• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Studi EHRA Kab. Ponorogo 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Studi EHRA Kab. Ponorogo 2013"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Karunianya sehingga proses Studi EHRA Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo tahun 2013 dapat terselesaikan meskipun dalam keterbatasan waktu, anggaran, dan Sumber Daya Manusia yang tersedia, anggaran dalam Studi EHRA ini bersumber dari Dana Alokasi Umum Kabupaten Ponorogo yang teralokasikan dalam DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo.

Data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Ponorogo yang kemudian akan dimanfaatkan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kabupaten. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai benchmark pencapaian pembangunan sanitasi ke depan, baik di tingkat kota sampai di tingkat desa/kelurahan (indikatif). Pelaksanaan studi EHRA banyak melibatkan kelompok perempuan yaitu sebagai responden dan sebagian sebagai enumerator.

Dokumen ini adalah Laporan EHRA di Kabupaten Ponorogo yang kegiatan pengumpulan datanya dimulai bulan Juni tahun 2013. Penyusunan laporan dilakukan oleh Tim EHRA dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo dan POKJA Sanitasi dibantu berbagai pihak antara lain

city facilitator, dan juga Bappeda sebagai leading sektor penyusunan Buku Putih Sanitasi

Kabupaten Ponorogo, para tenaga ahli dari Province Facilitator, koordinator wilayah dan supervisor lapangan, serta petugas entri data, kader-kader desa/kelurahan, dan pihak kecamatan se-Kabupaten Ponorogo

Ucapan terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah menyediakan waktu dan tenaga untuk bersama-sama menyelesaikan proses Studi ini. Masukan dan koreksi sangat kami perlukan untuk menyempurnakan Studi EHRA ini dimasa yang akan datang.

Ponorogo, 19 September 2013 Plt. KEPALA DINAS KESEHATAN

KABUPATEN PONOROGO

Drg. PRIJO LANGGENG TRIBINUKO, M.Kes PEMBINA TK.I

NIP. 19560326 198811 1 001

(2)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang telah melakukan peminatan terhadap program PPSP ( Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman ). Salah satu permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ponorogo adalah belum terpenuhinya target MDGs yang sudah ditetapkan dalam bidang kesehatan. Studi EHRA ini bertujuan untuk mengetahui resiko kesehatan lingkungan di masyarakat yang hasilnya akan dituangkan dalam Buku Putih Sanitasi (BPS) dimana buku putih ini sebagai dasar menyusun Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) yang berisi program - program untuk mengejar ketertinggalan pembangunan sanitasi di wilayah Kabupaten Ponorogo.

Metode studi EHRA menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi. Target area survey ditentukan dengan Proporsionate Stratified Random Sampling. Sedangkan variabel yang diteliti dan diobservasi adalah faktor-faktor kesehatan lingkungan meliputi pengelolaan sampah rumah tangga, pembuangan air limbah domestik, drainase lingkungan dan banjir, pengelolaan tinja, pengelolaan air bersih, perilaku higiene dan kejadian penyakit diare. Dari variabel yang diteliti ini kemudian dianalisa kembali untuk menentukan nilai Indek Resiko Sanitasi (IRS). Selanjutnya nilai indek resiko sanitasi yang terbentuk di skoring untuk menentukan wilayah populasi dalam 4 kategori yaitu resiko sangat tinggi, resiko tinggi, resiko sedang dan kategori kurang beresiko / resiko ringan.

Kesimpulan dari studi EHRA ini adalah diketahuinya wilayah studi dengan resiko amat tinggi, tinggi, sedang maupun ringan sehingga memudahkan pemerintah dalam melakukan intervensi sanitasi di masing – masing cluster desa / kelurahan.

Secara ringkas hasil studi yang dilakukan pada 30 desa/kelurahan sampling dari 357 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Ponorogo menunjukkan Indeks area beresiko seperti pada diagram berikut :

(3)

Catatan :Besaran angka pada diagram diatas menunjukkan derajat indeks resiko sanitasi dimana tampak Kluster 4 berada pada Indeks resiko sanitasi sangat tinggi, Kluster 1 dan 0 berada pada Indeks resiko sanitasi tinggi, Kluster 3 berada pada Indeks resiko sanitasi sedang dan Kluster 2 berada pada indeks resiko sanitasi rendah. Adapun Klustering wilayah desa/kelurahan diulas pada sub Bab Laporan Studi ini.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

RINGKASAN EKSEKUTIF ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GRAFIK DAN DIAGRAM ... iv

BAB. 1 PENDAHULUAN ... I – 1 Latar Belakang ... I – 1 Tujuan ... I – 2 Dasar Hukum ... I – 3 Ruang Lingkup ... I – 4 Wilayah Studi ... .... I – 4 Tahapan ... ... I – 4

BAB. 2 METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA ... II – 1

Penentuan Target Area Survey ... II – 3 Penentuan Jumlah/Besar Responden ... II – 14 Penentuan Desa/Kelurahan Area Survey ... II – 14 Penentuan RT dan Responden di lokasi Survey ... II – 23

BAB. 3 HASIL SURVEY EHRA KABUPATEN PONOROGO ... III – 1

Karakteristik Responden ... III – 1 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... III – 4 Pembuangan Air Limbah Domestik ... III – 8 Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir ... III – 18 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga ... III – 21 Perilaku Higiene ... III – 25 Kejadian Diare ... III – 28

(5)

Hasil Pengamatan ... III – 30 Indeks Resiko Sanitasi ... III – 47

BAB. 4 PENUTUP ... III – 1

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Indeks Resiko Sanitasi (IRS)

Tabel 2 Kalkulasi IRS

Tabel 3 Komulatif IRS

Tabel 4 Hasil skoring studi EHRA berdasarkan IRS

Tabel 2.1 Kategori Cluster berdasarkan criteria indikasi lingkungan beresiko

Tabel 2.2 Hasil Clusering desa/kelurahan di Kabupaten Ponorogo

Tabel 2.3 Kecamatan dan desa/kelurahan terpilih untuk survey

EHRA

Tabel 3.4.2 Tempat pembuangan limbah rumah tangga

Tabel 3.5.1 Asal sumber air yang digunakan untuk berbagai kegiatan

(7)

DAFTAR GRAFIK DAN DIAGRAM

Grafik 3.1.1 Kelompok umur responden

Grafik 3.1.2 Status rumah yang ditempati responden Grafik 3.1.3. Pendidikan terakhir responden

Garfik 3.1.4 Kepemilikan SKTM Garfik 3.1.5 Kepemilikan askeskin Grafik 3.1.6 Kepemilikan anak

Grafik 3.2.1 Kondisi sampah di sekitar lingkungan rumah Grafik 3.2.2. Penanganan sampah rumah tangga tiap kluster

Grafik 3.2.3 Frekuensi layanan pengangkutan sampah oleh petugas Grafik 3.2.4 Diagram jenis sampah yang di pilah

Grafik 3.3.1 Tempat BAB anggota keluarga yang sudah dewasa. Grafik 3.3.2 Orang sekitar yang BAB di tempat terbuka.

Grafik 3.3.3 Kepemilikan jamban keluarga di rumah responden Grafik 3.3.4 Kepemilikan dan jenis jamban per kluster.

