• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia: Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November Tren tahun 2015 memperlihatkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia: Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November Tren tahun 2015 memperlihatkan penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi..."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Tren Sosial dan Ketenagakerjaan

(terbaru) November 2015

International

Labour Organization

Tren tahun 2015 memperlihatkan

penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi...

Kinerja ekonomi selama tiga kuartal pertama tahun 2015 turun menjadi 4,7 persen (tahun ke tahun), yang sebagian besar dikarenakan perubahan yang terjadi di pasar-pasar Asia, sehingga memperlemah harga-harga komoditas dan menunda pembelanjaan pemerintah. Pada 2015, tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan tetap hampir di angka 4,7 persen, di mana tantangan yang ada misalnya terkait dengan masalah kebakaran hutan dan realisasi pembelanjaan pemerintah yang kemungkinan besar akan mempengaruhi kinerja perekonomian secara keseluruhan. Namun gambaran tren ekonomi untuk tahun 2016 diperkirakan lebih positif, di mana reformasi kebijakan yang baru-baru ini diterapkan pada 2015 diperkirakan akan membuahkan hasil dan mendorong peningkatan investasi sektor swasta (lihat Kotak 1). Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB tahun 2016 akan bergerak moderat, yaitu berkisar antara 5,1 hingga 5,4 persen.1 Penurunan tingkat pertumbuhan ini menunjukkan

tantangan baru dan menegaskan perlunya memperkuat daya

Sumber: BPS (2015) Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Tabel 1: Indikator penting pasar tenaga kerja (2013-2015)

Variabel 2013Feb

Angkatan kerja (juta) 123,6 120,2 125,3 121,9 128,3 122,4 Pekerja (juta) 116,4 112,8 118,2 114,6 120,6 114,8 Pengangguran (juta) 7,2 7,4 7,2 7,2 7,5 7,6 Tingkat partisipasi 69,2% 66,8% 69,2% 66,6% 69,5% 65,8% angkatan kerja Tingkat pengangguran 5,8% 6,2% 5,7% 5,9% 5,8% 6,2% Agt

2013 2014Feb 2014Agt 2015Feb 2015Agt

DECADE

2015

Kotak 1: Reformasi Kebijakan di Indonesia

Untuk membantu menarik minat investor baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi, Pemerintahan Joko Widodo telah meluncurkan beberapa paket reformasi ekonomi sejak September 2015. Fokus utama serangkaian paket reformasi ini adalah mengurangi hambatan dalam menjalankan usaha dan meningkatkan iklim investasi untuk jangka menengah. Paket pertama difokuskan pada upaya mempermudah peraturan perdagangan dan industri yang saling tumpang tindih. Paket kedua dan ketiga difokuskan pada upaya mempercepat proyek-proyek strategis yang terkait dengan kepentingan nasional dengan mempermudah cara mendapatkan perizinan, menyelesaikan masalah pembebasan lahan, mereformasi kebijakan energi serta mengurangi waktu pengadaan barang. Paket keempat difokuskan pada reformasi pasar tenaga kerja, terutama sistem penetapan upah minimum. Sedangkan paket kelima dan keenam difokuskan pada kebijakan regional dan bantuan

saing dan produktivitas serta mempromosikan penciptaan lapangan kerja baru yang lebih baik.

… dan faktor-faktor musiman

mempengaruhi kinerja pasar tenaga kerja.

Jumlah angkatan kerja di Indonesia diperkirakan sebesar 122,4 juta pada Agustus 2015, atau meningkat setengah juta dibandingkan Agustus 2014. Jumlah pekerja pada Agustus 2015 mencapai 114,8 juta, atau meningkat sedikit dari 114,6 juta pada Agustus 2014. Kendati tren-tren yang ada mungkin memperlihatkan meluasnya pengangguran di Indonesia, namun perlu dicatat bahwa jumlah pekerjaan terus mengalami fluktuasi besar dari bulan Februari hingga Agustus, dan ini memperlihatkan pengaruh faktor musiman dan faktor-faktor lain dalam menggerakkan pasar tenaga kerja. Sebagai gambaran, pada Februari 2015 ada sekitar 120,6 juta pekerja, sedangkan pada Agustus 2015 menurun menjadi 114,8 juta – yaitu penurunan sebesar 6 juta pekerja (lihat Tabel 1).

