• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Lada ( Piper nigrum L.) Sejarah Tanaman Lada Botani Lada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Lada ( Piper nigrum L.) Sejarah Tanaman Lada Botani Lada"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Lada (Piper nigrum L.) Sejarah Tanaman Lada

Lada ditemukan pertama kali di daerah Western Ghast, India. Lada ditemukan tumbuh liar di daerah pegunungan Assam (India) dan utara Burma. Tumbuhan ini kemudian mulai dibudidayakan dan menjadi barang berharga ketika mulai diintroduksi ke Eropa dan dikenal oleh bangsa Yunani dan Romawi kuno. Theophratus (372-278 B.C), seorang filsaat Yunani yang dikenal sebagai ―Bapak Botani‖ menyebutkan dua tipe lada yang digunakan di Yunani dan Romawi yaitu

black pepper (lada hitam), Piper nigrum dan long pepper (lada panjang), Piper longum. Lada kemudian menyebar dari Malabar (India) ke daerah-daerah Eropa

dan Asia termasuk Indonesia. Lada kemungkinan dibawa masuk ke Indonesia oleh masyarakat Hindu ke daerah Jawa antara 100 B.C dan 600 A.D (Purseglove et al. 1981).

Sentra produksi lada di Indonesia adalah di daerah Lampung, Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Kedua daerah ini memproduksi kurang lebih 90% dari produksi lada di Indonesia. Daerah penghasil lada lainnya yaitu Bengkulu, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan (Mustika 1990).

Botani Lada

Lada berasal dari bahasa sanskerta pippali, dalam bahasa Inggris disebut

pepper, dalam bahasa Yunani disebut peperi, dan bahasa latin piper. Lada

dikelompokkan dalam famili Piperaceae, genus Piper, spesies Piper nigrum. Tanaman lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat dan berbuku-buku. Ketinggian tanaman ini dapat mencapai 10 m, namun dalam budidaya dibatasi hingga ketinggian 4 m dan melekat pada tiang panjat (tajar) agar memudahkan dalam pemeliharaan. Tanaman lada termasuk tanaman kelompok dikotil yang memiliki akar tunggang. Akar utama terletak pada dasar batang dengan panjang 4 m, sedangkan akar-akar dari buku di atas permukaan tanah panjangnya hanya 3-5 cm yang berfungsi untuk menempel pada tiang panjat yang sering disebut

(2)

sebagai akar panjat atau akar lekat. Akar lekat hanya tumbuh di buku-buku batang utama dan cabang ortotrop, sedangkan di cabang produksi (plagiotrop) tidak muncul akar lekat (Purseglove et al. 1981).

Batang atau cabang tanaman lada berupa sulur panjat yang berbuku-buku dengan panjang buku berkisar antara 5-12 cm, batang berbentuk silindris serta mempunyai akar lekat. Warna batang bervariasi antara hijau muda, hijau tua, hijau keungu-unguan atau hijau keabu-abuan. Batang yang sudah tua berwarna kehitaman dengan diameter 4-6 cm. Selain mempunyai sulur panjat, tanaman lada juga mempunyai sulur (cabang) buah, sulur gantung, dan sulur tanah. Sulur panjat atau cabang panjat dikenal juga sebagai cabang ortotrop, sedangkan cabang buah sering dikenal sebagai cabang plagiotrop. Cabang plagiotrop muncul baik dari batang primer maupun cabang ortotrop. Cabang ini berukuran relatif pendek, agak kecil, dan tidak dilengkapi dengan akar di buku-bukunya, selalu tumbuh menyamping dan dari cabang ini masih bisa muncul beberapa ranting. Sulur gantung sebenarnya adalah cabang ortotrop, tetapi akar lekatnya tidak menemukan tempat untuk melekat sehingga posisinya menggantung. Sulur tanah sama dengan sulur gantung tetapi posisinya merambat di permukaan tanah (Purseglove et al. 1981, Sutarno & Andoko 2005).