Grafik 3.3.5 Tempat penyaluan buangan akhir tinja

Grafik 3.3.6 Grafik penyaluran buangan akhir tinja yang tidak dikelola dengan baik per kluster

Grafik 3.3.7 Lama tangki septik dibangun Grafik 3.3.8 Tangki septik terakhir dikosongkan Grafik 3.3.9 Siapa yang mengosongkan tangki septik

Grafik 3.3.10 Tempat pembuangan lumpur tinja saat tangki septik dikosongkan

Grafik 3.3.11 Kebiasaan anak balita dalam buang air besar sembarangan

(8)

Grafik 3.3.12 Tempat membuang tinja anak balita Grafik 3.3.13 Praktik pembuangan kotoran anak balita

Grafik 3.4.1 Kepemilikan saluran pembuangan air limbah rumah tangga

Grafik 3.4.3 Kejadian banjir di lingkungan sekitar responden Grafik 3.4.4 Frekuensi kejadian banjir per kluster

Grafik 3.4.6 Lama banjir merendam lingkungan

Grafik 3.5.2 Tingkat kesulitan dalam mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari

Grafik 3.5.3 Tingkat kepuasan responden terhadap kualitas sumber air yang digunakan.

Grafik 3.5.4 Jarak sumber air yang digunakan dengan tempat pembuangan tinja

Grafik 3.5.5 Tempat responden menyimpan air yang sudah di olah untuk di minum

Grafik 3.5.6 Cara pengambilan air untuk minum, masak, cuci piring,dan gelas serta gosok gigi dari tempat penyimpan air

Grafik 3.6.1 Penggunaan sabun pada hari disurvey

Grafik 3.6.2 Kegiatan responden yang menggunakan sabun Grafik 3.6.3 Tempat anggota keluarga biasa mencuci tangan Grafik 3.6.4 Waktu anggota keluarga mencuci tangan

Grafik 3.7.1 Kejadian penyakit diare secara umum terhadap responden yang disurvey

Grafik 3.7.2 Kejadian diare per kluster

Grafik 3.7.3 Diagram penderita yang pernah terkena diare pada survey EHRA 2012

(9)

Grafik 3.8.A.1 Sumber air untuk minum, masak, cuci piring dan gelas serta gosok gigi dari tempat menyimpan air

Grafik 3.8.B.1 Wadah tempat menyimpan air minum di dapur Grafik 3.8.B.2 Proses pengambilan air minum dari wadah Grafik 3.8.C.1 Ketersediaan sabun dan shampoo

Grafik 3.8.D.1 Perlindungan makanan terhadap vektor

Grafik 3.8.E.1 Saluran limbah bekas cucian peralatan minum dan masak Grafik 3.8.F.1 Tempat buangan limbah bekas mandi dan wastafel

Grafik 3.8.F.2 Keberadaan jentik di bak penampungan air Grafik 3.8.G.1 Ketersediaan air dalam ruangan jamban Grafik 3.8.G.2 Ketersediaan sabun dekat jamban

Grafik 3.8.G.3 Keberadaan jentik di bak air dekat jamban Grafik 3.8.H.1 Type jamban responden

Grafik 3.8.H.2 Tempat saluran penempungan kotoran dari klosed Grafik 3.8.I.1 Kebersihan lantai dan dinding jamban

Grafik 3.8.I.2 Kebersihan dari vector penyakit

Grafik 3.8.J.1 Keberadaan sabun cuci di tempat cuci Grafik 3.8.J.2 Sumber air untuk mencuci

Grafik 3.8.K.1 Jarak tangki septic dengan sumber air terdekat Grafik 3.8.L.1 Cara mengelola sampah di rumah

Grafik 3.8.L.2 Kebersihan halaman dari sampah Grafik 3.8.L.3 Pemilahan sampah

Grafik 3.8.L.4 Jenis sampah yang dipilah Grafik 3.8.L.5 Tempat membuat kompos

(10)

Grafik 3.8.L.7 Kegunaan kompos yang dibuat

Grafik 3.8.M.1 Keberadaan genangan di halaman rumah Grafik 3.8.M.2 Tempat biasa air tergenang

Grafik 3.8.M.3 Sumber asal genangan air

Grafik 3.8.M.4 Kebersihan halaman dari benda penyebab genangan Grafik 3.8.M.5 Keberadaan saluran air hujan atau air limbah

Grafik 3.8.M.6 Kelancaran air mengalir pada saluran air Grafik 3.8.M.7 Kebersihan saluran dari sampah

(11)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 3.2.4 Dagram jenis sampah yang dipilah Diagram 3.8.I.1 Kebersihan lantai dan dinding jamban Diagram 3.8.I.2 Kebersihan dari vektor penyakit Diagram 3.8.L.3 Pemilahan sampah

Diagram 3.8.L.5 Tempat membuat kompos

Diagram 3.8.M.4 Kebersihan halaman dari benda penyebab genangan

(12)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dimaksudkan untuk mengarusutamakan percepatan pembangunan sektor sanitasi dan air minum yang meliputi sub sektor air limbah domestik, persampahan rumah tangga dan drainase lingkungan dalam rangka pencapaian target RPJMN Tahun 2010 – 2014 dan Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2015, selain itu juga untuk mewujudkan kondisi sanitasi dan air minum permukiman yang layak, yaitu yang dapat diakses oleh masyarakat sesuai standar teknis, berfungsi secara berkelanjutan, dan tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.

Pembangunan sektor sanitasi (air limbah, sampah rumah tanggadan drainase) di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Ponorogo khususnya dapat dikatakan relatif tertinggal dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur perkotaan atau perdesaan lainnya. Kondisi sanitasi yang buruk berpengaruh terhadap menurunnya kualitas lingkungan hidup serta tercemarnya sumber air minum yang digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Lebih jauh lagi kondisi tersebut secara umum dapat menurunkan citra Kabupaten Ponorogo sebagai Kabupaten yang bersih dan sehat.

Komitmen Kabupaten Ponorogo dalam program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) secara menyeluruh dimulai dengan memenuhi persyaratan yang antara lain :

1) Surat penyampaian minat yang ditandatangani oleh Bupati Ponorogo

dan mengetahui Ketua DPRD Kabupaten Ponorogo

050/123/405.07/2012 tanggal 5 Maret 2012 tentang Pernyataan Minat Mengikuti Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman

BAB

(13)

(PPSP) Tahun 2013

2) Surat Keputusan Bupati Ponorogo Nomor 050/123/405.07/2012

tanggal 5 Maret 2012 tentang Tim Koordinasi Kegiatan

Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman di Kabupaten Ponorogo Tahun Anggaran 2012

3) RKA Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman

(PPSP) Tahun 2013 yang tersebar di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) antara lain Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa.

Pembangunan sektor Sanitasi di Kabupaten Ponorogo telah dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat, namun hasilnya belum dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat yang terus meningkat.

Dalam rangka mempercepat pembangunan sektor sanitasi, maka di tahun 2013 ini Kabupaten Ponorogo melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program ini mempunyai target hingga 2015 sebagai berikut :

1. Stop BAB Sembarangan (Stop BABS) di wilayah perkotaan dan pedesaan pada 2015;

2. Perbaikan pengelolaan persampahan, melalui implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dan TPA berwawasan lingkungan (sanitary landfill dan controlled landfill) ;

3. Pengurangan genangan air di 100 kota/kawasan.

4. Pembangunan sinergi vertikal dan horizontal dalam pembangunan sanitasi.

5. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pembangunan dan pengelolaan sanitasi di Daerah.

