• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN

DAYA SAING DAERAH

KABUPATEN

BANYUWANGI

Kerjasama

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Banyuwangi

dengan

PUSAT KAJIAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

(PK2ND)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

i

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan ... 2

1.3 Sasaran Kegiatan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tinjauan mengenai Daya Saing ... 3

2.2 Daya Saing Daerah ... 3

2.3 Indikator utama daya saing daerah ... 4

2.4 Faktor Penentu Daya Saing ... 4

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 6

3.1 Rancangan Penelitian ... 6

3.2 Lingkup Penelitian ... 6

3.3 Sumber Data ... 7

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 7

3.5 Instrumen Pengumpulan Data ... 7

BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI ... 11

4.1 Kondisi Geografis Wilayah ... 11

4.2 Pemerintahan... 12

4.3 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 12

4.4 Sosial Ekonomi ... 14

BAB 5 IDENTIFIKASI POTENSI DAN DAYA SAING DAERAH ... 15

5.1 Kondisi Ekonomi Kabupaten Banyuwangi ... 15

5.2 Potensi Daerah Kabupaten Banyuwangi ... 16

5.2.1 Potensi Sektor Pertanian ... 16

5.2.2 Potensi Sektor Industri ... 22

5.2.3 Potensi Sektor Pariwisata ... 23

5.3 Identifikasi Potensi Sektoral ... 24

5.3.1 Hasil Analisis Tipologi Klassen ... 24

5.3.2 Hasil Analisis LQ ... 24

5.3.3 Hasil Analisis Shift-Share ... 25

5.4 Identifikasi Daya Saing Daerah ... 31

BAB 6 STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH ... 33

6.1. Pendahuluan ... 33

6.2. Identifikasi Responden ... 34

6.3. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output ... 35

(3)

ii

6.3.2. Indikator Output Daya Saing ... 45

6.4. Perumusan Strategi Kebijakan Peningkatan Daya Saing ... 48

BAB 7 PENUTUP ... 57

(4)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki daerah harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999).

Sementara, studi Huda dan Santoso (2014) menunjukkan bahwa berdasarkan indikator input (berbasis endowment sumber daya alam), Kabupaten Banyuwangi menempati kelompok sepuluh daerah tertinggi dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur sedangkan berdasarkan indikator output (indikator dampak dari input) menempatkan Kabupaten Banyuwangi di urutan ke-16 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.

Ditinjau dari pertumbuhan ekonomi, Kabupaten Banyuwangi dengan julukannya “The Sunrise of Java” dan motto “Satya Bakti Praja Mukti”merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan pertumbuhan dinamis. Sepanjang periode 2010-2013, Kabupaten Banyuwangi pernah menorehkan prestasi pertumbuhan ekonomi yang tertinggi sebesar 7,22 persen yaitu pada tahun 2012, angka tersebut hampir menyamai pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur yang sebesar 7,27 persen. Sayangnya, pertumbuhan yang tinggi tersebut tidak mampu dipertahankan pada 2013. Pertumbuhan Kabupaten Banyuwangi “hanya” mencapai angka sebesar 6,76 persen, meskipun masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 6,55 persen maupun rata-rata pertumbuhan ekonomi Nasional. Selanjutnya, pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi sebesar 6.94 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 5,86 persen.

Ket: ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Kab. Banyuwangi , 2015

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan Nasional

(5)

2 Ditinjau dari kontribusi sektoral, komponen kontribusi sektoral PDRB Kabupaten Banyuwangi 2010-2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertingggi dalam pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi yakni sebesar lebih dari 43 persen. Selain sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) juga merupakan kontributor terbesar kedua dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Banyuwangi yakni sebesar lebih dari 27 persen. Hingga tahun 2013, sektor pertanian dan PHP terus menunjukkan pertumbuhan dinamis sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pertanian dan PHR merupakan kontributor utama penopang pertumbuhan ekonomi daerah di Kabupaten Banyuwangi.

Tabel 1.1. Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Banyuwangi atas Dasar Harga Konstan (ADHK), Tahun 2010-2013 (%)

No. Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013

1 Pertanian 46.72 44.82 44.45 43.47

2 Pertambangan dan Penggalian 4.63 4.55 4.40 4.33

3 Industri Pengolahan 5.46 5.40 5.32 5.24

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.32 0.32 0.30 0.29

5 Bangunan 1.05 1.09 1.09 1.14

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 27.84 28.83 29.91 31.14

7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.15 4.49 4.38 4.35

8 Keuangan, Persewaan dan Js Perusahaan 4.52 4.42 4.26 4.22

9 Jasa-Jasa 6.20 6.07 5.89 5.82

Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015

Guna mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan daya saing, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menerapkan konsep pengembangan Banyuwangi dengan bertumpu pada karakteristik lokal dan berbasis pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal, dimana sektor pertanian dan pariwisata menjadi fokus pengembangan.

1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan

Maksud dari kegiatan ini adalah menganalisis pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor unggulan sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan. Sementara, tujuan dari kegiatan adalah:

1. Mengetahui tingkat daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi. 2. Menganalisis potensi daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.

3. Menyusun strategi meningkatkan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.

1.3. Sasaran Kegiatan

Mengacu pada tujuan kegiatan, maka sasaran yang diharapkan dapat tercapai dalam kegiatan penyusunan kajian peningkatan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut::

1. Teridentifikasi daya saing ekonomi Kabupaten Banyuwangi.

2. Tersusunnya rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.

(6)

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Konsep Daya Saing

Daya saing menurut Porter (1990) merupakan suatu konsep yang dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur terkini mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek di luar perusahaan seperti iklim berusaha (business environment) yang jelas-jelas di luar kendali suatu perusahaan. Aspek-aspek tersebut dapat bersifat firm-specifik, region-specifik, dan bahkan country-specific.

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin menerbitkan “Global Competitiveness Report” mendefinisikan daya saing nasional adalah kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut (Abdullah, 2002).

2.2 Daya Saing Daerah

Daya saing daerah berdasarkan Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu Centre for Urban and Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya (Abdullah, 2002). Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

- Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

- Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing. - Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak

lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Perumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari

(7)

4 pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

- Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup.

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Abdullah (2002), indikator penentu daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan, Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sumber daya manusia, Kelembagaan, Governance dan Kebijakan Pemerintah, dan Manajemen dan Ekonomi Makro. Indikator makro daya saing merupakan jaringan antar indikator dan sub-sub indikator yang saling intercorect, saling hubungan secara terikat dan terkait (inheren dan cohern) antar dan lintas indikator dan sub indikator, yang pada implementasinya memerlukan pengelolaan yang terintegratif, terencana dan konsisten serta berkesinambungan diantara sembilan indikator penentu daya saing.

