• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan

1. Penelitian yang berjudul Campur Kode pada Tuturan Tokoh-tokoh dalam Novel Cinta Setengah Hati Karya Yunita Tri Damayanti oleh Prasetyo Widi Utomo dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan wujud dan faktor pendorong terjadinya campur kode pada tuturan tokoh-tokoh dalam novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan tokoh-tokoh dalam novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti yaitu Rheina, Desi, Nick, Salma, Bagas, Faris, Dinda, Rifa, Lina dan Aldi. Sumber data pada penelitian ini adalah novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penyediaan data menggunakan metode simak, dan teknik lanjutan Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Tahap analisis data meliputi dua komponen yaitu analisis wujud campur kode dan faktor penyebab terjadinya campur kode. Dalam tahap analisis data digunakan metode padan dengan teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP). Sebagai teknik lanjutannya, yaitu Teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS). Tahap penyajian data menggunakan metode penyajian informal, yaitu penyajian dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang sifatnya teknis sehingga dapat mendeskripsikan hasil penelitian dengan akurat dan lebih baik.

2. Penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Transaksi Jual Beli Sandang di Toko Pusaka Purwokerto oleh Resti Wahyu Purnaningsih Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012.

Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan macam dan sebab terjadinya alih kode dan campur kode pada transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka

(2)

Purwokerto. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Data yang digunakan peneliti berupa tuturan transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka Purwokerto. Sumber data pada penelitian ini adalah penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka Purwokerto. Penyediaan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap. Sebagai teknik lanjutannya, yaitu Teknik Simak Libat Cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Pada tahap analisis digunakan metode agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik lanjutan yaitu teknik ganti. Tahap penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal.

3. Penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode Tuturan Penyiar di Radio Mas FM Purwokerto oleh Ikhlas Wahyu Saputri dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2012.

Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan macam dan faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto. Jenis Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini berupa tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto. Sumber data penelitian ini adalah para penyiar Radio Raden Mas FM Purwokerto. Metode dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik, yaitu penyediaan data, analisis data, penyajian hasil analisis data. Dalam penyediaan data menggunakan metode simak dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya. Teknik lanjutan, yaitu Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC), teknik rekam dan teknik catat. Pada tahap analisis menggunakan metode agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan

(3)

teknik lanjutan yaitu teknik ganti. Tahap penyajian analisis data menggunakan metode penyajian informal.

Berdasarkan beberapa kajian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian Prasetyo Widi Utomo, Ikhlas Wahyu Saputri dan Resti Wahyu Purnaningsih. Adapun perbedaannya terletak pada tujuan penelitian, sumber data, data, metode dan teknik yang digunakan di dalam penelitian. Perbedaan yang pertama adalah tujuan dari masing-masing peneliti dalam melakukan penelitiannya. Tujuan penelitian yang peneliti lakukan adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk campur kode dan jenis-jenis campur kode yang terdapat dalam surat kabar Suara Merdeka pada rubrik olahraga. Sedangkan tujuan penelitian dari Prasetyo Widi Utomo adalah untuk mendeskripsikan wujud dan faktor pendorong terjadinya campur kode pada tuturan tokoh-tokoh dalam novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti. Tujuan peneliti pun berbeda dengan tujuan dari penelitian Ikhlas Wahyu Saputri, yaitu untuk mendeskripsikan macam dan faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto. Begitu juga dengan penelitian Resti Wahyu Purnaningsih yang bertujuan untuk mendeskripsikan macam dan sebab terjadinya alih kode dan campur kode pada transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka Purwokerto yang berbeda dengan tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan.

Perbedaan yang kedua yaitu sumber data. Sumber data dalam penelitian yang peneliti lakukan berbeda dengan penelitian dari Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri. Sumber data dalam penelitian Prasetyo Widi Utomo adalah novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti.

(4)

Sedangkan sumber data penelitian yang peneliti lakukan berupa rubrik olahraga pada surat kabar Suara Merdeka. Begitu pula sumber data dalam penelitian Resti Wahyu Purnaningsih, yaitu penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka Purwokerto yang berbeda dengan sumber data dalam penelitian yang peneliti lakukan. Begitu juga sumber data dalam penelitian Ikhlas Wahyu Saputri yang berbeda dengan sumber data dalam penelitian yang peneliti lakukan yaitu para penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto.

Perbedaan yang ketiga adalah data. Data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini berbeda dengan data yang digunakan dalam penelitian Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri. Data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat yang mengandung campur kode. Sedangkan data dalam penelitian Prasetyo Widi Utomo adalah tuturan tokoh-tokoh dalam novel Cinta Setengah Hati karya Yunita Tri Damayanti yaitu Rheina, Desi, Nick, Salma, Bagas, Faris, Dinda, Rifa, Lina dan Aldi. Data penelitian dari peneliti pun berbeda dengan data penelitian dari Ikhlas Wahyu Saputri yang berupa tuturan penyiar di Radio Raden Mas FM Purwokerto. Begitu juga dengan data penelitian dari Resti Wahyu Purnaningsih berupa tuturan transaksi jual beli sandang di Toko Pusaka Purwokerto yang berbeda dengan data penelitian yang peneliti lakukan.