6. Memaksimalkan kontribusi seluruh stakeholder yang terkait. Sedangkan lingkup pelaksanaan PPSP di Daerah meliputi :

(14)

1. Penyiapan penyusunan Buku Putih

2. Penyusunan Strategi Pembanguanan Sanitasi Permukiman : a. Pelatihan Penyusunan Buku Putih

b. Fasilitasi Penyusunan Dokumen Buku Putih Sanitasi, yang meliputi : 1. Kajian Data Sekunder / Aspek Teknis Operasional

2. Kajian kelembagaan 3. Kajian keuangan

4. Kajian komunikasi dan media 5. Kajian SSA

6. Kajian PMJK 7. Studi EHRA

c. Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten / Kota d. Fasilitasi Penyusunan Dokumen Strategi Sanitasi e. Pelatihan Penyusunan Rencana Tindak Lanjut f. Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Lanjut g. Pelatihan Monev

3. Fasilitasi dan Penyusunan Program Memorandum 4. Fasilitasi dan Pelaksanaan (implementasi)

5. Fasilitasi dan Pelaksanaan Monev

Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu Kabupaten yang telah melakukan peminatan untuk mengikuti program PPSP, sehingga diharapkan ada koordinasi dan sinergi yang kuat dari semua stakeholders di tingkat Desa/ Kelurahan sampai dengan tingkat Kabupaten dalam proses penyusunan rencana, memorandum program, implementasi rencana hingga monitoring pelaksanaan PPSP.

Dalam rangka penjabaran PPSP di Kabupaten Ponorogo diperlukan penyusunan Studi EHRA sebagai bagian dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Ponorogo yaitu studi yang mendalami sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi yang telah ada, termasuk pengelolaan sampah rumah tangga, pembuangan air limbah domestik, drainase lingkungan / selokan sekitar rumah dan banjir, pengelolaan air

(15)

bersih rumah tangga, perilaku higiene rumah tangga serta kejadian penyakit diare.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaaan studi EHRA terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan Umum

Tujuan umum studi EHRA adalah untuk mendapatkan deskripsi sanitasi Kabupaten baik dari aspek fisik (bangunan) maupun pengetahuan, sikap dan perilaku yang berisiko terhadap kondisi kesehatan rumah tangga dan warga lainnya.

b. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi pengelolaan sampah rumah tangga 2. Mengidentifikasi pembuangan air limbah domestik

3. Mengidentifikasi drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir

4. Mengidentifikasi kondisi pengelolaan air bersih rumah tangga 5. Mengidentifikasi pengelolaan air bersih rumah tangga

6. Mengidentifikasi perilaku higiene rumah tangga 7. Mengidentifikasi kejadian penyakit diare

8. Menilai Indek Resiko Sanitasi dan menentukan area resiko sanitasi

1.3 Dasar Hukum

1. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ; 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Tahun 2007) ;

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(16)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinisi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.

10. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2 / MENKLH / 6 / 1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan ;

11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 /Menkes / Per / IX / 90, tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air ;

12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 / MENKES / PER / IV / 2010 tentang persyaratan kualitas air minum ; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

14. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur ;

15. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur.

16. Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 1 Tahun 2013 Tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013

17.Surat Keputusan Bupati Ponorogo Nomor :

188.45/89/Kpts/433.013/2013, tanggal 25 Pebruari 2013 tentang Tim Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Ponorogo tahun 2013.

1.4 Ruang Lingkup 1.4.1 Wilayah Studi

Daerah studi EHRA merupakan seluruh wilayah administratif Kabupaten Ponorogo.

(17)

Tahapan pelaksanaan studi EHRA meliputi :

1. Diskusi dengan Tim EHRA penentuan clustering 2. Memperbaiki instrumen sesuai hasil diskusi 3. Mengkoordinasikan kerja lapangan

4. Melaksanakan Entry Data 5. Melaksanakan Data Cleaning

6. Melaksanakan Data Processing, analisa dan laporan awal

7. Umpan balik untuk POKJA, enumerator, Kelurahan dan Kecamatan 8. Laporan EHRA.

(18)

Metodologi Dan Langkah

Studi EHRA

Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan karena lingkungan merupaka salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten/Kota untuk menyusun Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Studi EHRA ini memberi data ilmiah dan faktual tentang ketersediaan layanan sanitasi di tingkat rumah tangga dalam skala kabupaten/kota Sub sektor sanitasi yang menjadi obyek studi meliputi limbah cair domestik, limbah padat/sampah dan drainase lingkungan, serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) termasuk praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Muatan pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan telah diarahkan sesuai dengan lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Pengorganisasian pertanyaan dalam kuesioner dan lembar pengamatan berikut penomorannya dibuat sedemikian rupa sehingga mempermudah pelaksanaan survei, entri maupun analisa data hasil studinya.

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih dari petugas Sanitarian, Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas dan kader desa. Sementara Koordinator Tim EHRA, Supervisor dan Koordinator wilayah adalah personil dari Dinas kesehatan Kabupaten Ponorogo, kepala puskesmas dan sanitarian.

Sebelum turun ke lapangan, para supervisor, koordinator wilayah dan enumerator mengikuti pelatihan enumerator selama 1 (satu) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.

BAB

IIIIIIII

(19)

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah Dusun/RW di Desa/Kelurahan. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua Dusun/RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per Desa/Kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 65 tahun yang mampu dan bisa diajak berkomunikasi dengan baik.

Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.

Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim EHRA Kabupaten. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.

Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Dinkes Ponorogo. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.

Susunan Tim EHRA sebagai berikut:

1. Penanggungjawab : Kabid P2PL Kabupaten Ponorogo

2. Koordinator Survey : Kasie Penyehatan Lingkungan

Dinkes Ponorogo

3. Anggota : Anggota Pokja Sanitasi Ponorogo

(20)

5. Supervisor : Sanitarian Puskesmas

6. Tim Entry data : Tim dari Dinkes

7. Tim Analisis data : Anggota Pokja Sanitasi Ponorogo

8. Enumerator : Sanitarian, petugas promkes

Puskesmas, dan kader desa

2.1. Penentuan Target Area Survey

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan clustering. Hasil clustering ini juga digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Ponorogo mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan cluster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)

Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK

(21)

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, clustering wilayah Kabupaten Ponorogo menghasilkan katagori cluster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada cluster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu cluster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada cluster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Ponorogo.

Tabel 1. Katagori Cluster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko

Katagori

Cluster Kriteria

Cluster 0 Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama

sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Cluster 1 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1

kriteria indikasi lingkungan berisiko

Cluster 2 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2

kriteria indikasi lingkungan berisiko

Cluster 3 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3

kriteria indikasi lingkungan berisiko

Cluster 4 Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4

(22)

Clustering wilayah di Kabupaten Ponorogo menghasilkan katagori cluster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.

Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada cluster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang

menjadi area survey pada suatu cluster akan mewakili

kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada cluster yang sama.