Tanaman lada berdaun tunggal, tidak berpasangan, berseling dan tumbuh pada setiap buku. Daun muda berwarna hijau muda, ungu, atau coklat muda, sedangkan daun tua berwarna hijau tua mengkilat pada permukaan atas. Bentuk daun bervariasi dari bulat telur hingga bentuk jantung, ukuran daun bervariasi dengan panjang berkisar antara 8-20 cm dan lebar berkisar antara 4-12 cm, sedangkan panjang tangkai daun 1,8-2,6 cm. Bunga lada terdapat pada cabang plagiotrop (cabang buah), tersusun dalam bulir (spike) dengan panjang bulir antara 3-15 cm. Buah lada termasuk buah buni atau buah batu dengan dinding buah yang terdiri dari tiga bagian yaitu lapisan luar (exocarp), lapisan tengah (mesocarp), dan lapisan dalam (endocarp). Buah lada berbentuk bulat, pada waktu muda berwarna hijau tua dan ketika masak berwarna merah, dengan diameter ± 4-6 mm (Laba 2005, Purseglove et al. 1981).

(3)

Jenis Lada

Lada berdasarkan sosok tanamannya dapat dibedakan menjadi lada panjat dan lada perdu. Perbedaan keduanya bukan terletak pada jenis atau varietas lada, namun pada cara perbanyakan tanaman. Tanaman lada yang diperbanyak dengan stek cabang ortotrop akan tumbuh menjadi lada panjat, sedangkan tanaman yang diperbanyak dengan stek cabang plagiotrop akan tumbuh menjadi lada perdu. Lada panjat memerlukan tajar atau tiang panjat dalam teknik budidayanya. Tiang panjat yang digunakan dapat berupa tiang panjat hidup atau tiang panjat mati. Tegakan hidup yang populer adalah tanaman gamal (Gliricidia maculata) dan dadap cangkring (Erythrina fusca). Kedua jenis tanaman ini termasuk famili Leguminoseae yang toleran terhadap hama dan penyakit yang menyerang tanaman lada. Tegakan mati yang baik diantaranya adalah kayu besi, melangir, dan mendaru (Syakir 2010, Sutarno & Andoko 2005).

Lada juga dibedakan berdasarkan varietasnya. Beberapa varietas yang menjadi varietas unggul diantaranya adalah varietas Natar 1, Natar 2, Lampung Daun Lebar (LDL) atau Petaling 1, dan varietas Jambi atau Petaling 2. Selain itu, di daerah-daerah penghasil lada dikenal pula lada jenis Kerinci, Bangka, dan Bulok Belantung (Deptan 1980, Hamid & Rahayuningsih 1990, Mansjur 1980).

Varietas Natar 1 memiliki daun muda berwarna kuning pucat keunguan, daun tua berwarna berwarna hijau hingga hijau tua, tulang daun bersirip ganjil, anak tulang daun empat, permukaan daun licin mengkilat. Sulur gantung dan sulur buah banyak, sifat pembungaan teratur dan agak lambat berbunga. Panjang bulir 8,71 cm, daya hasil ± 2,50 kg/pohon lada hitam kering, derajat toleransi terhadap penyakit busuk pangkal batang medium atau toleran. Varietas Natar 2 memiliki daun muda berwarna kuning pucat keunguan, daun tua berwarna hijau tua, memiliki tulang daun bersirip ganjil, jumlah anak tulang daun enam, permukaan berombak. Batang muda berwarna ungu kehijauan, berbentuk pipih agak bulat. Sulur gantung sedikit, panjang bulir ± 8,1 cm, sifat pembungaan teratur dimulai pada umur 12 bulan. Daya hasil varietas ini mencapai ± 2,20 kg/pohon lada hitam kering (Hamid & Rahayuningsih 1990).

Varietas Petaling 1 atau LDL memiliki daun muda berwarna hijau pucat mosaik, daun tua berwarna hijau tua, tulang daun bersirip ganjil, anak tulang daun

(4)

berjumlah enam, permukaan daun licin mengkilat. Daun berukuran besar dan agak tipis terutama pada tanaman yang masih muda. Warna batang muda ungu kehijauan, berbentuk pipih, percabangan simpodial dengan kedudukan tegak, dan sulur gantung banyak. Sifat pembungaan teratur, dimulai pada umur 10 bulan. Panjang bulir 8,7 cm, daya hasil lebih tinggi dibandingkan varietas Natar 1 dan Natar 2, yaitu ± 2,80 kg/pohon lada putih kering. Derajat toleransi terhadap penyakit kuning medium, tetapi derajat toleransi terhadap penyakit busuk pangkal batang rendah (Hamid & Rahayuningsih 1990).