Implementasi terintegrasi, mengandung makna bahwa langkah-langkah yang ditempuh untuk mewujudkan perekonomian daerah secara makro sudah barang tertentu melibatkan semua pihak, baik institusi pemerintah daerah, swasta dan lembaga sosial, seta pihak pihak secara langsung dan tidak langsung secara nyata andil dalam penggerakan dan pertumbuhan perekonomian daerah. Terencana, asumsi langkah perencanaan adalah untuk memperkecil kegagalan, artinya aktivitas pengembangan daya saing akan gagal total tanpa perencanaan, dan peluang untuk berhasil lebih besar apabila diawali dengan perencanan yang baik. Konsisten, menunjukan kepada langkah sentripetal yakni gerak yang mengarah sesuai perencanaan atau gerak taat asas, tidak mengerjakan yang tidak terencanakan, taat asas merupakan perwujudan dari konsistensi sebuah kesepakatan, tidak merubah kesepakatan tanpa kesepakatan berikutnya, perencanaan adalah kesepakatan. Adapun berkesinambungan merupakan pekerjaan tiada henti, akan tetapi terus menerus dilakukan pada tahun pertama diikuti tahun kedua dan seterusnya.

2.4 Faktor Penentu Daya Saing

Membangun daya saing daerah, bukanlah pekerjaan mudah dan dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek. Hal ini dikarenakan, daya saing daerah bersifat multidimensi. Menurut Departemen perindustrian (2007), menciptakan daya saing daerah, tidaklah mudah karena menghadapi berbagai kendala, antara lain : (1) kelembagaan (2) keamanan,politik, dan sosial budaya (3) ekonomi daerah (4) tenaga kerja (5) infrastruktur fisik. Berikut ini beberapa faktor yang menentukan daya saing dari beberapa sumber :

1. Elemen daya saing menurut Porter secara detail adalah :

a. Factor condition (kondisi faktor). Faktor-faktor produksi : SDM (tenaga kerja terampil), bahan baku, pengetahuan, modal, infrastruktur.

b. Firm strategy, structure and rivalry (strategi, struktur dan tingkat persaingan perusahaan). Kondisi di dalam suatu bangsa yang menentukan

(8)

5 bagaimana unit-unit usaha terbentuk, diorganisasikan, dikelola dan tingkat persaingan di dalam negeri.

c. Demand condition (kondisi permintaan). Sifat permintaan di dalam negeri terhadap produk atau layanan industri bersangkutan.

d. Related and supporting industries (industri terkait dan pendukung). Keberadaan industri pemasok atau industri pendukung yang mampu bersaing secara internasional.

2. Menurut lembaga pemeringkat daya saing internasional yang berbasis di SWISS yaitu IMD, mengemukakan ada 4 (empat) faktor penentu daya saing ekonomi suatu negara yaitu Kinerja ekonomi, Efisiensi sektor pemerintah, Efisiensi sektor dunia usaha, dan Infrastruktur

3. Menurut IMD dalam world competitivenes report (1993), daya saing suatu negara sangat dipengaruhi oleh delapan faktor penentu yaitu :

a. Kekuatan ekonomi domestik

b. Sumber daya manusia (ketersediaan dan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi)

c. Ilmu pengetahuan dan teknologi (kapasitas iptek yang unggul dan handal) d. Manajemen (pengelolaan secara inovatif, profitable dan responsible) e. Internasionalisasi (derajat partisipasi suatu negara dalam perdagangan dan

investasi internasional)

f. Keuangan (kinerja pasar modal dan kualitas pelayanan lembaga keuangan) g. Infrastruktur ( industri dan perdagangan yang memadai)

4. Menurut Rachbini, strategi “export led industry” dan daya saing berkelanjutan, dalam Departemen perindustrian (2007), faktor penentu daya saing adalah a. Keterbukaan (institusi keuangan dan perdagangan), good governance b. Ketersediaan infrastruktur (jalan, pelabuhan laut, bandara)

c. Peranan pemerintah (sebagai fasilitator, regulator dan pro ekonomi) d. Teknologi, kelembagaan publik (terjaminnya hak kepemilikan),

lingkungan ekonomi makro (indeks daya saing pertumbuhan ekonomi)

e. Menurut Porter: strategi, struktur dan persaingan perusahaan, sumber daya

disebuah negara, permintaan domestik dan keberadaan industri terkait dan pendukung.

(9)

6

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Kegiatan

Desain penelitian merupakan sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk melakukan sebuah penelitian (Malhotra, 2004). Kerangka kerja tersebut memberi spesifikasi prosedur yang diperlukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menstrukturkan dan menjawab permasalahan penelitian. Pada kegiatan penelitian ini digunakan rancangan penelitian deskriptif eksploratif.

Penelitian eksploratif dalam kegiatan penyusunan daya saing daerah ini mencoba mengeksplorasi mengenai perkembangan sektoral daerah dengan mengidentifikasi dan menganalisis potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah yang dapat dikembangkan bagi peningkatan daya saing daerah. Selanjutnya hasil dari penelitian eksploratif akan digunakan sebagai input dalam penyusunan kuisioner.

3.2 Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai penyusunan daya saing daerah ini dilakukan di Kabupaten Banyuwangi. Indikator daya saing yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Santoso (2009) dan Bank Indonesia – LP3E FE Unpad (2008) yakni indikator utama (input) pembentuk daya saing (i) lingkungan usaha produktif, (ii) perekonomian daerah, (iii) ketenagakerjaan dan sumber daya manusia, (iv) infrastruktur, sumberdaya alam, dan lingkungan, serta (v) perbankan dan lembaga keuangan. Kinerja perekonomian (output) mencakup produktivitas tenaga kerja, tingkat kesempatan kerja, dan PDRB per kapita. Sedangkan target outcome dari daya saing daerah adalah pertumbuhan yang berkelanjutan. Penggunaan konsep indikator input, output dan outcome mengacu pada Gardiner, Martin, Tyler (2004) mengenai model piramida daya saing regional (Santoso, 2009).

Sumber: PPSK Bank Indonesia – LP3E FE-Unpad (2008) dalam Santoso (2009)

Gambar 3.1 Piramida Daya Saing Daerah Lingkungan usaha produktif Perekonomian Daerah Ketenagakerjaan dan SDM Infrastruktur, SDA dan Lingkungan Perbankan dan Lembaga Keuangan Produktifitas Tenaga Kerja Tingkat Kesempatan Kerja Kinerja Ekonomi Daerah

PDRB per Kapita Pertumbuhan yang berkelanjutan TARGET OUTCOME OUTPUT INPUT

(10)

7

3.3 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari sumber data sekunder dan sumber data primer. Data sekunder adalah data–data yang berasal dari berbagai literatur kepustakaan, artikel dalam majalah, jurnal penelitian yang berkaitan, dan sumber media massa lainnya serta hasil penelitian terdahulu. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian berasal dari data laporan tahunan dari pihak-pihak terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Lingkungan Hidup, Bagian Ekonomi, Bagian Data dan Statistik, Badan Penanaman Modal Daerah, serta instansi terkait.

Data primer didapatkan langsung dilapangan melalui berbagai

narasumber yang berkaitan seperti dari dinas maupun pelaku usaha. Data primer dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD), kuesioner, dan wawancara semi terstruktur dengan responden kunci di setiap pelaku ekonomi, yaitu pemerintah daerah, unit usaha, asosiasi usaha, serta lembaga-lembaga pendukung (lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, serta lembaga bantuan pengembangan bisnis). Observasi langsung ke unit usaha juga perlu dilakukan untuk mengetahui proses produksi dan kondisi usaha tersebut, terutama dalam menjaring informasi mengenai kendala yang dihadapi.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan beberapa kegiatan, meliputi: 1. Kajian Pustaka dan Survei

Tahap inventarisasi data/informasi sekunder, yakni mengumpulkan data/informasi dari berbagai laporan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan daya saing daerah dan berbagai studi-studi yang relevan.