Tabel 2. Hasil clustering desa/ kelurahan di Kabupaten Ponorogo

No Kluster Kecamatan Desa/ Kelurahan Desa/Kel.

Sampling

Cluster 0 → 15 desa/ kel. 2 desa/ kel.

0 Kec. Slahung 1 Kambeng 0 Kec. Bungkal 2 Pager 0 Kec. Sambit 3 Jerakah 0 Kec. Pudak 4 Bareng 0 Kec. Mlarak 5 Tugu 6 Kaponan 0 Kec. Siman 7 Sawuh 8 Mangunsuman 0 Kec. Sampung 9 Carangrejo 10 Tulung 11 Nglurup 12 Wringinputih 0 Kec. Sukorejo 13 Kedungbanteng 0 Kec. Jenangan 14 Wates 0 Kec. Ngebel 15 Sempu

(23)

Cluster 1 → 72 desa/ kel. 7 desa/ kel.

1 Kec. Ngrayun

1 Desa Baosan Kidul

2 Desa Wonodadi 3 Desa Sendang 4 Desa Mrayan 1 Kec. Slahung 5 Wates 6 Ngilo-Ijo 7 Ngloning 8 Plancungan 9 Jebeng 10 Simo 11 Crabak 12 Gundik 13 Nailan 14 Gombang 1 Kec. Bungkal 15 Pelem 16 Bediwetan 1 Kec. Sambit 17 Gajah 18 Nglewan 19 Bedingin 20 Besuki 21 Wilangan 1 Kec. Sawoo 22 Sawoo 23 Kori 24 Ngindeng 1 Kec. Sooko 25 Ngadirejo 26 Jurug 1 Kec. Pudak 27 Banjarjo 28 Pudakwetan 29 Krisik 1 Kec. Pulung 30 Pulungmerdiko 31 Banaran

(24)

1 Kec. Mlarak 32 Candi 33 Siwalan 34 Nglumpang 35 Gontor 36 Mlarak 37 Suren 1 Kec. Siman 38 Jarak 39 Pijeran 40 Patihankidul 41 Ronowijayan 1 Kec. Jetis 42 Ngasinan 1 Kec. Balong 43 Bulukidul 44 Bulak 45 Ngendut 46 Ngumpul 47 Muneng 1 Kec. Jambon 48 Krebet 49 Jonggol 50 Poko 51 Beringinan 52 Jambon 53 Srandil 1 Kec. Badegan 54 Badegan 1 Kec. Sampung 55 Kunti 56 Pohijo 57 Jenangan 1 Kec. Sukorejo 58 Lengkong 1 Kec. Ponorogo 59 Tamanarum 60 Nologaten 61 Keniten 1 Kec. Babadan 62 Kertosari

(25)

63 Patihan Wetan 64 Kadipaten 65 Gupolo 66 Polorejo 67 Bareng 68 Pondok 69 Purwosari 70 Trisono 1 Kec. Ngebel 71 Wagirlor 72 Pupus

Cluster 2 → 139 desa/ kel. 12 desa/ kel.

2 Kec. Ngrayun

1 Desa Binade

2 Desa Baosan Lor

3 Desa Ngrayun 4 Desa Temon 5 Desa Selur 6 Desa Cepoko 7 Desa Gedangan 2 Kec. Slahung 8 Senepo 9 Slahung 10 Menggare 11 Duri 12 Galak 13 Truneng 14 Mojopitu 15 Janti 2 Kec. Bungkal 16 Koripan 17 Kalisat 18 Munggu 19 Bungkal 20 Bancar 21 Bungu 22 Kupuk 23 Kwajon 24 Bedikulon 2 Kec. Sambit

(26)

25 Wringinanom 26 Ngadisanan 27 Bancangan 28 Campurejo 29 Bulu 30 Sambit 31 Bangsalan 32 Kemuning 2 Kec. Sawoo 33 Pangkal 34 Tempuran 35 Sriti 36 Temon 37 Tugurejo 38 Grogol 39 Ketro 40 Bondrang 2 Kec. Sooko 41 Suru 42 Sooko 43 Bedoho 2 Kec. Pudak 44 Pudakkulon 45 Tambang 2 Kec. Pulung 46 Bedrug 47 Pulung 48 Serag 49 Wayang 50 Munggung 51 Bekiring 2 Kec. Mlarak 52 Totokan 53 Ngrukem 54 Joresan 55 Gandu 56 Serangan 2 Kec. Siman 57 Ngabar 58 Madusari 59 Beton

(27)

60 Brahu 61 Tranjang 62 Manuk 63 Siman 64 Tajug 2 Kec. Jetis 65 Kutuwetan 66 Kradenan 67 Jetis 68 Turi 69 Winong 2 Kec. Balong 70 Pundak 71 Sumberejo 72 Singkil 73 Karangan 74 Jalen 75 Karangmojo 76 Sedarat 77 Purworejo 78 Tatung 79 Ngampel 2 Kec. Kauman 80 Tegalombo 81 Nongkodono 82 Sukosari 83 Ngrandu 84 Semanding 85 Tosanan 86 Carat 87 Kauman 2 Kec. Jambon 88 Sendang 89 Karanglokidul 90 Bululor 91 Blembem 92 Pulosari 93 Menang 94 Sidoharjo 2 Kec. Badegan 95 Watubonang

(28)

96 Biting 2 Kec. Sampung 97 Gelangkulon 98 Karangwaluh 99 Glinggang 100 Pagerukir 101 Sampung 2 Kec. Sukorejo 102 Karanglo Lor 103 Golan 104 Gandukepuh 105 Nampan 106 Sukorejo 107 Bangunrejo 108 Gelanglor 109 Kranggan 110 Serangan 111 Prajegan 112 Gegeran 2 Kec. Ponorogo 113 Brotonegaran 114 Kauman 115 Mangkujayan 116 Banyudono 117 Beduri 2 Kec. Babadan 118 Cekok 119 Japan 120 Ngunut 121 Sukosari 122 Lembah 123 Babadan 2 Kec. Jenangan 124 Mrican 125 Singosaren 126 Setono 127 Ngrupit 128 Pintu 129 Panjeng 130 Jimbe 131 Semanding

(29)

132 Tanjungsari 133 Nglayang 134 Paringan 2 Kec. Ngebel 135 Ngrogung 136 Sahang 137 Talun 138 Gondowido 139 Ngebel

Cluster 3 → 72 desa/ Kel. 7 desa/ kel.

