5 = 60 8 × (−2) = −16 20 – (12+8) = 0 44 ** ** ** **

Berdasarkan ujicoba tersebut, diketahui bahwa ada dua kemungkinan yang dapat dijadikan jawabannya, yaitu bahwa soal yang tidak dijawab Tuti ada 7 soal atau tidak ada satupun soal yang tidak dijawab. Karena pada soal dinyatakan bahwa ada soal yang tidak dijawab Tuti, maka banyak soal yang tidak dijawab Tuti ada 7 soal.

3.8. Mempertimbangkan Segala Kemungkinan

Strategi ini hampir sama dengan prinsip yang digunakan dalam kegiatan ujicoba (trial and

error). Perbedaannya adalah ketika terdapat kemungkinan lain yang dapat dijadikan

jawaban, maka kita harus melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan tersebut seperti yang terdapat pada contoh masalah 6 dan 7. Perlu mempertimbangkan

(21)

kemungkinan-kemungkinan tersebut sehingga dapat menyatakan dengan pasti solusi yang tepat dari permasalahan tersebut.

Contoh masalah 8:

Jika pembilang dan penyebut suatu pecahan ditambahkan 1, maka pecahan itu menjadi . Adapun bila masing-masing pembilang dan penyebut dikurangi 1, maka pecahan itu menjadi

. Apakah bilangan pecahan yang dimaksud? Alternatif solusi:

Misalkan kita nyatakan bahwa bilangan pecahan tersebut adalah . Dari masalah diperoleh informasi bahwa:

dan

Ini berarti bahwa pecahan dan merupakan bentuk pecahan yang paling sederhana sehingga pecahan yang senilai dari dan adalah

dan

Karena pecahan tersebut mengalami dua operasi yaitu ditambah 1 dan dikurangi 1, maka hasil dari operasi tersebut pastilah berselisih 2. Diantara kedua pecahan yang memiliki selisih 2 pada pembilang dan penyebutnya adalah dan sehingga:

dan

sehingga diperoleh a = 3 dan b = 7.

(22)

3.9. Mengorganisir Data

Suatu masalah umumnya disertai oleh beberapa informasi penting yang menuntun kita pada jawaban yang dikehendaki.Salah satu strategi yang dapat kita gunakan adalah mengorganisir data tersebut, mengolahnya, dan menyatakannya sebagai suatu kesimpulan yang pasti. Contoh masalah 9:

Anto, Budi, dan Doni sama-sama menggemari renang. Anto berenang setiap 4 hari sekali, Budi berenang setiap 5 hari sekali, dan Doni berenang setiap 7 hari sekali. Jika pada tanggal 3 Agustus 2015 mereka sama-sama berenang, tanggal berapakah mereka akan sama-sama berenang kembali?

Alternatif solusi:

Karena Anto berenang setiap 4 hari sekali, Budi berenang setiap 5 hari sekali, dan Doni berenang setiap 7 hari sekali, maka kita dapat menyatakannya dalam bentuk kelipatan persekutuan terkecil dari 4, 5, dan 7, yaitu:

Anto = {4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, …, 140, …, 280, …} Budi = {5, 10, 15, 20, 25, 30, …, 140, …, 280, …} Doni = {7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, …, 140, …, 280, …}

Karena paling cepat mereka bertemu 140 hari kemudian, dimana bulan Agustus berjumlah 31 hari, bulan September berjumlah 30 hari, bulan Oktober berjumlah 31 hari, bulan Nopember berjumlah 30 hari, dan Desember berjumlah 31 hari, sehingga totalnya ada 153 hari.

Setelah dikurangi 3 hari, diperoleh bahwa sampai akhir bulan Desember ada 150 hari. Karena paling cepat mereka bertemu 140 hari kemudian, maka mereka akan bertemu pada tanggal 21 Desember 2015.

3.10. Menggunakan alasan logis

Terkadang suatu masalah memiliki banyak kemungkinan jawaban. Tidak semua jawaban tersebut dapat dinyatakan sebagai jawaban karena alasan yang logis. Untuk itu, kita harus mempertimbangkan kemungkinan jawaban yang ada berdasarkan alasan yang logis seperti yang telah kita lakukan pada saat menyelesaikan masalah 8 di atas.