Varietas petaling 2 atau Jambi memiliki daun muda berwarna kuning pucat kehijauan, daun tua berwarna hijau tua, bersirip ganjil dengan anak tulang daun berjumlah enam, dan berbentuk lebih besar ke tangkai. Batang muda berwarna ungu kehijauan hingga hijau kecoklatan, berbentuk pipih, sulur gantung sedikit. Sifat pembungan teratur, dimulai pada umur 11 bulan. Panjang bulir 7-11,5 cm, daya hasil mencapai ± 3,0 kg/pohon. Varietas ini menghasilkan buah lada paling besar dibandingkan tiga varietas diatas. Buah berbentuk telur, kulit buah tebal, dan berbiji kecil. Derajat toleransi terhadap penyakit kuning kurang tahan, sedangkan derajat toleransi terhadap penyakit busuk pangkal batang rendah sampai sedang (Deptan 1980, Hamid & Rahayuningsih 1990).

Lada juga dapat dibedakan berdasarkan produk akhirnya yaitu lada hitam lada putih, dan lada hijau. Beberapa jenis lada hitam dan lada putih yang dikenal di dunia diantaranya adalah Indian black pepper, Lampong black pepper, Sarawak

black pepper, Brazilian black pepper, Sri Lankan black pepper, Muntok white pepper, Sarawak white pepper, Brazilian white pepper (Purseglove et al. 1981).

Manfaat Lada

Lada selain digunakan sebagai bumbu atau rempah-rempah berbagai masakan seperti sop, daging, ikan serta campuran beberapa produk seperti saus dan kecap, juga dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, serta industri kosmetik dan parfum. Pada abad XIV dan XV, di Jerman lada lada bahkan dipergunakan sebagai nilai tukar seperti halnya uang (Purseglove et al. 1981).

(5)

Syarat Tumbuh Lada

Lada sangat cocok ditanam di daerah tropis dengan curah hujan 2000-2500 mm per tahun dan temperatur optimum 23°-30°C. Lada dapat tumbuh hingga ketinggian 1500 m di atas permukaan laut, tetapi paling baik pada ketinggian sekitar 500 m dpl. Lada dapat tumbuh dengan subur pada tanah-tanah yang subur secara fisik dan kimia serta drainase yang baik. Tanah-tanah liat berpasir, tanah lateritis-podsolik komplek dan tanah latosol dengan pH tanah berkisar antara 5,5-6,5 sangat baik untuk pertumbuhan tanaman lada. (Deptan 1980, Mansjur 1980, Purseglove et al. 1981).

Hama dan Penyakit Lada

Hama utama yang menyerang tanaman lada diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hama penggerek batang

Hama penggerek batang Lophobaris piperis (Coleoptera: Curculionidae) tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman lada di Indonesia. Penggerek batang merupakan hama yang paling merugikan. Larvanya menggerek batang dan cabang dekat buku-buku, dan pada serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Serangga dewasa menyerang pucuk, bunga, dan buah sehingga dapat menurunkan produksi dan kualitas buah (Balittri 2007). Kumbang ini aktif dari pukul 17.00-18.30, perkembangannya sangat cepat karena kumbang betina mampu bertelur 300-500 butir telur per betina setiap kali musim berkembang biak. Spesies lain yang menyerang tanaman lada yaitu Lophobaris seretipes yang di daerah lampung dikenal dengan sebutan gagadja (Kalshoven 1981, Sutarno dan Andoko 2005). Salah satu musuh alami hama ini yaitu Spathius piperis yang merupakan parasitoid larva Lophobaris piperis (Deptan 2002).