3 Kec. Slahung 1 Tugurejo 2 Caluk 3 Broto 3 Kec. Bungkal 4 Bekare 5 Nambak 6 Belang 7 Ketonggo 8 Kunti 9 Padas 10 Sambilawang 3 Kec. Sambit 11 Maguwan 12 Campursari 3 Kec. Sawoo 13 Tumpuk 14 Tumpak Pelem 15 Prayungan 3 Kec. Sooko 16 Klepu 3 Kec. Pulung 17 Karangpatihan 18 Tegalrejo 19 Wagirkidul 20 Singgahan 21 Patik 22 Sidoharjo 23 Wotan 24 Plunturan

(30)

25 Pomahan 26 Kesugihan 3 Kec. Mlarak 27 Jabung 28 Bajang 3 Kec. Siman 29 Demangan 30 Sekaran 31 Kepuhrubuh 32 Ronosentanan 3 Kec. Jetis 33 Kutukulon 34 Mojomati 35 Coper 36 Mojorejo 37 Karanggebang 38 Tegalsari 39 Wonoketro 40 Josari 3 Kec. Balong 41 Karangkepatihan 42 Ngraket 43 Dadapan 3 Kec. Kauman 44 Nglarangan 45 Bringin 46 Ciluk 47 Somoroto 48 Plosojenar 3 Kec. Badegan 49 Dayakan 50 Krangan 51 Tanjungpunggung 52 Karangjoho 53 Tanjungrejo 54 Bandaralim 55 Kapuran 3 Kec. Sukorejo 56 Morosari 57 Sragi 58 Kalimalang

(31)

59 Nambangrejo 60 Sidorejo 3 Kec. Ponorogo 61 Pakunden 62 Kepatihan 63 Purbosuman 64 Tonatan 65 Bangunsari 66 Tambakbayan 67 Jingglong 3 Kec. Jenangan 68 Plalangan 69 Sedah 70 Jenangan 71 Sraten 72 Kemiri

Cluster 4 → 9 desa/ Kel. 2 desa/ kel.

4 Kec. Balong 1 Bajang 2 Balong 4 Kec. Kauman 3 Pengkol 4 Gabel 5 Maron 4 Kec. Ponorogo 6 Paju 7 Surodikraman 8 Pinggirsari 8 Cokromenggalan

Hasil clustering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Ponorogo yang terdiri atas 307 desa/kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut:

1) cluster 0 sebanyak 4,89 %.

2) cluster 1 sebanyak 23,45 %,

3) cluster 2 sebanyak 45,28 %,

4) cluster 3 sebanyak 23,45 %,

(32)

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam cluster tersebut dapat dilihat pada

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden

Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel dapat dilakukan dengan menggunakan “Rumus Slovin” yaitu :

Keterangan :

n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi

d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir

Berdasar data yang ada pada tahun 2013, jumlah KK Kabupaten Ponorogo sebanyak 247.081, maka didapat jumlah sampel sebesar 1680 sampel/responden.

Dengan menggunakan kaidah yang ada bahwa distribusi sampel per kelurahan/desa sebesar 40 responden, maka jumlah desa yang dibutuhkan untuk pelaksanaan studi EHRA di Kabupaten Ponorogo tahun 2013 sebanyak 30 Desa/Kelurahan maka jumlah responden yang disurvey sebanyak 1200 Rumah Tangga.

(33)

2.3. Penentuan Kecamatan dan Desa / Kelurahan Area survey

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 307 desa/ kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke- 307 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA Di Kabupaten Ponorogo

No Kluster Kecamatan Desa/

Kelurahan

Desa/Kel.

Sampling Jumlah Sampling

Cluster 0 → 15 desa/ kel. 2 desa/ kel.

0 Kec. Slahung 1 Kambeng 0 Kec. Bungkal 2 Pager 0 Kec. Sambit 3 Jerakah 0 Kec. Pudak 4 Bareng 0 Kec. Mlarak 5 Tugu 6 Kaponan 0 Kec. Siman 7 Sawuh Sawuh 40 8 Mangunsuman 0 Kec. Sampung 9 Carangrejo 10 Tulung 11 Nglurup 12 Wringinputih 0 Kec. Sukorejo 13 Kedungbanteng 0 Kec. Jenangan 14 Wates 0 Kec. Ngebel

(34)

15 Sempu Sempu 40

Cluster 1 → 72 desa/ kel. 7 desa/ kel.

1 Kec. Ngrayun

1 Desa Baosan Kidul

2 Desa Wonodadi

3 Desa Sendang

4 Desa Mrayan Mrayan 40

1 Kec. Slahung 5 Wates 6 Ngilo-Ijo 7 Ngloning 8 Plancungan 9 Jebeng 10 Simo 11 Crabak 12 Gundik Gundik 40 13 Nailan 14 Gombang 1 Kec. Bungkal 15 Pelem 16 Bediwetan 1 Kec. Sambit 17 Gajah 18 Nglewan 19 Bedingin 20 Besuki 21 Wilangan 1 Kec. Sawoo 22 Sawoo 23 Kori 24 Ngindeng 1 Kec. Sooko 25 Ngadirejo 26 Jurug Jurug 40 1 Kec. Pudak 27 Banjarjo 28 Pudakwetan 29 Krisik 1 Kec. Pulung

(35)

30 Pulungmerdiko 31 Banaran 1 Kec. Mlarak 32 Candi 33 Siwalan 34 Nglumpang 35 Gontor 36 Mlarak 37 Suren 1 Kec. Siman 38 Jarak 39 Pijeran 40 Patihankidul 41 Ronowijayan Ronowijayan 40 1 Kec. Jetis 42 Ngasinan 1 Kec. Balong 43 Bulukidul 44 Bulak Bulak 40 45 Ngendut 46 Ngumpul 47 Muneng 1 Kec. Jambon 48 Krebet 49 Jonggol 50 Poko 51 Beringinan 52 Jambon 53 Srandil 1 Kec. Badegan 54 Badegan 1 Kec. Sampung 55 Kunti Kunti 40 56 Pohijo Pohijo 40 57 Jenangan 1 Kec. Sukorejo 58 Lengkong 1 Kec. Ponorogo 59 Tamanarum

(36)

60 Nologaten 61 Keniten 1 Kec. Babadan 62 Kertosari 63 Patihan Wetan 64 Kadipaten 65 Gupolo 66 Polorejo 67 Bareng 68 Pondok 69 Purwosari 70 Trisono 1 Kec. Ngebel 71 Wagirlor 72 Pupus

Cluster 2 → 139 desa/ kel. 12 desa/ kel.

2 Kec. Ngrayun

1 Desa Binade

2 Desa Baosan Lor

3 Desa Ngrayun 4 Desa Temon 5 Desa Selur 6 Desa Cepoko 7 Desa Gedangan 2 Kec. Slahung 8 Senepo 9 Slahung 10 Menggare 11 Duri 12 Galak Galak 40 13 Truneng 14 Mojopitu 15 Janti 2 Kec. Bungkal 16 Koripan 17 Kalisat 18 Munggu 19 Bungkal 20 Bancar

(37)

21 Bungu 22 Kupuk 23 Kwajon 24 Bedikulon 2 Kec. Sambit 25 Wringinanom 26 Ngadisanan 27 Bancangan 28 Campurejo 29 Bulu 30 Sambit 31 Bangsalan 32 Kemuning 2 Kec. Sawoo 33 Pangkal 34 Tempuran 35 Sriti 36 Temon 37 Tugurejo 38 Grogol 39 Ketro 40 Bondrang 2 Kec. Sooko 41 Suru 42 Sooko 43 Bedoho 2 Kec. Pudak

44 Pudakkulon Pudak kulon 40

45 Tambang 2 Kec. Pulung 46 Bedrug 47 Pulung 48 Serag 49 Wayang 50 Munggung Munggung 40 51 Bekiring 2 Kec. Mlarak 52 Totokan 53 Ngrukem 54 Joresan 55 Gandu

(38)

56 Serangan 2 Kec. Siman 57 Ngabar 58 Madusari 59 Beton 60 Brahu 61 Tranjang 62 Manuk 63 Siman 64 Tajug Tajug 40 2 Kec. Jetis