Tahap inventarisasi data/informasi primer, yakni pengumpulan data/informasi yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dan observasi (pengamatan lapangan).

2. Penyelenggaraan Diskusi

Kegiatan untuk mewadahi berbagai masukan dari para pengambil keputusan dalam bidang pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi.

3. Analisis dan Pelaporan

Tahap Analisis, yakni tahap mengolah data/informasi sekunder dan primer yang sudah diinventarisir. Tahap Pelaporan, yakni tahap penyajian hasil-hasil analisis data/informasi. Tahap penyusunan rencana dan rekomendasi.

3.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa metode analisis yaitu:

1. Analisis Tipologi Klassen

Potensi perekonomian daerah dapat dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya dan konstribusi sektoral terhadap PDRBnya. Pemetaan potensi perekonomian khususnya di sembilan sektor lapangan usaha akan sangat bermanfaat bagi daerah untuk membuat prioritas kebijakan. Untuk menentukan prioritas kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan

(11)

8 analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Salah satu analisis ekonomi tersebut adalah menggunakan tipologi klassen.

Analisis Tipologi Klassen bermanfaat untuk mengidentifikasi peta potensi ekonomi secara makro. Melalui Analisis Tipologi Klassen, potensi daerah secara sektoral yang didasarkan pada data PDRB bisa dipetakan. Analisis Tipologi Klassen mengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan (g) dan kontribusi sektor (s) tertentu terhadap total PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan Analisis Tipologi Klassen, masing-masing sektor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:

Tabel 3.1. Matriks Kategori Sektor berdasarkan Tipologi Klassen

Kontribusi Sektor YSEKTORAL ≥ YPDRB YSEKTORAL < YPDRB

rSEKTORAL ≥ rPDRB Kuadran I SEKTOR UNGGULAN Kuadran II SEKTOR BERKEMBANG rSEKTORAL < rPDRB Kuadran III SEKTOR POTENSIAL Kuadran IV SEKTOR TERBELAKANG a. Sektor Unggulan / Prima (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran

sektor dengan laju pertumbuhan sektor yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah (PDRB) dan memiliki kontribusi besar terhadap PDRB. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih besar dari s.

b. Sektor berkembang (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan sektor yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB, tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB daerah yang lebih besar. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih kecil dari g dan si lebih besar dari s. Sektor dalam kategori ini juga dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.

c. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai pertumbuhan sektor (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB (g), tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih kecil dari s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang booming.

d. Sektor Terbelakang (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan sektor (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah (g) dan sekaligus memiliki kontribusi lebih kecil terhadap PDRB (si).

2. Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah location quotient (LQ). Teknik LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

(12)

9 Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) sebagai berikut:

dimana:

V1R = Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota

VR = Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota V1 = Nilai PDRB suatu sektor tingkat Provinsi

V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat Provinsi. Kriteria penilaian LQ:

 Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat Provinsi.

 Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat Provinsi.

 Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan tingkat Provinsi.

3. Analisis Shift Share (SS)

Analisis Shift Share (SS) memerinci penyebab perubahan suatu variabel. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan sektoral lapangan usaha di suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Ada juga yang menamakan analisis SS sebagai industrial mix analysis, karena komposisi sektoral yang ada sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan arah perubahan suatu variabel, tetapi analisis LQ tidak memberikan penjelasan tentang faktor penyebab perubahan variabel daerah. Sebagaimana LQ, analisis SS dapat menggunakan variabel lapangan kerja (employment) atau nilai tambah.

a. Komponen Provinsi Growth Share (PGS)

Komponen national growth share (PGS) sering disebut sebagai komponen national trend. Komponen ini adalah banyaknya perubahan (pertambahan atau pengurangan) lapangan kerja sektoral di Kota ABC seandainya persentase perubahannya sama dengan persentase totalpertumbuhan lapangan kerja level provinsi.

b. Komponen Industrial Mix Share (IMS)

Tidak semua sektor secara nasional bergerak seragam, ada sektor yang tumbuh lebih tinggi dan ada pula sektor yang tumbuh lebih rendah dibanding trend provinsi. Di sini, dilihat bagaimana jika pertumbuhan sektoral lapangan kerja level provinsi “dibersihkan” dari trend provinsi sehingga kita mendapatkan industrial mix share (IMS).

c. Komponen Local Share (LS)

Merupakan seberapa besar sumbangan daerah sendiri atau local share (LS) terhadap partumbuhan sektoral di daerah tersebut. Pertanyaan ini dijawab dengan “menghapus” pengaruh pertumbuhan sektoral level provinsi dari partumbuhan sektoral level daerah. Untuk mendapatkan

(13)

10 local share (LS), pengaruh pertumbuhan sektoral level provinsi perlu diisolasi.

d. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih

Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian. Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi termasuk kelompok yang lamban.

e. Analisis Kuadran

Dengan melihat besaran IMS dan LS, maka suatu daerah/sektor dapat dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) biasa digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan di lingkungan bisnis maupun pada lingkungan internal perusahaan (Kuncoro, 2005).

Tabel 3.2. Matriks Analisis SWOT

Faktor Eksternal

Faktor Internal Strengths (S)

(Daftar semua kekuatan yang dimiliki)

Weaknesses (W)

(Daftar semua kelemahan yang dimiliki)

Opportunities (O)

(Daftar semua peluang yang diidentifikasi)

Strategi SO: Growth Strategi WO: Stability Threats (T)

(Daftar semua tantangan yang diidentifikasi)

Stretegi ST:

Diversification Strategi WT: Defend

(14)

11 EMBANGAN SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 4 GAMBARAN UMUM

KABUPATEN BANYUWANGI

4.1. Kondisi Geografis Wilayah

Secara administrasi, Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan beberapa wilayah diantaranya:

Sebelah timur : Berbatasan dengan Provinsi Bali

Sebelah utara : Berbatasan dengan Kabupaten Situbondo Sebelah selatan : Berbatasan dengan Samudra Hindia

Sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso

Tabel 4.1: Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, 2013

Kecamatan Luas Penduduk (orang) Kepadatan Penduduk (orang/km2) km2 % Jumlah % Pesanggaran 802,50 13,88 49.009 3,11 61 Siliragung 95,15 1,65 45.002 2,86 473 Bangorejo 137,43 2,38 60.239 3,83 438 Purwoharjo 200,30 3,46 65.793 4,18 328 Tegaldlimo 1341,12 23,19 61.987 3,94 46 Muncar 146,07 2,53 130.270 8,27 892 Cluring 97,44 1,69 71.064 4,51 729 Gambiran 66,77 1,15 59.155 3,76 886 Tegalsari 65,23 1,13 46.820 2,97 718 Glenmore 421,98 7,30 70.297 4,46 167 Kalibaru 406,76 7,03 61.820 3,93 152 Genteng 82,34 1,42 84.054 5,34 1.021 Srono 100,77 1,74 88.353 5,61 877 Rogojampi 102,33 1,77 93.546 5,94 914 Kabat 107,48 1,86 67.778 4,30 631 Singojuruh 59,89 1,04 45.835 2,91 765 Sempu 174,83 3,02 72.106 4,58 412 Songgon 301,84 5,22 50.878 3,23 169 Glagah 76,75 1,33 34.509 2,19 450 Licin 169,25 2,93 28.184 1,79 167 Banyuwangi 30,13 0,52 107.305 6,81 3.561 Giri 21,31 0,37 28.866 1,83 1.355 Kalipuro 310,03 5,36 76.800 4,88 248 Wongsorejo 464,80 8,04 75.108 4,77 162 Banyuwangi 5782,50 100 1.574.778 100 272

(15)

12

4.2. Pemerintahan

Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi 24 kecamatan dan 189 desa dan 28 kelurahan. Dari 24 kecamatan yang ada, terdapat dua Kecamatan yang memiliki jumlah desa/kelurahan terbanyak yaitu Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Rogojampi, masing-masing sebanyak 18 desa/kelurahan, diikuti oleh Kecamatan Kabat yang terdiri dari 16 desa.