Perbedaan yang keempat adalah metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian. Perbedaan ini terlihat dari metode dan teknik dalam beberapa tahapan penelitian, diantaranya pada tahap penyediaan data, dan tahap analisis data. Peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan teknik simak dan teknik catat untuk

(5)

membantu dalam penyediaan data. Dalam analisis data peneliti menggunakan metode padan intralingual dan teknik baca markah. Sedangkan Prasetyo Widi Utomo dalam tahap penyediaan data menggunakan metode simak, dengan teknik Lanjutan Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Tahap analisis data menggunakan metode padan dengan Teknik Dasar Pilah Unsur Penentu (PUP) dan Teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS) sebagai teknik lanjutannya. Metode dan teknik yang peneliti gunakan pun berbeda dengan yang digunakan Resti Wahyu Purnaningsih dalam penelitiannya. Pada tahap penyediaan data Resti Wahyu Purnaningsih menggunakan metode simak dan teknik dasar sadap, dengan teknik lanjutan teknik Simak Libat Cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Pada tahap analisis digunakan metode agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL), dan teknik ganti sebagai teknik lanjutannya. Begitu juga dengan metode dan teknik yang digunakan Ikhlas Wahyu Saputri dalam penelitiannya yang berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Pada tahap penyediaan data Ikhlas Wahyu Saputri menggunakan metode simak dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya. Dilanjutkan dengan teknik lanjutan simak Bebas Libat Cakap (SBLC), teknik rekam dan teknik catat. Pada tahap analisis data Ikhlas Wahyu Saputri menggunakan metode agih dengan teknik Dasar Bagi Unsur Langsung (BUL) dan teknik ganti sebagai teknik lanjutannya. Pada tahap peyajian data tidak ada perbedaan metode yang digunakan diantara peneliti dengan Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri. Hal ini dikarenakan peneliti dengan Prasetyo Widi Utomo, Resti Wahyu Purnaningsih dan Ikhlas Wahyu Saputri sama-sama menggunakan metode penyajian informal dalam menyajikan data hasil analisis dari masing-masing penelitiannya.

(6)

B. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Nababan (1991: 1) menjelaskan bahwa bahasa adalah salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakannya dari makhluk-makhluk yang lain. Menurut Keraf (1984: 16) bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang hasilkan oleh alat ucap manusia. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Qodratillah (2011: 36) yang menyatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi manusia yang dihasilkan oleh alat ucap. Menurut Chaer dan Agustina (2004: 11) bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Kalau kita pahami lebih dalam tentang definisi bahasa dari para pakar di atas, akan didapat ciri-ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa. Sifat dan ciri-ciri itu antara lain, adalah (a) bahasa itu adalah sebuah sistem, (b) bahasa itu berwujud lambang, (c) bahasa itu berupa bunyi, (d) bahasa itu bersifat arbriter, (e) bahasa itu bermakna, (f) bahasa itu bersifat konvensional, (g) bahasa itu bersifat unik, (h) bahas itu bersifat universal, (i) bahasa itu bersifat produktif, (j) bahasaitu bervariasi, (k) bahasa itu bersifat dinamis, (l) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan (m) bahasa merupakan identitas penuturnya (Chaer, 2007: 33).

Dari beberapa definisi, ciri atau sifat yang telah disebutkan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem yang mempunyai kaidah yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang digunakan untuk berkomunikasi antar anggota masyarakat yang mempunyai ciri dan sifat tertentu sebagai ciri khas yang manusiawi yang membedakannya dari mahkluk-makhluk yang lain.

(7)

2. Fungsi Bahasa

Berkaitan dengan fungsi bahasa, sudah banyak para ahli yang telah membahas dan menjelaskannya secara rinci. Menurut Wardhaugh (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 15), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan. Menurut Alwasilah (1985: 9) mengemukakan bahwa fungsi bahasa, yaitu alat komunikasi dan sekaligus sebagai lambang sosial umat manusia. Menurut Chaer (2007: 45) fungsi bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide atau pemikiran. Menurut Keraf (1984: 17) fungsi dari bahasa itu pada umumnya yaitu sebagai alat komunikasi atau alat perhubungan antar anggota-anggota masyarakat suatu komunikasi yang diadakan dengan mempergunakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahkan masih menurut Keraf (1984: 17), jika lebih diperinci lagi tentang fungsi bahasa maka fungsi bahasa secara rinci adalah sebagai berikut: a. untuk tujuan praktis, yaitu untuk mengadakan antar hubungan dalam pergaulan

sehari-hari,

b. untuk tujuan artistik, yaitu dimana manusia mengolah dan mempergunakan bahasa itu dengan cara seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia, c. menjadi kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain,

d. tujuan fisiologis, yaitu untuk mempelajari naskah-naskah tua untuk menyelidiki latar belakang sejarah manusia, sejarah kebudayaan dan adat istiadat, serta perkembangan bahasa itu sendiri.