2. Hama pengisap bunga

Hama pengisap bunga, Diconocoris hewetti (Hemiptera: Tingidae) di Bangka dikenal dengan sebutan kapal terbang. Daerah persebarannya meliputi daerah Sumatera dan Kalimantan, dan pada tahun 1930 hama ini dilaporkan menjadi masalah serius di daerah Bangka. Hama pada stadia nimfa maupun dewasa dapat merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan

(6)

tandan rusak, salah bentuk, dan buah sedikit. Bila tanaman terserang berat, seluruh bunga akan rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan akhirnya bunga gugur sebelum waktunya. Hama ini juga menyerang buah lada yang masih muda. Serangan hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 30% (Balittri 2007, Kalshoven 1981). Pengendalian dengan menanam varietas lada berbunga semusim, penyemprotan dengan cendawan Beauveria bassiana, Spicaria sp. sebanyak 2 kali setiap bulan pada musim bunga (Deptan 2002).

3. Hama pengisap buah

Hama pengisap buah, Dasynus piperis (Hemiptera: Coreidae) dikenal dengan berbagai nama seperti kepik, kepinding, walang sangit, dan di Bangka disebut semunyung atau bilahu (Kalimantan). Hama pada stadium nimfa maupun dewasa mengisap cairan buah. Serangan pada buah muda menyebabkan tandan buah banyak yang kosong, sedangkan pada buah tua mengakibatkan buah hampa, kering, dan gugur (Balittri 2007). Pengendalian dapat dilakukan dengan memanfaatkan cendawan antagonis Beauveria bassiana dan Spicaria sp. (Deptan 2002).

Penyakit yang banyak menyerang tanaman lada diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyakit kuning

Penyakit kuning merupakan penyakit tular tanah yang disebabkan oleh nematoda Radopholus similis dan Meloidogyne incognita, kesuburan tanah yang rendah dan serangan cendawan Fusarium solani dan F. oxysporum. Tanaman yang terserang penyakit kuning tidak segera mati, tetapi produktivitas menurun dengan drastis. Gejala yang nampak yaitu terjadinya penghambatan pertumbuhan tanaman, daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus dan semakin lama daun akan semakin mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap daun-daun tersebut gugur (Mustika

et al. 2003).

2. Penyakit busuk pangkal batang

Busuk pangkal batang atau busuk kaki (foot rot) disebabkan oleh cendawan Phytophthora capsici. Gejala yang paling mencolok adalah tanaman menunjukkan gejala layu. Daun menjadi kuning, layu, dan sering kali menjadi

(7)

hitam mulai dari ujungnya. Daun kemudian akan gugur dari mulai cabang-cabang yang paling bawah dan menjalar ke atas. Setelah tampak gejala layu, biasanya penyakit berkembang dengan lebih cepat, sehingga tanaman dapat mati dalam waktu 10 hari (Semangun 2000).

3. Penyakit kerdil

Penyakit kerdil disebabkan oleh oleh dua jenis virus, yaitu Piper Yellow

Mottle Virus (PYMV) yang ditularkan oleh kutu putih Planococcus minor

(Hemiptera: Pseudococcidae) dan Ferrisia virgata (Hemiptera: Pseudococcidae); serta Cucumber Mosaic Virus (CMV) yang pernah dilaporkan ditularkan oleh

Aphis gossypii (Hemiptera: Aphididae) (Balfas et al. 2007). Gejala penyakit ini

awalnya terjadi pada daun-daun pucuk dan tunas-tunas muda yang mengalami perubahan bentuk (malformasi), sementara daun-daun bawah masih tampak normal. Pada tanaman yang terserang lanjut daun-daun pucuk menunjukkan gejala mosaik, bentuknya berubah, kecil-kecil, sempit, tidak setangkup (simetris), ada yang berbentuk sabit, berkerut atau keriting, dan umumnya rapuh. Daun-daun yang tumbuh normal mempunyai bercak-bercak klorosis bersudut tidak teratur. Tunas-tunas baru yang terbentuk mempunyai ruas-ruas yang pendek (Semangun 2000).