Tingkat pengangguran pada Agustus 2015 diperkirakan sebesar 6,2 persen, dan angka ini tergolong tinggi bila dibandingkan periode-periode sebelumnya. Meskipun demikian, secara absolut, kenaikan jumlah pengangguran ini tergolong kecil, di mana ada penambahan pekerja yang menganggur dari bulan Februari hingga Agustus 2015 sebesar 110.000 orang.

(2)

Indonesia:Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November 2015

partisipasi angkatan kerja. Di samping itu, perlu dicatat bahwa fluktuasi pekerjaan cenderung terkait dengan ketiadaan kegiatan ketimbang pengangguran, di mana jumlah pekerja yang keluar dari pekerjaan untuk tidak berkegiatan lebih tinggi dibandingkan jumlah pekerja yang keluar dari pekerjaan untuk menjadi pengangguran.

Secara sektoral, sektor pertanian mempertahankan dominasinya, dengan mempekerjakan 37,8 juta orang, diikuti dengan sektor perdagangan (25,7 juta) dan sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan (17,9 juta) pada Agustus 2015. Sedangkan pekerjaan di sektor pertanian mengalami penurunan pada Agustus 2015, yang sebagian besar diakibatkan menurunnya partisipasi angkatan kerja di kalangan pekerja keluarga tanpa upah dan pekerja wiraswasta di daerah pedesaan. Sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan juga mengalami penurunan pada Agustus 2015, di mana penundaan pembelanjaan pemerintah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tren ini (lihat Tabel 2).

Tabel 2: Pekerjaan berdasarkan sektor (juta, 2014-2015)

Sumber: BPS (2015) Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Variabel 2014Feb 2014Agt 2015Feb 2015Agt Pertanian, Kehutanan, Perburuan 40,83 38,97 40,12 37,75 dan Perikanan

Pengolahan 15,39 15,26 16,38 15,25

Bangunan 7,21 7,28 7,72 8,21

Perdagangan Besar, Eceran, 25,81 24,83 26,65 25,68 Restoran dan Hotel

Transportasi, Pergudangan 5,33 5,11 5,19 5,11 dan Komunikasi

Jasa Keuangan, Asuransi, 3,19 3,03 3,65 3,27 Usaha Persewaan Bangunan

dan Jasa Perusahaan

Jasa kemasyarakatan, Sosial, 18,48 18,42 19,41 17,94 dan perorangan

Kegiatan lain 1,93 1,83 1,73 1,61

Jumlah 118,17 114,63 120,85 114,82

absolut) dibandingkan periode sebelum tahun 1998, di mana ia menjadi motor penggerak ekonomi dan pertumbuhan pekerjaan di Indonesia. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa jumlah pekerjaan di sektor pengolahan cenderung berfluktuasi sepanjang tahun akibat sifat sektor ini yang tergantung pada permintaan. Yang menarik, data dari survei perusahaan-perusahaan skala besar dan menengah menunjukkan bahwa kinerja perekonomian sektor pengolahan nyaris sama dengan tahun-tahun sebelumnya kendati tingkat pertumbuhan PDB secara keseluruhan mengalami penurunan.2

Hal lain yang perlu dicatat adalah di sektor bangunan, yang mengalami tingkat pertumbuhan kerja yang kuat dan berkelanjutan selama beberapa tahun belakangan ini. Sektor bangunan menyediakan lapangan kerja bagi 8,21 juta orang dan angka ini meningkat 12,8 persen dari bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Kombinasi tren pertumbuhan di sektor pengolahan dan bangunan menyediakan informasi penting tentang investasi dan tingkat pertumbuhan di Indonesia. Tren-tren ini didukung inisiatif kebijakan yang memprioritaskan investasi di sektor infrastruktur dan mempromosikan reindustrialisasi perekonomian Indonesia.

… dan pekerjaan berupah terus diperluas.

Tren-tren pertumbuhan terus berlanjut untuk karyawan tetap,3

di mana 44,43 juta orang atau 38,7 persen dari mereka bekerja sebagai karyawan tetap pada Agustus 2015 (lihat Gambar 1). Tren ini sangat positif karena ini berarti mereka memiliki sumber penghasilan dan akses atas layanan kesehatan (BPJS Kesehatan) dan pensiun (BPJS Ketenagakerjaan).4 Ini

juga berarti bahwa jumlah penduduk yang dianggap sebagai “pekerja berupah” telah mengalami peningkatan selama periode ini, dan ini menunjukkan bahwa “pendapatan dari upah” menjadi sumber penghasilan yang semakin penting bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan tentang upah adalah hal yang penting bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Sektor pengolahan dan bangunan terus

menghasilkan lapangan kerja ....