Menurut Chaer dan Agustina (2004: 14-15) bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Disisi lain fungsi bahasa juga dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, diantaranya yaitu:

a. Dilihat dari sudut penutur, bahasa memiliki fungsi personal atau yang lebih dikenal dengan fungsi emotif. Menurut Fishman (dalam Chaer dan Agustina 2004: 15) fungsi emotif adalah berkaitan dengan penutur yang menyatakan sikap

(8)

terhadap apa yang dituturkannya. Penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa. Tetapi juga memperlihatkan emosi sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah penutur sedang sedih, marah, atau gembira.

b. Dilihat dari segi pendengar atau yang lebih dikenal dengan fungsi instrumental. Bahasa memiliki fungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 15). Bahasa tidak hanya membuat seseorang melakukan sesuatu. Tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang diinginkan pembicara. Hal ini dapat dilakukan oleh penutur dengan menngunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan maupun rayuan.

c. Dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar bahasa memiliki fungsi fatik. Fungsi fatik merupakan fungsi bahasa yang bertujuan untuk menjalin hubungan, memelihara, memperhatikan perasaan bersahabat, atau solidaritas sosial (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 16). Ungkapan-ungkapan yang digunakan berpola tetap, seperti pada saat berjumpa. Oleh karena itu ungkapan-ungkapannya tidak dapat diartikan secara harfiah. Tetapi ungkapan-ungkapan tersebut sudah dapat dipahami oleh pendengar.

d. Dilihat dari segi topik ujaran bahasa memiliki fungsi referensial. Fungsi referensial merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk membicarakan objek di sekitar penutur (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 16). Dengan kata lain fungsi ini membicarakan suatu hal, baik objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur. Bahkan membicaraka tentang suatu hal yang ada dalam budaya pada

(9)

umumnya. Sehingga fungsi ini pada akhirnya melahirkan paham tradisional bahwa bahasa adalah alat untuk menyatakan pikiran.

e. Dilihat dari segi kode yang digunakan bahasa memiliki fungsi metalingual atau metalinguistik. Fungsi metalingual atau metalinguistik merupakan fungsi bahasa yang digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 17). Hal ini berkaitan dengan pembicaraan apa itu bahasa, dan juga kajian-kajian di dalamnya. Dengan kata lain, bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa dirinya sendiri. Misalnya bahasa digunakan untuk menjelaskan kaidah dan aturan bahasa bahkan arti bahasa itu sendiri.

f. Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan bahasa memiliki fungsi imaginatif. Fungsi imaginatif merupakan fungsi bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pikiran atau gagasan yang sebenarnya atapun imajinatif (Fishman dalam Chaer dan Agustina 2004: 17). Dengan kata lain, fungsi imaginatif merupakan fungsi bahasa yang bukan hanya bersifat imajinasi atau khayalan (rekaan) belaka. Tetapi juga berfungsi untuk menyampaikan perasaan yang baik maupun yang sebenarnya. Fungsi bahasa yang imajinatif biasanya dapat berupa karya seni seperti puisi, cerita, dongeng, lelucon yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun pendengarnya.

Menurut Akhadiah (1997: 63) bahasa mempunyai tujuh fungsi yaitu:

a. Fungsi instrumental, yaitu fungsi bahasa berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, mengkomunikasikan tindak. Dalam hal ini bahasa menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu.

b. Fungsi regulasi, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan pengendalian peristiwa, penentuan hukum dan kaidah, pernyataan setuju tidak setuju. Dalam hal ini bahasa

(10)

sebagai pengurai, pengendali, atau pengatur peristiwa serta untuk mengendalikan atau mengatur orang.

c. Fungsi representasi, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan pernyataan, menjelaskan, melaporkan. Dalam hal ini bahasa digunakan untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyapiakan fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan realitas yang sebenarnya sebagaimana yang ada baik dilihat atau bahakan dialami oleh seseorang.

d. Fungsi interaksi, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan hubungan komukinasi sosial. Dalam hal ini bahasa menjamin ketahanan, kemantapan dan keberlangsungan komunikasi serta menjalin interaksi-interaksi sosial.

e. Fungsi personal, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan kemungkinan seorang pembicara mengemukakan atau mengekspresikan perasaannya baik saat emosi, marah dan reaksi tertentu yang mendalam (kepribadian).

f. Fungsi heuristik, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan perolehan pengetahuan dan belajar tentang lingkungan. Bahasa digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan mempelari seluk-beluk lingkungannya. Fungsi ini sering kali diungkapkan dengan bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban.

g. Fungsi imajinatif, yaitu fungsi bahasa berkenaan dengan daya cipta imajinatif dan gagasan. Bahasa dijadikan sebagai alat pencipta gagasan imanjinatif untuk mengisahkan cerita, dongeng, lelucon, atau bahkan menuliskannya dalam cerpen, novel, surat kabar, berita, artikel dan sebagainya.

Nababan (1991: 38-45) mengemukakan bahwa bahasa mempunyai empat golonag fungsi bahasa yaitu:

a. Fungsi kebudayaan, yaitu bahasa berfungsi sebagai sarana perkembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, inventaris ciri-ciri kebudayaan.

b. Fungsi kemasyarakatan, yaitu bahasa menunjukan peranan khusus suatu bahasa dalam kehidupan masyarakat.

c. Fungsi perorangan, yaitu bahasa digunakan untuk mengetahui diri mereka sendiri bagi (sikap) seseorang sehingga nantinya dapat berkembang sesuai perkembangannya.

d. Fungsi pendidikan, yaitu bahasa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan penggunaan bahasa dalam pendidikan dan pengajaran.

Dengan mengetahui beberapa fungsi bahasa dari beberapa ahli, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi baik secara tertulis ataupun lisan antara manusia yang satu dengan lainnya untuk menyampaikan pesan, konsep, ide atau pemikiran bahkan untuk mengekspresikan diri dan mencapai tujuan tertentu yang dikehendakinya. Selain itu, bahasa juga mempunyai fungsi

(11)

personal atau pribadi, direktif, fatik, metalingual atau metalinguistik, referensial, imaginatif, instrumental, regulasi, represntasi, interaksi, dan heuristik. Bahkan bahasa itu sendiri mempunyai fungsi kemasyarakatan, kebudayaan, perorang dan pendidikan. Jadi, dengan adanya fungsi-fungsi bahasa tersebut, manusia dapat menggunakan bahasa sesuai dengan kondisi tertentu, kebutuhan dan tujuan sesuai yang mereka harapkan baik melalui lisan ataupun tulisan.