4. Penyakit akar

Penyakit akar yang dimaksud adalah penyakit akar yang disebabkan oleh patogen dari kelompok cendawan. Cendawan akar yang dapat menyerang tanaman lada diantaranya adalah Fomes lignosus Klotzch penyebab penyakit akar putih, Ganoderma lucidium penyebab penyakit akar merah, dan penyakit akar hitam yang disebabkan cendawan Rosellinia bunodes (Purseglove et al. 1981). 5. Mati pucuk (die back)

Mati pucuk sering terjadi pada cabang-cabang tanaman yang dalam keadaan lemah. Ujung-ujung cabang mati dan kematian meluas ke pangkal (Semangun 2000). Purseglove et al. (1981) menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Cortisium salmonicolor Berk. & Br., penyebab penyakit jamur upas (pink disease) atau disebabkan oleh cendawan Marasmius scandens Massee.

Penyakit-penyakit lain yang menyerang tanaman lada diantaranya adalah penyakit karat merah yang disebabkan oleh alga Cephaleuros parasiticus Karst,

(8)

penyakit antraknosa yang disebabkan cendawan Colletotrichum sp., hawar rambut kuda yang disebabkan Marasmius crinisequi F. Muell. Ex. Kalch., dan bercak daun yang dapat disebabkan oleh berbagai macam cendawan seperti Pestalotia,

Colletotrichum, Curvularia, dan Fusarium (Purseglove et al. 1981, Semangun

2000).

Penyakit Kuning Gejala Penyakit Kuning

Gejala pertama tampak dengan terhambatnya pertumbuhan tanaman, tetapi gejala menguning yang khas dan gugurnya daun-daun pada umumnya terjadi setelah tanaman berbuah pertama kali, selanjutnya diikuti dengan perubahan warna daun dan dahan menjadi kuning secara bertahap. Kadang-kadang perubahan tersebut tidak dapat dibedakan lagi, sehingga kelihatannya proses menguningnya daun dan batang tersebut terjadi secara serentak. Jika tanaman yang terserang telah menghasilkan buah maka daun-daun gugur lebih cepat, sedangkan bulir-bulir lada tidak cepat gugur seperti daun. Tanaman yang tua juga dapat terserang nematoda dan mati dalam waktu yang pendek karena lignifikasi akar-akar pohon berlangsung lambat. Kerusakan terjadi pada jari-jari empulur yang lebar karena dimasuki oleh nematoda dan menyebabkan kematian akar. Jika akar tanaman yang terserang diamati terlihat adanya luka-luka nekrosis yang disebabkan oleh nematoda Radopholus similis dan puru yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne incognita (Mustika 1990, 2005, Semangun 2000).

Penyebab Penyakit Kuning

Penyakit kuning disebabkan oleh keadaan yang sangat kompleks yaitu adanya serangan nematoda Radopholus similis dan Meloidogyne incognita, cendawan Fusarium solani dan Fusarium oxysporum, serta kesuburan dan kadar air tanah mempengaruhi terjadinya penyakit kuning. Walaupun demikian, nematoda adalah faktor utama penyebab penyakit kuning, sedangkan faktor lainnya memperlemah kondisi tanaman yang telah terserang nematoda tersebut (Mustika 1990, 2005).

(9)

Nematoda adalah binatang yang bergerak aktif, lentur dan berbentuk seperti pipa, hidup pada permukaan yang lembab atau lingkungan yang berair (Dropkin 1992). Nematoda R. similis masuk ke dalam akar tanaman lada 24 jam setelah inokulasi. Sel-sel sekitar tempat penetrasi nematoda berubah menjadi coklat tua, dan 72 jam setelah penetrasi terbentuk luka-luka pada akar. Nematoda betina meletakkan telur diantara korteks akar. Nematoda tersebut tidak menyerang empulur akar, tetapi xylem tersumbat oleh zat seperti getah (Mustika 1990). Bagian yang disukai untuk penetrasi adalah daerah ujung akar, namun ada pula yang melakukan penetrasi 1-1,5 cm di atas daerah ujung akar. Nematoda kemudian membentuk terowongan hingga ke bagian korteks akar melalui proses lisis (Mustika 2005).