Sumber: Bagian Pemerintahan Setwilda Banyuwangi dalam Statistik Daerah Kabupaten Banyuwangi 2014.

Gambar 4.1: Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Banyuwangi menurut Kecamatan Tahun 2013

4.3. Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi terus mengalami peningkatan sepanjang periode 2010 hingga 2014.

Ket. *) Angka Sementara

Sumber :BPS Kabupaten Banyuwangi , 2014.

Gambar 4.2: Jumlah Penduduk Kabupaten Banyuwangi Menurut Jenis Kelamin, Tahun 2010 – 2014

(16)

13 Wilayah Kecamatan Muncar merupakan daerah yang memiliki tingkat penduduk yang terbanyak di Kabupaten Banyuwangi disebabkan karena di kecamatan tersebut merupakan sentra dari perindustrian terutama dalam bidang perikanan. Sementara, Kecamatan Banyuwangi sebagai ibukota Kabupaten Banyuwangi menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak kedua karena kecamatan ini merupakan wilayah pusat pemerintahan, dan jasa, mulai dari jasa perdagangan, jasa keuangan, pendidikan serta jasa lainnya.

Sumber :LKPJ Kabupaten Banyuwangi , 2013.

Gambar 4.3: Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah dapat ditunjukkan oleh kondisi ketenagakerjaan yang baik yang dicerminkan oleh angka penggangguran yang rendah dan tingkat upah yang layak. Berdasarkan Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, serta jumlah pengangguran di Kabupaten Banyuwangi tahun 2009-2013 mengalami peningkatan.

Tabel 4.2: Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2009 – 2013

Tahun Angkatan

Kerja Bekerja Pengangguran

TPAK (%) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2009 850.200 815.740 34.460 70,27 4,05 2010 826.261 793.846 32.415 70,24 3,92 2011 817.786 787.410 30.376 69,24 3,71 2012 870.948 841.317 29.631 73,37 3,40 2013 865.747 825.108 40.639 72,92 4,69 Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014

Kondisi ketenagakerjaan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa kelompok umur produktif (usia 25-54 tahun) menempati proporsi terbesar dalam struktur ketenagakerjaan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi penduduk bekerja akan mampu berkontribusi pada pembangunan daerah.

(17)

14 Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014

Gambar 4.4. Jumlah Penduduk Bekerja menurut Kelompok Umur Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 dan 2013

4.4. Sosial Ekonomi

Keberhasilan pembangunan salah satunya ditunjukkan oleh kualitas sumber daya manusia yang mampu dihasilkan oleh suatu daerah. Manusia yang berkualitas akan mampu berkontribusi pada percepatan pencapaian pembangunan yang mensejahterkan. Dimana orientasi pembangunan telah berubah dari pembangunan berorientasi kepada pembangunan berbasis produksi (production basic development) menuju pembangunan berbasis kepada kebutuhan masyarakat (human basic development). Ukuran keberhasilan pembangunan manusia ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia (IPM). Pada tahun 2013 pencapaian IPM Kabupaten Banyuwangi adalah sebesar 71.02 meningkat dibanding tahun 2012 sebesar 70.53. Kenaikan tersebut mengindikasikan telah terjadi peningkatan kualitas manusia di Banyuwangi. Namun demikian, pencapaian peningkatan IPM di Kabupaten Banyuwangi masih lebih rendah dibandingkan perkembangan IPM Provinsi Jawa Timur.

Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014

Gambar 4.5. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur, Tahun 2010 – 2013

(18)

15 B IV PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 5 IDENTIFIKASI POTENSI DAERAH DAN

DAYA SAING DAERAH

5.1 Kondisi Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir menunjukan tren yang semakin meningkat. Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi pada tahun 2013 sebesar 6,76 persen lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Timur (6,55 persen) dan Nasional (5,78 persen).

Ket: ***) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah

Gambar 5.1. Produk Domestik Bruto ADHK (juta Rupiah) dan ADHB (triliun Rupiah) Kabupaten Banyuwangi, 2010-2014

Ditinjau dari sisi kontribusi sektoral menurut harga berlaku menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertingggi sebesar 44 persen dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Banyuwangi.

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah

Gambar 5.2. Kontribusi Sektoral Perekonomian Kabupaten Banyuwangi ADHB, tahun 2013

(19)

16 Meskipun kontribusi sektor pertanian dan PHR menjadi kontributor terbesar pada pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi, namun dilihat dari pertumbuhannya, gambar 5.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan terbesar ditunjukkan oleh sektor PHR dan Sektor Bangunan dan Konstruksi. Sementara, sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan terendah dalam pembentukan PDRB Banyuwangi. Pertumbuhan yang rendah mengindikasikan bahwa sumbangsih sektor pertanian semakin menunjukkan gejala penurunan. Sedangkan sektor PHR menunjukkan peningkatan dalam struktur perekonomian di Kabupaten Banyuwangi.

Tabel 5.1. Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Jenis Penerimaan (miliar rupiah), 2009-2013

Jenis Penerimaan 2009 2010 2011 2012 2013

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

a. Pajak Daerah 21,48 26,13 32,45 40,77 65,94

b. Retribusi Daerah 30,77 20,81 21,62 24,81 28,65

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

yang dipisahkan 7,99 8,79 9,98 14,50 14,54

d. Lain-lain PAD yang sah 26,73 34,93 49,31 60,23 74,10 Dana Perimbangan

a. Bagi Hasil Pajak 60,62 69,52 66,09 71,27 50,24

b. Bagi Hasil Bukan Pajak 9,77 14,29 18,86 29,43 32,13

c. Dana Alokasi Umum (DAU) 766,83 761,90 815,16 1030,22 1154,50

d. Dana Alokasi Khusus (DAK) 79,91 81,60 81,91 67,66 77,00 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

a. Pendapatan Hibah - - - - 0,41

b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan

pemerintah daerah lainnya 57,72 75,86 87,62 82,17 95,56 c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 61,59 103,29 231,98 210,00 293,37

d. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau

pemerintah daerah lainnya 18,94 10,52 35,33 59,37 30,62

e. Sumbangan Pihak Ketiga 1,33 - - - -

f. Pendapatan Lainnya - 0,54 - - -

Total 1143,69 1208,16 1450,32 1690,43 1917,06 Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015

5.2 Potensi Daerah Kabupaten Banyuwangi

Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung timur pulau Jawa, memiliki luas wilayah mencapai 5.782,50 km2 menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Timur.