3. Ragam Bahasa

Ragam bahasa adalah suatu istilah yang sangat sering sekali dipakai untuk menunjukkan salah satu variasi pemakain bahasa. Nababan (1991: 4) menyatakan bahwa istilah ragam bahasa (langue variety) juga mencakup bahasa yang sistemnya tergantung pada situasi dan keadaan berbahasa yaitu peristiwa berbicara, penutur-penutur bahasa, tempat berbicara, masalah yang dibicarakan, tujuan berbicara, media berbahasa (tulisan atau lisan) dan sebagainya. Penggunaan ragam bahasa sendiri ditentukan oleh fungsi bahasanya sendiri yang dilakukan oleh orang yang menggunakannya sesuai dengan tujuannya, baik hanya untuk sekedar memperlihatkan kemampuan dalam berbahasa, status sosial, kepentingan ekonomi, politik ataupun untuk menunjukkan keterpelajaran orang tersebut. Begitu pula media massa baik berupa media elektronik teleivisi, radio atau media cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid dan lainnya mempunyai ragam bahasanya sendiri sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam media massa seperti surat kabar, ragam bahasa cenderung lebih informatif sesuai tujuannya yaitu untuk melaporkan suatu kejadian. Ragam bahasa tersebut diwarnai dengan beberapa istilah ataupun unsur-unsur bahasa asing untuk memperlihatkan kemahiran penulis berita dalam membuat

(12)

suatu berita agar lebih menarik untuk dibaca. Jadi ragam bahasa adalah suatu istilah yang menunjukkan suatu bentuk ragam bahasa sesuai dengan pemakaian yang meliputi situasi berbahasa.

Joos (dalam Nababan, 1991: 22) menyatakan ragam bahasa menurut fungsi dan situasinya dibedakan menjadi lima, yaitu:

a. Ragam beku (frozen) ialah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini terdapat dalam dokumen-dokumen bersejarah seperti undang-undang dasar dan dokumen-dokumen penting lainnya.

b. Ragam resmi (formal) ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato resmi, rapat dinas, dan rapat resmi pimpinan suatu badan.

c. Ragam usaha (consultative) ialah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan, rapat usaha yang bertujuan pada hasil. Ragam ini berada pada tingkat operasional.

d. Ragam santai (casual) ialah ragam bahasa santai antar teman dalam berbincang-bincang, rekreasi, berolah raga dan sebagainya.

e. Ragam akrab (intimate) ialah ragam bahasa antar anggota yang akrab dalam keluarga atau teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan yang pendek.

Pada dasarnya ragam bahasa menurut sarana atau medianya dibagi atas ragam lisan dan tulis. Hal yang mendasar yang membedakan ragam lisan dan tulis adalah suasana peristiwa terjadinya ragam bahasa tersebut. Jika ia seorang penulis (berita) maka penutur tersebut tidak berhadapan langsung dengan lawan tutur. Akibatnya, bagi seorang penulis (berita) baik yang bekerja secara individu ataupun dalam suatu badan usaha tertentu sangat perlu menggunakan bahasa yang lebih terang dan jelas karena ujaran sang penulis tersebut tidak disertai dengan gerak atau isyarat melainkan hanya dalam bentuk tulisan yang tersusun menjadi banyak kalimat. Kalimat dalam ragam tulis harus lebih cermat sifatnya dan mempunyai fungsi gramatikal yang baik (subjek, predikat dan objek) sehingga apa yang disampaikan oleh penulis dapat dipahami oleh pembaca nantinya. Sedangkan ragam bahasa lisan

(13)

sebaliknya, karena lawan tutur atau bicara berada di depannya terkadang unsur tersebut dapat ditinggalkan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakain ragam bahasa tulis cenderung lebih gramatikal daripada bahasa lisan. Demikian juga dengan ragam bahasa dalam surat kabar Suara Merdeka.

C. Kedwibahasaan

1. Pengertian Kedwibahasaan

Menurut Chaer dan Agustina (2004: 84) kedwibahasaan atau yang biasa disebut bilingualisme adalah keadaan yang berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa oleh penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Menurut Rahardi (2001: 16) bilingualisme adalah penguasaan atas dua bahasa, yakni bahasa pertama dan bahasa kedua. Menurut Bloomfield (dalam Suwito, 1995: 48), kedwibahasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur. Bagi seorang dwibasawan, dia harus mengguasai kedua bahasa tersebut. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertama (B1). Kedua, bahasa lain atau bahasa asing yang menjadi bahasa keduanya (B2).

Lado (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 86) mengatakan kedwibahasaan atau bilingualisme adalah kemampuan menggunakan dua bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara teknis mengacu pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimanapun tingkatannya. Menurut Tarigan (1988: 2) kedwibahasaan adalah perihal pemakaian dua bahasa. Sedangkan menurut Overbeke (dalam Tarigan, 1988: 4) kedwibahasaan adalah komunikasi dua arah yang efisien

(14)

antara dua orang atau lebih yang berbeda, yang menggunakan dua sistem linguistik yang berbeda.

