• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI TERPROTEKSI GETAH PISANG SEBAGAI SUMBER PROTEIN TAHAN DEGRADASI TERHADAP FERMENTASI RUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI TERPROTEKSI GETAH PISANG SEBAGAI SUMBER PROTEIN TAHAN DEGRADASI TERHADAP FERMENTASI RUMEN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELAI

TERPROTEKSI GETAH PISANG SEBAGAI

SUMBER PROTEIN TAHAN DEGRADASI

TERHADAP FERMENTASI RUMEN

(Effect of Substitution of Protected Soybean Meal with Banana Juice as

Rumen Undegradable Protein Source to Rumen Fermentation)

W.PUASTUTI danI-W MATHIUS Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Protein supply to the duodenum was increased through microbial protein synthesis in the rumen and rumen undegradable protein supply. The study was conducted to determine the effect of protected soybean meal with banana juice as rumen undegradable protein source to the rumen fermentation. Fourteen growing lambs with average live weight of 18.6±2.2 kg were grouped according to early weight. Three diets were isonitrogenous and isoenergy (CP 18% and TDN 75%) with different level of protected soybean meal with banana juice, R0 = control diet with 100% of untreated soybean meal, R50 = R0, with 50% of protected soybean meal, and R100 = R0, with 100% of protected soybean meal. Dry matter of diets was given approximately 3,5% of live weight. The result showed that pH value, NH3-N concentration, purine base, total

bacteria and total VFA were not effected by level of protected soybean meal with banana juice (P>0,05). It was concluded that substitution of protected soybean meal with banana juice as rumen undegradable protein was not affect to the rumen fermentation.

Key Words: Protein, Soybean Meal, Degradation, Rumen ABSTRAK

Pasokan protein ke dalam usus halus dapat ditingkatkan melalui sintesis mikroba rumen dan pasokan protein tahan degradasi rumen. Percobaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh taraf bungkil kedelai terproteksi getah pisang sebagai sumber protein tahan degradasi dalam rumen. Digunakan limabelas ekor domba jantan fase tumbuh dengan bobot hidup 18,6 ± 2,2. Domba dikelompokkan menjadi lima kelompok berdasarkan bobot hidup. Tiga macam ransum disusun iso nitrogen dan iso energi dengan taraf bungkil kedelai terproteksi berbeda. R0 = ransum kontrol dengan sumber protein bungkil kedelai asli, R50 = R0 dengan 50% bungkil kedelai diproteksi getah pisang dan R100 = R0 dengan 100% bungkil kedelai diproteksi getah pisang. Ransum dalam bentuk BK (bahan kering) diberikan sebanyak 3.5% dari bobot hidup. Hasil percobaan menunjukkan bahwa taraf penggunaan bungkil kedelai terproteksi getah pisang tidak berpengaruh terhadap nilai pH, kadar N-NH3, basa purin, bakteri dan VFA total (P>0,05). Kesimpulan bahwa penggunaan

bungkil kedelai terproteksi getah pisang sebagai sumber protein tahan degradasi rumen tidak mempengaruhi fermentasi dalam rumen.

Kata Kunci: Protein, Bungkil Kedelai, Degradasi, Rumen

PENDAHULUAN

Salah satu nutrien pembatas tingkat produktivitas ternak ruminansia adalah tidak terpenuhinya kebutuhan nutrien protein oleh ternak yang bersangkutan. Ruminansia dapat memenuhi kebutuhan proteinnya dari dua

mikroba. Oleh karena itu upaya meningkatkan pasokan protein pada ruminansia dapat dilakukan dengan memaksimalkan sintesis protein mikroba dan meningkatkan pasokan protein tahan degradasi rumen. Protein mikroba mampu memenuhi kebutuhan ternak ruminansia sebesar 40–80% dari seluruh

(2)

Dengan demikian masih cukup potensial untuk meningkatkan pasokan protein asal pakan yang tahan degradasi dalam rumen. Berbagai sumber protein mempunyai tingkat degradasi dalam rumen yang berbeda-beda. Hasil penelitian MADSEN dan HVELPLUND (1985) melaporkan bahwa degradasi protein bervariasi antara 12-90%. Adanya keragaman ini memberi peluang kepada kita untuk memilih berbagai macam bahan sumber protein untuk menyusun ransum yang memenuhi kebutuhan bagi ternak ruminansia. Pada bahan pakan sumber protein bermutu yang tingkat degradasi rumennya terlalu tinggi perlu perlindungan.