Perhatikan contoh masalah 8 di atas:

Ketika kita melihat banyaknya kemungkinan pecahan senilai dari dan , kita harus melihat kemungkinan tersebut dengan menggunakan alasan logis bahwa setelah ditambah 1 menjadi dan setelah dikurangi 1 menjadi . Ini berarti bahwa pembilangnya bernilai di antara pembilang pecahan senilai dari dan . Demikian pula untuk penyebutnya. Dengan

(23)

demikian, dapat kita simpulkan bahwa bilangan pembilang tersebut berada diantara pecahan senilai dari dan dimana selisih keduanya adalah 2.

Pecahan senilai dari dan yang mungkin adalah dan sehingga kita akan memperoleh pecahan sebagai jawaban karena 3 berada di antara 2 dan 4.Demikian pula 7 berada di antara 6 dan 8.

4. Kesimpulan

Strategi yang tepat memungkinkan kita mencapai tujuan secara efisien. Dalam memecahkan masalah matematika, kita membutuhkan strategi yang tepat sehingga permasalahan dapat diselesaikan dengan baik dan mudah. Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Masalah bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi sesuatu yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan bijak.

2. Masalah matematika memungkinkan kita untuk melatih cara berpikir kita melalui tahapan-tahapan pemecahan masalah, mulai dari: a) memahami masalah, b) merencanakan strategi yang tepat, c) melaksanakan strategi yang telah dibuat/direncanakan, dan d) memeriksa kembali apakah masalah telah benar-benar dapat diselesaikan.

3. Dalam menyelesaikan masalah, ada 10 alternatif strategi yang dapat digunakan sehingga hasilnya efisien, yaitu: a) menyelesaikan masalah secara mundur/dari belakang, b) menemukan pola, c) mengubah cara pandang terhadap masalah, d) menggunakan analogi sederhana, e) menggunakan/mempertimbangkan kondisi ekstrim, f) membuat gambar, g) melakukan ujicoba (trial and error), h) mempertimbangkan segala kemungkinan yang ada, i) mengorganisir data, dan j) menggunakan alasan logis.

Daftar Pustaka

Budhayanti, Baskoro, Roostanto, dan Simanullang. 2008. Pemecahan Masalah Matematika; Bahan Ajar Cetak. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

NCTM.2000. Principles and Standards for School Mathematics. Virginia: NCTM, Inc.

Polya, G. 1975. How to Solve It: a New Aspect of Mathematical Method. Diperbarui oleh Conway, John, H. 2004. Princeton: Princeton Science Library.

Posamentier, A. S. dan Krulik, S. 1998. Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant

Solutions Grades 6-12: A Resource for the Mathematics Teacher. Calofirnia: Hawker

Brownlow Education.

Posamentier, A. S. dan Krulik, S. 2009. Problem Solving in Mathematics Grade 3-6: Powerful

Strategies to Deepen Understanding. Corwin, A Sage Company.

Sheffield, L. J. dan Cruikshank, D. E. 1996.Teaching and Learning; Elementary and Middle School. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

(24)

PENDEKATAN DIFFERENTIATED

INSTRUCTION (DI) DALAM MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR DAN AKTIVITAS

MATEMATIKA SISWA KELAS XI MIPA-2 DI

SMAN 1 KOBA

Nelly Yuliana

SMA Negeri 1 Koba, Bangka Tengah, [email protected]

Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan

pendekatan Differentiated Instruction (DI), sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar matematika siswa pada materi matriks. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI.MIPA-2 SMAN 1 Koba yang berjumlah 30 siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes hasil belajar, lembar observasi, dan wawancara. Berdasarkan analisis data dari hasil tes akhir dan temuan-temuan selama penelitian tindakan ini, dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan nilai tes hasil belajar dari siklus 1 senilai 0,67 atau sebesar 28% pada nilai tes hasil belajar siklus 2. Kemudian rata-rata persentase aktivitas belajar yang semula hanya sebesar 75,63% pada siklus 1 naik menjadi 95,46% pada siklus 2. Selain itu, peserta didik merespon positif penerapan DI selama pembelajaran. Hal ini terungkap saat diadakan wawancara kepada siswa. Siswa merasakan aktivitas belajar yang menyenangkan dengan pengelompokkan siswa yang berbeda-beda. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan DI dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA-2 di SMAN 1 Koba.

Kata Kunci. Differentiated Instruction, hasil belajar, aktivitas belajar.