Sektor pengolahan menciptakan lapangan kerja bagi 15,3 juta orang atau 13,3 persen dari total pekerjaan yang ada pada Agustus 2015. Pekerjaan di sektor ini terus mengalami pertumbuhan selama beberapa tahun belakangan ini dan sekarang lebih tinggi (dalam hal pangsa sektoral dan angka

(3)

Dengan peningkatan jumlah penduduk yang bekerja sebagai karyawan tetap, pekerjaan rentan dan pekerjaan informal5

mengalami penurunan – baik dalam hal pangsa pekerjaan dan angka absolut. Sebagai gambaran, pada 2006, 68,9 persen pekerja dianggap sebagai pekerja yang terlibat dalam pekerjaan rentan, sementara pada 2015, angka ini berkurang menjadi 57,8 persen. Ini merupakan perubahan penting selama jangka waktu yang singkat. Tren-tren positif ini seiring dengan peningkatan pendidikan dan perluasan pekerjaaan di sektor jasa, serta perluasan pekerjaan di sektor pengolahan dan penerapan sistem kontrak jangka pendek.

Tren-tren status pekerjaan juga memperlihatkan penurunan jumlah orang yang bekerja sebagai wiraswasta dan pekerja keluarga tanpa upah dari bulan Agustus 2014 hingga Agustus 2015. Hal yang menarik, faktor-faktor musiman tampak mempengaruhi para pekerja, di mana perkiraan fluktuasi pekerjaan pada Februari dan Agustus terbilang sangat besar. Data ini menunjukkan adanya beberapa persoalan yang terkait dengan pasar tenaga kerja bagi pekerja keluarga tanpa upah dan pekerja wiraswasta, di mana para pekerja ini sering keluar masuk dari partisipasi angkatan kerja. Situasi ini menunjukkan perlunya kebijakan dan program pasar tenaga kerja untuk memperkuat partisipasi angkatan kerja dari kelompok ini. Perubahan komposisi menuju pekerjaan berupah ini diikuti dengan peningkatan produktivitas pekerja. Seperti yang terlihat dalam Tabel 3, produktivitas pekerja meningkat secara bertahap

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0%

August 2006 August 2007 August 2008 August 2009 August 2010 August 2011 August 2012 August 2013 August 2014 August 2015 Own account worker Employer assisted by temporary worker / unpaid worker

Employer assisted by permanent workers Employee

Casual employee in agriculture Casual employee not in agriculture Unpaid worker

Sumber: BPS (2015) Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Tabel 3: Tren produktivitas dan pekerjaan

Sumber: BPS (2015) Keadaan pekerja, Agustus 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Variabel 2011 2012

Pekerjaan (juta) 107,4 112,5 112,8 114,6 Karyawan tetap (juta) 37,8 40,9 41,1 42,4 PDB, Rupiah Konstan tahun 7.287,6 7.727,1 8.158,2 8.568,1 2010 (trilyun)

PDB per pekerja (juta) 67,9 68,7 72,3 74,7 Pertumbuhan PDB per pekerja 8,3% 1,2% 5,3% 3,4%

2013 2014 dari waktu ke waktu. Tren-tren ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas mengalami percepatan setelah krisis keuangan global dan seiring dengan pertumbuhan pekerjaan berupah dan pertumbuhan sektor pengolahan yang jauh lebih tinggi.

Peningkatan produktivitas pekerja (PDB per pekerja) ini perlu diikuti dengan dialog tentang bagi hasil, karena dialog ini dapat menghasilkan pekerjaan yang lebih bermutu, termasuk upah dan kondisi kerja yang lebih baik yang dibutuhkan untuk meningkatkan standar kehidupan para pekerja. Kotak 2 membahas lebih jauh tentang tren-tren upah, pekerjaan dan produktivitas di sektor pengolahan.

(4)

Indonesia:Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November 2015

yang menganggur. Tabel ini memperlihatkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi berada di kalangan mereka yang memiliki latar belakangan pendidikan SMA atau SMK.