Bahan pakan sumber protein yang umum diberikan pada ternak adalah bungkil kedelai yang memiliki susunan asam amino yang lengkap. Dilaporkan bahwa bungkil kedelai memiliki nilai biologis yang tidak maksimal jika diberikan pada ternak ruminansia karena memiliki tingkat degradasi rumen yang besar. Menurut DEVANT et al. (2000) potensial degradasi bungkil kedelai mencapai 92 ± 2,7%. Oleh karena itu protein bungkil kedelai perlu dilindungi dari degradasi mikroba dalam rumen. Salah satu cara melindungi protein dari degradasi rumen adalah dengan memanfaatkan senyawa sekunder tanin (KAUFMANN, 1979). Menurut MATHIUS et al. (2000) tanaman pisang mengandung senyawa sekunder tanin yang terdapat pada sebagian besar batangnya.

Atas dasar penilaian tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh taraf bungkil kedelai terproteksi getah pisang sebagai sumber protein tahan degradasi rumen terhadap biofermentasi rumen.

MATERI DAN METODE

Digunakan 15 ekor domba jantan fase tumbuh dengan bobot hidup awal percobaan sebesar 18,6 ± 2,2 kg dan ditempatkan dalam kandang individual. Domba dikelompokkan menjadi 3 kelompok berdasarkan bobot hidup dan ditempatkan secara acak untuk mendapatkan satu dari tiga macam ransum perlakuan. Tiga macam ransum disusun iso protein dan iso energi dengan perbedaan taraf bungkil kedelai terproteksi getah pisang sebagai sumber protein tahan degradasi dalam

rumen. Bungkil kedelai terproteksi merupakan campuran bungkil kedelai dengan cairan batang pisang dengan rasio 1 : 2 (v/b) yang dikeringkan pada suhu 50°C. Ransum terdiri atas 30% rumput dan 70% konsentrat. Susunan ransum selengkapnya tertera pada Tabel 1.

Percobaan perlakuan ransum dilakukan selama 12 minggu, dan diakhir percobaan dilakukan pengambilan sampel cairan rumen. pH cairan rumen diukur dengan pH meter sesaat setelah pengambilan sampel. Kadar N-NH3 sebagai indikator fermentabilitas protein ransum ditetapkan dengan metode difusi mikro Conway (DEPT. DAIRY SCI., 1969). Untuk mengestimasi sintesis protein mikroba rumen diukur kadar basa purin dalam cairan rumen sesuai metode ZINN dan OWENS (1986) serta OBISPO dan DEHORITY (1999) dan populasi bakteri dihitung dengan pencacahan koloni (OGIMOTO dan IMAI, 1981). Adapun VFA total diukur dengan detilasi uap (DEPT. DAIRY SCI., 1969). Rancangan percobaan digunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan ulangan sebanyak lima. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan bantuan program SAS versi 6.12.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh taraf bungkil kedelai terproteksi terhadap fermentasi rumen N-NH3

Meningkatnya taraf penggunaan bungkil kedelai terproteksi getah pisang sebagai sumber protein tahan degradasi dalam rumen tidak mempengaruhi nilai pH dan kadar N-NH3 caairan rumen (P>0,05). Data selengkapnya (Tabel 2). Kadar N-NH3 tampak lebih tinggi pada ransum yang mengandung bungkil kedelai terproteksi dibandingkan ransum kontrolnya, demikian juga nukai pH rumen mengalami sedikit peningkatan, namun secara statistik tidak berbeda. Sejalan dengan penelitian DEVANT et al. (2000) bahwa perbedaan tingkat degradasi dari bungkil kedelai yang diberi perlakuan dengan dekstrosa dibandingkan dengan bungkil kedelai tanpa perlakuan, tidak mempengaruhi nilai pH baik pada penggunaan konsentrat tinggi maupun rendah.