1. Pendahuluan

Kurikulum 2013 berfokus kepada aktivitas Mengamati, Menanya, Mencoba, Menganalisis dan Mengkomunikasikan (5M) dan juga menekankan pada pendekatan kooperatif yang menuntut pengelompokkan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Biasanya guru pada tiap pertemuan pembelajaran akan mengelompokkan siswa secara acak, hanya menentukan jumlah tiap kelompok, misalnya berjumlah 4 atau 5 orang. Biasanya menggunakan urutan absen atau posisi duduk terdekat dengan komposisi random terdapat siswa laki-laki dan perempuan dalam satu kelompok. Beberapa keluhan yang dialami penulis dan beberapa guru yang mengajar di SMAN 1 Koba, yaitu berupa masalah-masalah yang timbul dalam pengelompokkan tersebut. Beberapa diantaranya adalah siswa mengeluhkan ada anggota kelompok yang tidak dapat bekerja sama. Hal ini disebabkan antara lain karena kemampuan siswa yang berbeda, kebiasaan yang berbeda, minat yang berbeda, latar belakang yang berbeda. Tidak jarang masalah perbedaan tersebut menghambat proses pembelajaran khususnya dalam tahapan mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Ada guru yang mensiasatinya dengan mengelompokkan ke dalam satu kelompok siswa-siswa yang dianggap akan menjadi masalah, yaitu siswa-siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah, minat belajar rendah, dan cenderung mengganggu proses pembelajaran. Bermain-main,

(25)

mengganggu aktivitas temannya, bahkan membuat aktivitas sendiri di luar pembelajaran yang berlangsung. Diharapkan dengan dikelompokkan dengan sesama mereka yang memiliki persamaan, siswa-siswa itu dituntut mau dan harus mau berpikir untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan guru. Terkadang pula pada kelas yang berbeda, siswa yang dikelompokkan seperti itu akan protes dan mengatakan anggota di kelompok mereka tidak dapat diandalkan dan mereka tidak dapat bekerja sama, bahkan tidak ingin melanjutkan proses belajar jika kelompok tersebut dipertahankan.

Secara alamiah, seorang siswa terlahir dengan memiliki perbedaan individual masing-masing. Siswa memiliki kemampuan awal yang berbeda, serta dari mana ia berasal yaitu latar belakang keluarga dan kebuadayaannya. Menurut Howard Garner kecerdasan seorang individu dapat dibagi menjadi delapan kecerdasan, yaitu visul, audio, kinestetik, Logis/matematis, verbal, interpesonal, intrapesonal dan naturalis. Perbedaan individual lainnya adalah kesiapan siswa dalam belajar. Siswa berasal dari sekolah pada jenjang sebelumnya berbeda-beda. Di SMAN 1 Koba biasanya menjadi tujuan siswa SMP dari hampir seluruh wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Biasanya siswa yang berasal dari SMPN 1 Koba memiliki kesiapan belajar yang lebih tinggi dari pada siswa yang berasal dari SMP lainnya. Kenyataan tersebut secara tidak langsung pada kalangan siswa sendiri membuat perbedaan sendiri. Siswa yang berasal dari SMP lainnya terlihat minder dan merasa lebih memiliki kemampuan yang rendah. Aktivitas belajar menjadi berbeda, siswa yang memiliki kesiapan belajar lebih baik terlihat lebih aktif dalam pembelajaran.

Selain aktivitas siswa yang terganggu dengan berbagai perbedaan individual yang ada, hasil belajar siswa juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu memuaskan. Rata-rata nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) semester 2 siswa kelas X MIPA 2 hanya sebesar 2,24 nilai ini jauh dibawah KKM yaitu . Hanya terdapat 7 orang siswa yang tuntas sesuai KKM, artinya ketuntasan klasikal kurang dari 70%. Kondisi yang dipaparkan di atas menuntut solusi berupa suatu cara atau trik atau pendekatan pembelajaran yang dapat mengakomodir perbedaan individu tersebut dan dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa.

Differentiated Instructions (DI) diklaim sebagai suatu pendekatan yang dapat menjadikan perbedaan individual sebagai dasar perencanaan pembelajaran. DI adalah suatu pendekatan yang membedakan instruksi berdasarkan perbedaan-perbedaan individual siswa. Dalam pendekatan ini justru perbedaan-perbedaan individual siswa tersebut dijadikan kekuatan siswa untuk membantu mempermudah pemahaman dalam pembelajaran. Penelitian berkaitan dengan penerapan DI ini dilakukan Ellis et al pada tahun 2007, hasilnya menyebutkan bahwa secara keseluruhan kinerja siswa meningkat, begitu pula dengan interaksi antar siswa dalam pembelajaran. Siswa merasa nyaman bekerja satu sama lain dalam kelompok, berpartisipasi aktif dan tetap fokus, serta nyaman dalam mengajukan pertanyaan. Penelitian lainnya dilaksanakan Chamberlin dan Powers (2010) yang menyebutkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan DI mengalami peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang lebih baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas tentang penerapaan pendekatan Differentiated Instructions (DI) dalam meningkatkan hasil belajar matematika dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba. Rumusan

(26)

masalah dalam PTK ini adalah: “Bagaimanakah penerapan pendekatan DI dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba?”. Sejalan dengan permasalahan, maka penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana penerapan pendekatan DI dalam meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba.