Dari beberapa pendapat ahli tentang kedwibahasaan, maka dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan dua bahasa dengan sama baik atau hampir sama baiknya bagaimanapun tingkatannya. Misalkan saja seorang dwibahasawan menguasai bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) adalah bahasa Indonesia, sedangkan ia juga menguasai bahasa asing atau bahasa daerah sebagai bahasa kedua (B2) dengan baik atau hampir sama baiknya untuk berinteraksi dan atau berkomunikasi dengan orang lain. Bahkan bisa saja seorang dwibahasawan menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertamanya (B1) dan sebaliknya ia menguasai bahasa Indonesia atau bahasa asing sebagai bahasa keduanya (B2).

Penulis berita dalam surat kabar Suara Merdeka merupakan seorang dwibahasawan, karena telah mampu melakukan proses kedwibahasaan dengan baik atau hampir baik. Dikatakan baik atau hampir baik, karena peneliti berasumsi kedwibahasaan merupakan suatu kemampuan seseorang dalam menggunakan dua bahasa dengan sama baik atau hampir sama baiknya bagaimanapun tingkatannya. Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan dua bahasa dalam setiap beritanya, terutama rubrik olahraga “Spirit”. Penulis berita memang belum tentu menguasai dengan baik bahasa keduanya (B2) baik itu bahasa daerah ataupun bahasa asing seperti bahasa Inggris, Spanyol, Italia dan lainnya. Tetapi penulis telah menggunakan dua bahasa dengan cara memasukkan unsur-unsur bahasa daerah atau asing ke dalam penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, dia menguasai bahasa ibu (B1) yaitu bahasa

(15)

Indonesia, kedua dia menguasai bahasa keduanya (B2) yaitu bahasa daerah atau bahasa asing seperti bahasa Inggris, Spanyol, Italia dan lainnya. Dengan menguasai bahasa-bahasa tersebut maka penulis berita dapat membuat serta menyajikan berita dengan lebih variatif, komunikatif sehingga menarik pembaca untuk membacanya.

D. Campur Kode

1. Pengertian Campur Kode

Campur kode menurut Nababan (1991: 32) adalah suatu keadan berbahasa yang mencampurkan dua atau lebih bahasa dan ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (Speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut pencampuran bahasa. Sedangkan menurut Thenlander (dalam Suwito, 1995: 89) campur kode adalah peristiwa terjadinya suatu tuturan, baik klausa maupun frasa-frasanya yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran (bybrid clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa tersebut tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.

Menurut Chaer dan Agustina (2004: 114), campur kode merupakan penggunaan bahasa yang di dalamnya terdapat beberapa kode. Kode didefinisikan sebagai sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada (Rahardi, 2001: 21-22). Kode tersebut, yaitu kode utama atau kode dasar yang memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode yang lain yang terlihat dalam peristiwa tutur tersebut hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces), tanpa fungsi atau keotonomian kode. Kode sendiri sebenarnya berupa varian-varian

(16)

bahasa. Kancru (dalam Suwito, 1995: 89) memberikan batasan tentang campur sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten.

Dengan membaca pengertian campur kode dari beberapa ahli bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih yang di dalamnya terdapat beberapa kode baik sebagai kode dasar maupun kode pendukung, dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten. Untuk lebih memperjelas tentang pengertian campur kode, peneliti akan mencantumkan contoh yang terdapat dalam surat kabar Suara Merdeka pada rubrik olahraga “Spirit” sebagai berikut:

(6) Setelah menguasai latihan bebas dan meraih pole position, pembalap Mercedes itu melengkapinya dengan keluar sebagai juara dalam balapan di Sirkuit Internasional Shanghai. (Suara Merdeka, 13-4-2014) (7) Pada babak II, coach PSCS menarik Eka Wijayanto, Friska, Julia,

Andesi dan Heru... (Suara Merdeka, 13-4-2014)

Dari contoh no (1) dan (2) terdapat campur kode. Pada no (1) terdapat campur kode berbentuk frasa yaitu pole position yang berarti „posisi puncak atau pertama‟. Sedangkan pada contoh no (2) terdapat campur kode berbentuk kata yaitu

coach yang berarti „pelatih‟. Dari kedua contoh tersebut terlihat penulis berita

melakukan campur kode dengan memasukan unsur bahasa asing (bahasa Inggris) dalam bentuk frasa dan kata ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.

2. Bentuk-Bentuk Campur Kode

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat dibedakan dalam enam bentuk (Suwito 1995: 92-94), yaitu: (a) penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, (b) penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa,

(17)

(c) penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster, (d) penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata, (e) penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, dan (f) penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Adapun penjelasan tentang keenam bentuk campur kode diatas adalah sebagai berikut:

a. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata adalah penyisipan unsur kata ke dalam sebuah kalimat. Menurut Ramlan (2012: 34), kata adalah satuan bebas yang paling kecil. Menurut Ramlan (1991: 5) kata adalah kumpulan huruf yang mengandung arti. Menurut Bloomfield (dalam Muslich, 2009: 5), kata adalah satuan ujaran bebas terkecil yang bermakna. Menurut Kridalaksana (1982: 76), kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Sedangkan menurut Chaer (2007: 162), kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian. Jadi dapat disimpulkan bahwa kata adalah satuan ujaran terkecil yang terdiri dari morfem atau kombinasi morfem yang memiliki makna (pengertian). Sebagai contoh:

(8) City tercatat selalu memenangi game dalam 5 pertandingan terakhir di Etihad (Suara Merdeka, 2-3-2015)

Pada contoh di atas campur kode bentuk kata dapat dilihat pada kata game yang berarti „permainan‟ dan merupakan unsur dari bahasa asing, yaitu bahasa Inggris yang menyisip ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.

b. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Frasa

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa adalah penyisipan unsur frasa dari suatu bahasa ke dalam sebuah kalimat pada bahasa yang digunakan

(18)

sehingga kalimat tersebut menjadi lebih jelas. Putrayasa (dalam Bagus, 2007: 3) menyatakan frasa adalah kelompok kata yang menduduki sesuatu fungsi di dalam kalimat, walaupun tidak semua frasa terdiri atas kelompok kata. Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 2005: 138). Menurut Chaer (2007: 222) frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat. Sedangkan menurut Keraf (1984: 138) frasa adalah suatu kontruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan. Kesatuan ini dapat menimbulkan makna baru yang sebelumnya tidak ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih (gabungan) yang menjadi satu kesatuan dan tidak melampaui batas fungsi klausa. Sebagai contoh:

(9) Dalam permainan sepak bola menyerang posisi wing back selalu menjadi hal yang menentukan. (Suara Merdeka, 6-3-2015)

Pada contoh kalimat di atas terdapat campur kode berbentuk frasa yaitu wing

back yang berarti „sayap belakang (bek sayap)‟. Wing back yang merupakan unsur

dari bahasa Inggris yang masuk dalam penggunaan bahasa Indonesia. c. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Baster

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster adalah penyisipan unsur baster ke dalam suatu kalimat. Baster sendiri diartikan sebagai gabungan unsur asli dan asing. Bentuk asing adalah pinjaman dari bahasa lain yang tetap dipertahankan fonologis atau grafemisnya (Kridalaksana, 1982: 23). Jadi dapat disimpulkan bahwa penyisipan unsur berwujud baster (Hybrid) adalah masuknya unsur campuran menjadi serpihan dari bahasa yang dimasukinya. Sebagai contoh:

(19)

(10) Montreal-Jelang balapan di sirkuit Gilles Villeneuve, akhir pekan ini Ferrari meng-update mobil SF15-T. (Suara Merdeka, 6-3-2015) Pada contoh kalimat di atas campur kode bentuk baster dapat dilihat dari kata

meng-update yang berarti „memperbarui‟. Dalam kata tersebut terdapat dua unsur

yaitu unsur asli dan unsur asing. Unsur asli terdapat pada awalan meng- yang merupakan awalan dalam bahasa Indonesia dan unsur asing terdapat pada kata

update yang berarti „terbaru‟, yang berasal dari bahasa Inggris.

d. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Perulangan Kata

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata (reduplikasi) adalah penyisipan perulangan kata ke dalam sebuah kalimat sehingga kata tersebut mempunyai makna yang jelas. Perulangan kata merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak (Muslich, 2009: 48). Menurut Kridalaksana (1982: 143) perulangan kata atau reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai suatu alat fonologis atau gramatikal; misal rumah-rumah, tetamu, bolak-balik dsb. Sedangkan menurut Chaer (1993: 101) perulangan kata adalah sebuah kata, sama halnya dengan kata-kata polimorfemis lainnya. Kata-kata polimorfemis adalah sebuah kata, maka antara kedua unsurnya tidak terdapat jeda. Kedua unsur itu diucapkan serangkai. Itulah sebabnya didalam ejaan cara penulisannya perlu dirangkaikan dengan tanda hubung. Jadi dapat disimpulkan bahwa perulangan kata adalah proses pembentukan kata dengan cara mengulang kata dasar (seluruh atau sebagian) yang merupakan bagian dari satuan bahasa (gramatikal) yang dalam penulisan dirangkai dengan tanda hubung. Sebagai contoh:

(20)

(11) Dalam setiap pertandingan, mereka selalu mengandalkan kelincahan

winger-winger mereka dalam menembus pertahanan lawan. (Suara

Merdeka, 2-3-15)

Pada contoh kalimat di atas terdapat bentuk campur kode berupa perulangan kata. Perulangan kata winger-winger yang berarti „pemain sayap-pemain sayap‟ merupakan unsur dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris yang masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.

e. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan adalah penyisipan unsur ungkapan atau idiom ke dalam kalimat, tetapi ungkapan tersebut tidak mengurangi arti kalimat secara menyeluruh. Menurut Qodratillah (2011: 168) ungkapan atau idiom adalah kontruksi yang maknanya tidak sama dengan makna unsurnya. Sedangkan menurut Chaer (2002: 2) ungkapan atau idiom adalah kata atau gabungan kata yang digunakan oleh pembicara atau penulis untuk menyatakan suatu hal, maksud, kejadian, atau sifat secara tidak langsung. Jadi dapat disimpulkan bahwa ungkapan atau idiom adalah kontruksi unsur dari suatu bahasa berupa frasa yang bergabung dan mempunyai arti lain yang tidak sesuai dengan gabungan katanya (kiasan). Sebagai contoh:

(12) Silent is not gold, jika kamu diam tidak akan datang kesempatan kedua kalinya. (Aneka Yes, 26-12-2014)

Pada contoh kalimat di atas terdapat campur kode berbentuk ungkapan atau idiom yaitu pada silent is not gold yang berarti „diam bukan emas‟. Unsur ungakapan atau idiom tersebut berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris yang masuk ke dalam penggunaan bahasa Indonesia.