5.2.1 Potensi Sektor Pertanian

Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah dengan luas 5.782,50 km2 merupakan daerah terluas di Provinsi Jawa Timur. Sehingga tidak mengherankan jika potensi utama Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh sektor yang mengandalkan lahan yang relatif luas. Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi. Potensi yang dimiliki sektor pertanian adalah sebagai berikut:

(20)

17

A. Pertanian Tanaman Pangan

Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, bidang pertanian tanaman pangan Kabupaten Banyuwangi memiliki tiga produk unggulan yang menjadi andalan untuk dikembangkan yakni komoditas padi, jagung, dan kedelai.

Tabel 5.2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Pertanian Tanaman Pangan Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2013

KOMODITAS LUAS PANEN (ha)

PRODUKTIVITAS (kw) PRODUKSI (Ton) 2012 2013 2012 2013 2012 2013 Padi sawah 121.377 115.498 65,3 65,87 792.592 760.827 Padi lading 1.064 2.163 58,82 55,25 6.258 11.951 Total Padi 122.441 117.661 798.850 772.778 Jagung 22.032 20.847 64,05 62,7 141.115 130.711 Kedelai 27.257 34.021 19,68 19,82 53.642 67.430 Kacang tanah 1.353 1.078 15,85 15,85 2.145 1.709 Kacang hijau 3.439 3.329 12,91 12,91 4.440 4.298 Ubi kayu 1.841 1.963 193,46 191,86 35.616 37.662 Ubi jalar 1.063 701 237,14 237,97 25.208 16.682 Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013

Selanjutnya, perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas padi berdasarkan kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 sebagai berikut:

Tabel 5.3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

Kecamatan

Padi Sawah Padi Ladang

Luas

Panen Produksi Produktivitas

Luas

Panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)

Pesanggaran 3.829 25.298 66,07 195 850 43,57 Siliragung 4.150 27.369 65,95 45 190 42,12 Bangorejo 3.450 24.015 69,61 275 1.725 62,73 Purwoharjo 4.428 35.592 80,38 0 0 0 Tegaldlimo 3.731 28.829 77,27 200 1.008 50,39 Muncar 4508 33.066 73,35 4 22 55,00 Cluring 5.886 42.838 72,78 475 2.701 56,86 Gambiran 5.100 37.954 74,42 0 0 0 Tegalsari 3.662 25.993 70,98 61 319 52,23 Glenmore 5.792 38.882 67,13 268 1.518 56,65 Kalibaru 3.484 20.841 59,82 0 0 0 Genteng 5.506 35.965 65,32 50 317 63,40 Srono 7.948 55.644 70,01 0 0 0 Rogojampi 6.677 42.639 63,86 0 0 0

(21)

18 Kecamatan

Padi Sawah Padi Ladang

Luas

Panen Produksi Produktivitas

Luas

Panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)

Kabat 7.480 47.326 63,27 50 314 62,75 Singojuruh 8.024 40.321 50,25 0 0 0 Sempu 5.386 35.795 66,46 200 1.250 62,60 Songgon 7.430 49.499 66,62 0 0 56,13 Glagah 4.635 27.689 59,74 0 0 0 Licin 4.905 30.524 62,23 0 0 0 Banyuwangi 1.806 10.310 57,09 0 0 0 Giri 3.597 20.913 58,14 0 0 0 Kalipuro 1.580 8.693 55,02 0 0 0 Wongsorejo 2.504 14.829 59,22 340 1.736 51,06 Total 115.498 760.824 65,87 2.163 11.950 55,25

Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013

Produktivitas padi yang tinggi di Kabupaten Banyuwangi disebabkan oleh besarnya potensi lahan padi yang merata di semua kecamatan. Produksi padi sawah terbesar terdapat di Kecamatan Srono dengan total produksi sebesar 55.644 ton, sedangkan produksi padi sawah terendah terdapat di Kecamatan Kalipuro yaitu 8.693 ton. Produksi padi ladang terbesar terdapat di Kecamatan Wongsorejo dengan total produksi sebesar 1.736 ton, sedangkan produksi padi ladang terendah terdapat di Kecamatan Muncar yaitu 22 ton.

Tabel 5.4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung dan Kedelai Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

Kecamatan

Jagung Kedelai

Luas Panen Produksi Produktivitas Luas Panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)

Pesanggaran 1.474 9.849 66,82 2.330 4.241 18,20 Siliragung 1.180 7.871 66,70 870 1.586 18,23 Bangorejo 440 2.840 64,55 3.325 6.374 19,17 Purwoharjo 381 2.537 66,58 8.174 17.018 20,82 Tegaldlimo 2.259 15.542 68,80 8.783 17.724 20,18 Muncar 910 6.166 67,76 3.655 7.672 20,99 Cluring 807 5.252 65,08 2.421 4.547 18,78 Gambiran 128 700 54,69 851 1.614 18,97 Tegalsari 478 2.770 57,95 988 1.859 18,82 Glenmore 566 3.059 54,05 0 0 0 Kalibaru 455 2.625 57,69 0 0 0 Genteng 48 238 49,58 135 244 18,07 Srono 814 5.050 62,04 777 1.448 18,64 Rogojampi 452 2.289 50,64 282 531 18,82

(22)

19 Kecamatan

Jagung Kedelai

Luas Panen Produksi Produktivitas Luas Panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)

Kabat 209 1.150 55,02 18 33 18,44 Singojuruh 44 245 55,68 2 4 17,50 Sempu 215 1.190 55,35 1.160 2.102 18,12 Songgon 35 195 55,71 0 0 0 Glagah 151 805 53,31 0 0 0 Licin 72 394 54,72 0 0 0 Banyuwangi 20 105 52,50 0 0 0 Giri 150 835 55,67 0 0 0 Kalipuro 824 4.610 55,95 0 0 0 Wongsorejo 8.735 54.402 62,28 250 444 17,76 Total 20.847 130.719 62,70 34.021 67.441 19,82

Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013

B. Perikanan

Sub sektor pertanian yang juga memiliki potensi cukup besar bagi Kabupaten Banyuwangi adalah perikanan. Produksi ikan tangkap di perairan Kabuoaten Banyuwangi terbagi menjadi jenis tangkapan di parairan laut dan perairan umum. Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap di perairan laut dan perairan umum pada tahun 2010-2013 mengalami peningkatan produksi. Pada tahun 2013, produksi ikan tangkap di perairan laut mencapai 49.551,44 ton lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi serupa juga ditunjukkan oleh hasil produksi ikan tangkap di perairan umum yang mengalami peningkatan mencapai 131,57 ton pada 2013, lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.