2. Kajian Teori

2.1 Differentiated instruction (DI)

Differentiated instruction (DI) adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan (Tomlinson, 2000). DI adalah suatu proses yang dilalui dimana guru meningkatkan pembelajaran dengan cara menyesuaikan karakteristik siswa untuk instruksi dan penilaian. Lebih lanjut Harta (2011) mengatakan DI dapat disebut sebagai pendekatan sistematis untuk isi, proses, dan produk yang berfokus pada pembelajaran bermakna atau gagasan yang kuat untuk semua siswa. Uraian di atas menunjukkan bahwa DI berbasis pada guru dan berpusat kepada siswa. Guru memegang peran penting untuk merencanakan pengajaran sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Secara khusus DI dalam pembelajaran matematika dikatakan Cox (2012) sebagai cara yang memiliki kekutan untuk memastikan bahwa setiap siswa belajar.

Seperti kita ketahui bahwa setiap siswa adalah unik oleh karena itu dapat dipastikan di dalam satu kelas terdapat siswa-siswa yang berbeda dalam banyak aspek. Biasanya di kelas-kelas regular atau heterogen dapat dipastikan kita dapat menemukan siswa yang beragam. Namun di kelas homogen juga kita tetap akan menemukan keragaman pula. Oleh karena itu guru yang memegang peran penting dalam proses pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut sebagai dasar pembuatan DI, guna mengakomodir perbedaan siswa.

Ada beberapa cara dalam membuat DI diantaranya adalah yang dikemukakan Good (dalam Butler, 2008) yaitu dengan menggunakan (1) Teacher Based Method, yaitu berdasarkan kurikulum, isi, proses, dan produk. (2) Student Based Method, yaitu berdasarkan kesiapan belajar, minat dan gaya belajar siswa. Metode yang berbasis guru menjadikan kurikulum sebagai salah satu faktor untuk membuat DI kedalam tiga komponen, yaitu isi, proses dan produk.

2.2 Multiple Intelligences Howard Garner

Untuk mengatasi beragam cara bahwa siswa belajar dan gaya belajar mereka, kita dapat merujuk kepada Multiple Intelligences Howard Gardner yang berupa delapan kecerdasan untuk menyediakan kerangka kerja. Multiple Intelligences Howard Garner mendorong kita untuk meneliti sikap kita terhadap belajar matematika sehingga setiap siswa dapat belajar di lingkungan yang lebih santai. Kecerdasan yang dimaksud di sini adalah kecerdasan visual, verbal, logis, ritmik/auditori, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.

(27)

Mengutip pernyataan Chatib (2011) bahwa ranah-ranah dalam Multiple Intelligences Approach tersebut sangat mungkin untuk berkembang bergantung pada prosedur aktivitas yang dirancang guru. DI adalah pendekatan yang berbasis guru. Kemampuan merancang instruksi aktivitas khususnya dengan membedakan proses siswa bekerja artinya dapat mengembangkan multiple intelligences siswa itu sendiri. Ini artinya secara tidak langsung mengatakan pendekatan DI memang dapat menjadikan perbedaan siswa sehingga beralih menjadi kekuatan siswa dalam mengembangkan dirinya.

2.3 Hasil Belajar

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto: 2010). Sedangkan hasil merupakan sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebaginya), oleh usaha (KBBI).

Menurut Mulyasa dalam Mappeasse (2009), hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Terdapat tiga ranah kompetensi yang dikembangkan dalam pembelajaran yaitu ranah afektif, kognitif, dan psikomotor. Sehingga hasil belajar dapat dimaknai sebagai perubahan prestasi belajar siswa dalam ranah afektif, kognitif dan psikomotor.

2.4 Aktivitas Belajar

Selama melakukan proses belajar, siswa akan melakukan berbagai aktivitas. Hamalik (2001) menuliskan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri dan aktivitas sendiri. Terdapat berbagai aktivitas yang dilakukan selama belajar, contohnya mengamati, bertanya secara lisan, melakukan eksperimen, menganalisis, mengomunikasikan dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah indikator yang menyatakan aktivitas belajar menurut Diedrich (dalam Hamalik, 2001).