Tabel 4: Tingkat pengangguran berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan

Sumber: BPS (2015) Pasar Tenaga Kerja Indonesia Agustus 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Sektor 2014Feb 2014Agt 2015Feb 2015Agt

SD atau kurang 3,69 3,04 3,61 2,74 SMP 7,44 7,15 7,14 6,22 SMA 9,10 9,55 8,17 10,32 SMK 7,21 11,24 9,05 12,65 Diploma I/II/III 5,87 6,14 7,49 7,54 Universitas 4,31 5,65 5,34 6,40 Jumlah pengangguran 5,70 5,94 5,81 6,18

Kotak 2: Upah dan produktivitas di tingkat perusahaan

Penelitian yang menganalisis pekerjaan, upah dan produktivitas dengan mempergunakan data mengenai perusahaan-perusahaan pengolahan mendapati bahwa ada tren umum di mana upah tidak terkait dengan produktivitas di beberapa sektor dalam perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, sektor pengolahan di Indonesia mengalami peningkatan rasio upah-produktivitas sejak tahun 2008, terutama di perusahaan skala besar dan menengah.

Analisa data berdasarkan survei perusahaan pengolahan skala besar dan menengah menegaskan adanya hubungan kausal yang positif antara upah dengan produktivitas secara dua arah. Produktivitas adalah faktor penentu yang terpenting dalam menetapkan upah. Intensitas permodalan per pekerja mempengaruhi upah dan produktivitas secara positif dan signifikan. Hubungan kausal dua arah yang positif antara upah dengan produktivitas juga ditemukan di usaha mikro dan kecil di sektor pengolahan.

Hal yang mengejutkan adalah bahwa analisa ini menemukan orientasi ekspor dan kepemilikan asing tidak memunyai dampak yang besar terhadap upah dan produktivitas di perusahaan di berbagai skala dan intensitas faktor. Hal ini menunjukkan bahwa pasar domestik dan sumber investasi domestik menjadi semakin penting bagi sektor pengolahan di Indonesia, dan ini berbeda dengan situasi sebelum krisis Asia di akhir era 1990an.

Di samping itu, hasil temuan mendukung hubungan yang positif secara umum antara upah dengan pekerjaan setelah mempertimbangkan dampak produktivitas terhadap upah. Hasil-hasil ini bertentangan dengan kebijakan konvensional yang menerima hubungan negatif antara upah dengan pekerjaan. Bukti yang bertentangan dengan ortodoksi ini tampak jelas di antara perusahaan-perusahaan pengolahan skala besar dan menengah yang modern, lebih dinamis dan terorganisir.

Sumber: Tadjoeddin, Z. dan Auwalin, I. (2015) Upah dan produktivitas di tingkat perusahaan: Studi tentang perusahaan mikro, kecil, menengah dan besar di sektor manufaktur Indonesia, Kantor ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, Jakarta.

Tren-tren pengangguran di kalangan muda lulusan SMA menunjukkan adanya persoalan-persoalan yang terkait dengan transisi mereka dari “sekolah ke pekerjaan” dan menunjukkan perlunya penyesuaian antara kurikulum di lembaga pendidikan dengan kebutuhan dan persyaratan kerja. Tingkat pengangguran yang masih tinggi di kalangan lulusan SMA ini menunjukkan pentingnya upaya untuk mendorong dialog tentang antisipasi keterampilan antara pengusaha dengan lembaga-lembaga pelatihan. Pengusaha memiliki informasi tentang keterampilan yang mereka butuhkan dan dialog tentang kebutuhan pelatihan dapat membantu lembaga-lembaga pelatihan dalam menyesuaikan kurikulum mereka agar dapat meningkatkan kemampuan kerja para lulusan. Dialog dapat didorong melalui keterlibatan pengusaha dan pekerja dalam merancang standar-standar pekerjaan dan sistem pelatihan. Pengusaha juga dapat mengembangkan kerjasama yang lebih erat dengan lembaga-lembaga pelatihan dengan menyediakan pelatih tamu serta menawarkan peluang magang bagi para pelajar.6

Dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan panduan karir yang buruk, kaum muda biasanya menyelesaikan sekolah dan memasuki dunia kerja dengan berbekal kualifikasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengusaha. Ketidakcocokan kualifikasi merupakan persoalan besar di Indonesia maupun di beberapa negara di kawasan ini (lihat Gambar 2). Analisa menemukan bahwa hampir separuh kaum muda yang menganggur di Indonesia memiliki kualifikasi yang lebih rendah untuk pekerjaan mereka karena latar belakang pendidikan mereka yang rendah. Dengan angkatan kerja yang berkualifikasi rendah ini, mereka menghadapi risiko yang terkait dengan tingkat pertumbuhan produktivitas yang rendah dan transisi struktural yang lebih lambat menuju kegiatan bernilai tambah yang lebih tinggi.