Radopholus similis adalah nematoda luka akar yang semi-endoparasit,

terutama hidup di dalam akar, tetapi dapat bermigrasi melalui tanah ke tanaman lain. Nematoda betina dewasa dapat hidup lama di dalam tanah yang lembab, tetapi dalam kondisi ini larva akan segera mati. Infestasi primer dilakukan oleh nematoda betina yang memasuki ujung akar rambut, kemudian membuat terowongan longitudinal melalui parenkim. Nematoda bergerak di dalam akar melalui sel-sel korteks. Sel-sel yang terserang segera mati dan tampaklah bercak-bercak luka yang gelap. Jika bagian akar tersebut membusuk, maka nematoda akan berpindah-pindah mencari akar yang masih sehat dengan menyerang semua jaringan parenkim. Infestasi nematoda ini segera diikuti oleh kerusakan sekunder oleh serangan bakteri dan cendawan saprofit yang menyebabkan busuk akar. Pada suhu 20-30°C, siklus hidup R. similis berlangsung 35 hari. Temperatur optimum untuk perkembangbiakan nematoda ini adalah 27°C (Mustika 1990, Semangun 2000).

Stadia larva 2 nematoda Meloidogyne incognita, menyerang tanaman lada dengan cara masuk ke dalam akar dan makan pada jaringan parenkim. Serangan nematoda ini menyebabkan sel-sel di sekitar kepala nematoda membengkak dan disebut sel raksasa (giant cells). Sel-sel raksasa tersebut kemudian menjadi sumber makanan bagi nematoda. Nematoda tidak berpindah selama di dalam akar, tetapi tetap makan pada sel-sel raksasa hingga menyelesaikan siklus hidupnya. Terjadinya sel-sel raksasa menyebabkan akar membengkak dan ukurannya

(10)

berbeda-beda tergantung pada kepekaan tanaman. Akar yang membengkak berisi nematoda betina beserta kelompok telur. Satu kelompok telur berisi sekitar 100-150 telur. Satu siklus nematoda ini berlangsung sekitar 30-60 hari (Mustika 2005).

Pengendalian penyakit

Pengendalian yang tepat adalah dengan pengendalian terpadu, mengingat kompleksnya penyebab penyakit kuning pada lada. Komponen pengendaliannya antara lain adalah penggunaan varietas tahan, teknik budidaya, pengendalian hayati, serta penggunaan pestisida. Mustika et al (1993) menyebutkan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan lada dan mengurangi populasi nematoda. Mustika et al. (2000) mengungkapkan penggunaan agens hayati Pasteuria penetrans yang dikombinasikan dengan pemberian kapur pertanian juga dapat menekan penyakit kuning. Selain itu, ekstrak biji mimba diketahui bersifat toksik terhadap nematoda lada, dan pemberian bahan organik serta kapur pertanian dapat menurunkan pH tanah dan mendukung perkembangan agens antagonis dalam tanah khususnya cendawan-cendawan perangkap nematoda (Mustika et al 1993, 2000, 2003, 2005).

Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

PHT atau IPM (Integrated Pest Management) merupakan suatu sistem pengelolaan populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai, sekompatibel mungkin untuk tujuan mengurangi populasi OPT dan mempertahankannya agar tetap berada di bawah jumlah populasi hama yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi. Tujuan PHT sendiri adalah memantapkan hasil dalam taraf yang telah dicapai oleh teknologi pertanian maju, mempertahankan kelestarian lingkungan, melindungi kesehatan produsen dan konsumen, meningkatkan efisiensi masukan dalam produksi, serta meningkatkan kesejahteraan/ pendapatan petani. Penerapan PHT merupakan alternatif pengendalian OPT tanpa memakai pestisida yang berlebihan, yang dikeluarkan pemerintah melalui Inpres No.3/1986, yakni usaha menurunkan tingkat populasi hama di bawah ambang ekonomi, yang beresensi menciptakan sistem pertanian yang berwawasan lingkungan, dengan cara antara

(11)

lain: Pengaturan pola tanam, penanaman varietas unggul tahan hama, eradikasi dan sanitasi, penggunaan pestisida secara bijaksana. Beberapa teknik dasar PHT lain yaitu pemanfaatan pengendalian hayati yang asli di tempat tersebut, pengoptimalan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik, dan penggunaan pestisida secara selektif (Oka 1995).