Tabel 5.5. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Jenis Penangkapan (Ton), Tahun 2010 – 2013

Tahun Jenis Penangkapan

Perairan Laut Perairan Umum

2010 29.264,33 111,19

2011 40.425,84 101,76

2012 44.469,36 106,69

2013 49.551,44 131,57

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2013

Potensi ikan laut di Kabupaten Banyuwangi sangat melimpah. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa banyaknya jenis ikan yang menjadi komoditas. Jenis ikan tersebut antara lain Lemuru, Tongkol, Tuna, Layang, Lele, Nila, dan Udang. Berikut merupakan tabel produksi dan nilai produksi komoditas perikanan tangkap Kabupaten Banyuwangi:

(23)

20

Tabel 5.6. Jumlah Produksi & Nilai Produksi Per Jenis Komoditas Hasil Tangkapan Ikan Perairan

No

o

Komoditas Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp)

2011 2012 2011 2012 1 Mas 4.304 4.458 30.339.000 33.883.750 2 Sidat 10 18.095 80.000 167.144.500 3 Nila 16.797 17.563 113.418.750 129.459.000 4 Tawes 6.410 6.683 44.379.500 50.292.750 5 Mujair 19.740 20.758 105.861.250 124.337.500 6 Patin Jambal - - - - 7 Gabus - - - - 8 Lais - - - - 9 Lele 7.860 8.245 49.887.000 56.791.000 10 Toman - - - - 11 Sepat Siam 30 30 255.000 255.000 12 Tambakan - - - - 13 Belida - - - - 14 Nilem 4.710 4.960 31.498.500 36.621.000 15 Sili - - - - 16 Gurami 897 989 7.889.000 10.258.000 17 Jambal - - - - 18 Ikan lain 6.215 6.834 23.926.000 32.279.000 19 Udang Galah - - - - 20 Udang Tawar - - - - 21 Udang Grago - - - - 22 Udang Lainnya 6.369 6.727 60.994.000 71.281.750 23 Siput 105 105 212.500 212.500 24 Kodok 10.671 10.966 88.667.500 96.114.500 25 Belut 17.377 - 147.165.750 -

26 Binatang air lainnya 245 274 500.000 712.500

Jumlah 101.740 106.687 705.073.750 809.642.750 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2013

C. Peternakan

Sektor peternakan Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu produk unggulan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Luasnya lahan dan melimpahnya ketersediaan pakan ternak menjadikan masyarakat tidak kesulitan untuk mengembangkan usaha peternakan. Usaha peternakan di Kabupaten Banyuwangi terrbagi menjadi peternakan besar, peternakan kecil dan unggas. Menurut Dinas Peternakan disebutkan terdapat tujuh jenis ternak yang menjadi unggulan utama di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Sapi potong, Sapi perah, Kerbau, Kambing, Domba, Ayam, Itik.

(24)

21

Tabel 5.7. Populasi Ternak di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2013

Jenis Ternak 2010 2011 2012 2013

Kategori: Ternak Besar

Sapi Perah 344 309 1.358 1.202

Sapi Potong 130.654 145.569 163.402 92.947

Kuda 793 743 4.611 3.722

Kerbau 4.934 8.543 772 618

Kategori: Ternak Kecil

Kambing 59.377 63.370 71.127 79.743 Domba 46.064 46.759 61.715 62.293 Babi 1.352 1.352 943 1.067 Kategori Unggas Buras 992.484 1.290.231 1.574.273 1.290.339 R a s 479.200 599.000 675.547 659.458 Ras Pedaging 1.799.500 449.875 2.335.710 580.447 Itik 230.651 253.717 379.327 285.353 Entok 23.848 25.042 n.a 32.413 Kelinci 7.934 7.799 7.716 8.101 Burung Puyuh 17.736 15.436 22.765 25.336 Burung wallet *) 286 300 399 300 Burung dara 17.843 17.017 17.306 20.833

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Banyuwangi, 2014

Berdasarkan tabel 5.7, dilihat dari kategori peternakan besar, populasi ternak besar yang terdiri dari sapi perah, sapi potong, kuda dan kerbau menunjukkan kecenderungan meningkat sepanjang 2010-2013.

Tabel 5.8. Produksi Peternakan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2013 Jenis Produksi 2010 2011 2012 2013 Daging (Kg) 5.717.905 6.254.039 4.582.172 7.144.000 Telur (Kg) 7.099.113 8.937.275 7.497.059 31.657.000 Susu (Liter) 598.766 552.905 1.242.783 7.643.662 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Banyuwangi, 2014

Produksi peternakan di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan tabel 5.9, dapat dilihat bahwa total produksi daging terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 7.144.000 kg, sedangkan produksi daging terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 4.582.172 Kg. Selanjutnya produksi telor terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 31.657.000 Kg dan produksi terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 7.099.113 Kg. Produksi susu terbesar terjadi pada tahun 2013

(25)

22 yaitu 7.643.662 liter dan produksi susu terendah terjadi pada tahun 2011 dengan total produksi sebesar 552.905 liter.

5.2.2 Potensi Sektor Industri

Kabupaten Banyuwangi memiliki komitmen yang kuat dalam pengembangan sektor industri. Mengacu pada data BPS, sektor industri di Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi dua yakni UMKM dan Industri Besar dan Sedang.. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM, sebesar 99,81 persen kategori industri berupa UMKM, sedangkan industri besar dan sedang hanya 0,19 persen dengan pertumbuhan jumlah UMKM di Kabupaten Banyuwangi terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Persebaran UMKM berdasarkan sektor diketahui bahwa berdasarkan jumlah UMKM sebanyak 296.709 unit pada tahun 2013 pada umumnya struktur UMKM masih didominasi oleh usaha di sektor pertanian. Jumlah UMKM yang bergerak dalam sektor pertanian adalah sebanyak 51% dari keseluruhan total UMKM yang ada atau sebanyak 151.322 unit sedangkan sisanya 144.786 unit adalah UMKM yang bergerak diluar sektor pertanian, baik itu disektor jasa maupun industri pengolahan. Usaha diluar sektor pertanian yang terbesar adalah di bidang jasa perdagangan hotel dan restoran, lainnya adalah di bidang industri pengolahan.

Tabel 5.9. Persebaran Unit UMKM di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013

Sektor Total Unit Persentase

Pertanian 151.322 51%

Pertambangan dan Penggalian 2.967 1%

Industri Pengolahan 29.671 10%

Listrik, Gas, dan Air Bersih - 0%

Konstruksi - 0%

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 83.079 28%

Pengangkutan dan Komunikasi 5.934 2%

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan - 0%

Jasa-jasa 23.737 8%

Jumlah 296.709 100%

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM, Kabupaten Banyuwangi, 2013

Selanjutnya, berdasarkan karakteristik usaha, UMKM di Kabupaten Banyuwangi didominasi oleh UMKM dalam skala mikro (50,48 persen sektor pertanian dan 43,96 persen sektor non-pertanian). Karakteristik UMKM dengan skala tersebut pada umumnya memiliki karakteristik lemah di permodalan, lemah di perputaran usaha, lemah di pemasaran dan beberapa kelemahan lainnya. Disamping itu, karaktersitik UMKM yang juga melekat lainnya dengan skala tersebut adalah lemah dalam bidang inovasi. UMKM dengan skala tersebut pada umumnya dalam hal teknologi menggunakan terknologi yang sederhana dengan kualitas produk yang masih rendah, sehingga UMKM memerlukan upaya terobosan ide-ide kreatif agar mampu bertahan dan berkembang di tengah keterbatasannya.