Pengangguran di kalangan lulusan SMA

masih mengkhawatirkan

Pengangguran di kalangan muda merupakan masalah klasik di Indonesia. Lebih dari 50 persen penduduk yang menganggur terdiri dari kaum muda dan sebagian besar kaum muda yang menganggur adalah mereka yang berlatar pendidikan SMA. Tabel 4 menampilkan data tentang pengangguran berdasarkan latar belakang pendidikan di kalangan penduduk

(5)

Sumber: ILO (2015) Asia Pacific Labour Market Updates, Oktober 2015, Kantor Regional ILO, Bangkok.

Implikasi kebijakan

Beberapa implikasi muncul dari kajian tentang situasi pekerjaan saat ini di Indonesia, termasuk:

w Untuk mempertahankan momentum perekonomian dan pasar tenaga kerja, fokus pada penciptaan lapangan kerja dan produktivitas pekerja dibutuhkan untuk mendukung pekerjaan bermutu dan tingkat pertumbuhan yang mampu menciptakan banyak lapangan kerja. Gambaran ekonomi yang bergerak lambat memperbesar tantangan bagi para pembuat kebijakan dalam menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan pekerjaan yang bermutu tinggi.

w Tren-tren yang terkait dengan sektor pengolahan, serta perluasan pekerjaan berupah, kemungkinan besar akan diikuti dengan peningkatan produktivitas pekerja secara terus-menerus. Peningkatan produktivitas mungkin

dapat lebih dioptimalkan melalui investasi di lembaga-lembaga pasar tenaga kerja. Hubungan yang lebih baik antara kenaikan upah dengan peningkatan produktivitas dapat membantu mempromosikan pertumbuhan yang lebih adil.

w Upaya untuk terus mengurangi jumlah pekerja yang terlibat dalam pekerjaan rentan dan pekerjaan informal

merupakan prioritas. Dengan memperkuat pasar tenaga kerja bagi pekerja rentan dan membantu mereka dalam memperoleh akses atas pekerjaan tetap kemungkinan besar akan memberi dampak besar, termasuk dalam menciptakan kesetaraan gender.

w Banyaknya pengangguran di kalangan mereka yang

berpendidikan SMA membutuhkan upaya untuk

memperkuat kemitraan antara sektor swasta dengan balai-balai pelatihan, terutama dalam hal transisi dari sekolah ke pekerjaan, agar dapat memastikan kaum muda memperoleh akses atas peluang kerja baru.

(6)

Indonesia:Tren Sosial dan Ketenagakerjaan (terbaru) November 2015

Kantor ILO Jakarta

Menara Thamrin Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin Kav. 3 - Jakarta 10250

Telp. +62 21 391 3112; Faks. +62 21 3983 8959 Email: jakarta@ilo.org; Website: www.ilo.org/jakarta

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi

1 IMF, Economic Outlook, Oktober 2015; ADB (2015) Asian Development Outlook 2015 Update, Asian Development Bank, Manila; Bank Dunia (2015) East Asia and Pacific economic update, Oktober 2015, Bank Dunia, Washington D.C.

2 BPS (2015) Pertumbuhan Produksi Pengolahan Skala Besar dan Menengah per Kwartal, Badan Pusat Statistik, Jakarta.

3 Menurut BPS, “Karyawan adalah orang yang bekerja secara permanen untuk orang lain atau lembaga/kantor/perusahaan lain dan memperoleh uang/tunai atau barang sebagai upah/gaji. Buruh yang tidak memiliki majikan secara permanen tidak tergolong sebagai buruh/karyawan/ pegawai tapi sebagai pekerja bebas. Buruh, secara umum dianggap memiliki majikan permanen jika sudah bekerja untuk majikan yang sama selama satu bulan terakhir, dan khusus untuk buruh di sektor bangunan adalah selama 3 bulan. Jika majikannya adalah sebuah lembaga, maka boleh lebih dari 1 (satu).”