(3)

Tabel 1. Susunan ransum percobaan Perlakuan R0 R50 R100 Komposisi Bahan Konsentrat 13,70 13,70 13,70 Minyak ikan 2,00 2,00 2,00 Jagung giling 15,00 15,00 15,00 Pollar 20,20 20,20 20,20

Bungkil kedelai asli 19,20 9,60 0,00

Bungkil kedelai terproteksi 0,00 9,60 19,20

Rumput 30,00 30,00 30,00 Total 100,00 100,00 100,00 Komposisi Nutrien Abu 6,49 6,49 6,49 Protein kasar 18,00 18,00 18,00 Lemak kasar 6,62 6,62 6,62 Serat kasar 18,04 18,04 18,04 BETN 50,85 50,85 50,85 TDN 75,00 75,00 75,00

Tabel 2. Pengaruh taraf bungkil kedelai terproteksi terhadap nilai pH dan kadar N-NH3

Parameter R0 R50 R100

PH 6,36 6,56 6,53

N-NH3 (mM) 7,06 8,17 7,85

R0 = bungkil kedelai terproteksi 0% R50 = bungkil kedelai terproteksi 50% R100 = bungkil kedelai terproteksi 100%

Pada percobaan ini ransum disusun isoprotein dan isoenergi, dengan pemberian ransum 70% berupa konsentrat. Untuk pertumbuhan mikroba rumen diperlukan amonia sebagai sumber nitrogen disamping asam amino sebagai sumber kerangka karbon dan juga energi. Kadar N-NH3 yang lebih rendah menunjukkan bahwa amonia yang dihasilkan dari deaminasi asam amino asal protein ransum digunakan lebih banyak untuk pertumbuhan mikroba rumen. Seperti pernyataan RUSSEL et al. (1983) bahwa dalam memfermentasi karbohidrat non structural, bakteri menggunakan nitrogen yang berasal dari peptida dan asam amino sebesar 66% dan

pada ransum kontrol pada taraf 0% bungkil kedelai terproteksi, tingkat degradasi protein dalam rumen lebih tinggi, tetapi karena sebagian besar asam amino dan amonia yang dihasilkan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein mikroba, sehingga dihasilkan kadar N-NH3 yang lebih rendah.

Pengaruh bungkil kedelai terproteksi terhadap sintesis protein

Mikroba rumen dan produksi volatile fatty acid (VFA) total

Nilai rataan populasi bakteri rumen, kadar purin maupun VFA total tidak dipengaruhi oleh substitusi bungkil kedelai terproteksi getah pisang (P>0,05), seperti disajikan pada Tabel 3. Untuk pertumbuhannya bakteri rumen, terutama bakteri selulolitik membutuhkan amonia sebagai sumber nitrogennya. Pada penelitian ini kadar amonia yang tidak berbeda diantara taraf substitusi bungkil kedelai terproteksi menghasilkan populasi bakteri yang tidak berbeda pula, karena ransum disusun isoenergi yaitu TDN 70%.

Berbeda dengan hasil penelitian Wanapat dan Pimpa (1999) bahwa meningkatnya

(4)

konsentrasi N-NH3 dalam cairan rumen berpengaruh secara linier atau kuadratik terhadap peningkatan populasi bakteri rumen. Tabel 3. Pengaruh bungkil kedelai terproteksi

terhadap populasi bakteri, kadar purin dan VFA total

Parameter R0 R50 R100

Bakteri (109 kol/ml) 1,72 2,08 2,05

Purin (mg/L) 398,45 248,08 283,84 VFA total (mM) 145,42 150,32 141,62 R0 = bungkil kedelai terproteksi 0%