(26)

23

Tabel 5.10. Karakteristik UMKM di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013

Sektor Total Unit Persentase

Pertanian: - Mikro 149.786 50,48 - Kecil 1.961 0,66 - Menengah 176 0,06 Non-Pertanian: - Mikro 130.418 43,96 - Kecil 13.308 4,49 - Menengah 1057 0,36 Jumlah 296.709 100

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM, Kabupaten Banyuwangi, 2013

5.2.3 Potensi Sektor Pariwisata

Kekayaan wisata Kabupaten Banyuwangi cukup banyak dan bervariasi mulai wisata pegunungan, wisata pantai, wisata perkebunan, wisata agro, hingga wisata budaya. Konsep pariwisata Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan triangle diamonds atau segitiga berlian. Konsep tersebut mengombinasikan kesinambungan antar obyek wisata mulai obyek wisata pesisir, perkebunan, kehutanan sampai obyek wisata pegunungan. Pada tahun 2015, guna meningkatkan iklim pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, pemerintah daerah telah menyusun beragam kegiatan yang bernama “Banyuwangi Festival 2015”. Pada even tersebut, terdapat sebanyak 36 kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015.

(27)

24

5.3 Identifikasi Daya Saing Daerah 5.3.1 Hasil Analisis Tipologi Klassen

Dalam upaya untuk membangun suatu daerah, menurut teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike), bahwa setiap wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, untuk mengetahui sektor potensial tersebut dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan Analisis Tipologi Klassen. Hasil analisa tipologi klassen, dapat ditarik ringkasan bahwa di Kabupaten Banyuwangi terdapat 5 sektor yang diunggulkan yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa.

Tabel 5.11. Hasil Analisis Klassen Tipologi Pendekatan Sektoral Banyuwangi

Y Sektoral ≥ Y PDRB Y Sektoral < YPDRB

rSektoral ≥ rPDRB

Unggulan  Sektor Pertanian

 Sektor Pertambangan & penggalian  Perdag, Hotel dan Restoran

 Pengangkutan & Komunikasi  Jasa-Jasa

Berkembang  Listrik, Gas & Air bersih  Bangunan rSektoral < rPDRB Potensial  Industri Pengolahan

 Keu.Persewaan & Jasa Keuangan

Terbelakang -

Sumber: PDRB Banyuwangi, Banyuwangi Dalam Angka 2014 (diolah) 5.3.2 Hasil Analisis Location Quotient (LQ)

Location quotient (LQ) adalah suatu perbandingan antara besarnya peran suatu sektor di Kabupaten Banyuwangi terhadap besarnya peran sektor tersebut di tingkat yang lebih tinggi, yaitu Provinsi Jawa Timur..

Tabel 5.12. Analisis LQ Kabupaten Banyuwangi ADHK 2000, Tahun 2009-2013

Lapangan Usaha 2009 2010 2011* 2012** 2013*** Basis/Non Basis

Pertanian 3,03 3,14 3,22 3,29 3,36 Basis

Pertambangan dan Penggalian 1,97 1,94 1,97 2,05 2,08 Basis

Industri Pengolahan 0,25 0,25 0,25 0,25 0,26 Non Basis

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,35 0,34 0,33 0,33 0,33 Non Basis

Konstruksi 0,26 0,26 0,27 0,28 0,28 Non Basis

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,82 0,81 0,82 0,83 0,85 Non Basis

Pengangkutan dan Komunikasi 0,63 0,60 0,58 0,56 0,54 Non Basis

Keuangan, Persewaan & Js Perushn 1,11 1,08 1,07 1,05 1,06 Basis

Jasa-jasa 0,59 0,60 0,61 0,62 0,62 Non Basis

Ket: *) Angka Perbaikan; **) Angka Sementara; ***) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah.

(28)

25

5.3.3 Hasil Analisis Shift Share (SS)

Analisis shift-share merupakan tehnik yang menggambarkan performance (kinerja) sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan kinerja sektor-sektor perekonomian nasional.

Tabel 5.13. Perubahan Output Sektoral Kabupaten Banyuwangi ADHK Tahun 2010 dan 2013 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha 2010 2013*** Perubahan

PDRB %

Pertanian 5.185.828 5.993.530 807.702 15,58

Pertambangan dan Penggalian 485.195 581.649 96.454 19,88

Industri Pengolahan 698.108 854.372 156.263 22,38

Listrik, Gas, dan Air Bersih 50.201 58.693 8.492 16,92 Bangunan dan Konstruksi 93.624 124.582 30.957 33,07 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2.778.110 3.798.288 1.020.178 36,72 Pengangkutan dan Komunikasi 483.920 591.509 107.589 22,23 Keuangan, Persewaan & Js Perushn 648.097 798.105 150.008 23,15

Jasa-jasa 592.109 710.976 118.866 20,08

PDRB 11.015.195 13.511.707 2.496.512 22,66 Ket: ***) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah.

Total perubahan output Kabupaten Banyuwangi sejak 2010 hingga 2013 adalah 2.496.512 (juta rupiah) atau mengalami pertumbuhan PDRB sebesar 22,66 persen. Sementara, perubahan output sektoral Provinsi Jawa Timur periode 2010-2013 dan menunjukkan bahwa PDRB Provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan sebesar 22,54 persen.

Tabel 5.14. Perubahan Output Sektoral Provinsi Jawa Timur ADHK tahun 2010 dan 2013 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha 2010 2013*** Perubahan

PDRB %

Pertanian 51.329.548 55.330.095 4.000.547 7,79

Pertambangan dan Penggalian 7.757.319 8.697.627 940.307 12,12

Industri Pengolahan 86.900.779 103.497.232 16.596.453 19,10

Listrik, Gas, dan Air Bersih 4.642.081 5.486.499 844.417 18,19 Bangunan dan Konstruksi 10.992.599 14.006.020 3.013.420 27,41 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 106.229.112 139.431.307 33.202.194 31,26 Pengangkutan dan Komunikasi 25.076.424 33.837.742 8.761.317 34,94 Keuangan, Persewaan & Js Perushn 18.659.490 23.455.842 4.796.351 25,70

Jasa-jasa 30.693.407 35.686.078 4.992.670 16,27

PDRB 342.280.764 419.428.445 77.147.680 22,54 Ket: ***) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.

Dikarenakan kita meletakkan Kabupaten Banyuwangi dalam konteks kawasan Provinsi Jawa Timur, maka angka 2.482.748 (juta rupiah) dapat dinamakan sebagai regional growth share (RGS). Selisih positif antara 2.482.748

(29)

26 (juta rupiah) dengan 2.496.512 (juta rupiah) merupakan gain bagi Kabupaten Banyuwangi (jika sebaliknya merupakan loss).

Tabel 5.15. Regional Growth Share (RGS)

Lapangan Usaha Regional Growth Share (RGS) Juta Rupiah Persen

Pertanian 1.168.849 22,54

Pertambangan dan Penggalian 109.360 22,54

Industri Pengolahan 157.349 22,54

Listrik, Gas, dan Air Bersih 11.315 22,54

Bangunan dan Konstruksi 21.102 22,54

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 626.167 22,54

Pengangkutan dan Komunikasi 109.072 22,54

Keuangan, Persewaan & Js Perushn 146.077 22,54

Jasa-jasa 133.457 22,54

TOTAL 2.482.748 22,54 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.