4 Perlu dicatat bahwa ada banyak pekerja yang dianggap sebagai “karyawan tetap” oleh statistik resmi tentang angkatan kerja, adalah pekerja yang bekerja untuk jangka pendek dan bukan kontrak permanen dan oleh karena itu mereka masih memiliki pengaturan kontrak yang tidak pasti. Secara khusus, sekitar 40 persen karyawan tetap punya masa kerja 36 bulan atau kurang. UU tenaga kerja No. 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa kontrak jangka pendek dapat diberikan selama dua tahun pertama dengan opsi diperpanjang selama maksimal 12 bulan berikutnya. 5 Estimasi pekerjaan informal dalam catatan ini mengikuti definisi nasional

tentang pekerjaan informal, yaitu berbeda dari data berdasarkan definisi ICLS.

Catatan Akhir

6 Pendekatan ILO untuk kegiatan magang bermutu ditekankan pada dialog sosial, denifisi yang jelas tentang peran dan tanggungjawab, kerangka hukum dan pengaturan keuangan bersama sebagai empat pilar yang membangun kegiatan magang bermutu. Kegiatan magang bermutu adalah mekanisme balajar yang canggih berdasarkan rasa saling percaya dan kerjasama antar pemangku kepentingan yaitu: kaum muda, otoritas ketenagakerjaan dan pendidikan, pengusaha dan pekerja.

7 Metrik tentang ketidakcocokan kualifikasi ini didasari pada latar belakang pendidikan berdasarkan the International Standard Classification of Education (ISCED) dengan pengelompokan pekerjaan berdasarkan the International Standard Classification of Occupations (ISCO). Kelompok pekerjaan 1, 2 dan 3 ISCO dianggap sebagai pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan terkait dengan level 5 dan 6 ISCED-97. Sedangkan kelompok 4, 5, 6, 7 dan 8 ISCO dianggap sebagai pekerjaan yang membutuhkan keterampilan menengah dan terkait dengan level 3 dan 4 ISCED. Kelompok 9 ISCO adalah pekerjaan yang membutuhkan keterampilan rendah yang terkait dengan level 1 dan 2 ISCED. Berdasarkan pendekatan formatif ini, pekerja yang memiliki pekerjaan yang sesuai dengan latar belakangan pendidikan mereka dianggap memiliki kualifikasi yang memadai. Sedangkan mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dianggap memiliki kualifikasi yang terlalu tinggi dan mereka yang memiliki level lebih rendah dianggap sebagai pekerja yang memiliki kualifikasi terlalu rendah. Mereka yang memiliki kualifikasi lebih tinggi dan lebih rendah ini dianggap tidak memiliki kecocokan kualifikasi. Sehingga latar belakang pendidikan mereka tidak sesuai dengan persyaratan kerja.

Gambar

Tabel 1: Indikator penting pasar tenaga kerja (2013-2015)
Tabel 2: Pekerjaan berdasarkan sektor   (juta, 2014-2015)
Tabel 3: Tren produktivitas dan pekerjaan
Tabel 4: Tingkat pengangguran berdasarkan pendidikan  tertinggi yang ditamatkan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya penelitian adalah membangun sistem informasi konseling untuk mempermudah proses bisnis di Pik-M Aushaf UII yang digunakan mahasiswa maupun

Dengan adanya keyframe yang dapat mewakili konten penting dalam suatu adegan, maka jumlah informasi yang perlu disimpan untuk sebuah video selama proses

Pada suatu proses sedang mengakses suatu resource, proses tsb dapat meminta ijin untuk mengakses resource lain yang dipakai oleh proses lain.. Circular

Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan (1) terdapat kesesuaian media/wadah budidaya dengan komoditas yang dikembangkan (2) input produksi benih dan pakan diperoleh dari luar

Efektivitas Teknik Diskusi dalam Layanan Penguasaan Konten untuk Meningkatkan Public Speaking Siswa di SMA Negeri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tahapan pengembangan SSPdilaksanakan dalam empat tahap, yaitu pemeriksaan pendahuluan meliputi analisis kebutuhan guru di

Sebagai upaya membantu memecahkan masalah tersebut, maka peneliti menawarkan suatu bentuk supervisi dengan teknik Individual Conference (IC). Hasil dari pelaksanaan