R50 = bungkil kedelai terproteksi 50% R100 = bungkil kedelai terproteksi 100%

Sintesis protein mikroba yang tidak berbeda diantara ketiga taraf substitusi bungkil kedelai terproteksi menunjukkan bahwa perbedaan tingkat degradasi protein dalam rumen dari ketiga perlakuan masih dalam kisaran yang sama dalam mensuplai protein cepat tersedia untuk pertumbuhan mikroba rumen. Sejalan hasil penelitian DEVANT et al. 2000. Dilaporkan bahwa konsentrasi protein dan tingkat degradasi protein dalam rumen keduanya tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap derivat purin dalam urin atau estimasi aliran basa purin dan protein mikroba ke duodenum mengindikasikan bahwa pasokan protein tidak membatasi pertumbuhan mikroba. Berdasarkan data yang diperoleh terlihat adanya kecenderungan kadar purin dalam

cairan rumen semakin menurun dengan meningkatnya taraf substitusi bungkil kedelai terproteksi getah pisang, tetapi ditunjukkan oleh nilai kadar N-NH3 yang lebih rendah pada Tabel 2. Untuk lebih jelasnya pada Gambar 1 dapat dilihat pola penurunan produksi N-NH3 dan populasi bakteri maupun produksi purinnya. Tampak bahwa ada pola yang konsisten antara penurunan kadar amonia dengan sintesis mikroba rumen seiring meningkatnya taraf substitusi bungkil kedelai terproteksi.

Pertumbuhan mikroba rumen yang diukur sebagai bakteri total maupun basa purin yang tidak berbeda diantara substitusi bungkil kedelai terproteksi getah pisang menghasilkan produksi VFA total yang tidak berbeda pula (P>0,05). Perbedaan yang tidak nyata ini diduga karena taraf substitusi bungkil kedelai terproteksi (0, 50 dan 100%) menghasilkan perbedaan yang masih terlalu kecil dalam hal tingkat degradasi protein dalam rumen. Mendukung hasil penelitian LEE et al. (2001), bahwa pemberian protein dengan tingkat degradasi berbeda pada taraf rendah, sedang dan tinggi berturut turut 32, 36 dan 38% dari total protein ransum tidak menghasilkan perbedaan terhadap produksi VFA total maupun parsialnya. Sejalan dengan hasil penelitian DEVANT et al. 2000. Pemberian bungkil kedelai yang diberi perlakuan dekstrosa memberikan perbedaan kecernaan dalam rumen dibandingkan dengan bungkil kedelai tanpa perlakuan (41,01 vs 31,42%) tetapi belum memberikan perbedaan terhadap VFA total maupun parsialnya.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 R0 R50 R100 Ransum NH3 (mM) Bakteri (10^8 kol/ml) Purin (mg/100ml)

Gambar 1. Pengaruh substitusi bungkil kedelai terproteksi terhadap kadar NH3, bakteri total dan kadar purin dalam rumen

(5)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa penggunaan bungkil kedelai terproteksi getah pisang sebagai sumber protein tahan degradasi rumen tidak mempengaruhi fermentasi dalam rumen.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terselesainya penelitian hingga penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama Saudara Rohman dan Widaningsih yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

DEPARTMENT OF DAIRY SCIENCE. 1969. General Laboratory Procedure. University of Wisconsin, Madison.

DEVANT, M., A. FERRET, J. GASA, S. CALSAMIGLIA

and R. CASALS. 2000. Effects of protein concentration and degradability on performance, ruminal fermentation, and nitrogen metabolism in rapidly growing heifers fed high-concentrate diets from 100 to 230 kg body weight. J. Anim. Sci. 78: 1667– 1676.

KAUFMAN , W. 1979. PROTEIN UTILIZATION. In:

BROSTER, W.H. and H. SWAN (Eds). Feeding Strategy for the High Yiedlding Dairy Cow. Granada Publishing Limited. EAAP Publication. 25: 90–113.