Tabel 5.16. Industrial Mix Share (IMS)

Lapangan Usaha Industrial Mix Share (IMS) Juta Rupiah Persen

Pertanian (76.467.367) (14,75)

Pertambangan dan Penggalian (5.054.637) (10,42) Industri Pengolahan (2.402.286) (3,44) Listrik, Gas, dan Air Bersih (218.317) (4,35) Bangunan dan Konstruksi 456.314 4,87 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 24.213.928 8,72 Pengangkutan dan Komunikasi 6.000.206 12,40 Keuangan, Persewaan & Js Perusahaan 2.051.440 3,17

Jasa-jasa (3.714.323) (6,27)

TOTAL (55.135.042) (10,07) Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.

Pada kenyataanya, pertumbuhan sektoral di setiap daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam suatu daerah maupun antar daerah. Untuk mengetahui pertumbuhan sektoral antar daerah maupun dengan wilayah yang lebih tinggi (Provinsi) digunakan Local share (LS). Local share (LS) adalah untuk mengukur apakah pertumbuhan per sektor di Kabupaten Banyuwangi sama, lebih cepat, atau lebih lambat dibanding pertumbuhan per sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Tabel 5.17. Local Share (LS)

Lapangan Usaha Local Share (LS) Juta Rupiah Persen

Pertanian 40.352.723 7,78

Pertambangan dan Penggalian 3.764.092 7,76 Industri Pengolahan 2.293.743 3,29 Listrik, Gas, dan Air Bersih (63.978) (1,27)

(30)

27 Lapangan Usaha Local Share (LS)

Juta Rupiah Persen Bangunan dan Konstruksi 529.216 5,65 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 15.187.290 5,47 Pengangkutan dan Komunikasi (6.148.496) (12,71) Keuangan, Persewaan & Js Perushn (1.658.288) (2,56)

Jasa-jasa 2.255.249 3,81

TOTAL 56.511.551 17,21 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah

Dari hasil perhitungan tiga komponen di atas, dapat dilakukan checking sebagai berikut:

Komponen Regional Growth Share (RGS) : 2.482.748 Komponen Industrial Mix Share (IMS) : -55.135.042

Komponen Local Share (LS) : 56.511.551 +

Perubahan Output Kabupaten Banyuwangi 3.859.257

Dari hasil analisis Shift Share (SS) untuk masing-masing sektor di Kabupaten Banyuwangi terhadap Provinsi Jawa Timur sebagai berikut:

a. Sektor Pertanian

Sektor pertanian, mengalami perubahan perekonomian sebesar 1.168.849 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa

Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 76.467.367 (juta rupiah) atau -14,75 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 40.352.723 (juta rupiah) atau 7,78 persen. Ini berarti pada sektor pertanian di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

b. Sektor pertambangan dan penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian, mengalami perubahan perekonomian sebesar 109.360 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -5.054.637 (juta rupiah) atau -10,42 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 3.764.092 (juta rupiah) atau 7,76 persen. Ini berarti pada sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

c. Sektor Industri Pengolahan

Sektor Industri Pengolahan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 157.349 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa

Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 2.402.286 (juta rupiah) atau

(31)

28 3,44 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Industri Pengolahan mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.293.743 (juta rupiah) atau 3,29 persen. Ini berarti pada sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, mengalami perubahan perekonomian sebesar 11.315 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -218.317 (juta rupiah) atau -4,35 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -63.978 (juta rupiah) atau -1,27 persen. Ini berarti pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih di Kabupaten Banyuwangi memiliki daya saing yang lemah di banding Provinsi Jawa Timur.

e. Sektor Bangunan dan Konstruksi

Sektor Bangunan dan Konstruksi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 21.102 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 456.314 (juta rupiah) atau 4,87 persen. Ini menunjukkan bahwa Sektor Bangunan dan Konstruksi mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 529.216 (juta rupiah) atau 5,65 persen. Ini berarti pada Sektor Bangunan dan Konstruksi di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

f. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, mengalami perubahan perekonomian sebesar 626.167 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 24.213.928 (juta rupiah) atau 8,72 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 15.187.290 (juta rupiah) atau 5,47 persen. Ini berarti pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Kabupaten Banyuwangi memiliki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, mengalami perubahan perekonomian sebesar 109.072 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 6.000.206 (juta rupiah) atau 12,40 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Pengangkutan dan Komunikasi mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan

(32)

29 penurunan output ekonomi sebesar 6.148.496 (juta rupiah) atau -12,71 persen. Ini berarti pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang lemah di banding Provinsi Jawa Timur.

h. Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, mengalami perubahan perekonomian sebesar 146.077 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.051.440 (juta rupiah) atau 3,17 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1.658.288 (juta rupiah) atau -2,56 persen. Ini berarti pada sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

i. Sektor Jasa-jasa

Sektor Jasa-jasa, mengalami perubahan perekonomian sebesar 133.457 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -3.714.323 (juta rupiah) atau -6,27 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa-jasa mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.255.249 (juta rupiah) atau 3,81 persen. Ini berarti pada sektor Jasa-jasa di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.

Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih

Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian. Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi termasuk kelompok yang degresif (mundur).

Tabel 5.18. Hasil Perhitungan Pergeseran Bersih (PB)

Lapangan Usaha Pergeseran Bersih Juta Rupiah Persen

Pertanian (36.114.644) (6,96)

Pertambangan dan Penggalian (1.290.545) (2,66)

Industri Pengolahan (108.543) (0,16)

Listrik, Gas, dan Air Bersih (282.295) (5,62)

Bangunan dan Konstruksi 985.530 10,53

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 39.401.218 14,18

Pengangkutan dan Komunikasi (148.290) (0,31)

Keuangan, Persewaan & Js Perushn 393.152 0,61

Jasa-jasa (1.459.074) (2,46)

Gambar

Tabel 3.1. Matriks Kategori Sektor berdasarkan Tipologi Klassen  Kontribusi Sektor  Y SEKTORAL  ≥ Y PDRB Y SEKTORAL  &lt; Y PDRB
Gambar 4.1: Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Banyuwangi  menurut Kecamatan Tahun 2013
Gambar 4.3: Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi  Tahun 2013
Gambar 4.4. Jumlah Penduduk Bekerja menurut Kelompok Umur  Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 dan 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa antara Masyarakat Nagari Sungai Tanang dengan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Jam Gadang Kota

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Cacaban dan mengetahui aspek-aspek biologi yang meliputi hubungan panjang dan berat,

Selanjutnya dilakukan analisis dengan metode External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE) untuk menentukan peluang dan ancaman yang sedang

Masalah tersebut sangat menarik untuk dikaji dalam bentuk penelitian yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis

Upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini dilakukan dengan upaya preemtif (pembinaan) kepada masyarakat tentang dampak buruk penyalahgunaan narkotika ,

Seluruh Dosen Program Studi S1 Ilmu Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis

Sub-Menu “Fodik SD”merupakan menu yang akan menampilkan keseluruhan nama seluruh SD berdasarkan kecamatan , jika kita memilih/mengklik salah satu nama kecamatan

Melihat pengaruh yang sangat penting antara proses komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi khususnya komunikasi interpersonal antar karyawan dengan tingkat