65 Kutuwetan Kutu wetan 40

66 Kradenan 67 Jetis 68 Turi 69 Winong 2 Kec. Balong 70 Pundak 71 Sumberejo 72 Singkil 73 Karangan 74 Jalen 75 Karangmojo 76 Sedarat 77 Purworejo 78 Tatung 79 Ngampel 2 Kec. Kauman 80 Tegalombo 81 Nongkodono 82 Sukosari 83 Ngrandu 84 Semanding 85 Tosanan 86 Carat 87 Kauman 2 Kec. Jambon 88 Sendang 89 Karanglokidul 90 Bululor 91 Blembem

(39)

92 Pulosari 93 Menang 94 Sidoharjo 2 Kec. Badegan 95 Watubonang 96 Biting 2 Kec. Sampung 97 Gelangkulon 98 Karangwaluh 99 Glinggang 100 Pagerukir 101 Sampung 2 Kec. Sukorejo 102 Karanglo Lor 103 Golan 104 Gandukepuh Gandukepuh 40 105 Nampan Nampan 40 106 Sukorejo 107 Bangunrejo 108 Gelanglor 109 Kranggan 110 Serangan 111 Prajegan 112 Gegeran 2 Kec. Ponorogo 113 Brotonegaran 114 Kauman Kauman 40 115 Mangkujayan 116 Banyudono Banyudono 40 117 Beduri 2 Kec. Babadan 118 Cekok 119 Japan 120 Ngunut Ngunut 40 121 Sukosari 122 Lembah Lembah 40 123 Babadan 2 Kec. Jenangan 124 Mrican

(40)

125 Singosaren 126 Setono 127 Ngrupit 128 Pintu 129 Panjeng 130 Jimbe 131 Semanding 132 Tanjungsari 133 Nglayang 134 Paringan Paringan 40 2 Kec. Ngebel 135 Ngrogung 136 Sahang 137 Talun 138 Gondowido 139 Ngebel

Cluster 3 → 72 desa/ Kel. 7 desa/ kel.

3 Kec. Slahung 1 Tugurejo 2 Caluk Caluk 40 3 Broto 3 Kec. Bungkal 4 Bekare 5 Nambak 6 Belang 7 Ketonggo 8 Kunti 9 Padas 10 Sambilawang 3 Kec. Sambit 11 Maguwan 12 Campursari 3 Kec. Sawoo 13 Tumpuk 14 Tumpak Pelem 15 Prayungan 3 Kec. Sooko 16 Klepu 3 Kec. Pulung 17 Karangpatihan

(41)

18 Tegalrejo Tegalrejo 40 19 Wagirkidul 20 Singgahan 21 Patik 22 Sidoharjo 23 Wotan 24 Plunturan 25 Pomahan 26 Kesugihan 3 Kec. Mlarak 27 Jabung 28 Bajang 3 Kec. Siman 29 Demangan 30 Sekaran 31 Kepuhrubuh 32 Ronosentanan 3 Kec. Jetis 33 Kutukulon 34 Mojomati 35 Coper coper 40 36 Mojorejo 37 Karanggebang 38 Tegalsari 39 Wonoketro 40 Josari 3 Kec. Balong 41 Karangkepatihan 42 Ngraket 43 Dadapan 3 Kec. Kauman 44 Nglarangan Nglarangan 40 45 Bringin 46 Ciluk 47 Somoroto 48 Plosojenar 3 Kec. Badegan 49 Dayakan 50 Krangan 51 Tanjungpunggung 52 Karangjoho

(42)

53 Tanjungrejo 54 Bandaralim 55 Kapuran 3 Kec. Sukorejo 56 Morosari 57 Sragi 58 Kalimalang 59 Nambangrejo 60 Sidorejo 3 Kec. Ponorogo 61 Pakunden 62 Kepatihan Kepatihan 40 63 Purbosuman 64 Tonatan 65 Bangunsari 66 Tambakbayan 67 Jingglong 3 Kec. Jenangan 68 Plalangan Plalangan 40 69 Sedah Sedah 40 70 Jenangan 71 Sraten 72 Kemiri

Cluster 4 → 9 desa/ Kel. 2 desa/ kel.

4 Kec. Balong 1 Bajang Bajang 40 2 Balong 4 Kec. Kauman 3 Pengkol 4 Gabel 5 Maron Maron 40 4 Kec. Ponorogo 6 Paju 7 Surodikraman 8 Pinggirsari 8 Cokromenggalan 1,200

(43)

Sumber : Hasil analisa Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo 2013

2.4. Penentuan RT dan Responden di Lokasi survey

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per Desa/kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

- Mengurutkan RT per Dusun/RW per Desa/kelurahan.

- Menetukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu

diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.

• Jumlah total RT kelurahan : X.

• Jumlah RT yang akan diambil : Y

• Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan)  misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z

- Untuk menentukan RT pertama, ambil secara acak angka antara

1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3.

- memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya,

penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi

enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb:

- Pergi ke RT terpilih untuk mendapatkan daftar rumah tangga atau

bila tidak tersedia dibuat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.

- Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel

minimal yang akan diambil, misal 5 (lima)  diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5

- Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk

menentukan Angka Mulai (AM), contoh adalah misal angka mulai 2

(44)

HASIL STUDI EHRA

KABUPATEN

PONOROGO

3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar beberapa variabel yaitu : hubungan responden dengan kepala keluarga, usia responden, status rumah responden,pendidikan terakhir, kepemilikan anak, dan jumlah anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur; kurang dari 2 tahun, umur 2 – 5 tahun, 6 – 12 tahun, dan lebih dari 12 tahun.

Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga,maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne disease), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita.

Variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Variabel yang terkait dengan pendidikan terakhir responden berkaitan dengan pola pikir dan kecepatan transformasi informasi sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka dan mudah menerima hal-hal baru serta memiliki kecepatan yang baik dalam menerima informasi – informasi terkait dengan sanitasi dan perilaku hidup bersih sehat.

BAB

III

III

III

III

(45)

Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 – 60 tahun. Batas usia, khususnya batas atas diberlakukan secara fleksibel. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (60 tahun),namun responden terdengar dan terlihat masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun tapi bila perfoma komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden.

Grafik 3.1.1 Kelompok umur responden

Dilihat dari grafik 3.1.1 menunjukkan bahwa kelompok umur > 45 tahun menduduki frekuensi yang terbanyak yaitu 489 responden (40,9%).

(46)

Dari grafik 3.1.2 diketahui bahwa status rumah responden yang disurvei sebanyak 1200 atau sekitar 79,2% menempati rumah sendiri, hal ini berarti bahwa potensi partisipatif untuk dilaksanakan pengembangan sanitasi akan lebih besar karena sense of ownership responden juga lebih besar.

Grafik 3.1.3. Pendidikan terakhir responden

Dari grafik 3.1.3 Dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak adalah tamat SD sebanyak 465 responden (38,8%), kondisi seperti ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan warga Kabupaten Ponorogo adalah sebagian besar tamat SD sehingga potensi pengetahuan warga dalam program sanitasi tergolong masih rendah.