LEE, M.C., S.Y. HWANG and P.W.S. CHIOU. 2001.

Application of rumen undegradable protein on early lactating dairy goats. Asian-Aust. J.

Anim. Sci. 14: 1549–1554.

MADSEN, J. and T. HVELPLUND. 1985. Protein

degradation in the rumen: A comparison between in vivo, nylon bag, in vitro and buffer measurement. Acta Agric. Scand. Suppl. 25:

103–125.

MATHIUS, I-W., D. YULISTIANI, W. PUASTUTI dan M.MARTAWIDJAJA. 2000. Pengaruh pemberian

batang pisang dan bungkil kedelai terhadap penampilan domba muda. JITV 6: 141–147. OBISPO, N.E. and B.A. DEHORITY. 1999. Feasibility

of using total purines as a marker for ruminal bacteria. J. Anim. Sci. 77: 3084–3095. OGIMOTO, K. and S. IMAI. 1981. Atlas of Rumen

Microbiology. JSSP. Tokyo.

RUSSEL, J.B., J.D. O CONNOR., D.G. FOX., P.J. VAN

SOEST and C.J. SNIFFEN. 1992. A net

carbohydrat and protein system for evaluating cattle diets: I Ruminal fermentation. J. Anim.

Sci. 70: 3551–3561.

SNIFFEN, C.J. and P.H. ROBINSON. 1987. Microbial growth and flow as influenced by dietary manipulations. J. Dairy Sci. 70: 425–442. WANAPAT, M. and O. PIMPA. 1999. Effect of

Ruminal NH3-N Levels on Ruminal Fermantation, Purine Derivatives, Digestibility and Rice Straw Intake in Swamp Buffaloes. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 6: 904–907.

ZINN, R.A. and F.N. OWENS. 1986. A rapid procedure for purine measurement and its use for estimating net ruminal protein sinthesis.

Gambar

Tabel 1. Susunan ransum percobaan  Perlakuan R0  R50  R100  Komposisi Bahan  Konsentrat 13,70  13,70  13,70  Minyak ikan  2,00  2,00  2,00  Jagung giling  15,00  15,00  15,00  Pollar 20,20  20,20  20,20
Gambar 1.  Pengaruh substitusi bungkil kedelai terproteksi terhadap kadar NH3, bakteri total dan kadar purin  dalam rumen

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ujian linearity menunjukkan bahawa amalan pengajaran KBAT dalam kalangan guru pendidikan Islam dari aspek amalan pengajaran KBAT seperti amalan pengajaran kemahiran berfikir

Nilai kemiringan garis regresi berarti bahwa peningkatan konsentrasi persatuan unit untuk masing-masing insektisida menyebabkan mortalitas imago parasitoid dari yang

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh parameter yang digunakan terhadap frekuensi tingkat pengelolaan ruas Jalan Nasional, mengetahui pengaruh Pusat Kegiatan

terhadap aktivitas sitotoksik untuk ketiga senyawa uji dapat dijelaskan bahwa dari ketiga senyawa hasil isolasi yang diuji aktivitas tertinggi diberikan oleh epikatekin

PEMERINTAH KABUPATEN NATUNA PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2020 DINAS KESEHATAN BIDANG BIDANG PELAYANAN SUMBER DAYA KESEHATAN SEKSI PELAYANAN KESEHATAN DAN JAMINAN

Bahwa terhadap Pokok Perkara pada poin 3 yang di sampaikan oleh pengadu kami sampaikan dimana bahwa Teradu I, Teradu II, dan Teradu III saat ini adalah sebagai Ketua

pembelajarannya, guru memberikan bimbingan yang sangat terbatas atau bahkan tidak memberikan bimbingan sama sekali. Peserta didik akan mudah mengingat konsep-konsep materi

Dapat diketahui bahwa nilai kandungan glukosa sangat berpengaruh dengan kadar ethanol yang dihasilkan, pada panjang gelombang 390,9 nm nilai kadar etanolnya rendah hal