Tabel 1. Indikator Aktivitas Belajar

No Kegiatan Indikator

1. Visual Membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demontrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

2. Lisan Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberikan saran mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

3. Mendengarkan Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.

4. Menulis Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

5. Menggambar Menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

6. Metrik Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

7. Mental Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan.

(28)

2.5 Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait penggunaan pendekatan DI ini memaparkan hasil yang beragam. Penelitian Ellis et al. (2007) menyebutkan bahwa secara keseluruhan kinerja siswa meningkat, begitu pula dengan interaksi antar siswa dalam pembelajaran. Siswa merasa nyaman bekerja satu sama lain dalam kelompok, berpartisipasi aktif dan tetap fokus, serta nyaman dalam mengajukan pertanyaan. Terdapat pula penelitian Chamberlin dan Robert (2010) yang menyebutkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan DI mengalami peningkatan kemampuan pemahaman matematis yang lebih baik.

Salah satu penelitian berkenaan dengan penerapan pendekatan DI yang dilakukan di Indonesia dilaksanakan Yuliana (2013). Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penerapan pendekatan Differentiated Instruction dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. Jadi dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan di atas, maka memilih DI sebagai pendekatan pembelajaran sangatlah tepat.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini mengambil subyek penelitian sejumlah 30 siswa terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan dikelas kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan Agustus 2015 selama 8 jam pelajaran. PTK akan dilaksanakan di SMAN 1 Koba, Jl. Raya Arung Dalam Koba Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Adapun hipotesa tindakan dalam PTK ini adalah “Pendekatan DI dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas XI MIPA 2 di SMAN 1 Koba”.

Variabel tindakan dalam penelitian ini adalah pendekatan DI. Sedangkan variabel masalah dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan aktivitas belajar siswa. Adapun Langkah-langkah utama dalam tindakan yang akan dilaksanakan pada siklus I sebagai berikut: Perencanaan, tahap ini merupakan tahap pengumpulan informasi awal tentang perbedaan individual siswa. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan awal untuk melihat kesiapan siswa dalam belajar, angket untuk menentukan Multiple Intelegences Howard Garner, profil belajar siswa, minat serta latar belakang siswa. Pengumpulan data awal ini dilakukan pada minggu keempat bulan April, sebelum PTK rencana tindakan dilaksanakan. Berdasarkan data perbedaan individual inilah, pembelajaran dirancang. Guru membuat RPP kemudian data tersebut juga dijadikan dasar untuk membuat LKS dan bahan ajar. Pelaksanaan, pada tiap pertemuannya penerapan DI dilakukan berdasarkan perbedaan individual siswa.

Observasi dilakukan dalam PTK ini untuk mengamati aktivitas belajar berupa peran aktif siswa dalam menyelesaikan masalah kelompok, kemampuan kerjasama dalam kelompok, dan tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah kelompok. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen tes dan non tes. Tes yang dilakukan untuk mengukur capaian hasil belajar siswa. Sedangkan instrumen non tes berupa lembar observasi untuk menilai aktivitas

Gambar

Gambar 3. Soal yang dibuat LF
Gambar 4. Soal yang dibuat TOM
Diagram 1 menunjukkan bahwa NAG membuat  soal  nomor 1 hanya berdasarkan  informasi  sudut
Diagram 3. Subjek TOM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengujian kapasitas kerja alat ini dilakukan dengan membersihkan 1 kg gabah dalam sekali pengumpanan secara kontinyu ke dalam alat pembersih gabah

Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang akan digunakan untuk mengatasi rendahnya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris adalah model pembelajaran

Bila terjadi error pada transmisi, suatu negative acknowledgment (nak) dipakai untuk mengindikasikan bahwa suatu sistem tidak siap menerima, atau data yang

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur peneliti haturkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya sehingga peneliti

Lebih lanjut Pradiko et al., (2016) juga melaporkan bahwa terdapat korelasi positif antara porositas tanah dengan distribusi akar tanaman kelapa sawit, terutama

Governance dalam setiap kegiatan usaha Bank pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 5) Direksi dalam penyelenggaraan tugas yang bersifat strategis

Beberapa faktor yang tidak berhubungan dengan perilaku wanita pekerja seksual yaitu pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi terhadap pelayanan skrining, perilaku

Pada analisis regresi berganda sub-variabel innovative characteristics terhadap variabel dependen keputusan adopsi terdapat tiga sub-variabel innovative