Faktor kunci dalam penerapan PHT yang harus diperhatikan diantaranya adalah pemahaman mengenai ekosistem pertanian, perencanaan ekosistem pertanian, perhitungan rasio biaya/keuntungan dan keuntungan/resiko, kerusakan yang dapat ditoleransi, upaya meninggalkan residu OPT, waktu aplikasi pestisida yang tepat, serta pengertian dan penerimaan oleh masyarakat. Implementasi PHT di lapangan sangat dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat terhadap konsep PHT itu sendiri. Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya implementasi PHT di lapangan yaitu melalui SL-PHT (Sekolah Lapang-PHT). Azas-azas penting pelatihan PHT diterapkan dalam SL-PHT diantaranya yaitu lahan sebagai sarana belajar utama, belajar dari pengalam sendiri menyelesaikan permasalahan di lapangan, pengkajian agroekosistem untuk pengambilan keputusan pengelolaan lahan, metode dan bahan yang digunakan praktis serta tepat guna, kurikulum berdasarkan ketrampilan yang dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi setempat, pemandu lapang merupakan teman belajar dan fasilitator, petani merupakan pengambil keputusan di lahannya sendiri, dan petani mampu menerapkan 4 prinsip dasar PHT yang meliputi budidaya tanaman sehat, melestarikan dan memanfaatkan musuh alami, pengamatan secara periodik, serta petani sebagai ahli PHT (Dirjen Tanaman Pangan 1993, Elizabeth & Hendayana 2010).

Sebagian besar orientasi komoditi perkebunan termasuk lada umumnya adalah terhadap pasar baik dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). Seiring dengan era globalisasi ekonomi, permintaan terhadap produk yang ramah lingkungan semakin meningkat. Untuk mempertahankan eksisitensi lada sebagai komoditi ekspor non migas yang cukup penting, dilakukan upaya antisipatif tidak hanya pada peningkatan produksi dan produktivitas, tetapi difokuskan pada perbaikan mutu dan teknologi yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dengan kualifikasi yang mengarah pada eco labeling, dimana proses produksinya diupayakan agar ramah lingkungan, sehingga lada Indonesia mampu

(12)

bersaing di pasar dunia. Salah satu upaya untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan yaitu dengan menerapkan PHT dalam mengatasi serangan OPT pada tanaman lada. Penerapan PHT melalui program SL-PHT tanaman lada diharapkan berperan penting dan menjadi pembuka peluang strategis sebagai upaya menuju pengembangan produksi yang ramah lingkungan serta mendorong agribisnis lada yang mampu dan berdaya saing di pasar lada dunia (Elizabeth & Hendayana 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman teh rakyat yang saat ini sedang dibudidayakan oleh seluruh petani informan yang tergabung ke dalam kelompok tani Mulus Rahayu masih bisa berkontribusi bagi

Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan antara supervisi pengajaran, pelatihan, dan pengalaman kerja

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya pembeda, keberfungsian pengecoh soal ulangan semester genap bidang studi matematika kelas V

Sebagai dasar pertimbangan yang patut untuk diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan suatu putusan perkara, telah diatur di dalam KUHAP, seperti Pasal 183 KUHAP

hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah (12,173>2,262)yaitu Hipotesis Ho yang diuji ditolak dan hiotesis Ha diterima yang berbunyi Ada Pengaruh Teknik

Peningkatan jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum tertinggi antara tahun 2003 sampai tahun 2013 secara absolut terjadi di subsektor perkebunan, yang mengalami

Dilihat dari besarnya peningkatan pemahaman siswa setelah menggunakan media pembelaj- aran buku digital memahami dan memelihara sistem starter tipe konvensional,

Penelitian ini dilaksanakan di program studi Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta pada mata kuliah Metode Numerik dan dilaksanakan pada semester genap