(21)

f. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa adalah penyisipan unsur klausa dari suatu bahasa ke dalam sebuah kalimat dan bahasa yang digunakan. Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subjek, predikat baik disertai objek, pelengkap dan keterangan ataupun tidak (Ramlan, 2005: 79). Menurut Chaer (2007: 231) klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Menurut Keraf (1984: 138) klausa adalah suatu kontruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tata bahasa lama dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek, dan keterangan-keterangan. Sedangkan menurut Kridalaksana (1982: 85), klausa merupakan satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Jadi dapat disimpulkan bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa runtutan kata-kata yang mengandung hubungan fungsional minimal subjek dan predikat. Dengan kata lain baik objek, pelengkap ataupun keterangan dalam klausa bersifat manasuka. sebagai contoh:

(13) Pejabat Desa sing bener ora bakal gelem nyolong duit rakyat, itulah pejabat negara yang bertanggung jawab. (Kedaulatan Rakyat, 3/5/15) Pada contoh kalimat di atas terdapat campur kode berupa penyisipan unsur bahasa Jawa berbentuk klausa ke dalam bahasa Indonesia. Unsur yang disisipkan terdiri dari subjek (S) dan predikat (P). Kata itulah merupakan unsur S, sedangkan unsur P berupa pejabat negara yang bertanggung jawab.

(22)

3. Jenis-Jenis Campur Kode

Pembagian jenis campur kode sendiri sebenarnya berdasarkan pada unsur-unsur suatu bahasa yang menyisip dalam suatu bahasa lainnya yang merupakan gelaja dari campur kode dan pada akhirnya unsur-unsur itulah yang nantinya akan membentuk campur kode itu sendiri. Menurut Suwito (1995: 88), unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai ketersendirian. Hal ini dikarenakan unsur-unsur tersebut telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi. Dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (Linguistic Convergence) yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Dari hal itu Suwito (1995: 89) membagi unsur-unsur bahasa yang menyisip kedalam bahasa lain menjadi dua golongan atau dua jenis, yaitu: a. bersumber dari bahasa asli (bahasa daerah)

b. bersumber dari bahasa asing

Unsur-unsur kedua golongan bahasa yang menyisip ke dalam bahasa lain seperti tercantum di atas mengakibatkan adanya dua jenis campur kode. Suwito (1995: 89) membagi campur kode menjadi dua jenis, yaitu:

a. Campur kode ke dalam (innercode mixing), yaitu campur kode yang diakibatkan oleh menyisipnya unsur-unsur bahasa lain yang bersumber dari bahasa asli (bahasa daerah) dengan segala variasi-variasinya.

b. Campur kode ke luar (outercode mixing), yaitu campur kode yang diakibatkan oleh menyisipnya unsur-unsur bahasa lain yang bersumber dari bahasa asing dengan segala variasi-variasinya.

Untuk memperjelas tentang jenis campur kode sebagaimana penjelasan di atas, peneliti akan memberikan contoh sebagai berikut:

(23)

(14) Kalau pejabat suka nyolong uang rakyat, pantaslah dia masuk penjara (Kedaulatan Rakyat, 6-2-2015)

(15) Pada pertandingan ini Ozil telah memberikan assist sebanyak 8 kali (Suara Merdeka, 3/3/15)

Pada contoh no (1) pada kalimat Kalau pejabat suka nyolong uang rakyat, pantaslah dia masuk penjara, termasuk jenis campur kode ke dalam (innercode

mixing). Hal ini dikarenakan adanya unsur dari bahasa asli (bahasa daerah) berupa

kata yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia dalam kalimat di atas. Unsur bahasa asli (bahasa daerah) berupa kata yang menyisip tersebut berasal dari bahasa Jawa yang terdapat pada kata nyolong yang berarti „mencuri‟. Sedangkan pada contoh no (2) pada kalimat Pada pertandingan ini Ozil telah memberikan assist sebanyak 8 kali termasuk jenis campur kode keluar (outercode mixing), dikarenakan adanya unsur bahasa asing berupa kata yang menyisip kedalam bahasa Indonesia. Unsur bahasa asing tersebut berasal dari bahasa Inggris yaitu assist yang berarti „bantu atau membantu‟. Dari kedua contoh tersebut dapat kita pahami bahwa masing-masing unsur dari bahasa yang menyisip ke dalam suatu bahasa lainnya dan mendukung fungsinya dalam bahasa tersebut sebagai jenis dari campur kode ke dalam (innercode

mixing) dan campur kode ke luar (outercode mixing).

E. Surat Kabar

1. Pengertian Surat Kabar

Menurut Alwi (2007: 1109) surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita. Berita adalah cerita mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat (Qodratillah, 2011: 50). Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas yang berisi cerita mengenai kejadian

(24)

yang hangat atau baru terjadi (berita). Surat kabar sendiri merupakan penerbitan berupa lembaran yang berisi berita, karangan, iklan yang dicetak dan diterbitkan secara tetap atau periodik untuk dijual kepada umum. Isi berita dapat berupa kejadian-kejadian perang, politik, pemerintahan, ekonomi, kecelakaan, bencana, pendidikan, serta kebudayaan. Disamping itu pula, ada berita yang termuat dalam bidang kesehatan, ilmu pengetahuan, liburan dan olahraga. Lingkup berita dapat menyangkut berita internasional, nasional, maupun berita daerah yang terbagi dalam rubrik-rubrik tertentu. Fungsi dari surat kabar itu sendiri adalah untuk memberikan saran informasi yang beragam, pendidikan bagi masyarakat luas serta hiburan. Surat kabar juga dapat mempengaruhi setiap pembacanya. Melalui media surat kabar atau koran maka penulis berita mampu menyampaikan informasi-informasi penting yang terbaru kepada para pembacanya. Karena itu, surat kabar berperan penting dan berpotensi sangat besar dalam kehidupan masyarakat sebagai salah satu sumber informasi tertulis.