(47)

Grafik 3.1.4 Kepemilikan SKTM

Dari grafik 3.1.4 Diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurvei, sebanyak 958 atau sekitar 80,0% tidak memiliki SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu ). SKTM adalah Surat yang menerangkan bahwa Keluarga pemegang surat tersebut adalah termasuk Keluarga tidak mampu. Dari data tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar keluarga di Kabupaten Ponorogo bukan termasuk Keluarga Miskin

Grafik 3.1.5 Kepemilikan askeskin

Dari grafik 3.1.5 Diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurveI, sebanyak 957 atau sekitar 80% tidak memiliki kartu askeskin.

(48)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden bukan Keluarga Miskin

Grafik 3.1.6 Kepemilikan anak

Dari grafik 3.1.6 diatas dapat diketahui bahwa 89,7% atau 1111 responden yang diwawancarai telah memiliki anak.

3.2 PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, yakni :

1. Kondisi sampah di lingkungan,

2. Cara pengelolaan sampah rumah tangga, 3. Praktik pemilahan sampah,

4. Frekuensi petugas pengangkutan sampah oleh petugas

5. Pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah

6. Pembiayaan layanan pengangkutan sampah 7. Pihak penerima pembayaran layanan sampah 8. Jumlah biaya iuran sampah tiap bulan

Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Kuisioner mengenai kondisi sampah di lingkungan terdapat 9 (sembilan) opsi jawaban, yakni a) Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di

(49)

sekitar lingkungan, b) Banyak lalat disekitar tumpukan sampah, c) Banyak tikus berkeliaran d) Banyak nyamuk, e) Banyak anjing dan kucing mendatangi tumpikan sampah, f) Bau busuk yang mengganggu, g) Menyumbat saluran drainase, h) Ada anak-anak yang bermain disekitarnya, i) Lainnya. Di antara opsi jawaban diatas opsi jawaban b, c, d, dan e mempunyai resiko kesehatan yang besar dari opsi jawaban a karena dilokasi tersebut sudah berfungsi sebagai tempat dan sarana berkembang biaknya vektor penyakit dan didatangi oleh binatang pengganggu yang berpotensi untuk menyebarkan berbagai penyakit. Sedangkan opsi jawaban f,g,h mempunyai resiko kesehatan tertinggi karena lokasi tersebut secara langsung bisa memberikan dampak bagi manusia secara langsung yaitu bau yang mengganggu kenyamanan, dampak banjir yang ditimbulkan akibat drainase yang tersumbat dan dampak kesehatan pada anak-anak yang bermain disekitar lokasi sampah tersebut.

Kuesioner cara pengelolaan sampah rumah tangga dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan–ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk meggambarkan seberapa konsisten ketetapan/ kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.

Di sebagian besar kota di lndonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah

(50)

di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan.

Terakhir, kader-kader EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang rnengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing, Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek.

Hasil survey pada 1.200 responden di Kabupaten Ponorogo di dapat hasil wawancara dan pengamatan penanganan sampah rumah tangga di dapur sebagai berikut :

Grafik 3.2.1 Kondisi sampah di sekitar lingkungan rumah

Dari grafik 3.2.1 diatas dapat dilihat bahwa akibat kondisi sampah yang kurang baik di Kabupaten Ponorogo terbanyak adalah banyak nyamuk, hal ini sangat berpotensi untuk penularan penyakit.

(51)

Dari grafik 3.2.2 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan di Kabupaten Ponorogo pengelolaan sampah rumah tangga terbanyak adalah dengan cara dibakar yaitu sebanyak 723 rumah tangga ( 60,5% )

Grafik 3.2.3. Frekuensi layanan pengangkutan sampah oleh petugas

Dilihat dari grafik 3.2.3 diatas, data layanan petugas

pengangkutan sampah dianalisis berdasarkan jumlah responden yang menangani sampah rumah tangga dengan mengumpulkan di petugas informal

Diagram 3.2.4 Diagram responden yang melakukan pemilahan sampah

(52)

Kondisi Responden yang melakukan pemilahan sampah yang ada di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat bahwa 9,3% responden melakukan pemilahan sampah dan 90,7% tidak melakukan pemilahan

Sampah yang tidak dipilah sebelum dibuang akan beresiko menimbulkan kecelakaan (untuk sampah jenis pecahan kaca dan logam), menjadi tempat perindukan serangga dan nyamuk (untuk sampah bekas wadah yang bisa menampung air bila terjadi hujan), menyulitkan penguraian oleh mikroba (untuk sampah plastic) dan bisa menimbulkan bahaya kebakaran ( untuk sampah yang mudah terbakar seperti kertas dan daun-daun kering)

3.3 Pembuangan Air Limbah Domestik

Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.

Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan

(53)

pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk tempat pembuangan air kotor/ limbah tinja manusia, EHRA menyediakan pilihan jawaban sebanyak 9, yaitu; jamban pribadi, MCK / WC umum, WC helikopter di empang / kolam, sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, lubang galian, lainnya dan tidak tahu. Sedangkan jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 5 (lima) kategori besar, yakni kloset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya kloset.

Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan masyarakat disekitar responden, EHRA melanjutkan pertanyaan dengan masih ada atau tidak orang diluar anggota ditempat terbuka dan siapa saja orang-orang itu jika ada. Opsi jawaban yang diberikan oleh EHRA ada 11 yaitu, anak laki-laki umur 5-12 tahun, anak perempuan umur 5-12 tahun, remaja laki, laki-laki dewasa, perempuan dewasa, laki-laki-laki-laki tua, perempuan tua, masih ada tapi tidak jelas siapa, dan tidak ada.

Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki

septik, cubluk/lubang tanah, langsung ke saluran drainase,

sungai/danau/pantai, kebun/sawah dan lainnya. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/ pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal, yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Kapan tangki septik dikosongkan?; Siapa yang mengosongkan dan apakah ibu tahu kemana lumpur tinja dibuang saat tangki dikosongkan?

(54)

Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/ WC/ latrin yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/ fasilitas yang diamati oleh enumerator, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Enumerator EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada air yang tersedia dalam ruangan jamban atau tidak, tersedia sabun atau tidak, dan ada jentik atau tidak dalam bak airnya.

Selain itu, enumerator juga mengamati apakah lantai dan dinding jamban bebas tinja atau tisu bekas atau bekas pembalut, serta bebas kecoa. Juga diamati keberadaan gayung untuk menyiram air dan berfungsinya alat penyiram untuk kloset duduk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui semaksimal mungkin faktor resiko yang bisa terjadi akibat kloset yang tidak terpakai maupun tidak berfungsi.

Terakhir, bab ini pun memaparkan informasi tentang kebiasaan anak balita dalam BAB dip kesehatan manusia seperti tempat yang bisa beresiko terhad lantai, kebun, jalan,selokan dan selokan serta kemana biasanya orang tua membuang tinja balita jika anak balianya BAB.

Hasil studi EHRA tentang pembuangan air limbah domestik adalah sebagai berikut :

(55)

Dari grafik 3.3.1 diatas dapat diketahui bahwa kondisi umum di Kabupaten Ponorogo masyarakatnya sudah membuang kotorannya di jamban pribadi, namun masih ada sebagian kecil yang BAB di tempat terbuka seperti di WC helikopter di lubang galian, sungai, kebun maupun parit.

Grafik 3.3.2 Orang sekitar yang BAB di tempat terbuka.