Suara Merdeka merupakan salah satu surat kabar besar yang telah lama

beroperasi di Indonesia. Suara Merdeka pun telah memiliki banyak pelanggan yang telah mempunyai tempat tersendiri di hati mereka masing-masing. Hal ini tidak terlepas dari berita-berita yang disajikan begitu menarik, kreatif, dan aktual. Suara Merdeka adalah nama dari surat kabar yang dicetak oleh PT. Mascom Graphy. PT. Mascom Graphy yaitu sebuah perusahaan percetakan dalam lingkungan Suara Merdeka Grup yang khusus mencetak surat kabar yang diterbitkan oleh PT. Suara Merdeka Press Semarang. Untuk memudahkan akses pembaca diseluruh dunia, Suara Merdeka juga telah memiliki Cybernews.com. Cybernews.com adalah media online

(25)

yang dimiliki Suara Merdeka (Ekosuaramerdeka.blogspot.co.id). Disamping itu Suara Merdeka juga dapat diakses bagi para pembacanya melalui dunia maya atau internet secara online dengan tiga alamat website resminya. Adapun tiga alamat website resmi dari Suara Merdeka yaitu www.suaramerdeka.com,m.suara merdeka.com, dan mcetak.suaramerdeka.com. Alamat ini dapat dilihat bagi para pembaca atau pelangagan Suara Merdeka disetiap halaman depan surat kabar ini.

Dalam surat kabar Suara Merdeka terdapat banyak sekali berita yang telah dibagi dalam beberapa rubrik, diantaranya rubrik politik, rubrik olahraga, rubrik kriminal, rubrik iklan, rubrik ekonomi dan bisnis. Menurut Poerwadarminta (2007: 989) rubrik adalah kepala karangan dalam surat kabar, majalah dan sebagainya. Dengan kata lain, rubrik dalam surat kabar merupakan kepala karangan yang di dalamnya berisi berita-berita tertentu yang sesuai dengan nama dari kepala karangan tersebut. Misalkan saja, rubrik olahraga. Rubrik ini berisi berita-berita yang berkaitan dengan dunia olahraga dari segala cabang. Mulai dari cabang sepak bola, basket, bulutangkis, tenis, karate, pencat silat, formula 1 (F1), moto grand prix (Moto GP) dan lain sebagainya. Rubrik olahraga dalam surat kabar Suara Merdeka lebih dikenal dengan nama “Spirit”. Rubrik olahraga “Spirit”, berisi berita olahraga tingkat nasional sampai tingkat internasional dari segala cabang olahraga. Rubrik ini menyajikan berita-berita terbaru dari segala cabang olahraga seperti cabang sepak bola, basket, bulutangkis, tenis, karate, pencat silat, formula 1 (F1), moto grand prix (Moto GP) dan lain sebagainya dalam setiap pertandingannya.

Dari rubrik-rubrik itulah penulis berita menyampaikan berbagai jenis berita untuk dapat dinikmati oleh pembacanya. Dalam membuat berita tidak jarang penulis berita menggunakan bahasa asing atau hanya memasukkan unsur-unsur bahasa asing

(26)

dan variasi-variasinya ke dalam penulisan beritanya. Unsur-unsur tersebut dapat berupa kata, frasa, baster, perulangan kata, dan ungkapan. Hal ini dilakukan guna menarik perhatian pembaca. Disisi lain hal itu juga sebagai bentuk kemahiran penulis dalam menguasai bahasa asing.

Referensi

Dokumen terkait

Departemen pendidikan Lithuania yang telah mengimplementasikan pendidikan antikorupsi di negaranya sejak 2005 mengatakan bahwa tugas utama dari pendidikan anti

Jika Anda ingin menonaktifkan audio panel belakang (hanya didukung bila mengguna- kan modul audio panel depan HD), lihat Bab 5, “Mengkonfigurasi Audio 2/4/5.1/7.1 Kanal”. •

Jika pantulan itu terjadi pada ujung bebas, maka gelombang pantul merupakan kelanjutan dari gelombang datang (fasenya tetap), tetapi jika pantulan itu terjadi pada ujung tetap,

Dalam membuktikan sifat-sifat dari kedua pembangkit bilangan acak yang telah dibahas sebelumnya, kita dapat melihat pada beberapa percobaan dengan menggunakan

Penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu, untuk pemeriksaan kebiasaan makanan menggunakan metode gravimetrik, pemeriksaan osmoregulasi dilakukan dengan cara

Pejual telah melaksanakan perjanjian karena sudah menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan dioalah esok harinya. Oleh sebab itu, penjual tidak mengembalikan uang

Hasil yang diharapkan yaitu dengan adanya dukungan dari teknologi finansial pada sistem perbankan maka dapat meningkatkan statistik penggunaan M- banking /

Pyramid disimpan sebagai suatu file baru berekstensi .rrd (Reduced Resolution Dataset).. Karena sistem koordinat peta yang akan kita registrasi koordinatnya adalah