Untuk mengetahui lebih jauh kondisi wilayah sekitar, Studi EHRA mempertanyakan orang diluar anggota keluarga responden yang mungkin masih ada yang BAB di tempat terbuka. Hasilnya sebagaimana terlihat

(56)

dalam grafik 3.3.2 yaitu sebagian besar responden menjawab tidak ada yaitu sekitar 915 responden (76,2%), namun tidak sedikit responden yang menjawab ada dan ini perlu diwaspadai agar upaya untuk menciptakan wilayah Kabupaten ODF benar-benar tercapai.

Grafik 3.3.3 Kepemilikan jamban keluarga di rumah responden

Dari grafik 3.3.3 diatas dapat diketahui bahwa 1064 responden (88,8%) memiliki jamban jenis kloset jongkok leher angsa, dan 134 responden (11,2%) memiliki jamban jenis kloset duduk siram leher angsa.

Grafik 3.3.4 Kepemilikan dan jenis jamban per kluster.

Dari grafik 3.3.4 diketahui Kepemilikan jamban terbanyak dari semua jenis jamban ada di kluster 2, sedangkan kepemilikan jamban terendah di kluster 4.

(57)

Grafik 3.3.5 Tempat penyaluran buangan akhir tinja

Dari grafik 3.3.5 diatas diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Ponorogo mengelola buangan akhir kotorannya di tangki septik yaitu sebanyak 887 responden (73,9%), di cubluk sebanyak 159 responden 13,2%). Tetapi masih ada sebagian yang belum mengelola buangan akhir tinjanya dengan baik yaitu dengan dibuang di saluran drainase, pipa sewer, sungai, kolam kebun, dan lainnya serta yang tidak tahu tempat penyalurannya.

Grafik 3.3.6 Grafik penyaluran buangan akhir tinja yang tidak dikelola dengan baik per kluster

(58)

Dari grafik 3.3.6 diatas diketahui bahwa penyaluran buangan akhir tinja yang tidak dikelola dengan baik terdapat pada kluster 2 dan 4, dengan demikian resiko kesehatan terbesar terdapat pada kluster 2 dan 4. Selanjutnya EHRA berusaha menggali permasalahan mengenai septik tank (tangki septik) yang dimiliki responden dengan jumlah responden yang memiliki tempat penyaluran buangan akhir tinja berupa tangki septik sebanyak 887 buah.

Grafik 3.3.7 Lama tangki septik dibangun

Untuk memperoleh gambaran berapa lama masyarakat

menggunakan Kloset baik duduk maupun jongkok dapat diketahui dari grafik 3.3.7 diatas. Dari grafik 3.3.7 tersebut dapat dketahui dari 565 responden yang memiliki tangki septik tank, sebagian besar tangki septik tank tersebut dibangun sekitar 1-5 tahun yang lalu yaitu 31%.

(59)

Tangki septik yang sudah dibangun masyarakat Kabupaten Ponorogo masih jarang yang sudah terisi sampai penuh, hal ini terbukti dari jawaban kuesioner waktu terakhir pengosongan tangki septik responden yang mana kebanyakan responden menjawab tidak pernah mengosongkan tangki septiknya yaitu sebanyak 807 responden atau 90% dari 887 responden yang mempunyai septik tank. Sedangkan 60 lainnya pernah mengosongkan septik tank yaitu selama 0-12 bulan lalu, 1-5 tahun lalu, >5- 10 tahun lalu, > 10 tahun lalu, dan 20 responden tidak tahu berapa lama waktu pengosongan septik tank yang ia miliki.

(60)

Ada sebagian responden yang sudah pernah mengosongkan tangki

septiknya namun banyak yang tidak tahu siapa yang

mengosongkan/menguras tangki septik ini yaitu sebanyak 25 responden (31,2%), ada juga responden yang membayar tukang untuk mengosongkan tangki septiknya yaitu sebanyak 2 responden (2,5%), mengosongkan sendiri 11 responden (13,8%) dan yang menggunakan layanan sedot tinja sebanyak 42 responden (52,5%).

Grafik 3.3.10 Tempat pembuangan lumpur tinja saat tangki septik Dikosongkan

Pada saat tangki septik dikosongkan ( sebagaimana terlihat dari grafik 3.3.10), sebagian besar responden tidak tahu kemana lumpur tinjanya dibuang yaitu 66 responden 82,5%), ada sebagian yang dibuang

(61)

ke sungai sebanyak 8 responden (10%), dikubur di halaman sebanyak 3 responden (3,8%) dan di tempat lainnya ada 3 responden (3,38%).

Grafik 3.3.11 Kebiasaan BAB anak balita sembarangan (di lantai, kebun, selokan, sungai)

Dari sejumlah responden yang mempunyai anak yang masih balita sesuai grafik 3.3.11 anak balitanya tidak pernah atau tidak terbiasa BAB di tempat terbuka seperti lantai, kebun, maupun sungai/selokan, yaitu sebesar 354 responden (29,5%). Tapi tetap harus diwaspadai karena juga tidak sedikit yang masih BAB di tempat terbuka sebesar 66 responden (5,5%) kadang- kadang dan 63 responden (5,2%) sangat sering.

(62)

dari grafik 3.3.12 diatas diketahui bahwa sebagian besar ibu tidak tahu di mana tempat membuang tinja anaknyayaitu sebanyak 742 responden 61,81%), namun sebagian besar lagi tempat membuang tinja anak balita sudah di jamban yaitu sebanyak 401 responden (33,4%), tetapi masih ada sebagian membuang tinja para balitanya di tempat sampah 3 responden (0,2%), di kebun 13 responden (1,1%), di sungai 35 responden (2,9%) dan ditempat lainnya sebanyak 6 responden (0,5%).

Gambar

Grafik 3.1.1  Kelompok umur responden
Grafik 3.1.3. Pendidikan terakhir responden
Grafik 3.1.4  Kepemilikan SKTM
Grafik 3.2.1  Kondisi sampah di sekitar lingkungan rumah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hardwinoto dan Setiabudhi (2006:111) menginformasikan bahwa minat siswa terhadap matematika akan bertambah apabila ia dapat memahami dan menyelesaikan soal matematika

Menururt data pada tahun 2010 yang diambil dari Riset Kesehatan Dasar, persentase bayi yang mendapat ASI ekslusif di Indonesia adalah 15,3% Kendala yang

Hal ini dapat dikarenakan varietas DxP PPKS 718 dan DxP Yangambi merupakan hasil turunan tetua Pisifera Yangambi sehingga karakteristik pada komposisi asam laurat

negara yang ideal haruslah mampu menempatkan diri dan berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Peran pemerintah menjadi landasan dasar untuk mencapai tujuan

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010) yaitu antara kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan

Hubungan Persepsi Terhadap Harapan Orang Tua Dengan Ketakutan Akan Kegagalan Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan

Pertama kali konserto ini dimainkan oleh Ferdinand pada tanggal 13 Maret 1845 di Leipzig Gewandhaus Orchestra bersama konduktor asal Denmark, Niels Gade (Steinberg,

Pengelolaan penelitian dan pengabdian masyarakat block grant fakultas adalah kegiatan penelitian dan pengabdian yang dilaksanakan secara terstruktur (dengan Surat