• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eigenvector dan eigenvalues

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Eigenvector dan eigenvalues"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Eigenvector dan eigenvalues

• Pengertian

Sebuah matriks bujur sangkar dengan orde n x n misalkan A, dan sebuah vektor kolom X. Vektor X adalah vektor dalam ruang Euklidian n

R yang dihubungkan

dengan sebuah persamaan:

X

AX =λ (7.1)

Dimana λ adalah suatu skalar dan X adalah vektor yang tidak nol Skalar λ dinamakan nilai Eigen dari matriks A. Nilai eigen adalah nilai karakteristik dari suatu matriks bujur sangkar. Vektor X dalam persamaan (7.1) adalah suatu vektor yang tidak nol yang memenuhi persamaan (7.1) untuk nilai eigen yang sesuai dan disebut dengan vektor eigen. Jadi vektor X mempunyai nilai tertentu untuk nilai eigen tertentu.

• Perhitungan eigenvalues

Kita tinjau perkalian matriks A dan X dalam persamaan (7.1) apabila kedua sisi dalam persamaan tersebut dikalikan dengan matriks identitas didapatkan:

IAX = IλX

AX = λIX

[

λI− XA

]

=0 (7.2)

Persamaan (7.2) terpenuhi jika dan hanya jika:

det

[

λIA

]

(7.3)

Dengan menyelesaikan persamaan (7.3) dapat ditentukan nilai eigen (λ dari sebuah ) matriks bujur sangkar A tersebut.

• Perhitungan eigenvector

Kita tinjau kembali persamaan AXX dimana A adalah matriks bujur sangkar dan X adalah vektor bukan nol yang memenuhi persamaan tersebut. Dalam subbab 7.1 telah dibahas tentang perhitungan nilai eigen dari matriks A(λ), pada

(2)

subbab ini kita bahas vektor yang memenuhi persamaan tersebut yang disebut vektor eigen(vektor karakteristik) yang sesuai untuk nilai eigennya.

Kita tinjau sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2 berikut:

A =      22 21 12 11 a a a a

Persamaan AXX dapat dituliskan:

      22 21 12 11 a a a a       =       2 1 2 1 x x x x λ (7.4)

Persamaan (7.4) dikalikan dengan identitas didapatkan:       1 0 0 1       22 21 12 11 a a a a       2 1 x x =      1 0 0 1 λ      2 1 x x       22 21 12 11 a a a a       2 1 x x =      λ λ 0 0       2 1 x x       − − λ λ 22 21 12 11 a a a a       2 1 x x = 0 (7.5)

Persamaan (7.5) dalam bentuk sistem persamaan linier dituliskan:

0 ) ( 0 ) ( 2 22 1 21 2 12 1 11 = − + = + − x a x a x a x a λ λ (7.6)

Persamaan (7.6) adalah sistem persamaan linier homogen, vektor dalam ruang Rn yang tidak nol didapatkan jika dan hanya jika persamaan tersebut mempunyai solusi non trivial untuk nilai eigen yang sesuai.

(3)

Contoh soal:

1. Misalkan Sebuah vektor      = 2 1

X dan sebuah matriks bujur sangkar orde 2 x 2

      = 2 4 0 4

A , Apabila matriks A dikalikan dengan X maka:

AX =      2 4 0 4       2 1 =      + + 4 4 0 4 =      8 4 Dimana:       8 4 =      2 1 4 = λX

Dengan konstanta λ =4 dan

      2 4 0 4       2 1 =      2 1 4

Memenuhi persamaan (7.1). Konstanta λ =4 dikatakan nilai eigen dari matriks

bujur sangkar      = 2 4 0 4 A

2. Dapatkan nilai eigen dari matriks A =      2 3 1 2 Jawab:

Dari persamaan (7.3) maka:

det      − − 2 3 1 2 λ λ = 0 0 3 ) 2 )( 2 (λ− λ− − = 0 3 4 4 2 − λ+ − = λ 0 1 4 2 − λ+ = λ

(4)

Dengan menggunakan rumus abc didapatkan: 2 , 1 λ = 2 1 . 1 . 4 ) 4 ( 4± − 2 − = 2 4 16 4± − = 2 12 4± = = 2± 3

Maka penyelesaian adalah: λ1 =2+ 3 dan λ2 =2− 3.

Nilai eigen matriks A =      2 3 1 2 adalah: 3 2 1 = + λ dan λ3 =2− 3

3. Dapatkan nilai eigen dari matriks A =      5 1 1 4 Jawab:

Nilai eigen ditentukan dengan persamaan:

det      − − 5 1 1 4 λ λ = 0 maka: 0 1 ) 5 )( 4 (λ− λ− − = 0 1 20 9 2 − λ+ − = λ 0 19 9 2 − λ+ = λ 2 3 2 4±

(5)

Dengan rumus abc didapatkan: 2 19 . 1 . 4 ) 9 ( 9 2 2 , 1 − − ± = λ 2 76 81 9 2 , 1 − ± = λ 2 5 9 2 , 1 ± = λ Didapatkan 5 2 1 5 , 4 1 = + λ dan 5 2 1 5 , 4 2 = −

λ , jadi nilai eigen matriks

A =      5 1 1 4 adalah 5 2 1 5 , 4 ± = λ

4. Tentukan vector eigen dari matriks berikut: 𝐴 = � 3−1 0�2

Jawab:

• Nilai eigen dari matriks A adalah A x = λ x � 3−1 0�2 x = λ x � 3−1 0�2 x = �λ 0 0 λ� x �λ 00 λ� x - � 3 2 −1 0� x = 0 �λ − 3 −21 λ � x = 0

Maka polynomial karakteristik A adalah : Det (λI – A) = 0

{( λ-3) . λ} – (- 2.1) = 0 λ 2

(6)

(λ – 1) (λ – 2) = 0

λ = 1 dan λ = 2 (nilai eigen valuenya)

• Sekarang tentukan nilai vektornya yaitu : sebuah vector tak 0 yang memenuhi persamaan Ax = λx.

- Untuk nilai eigen λ = 1 Ax = λx � 3−1 0�2 x = λ x � 3−1 0�2 �𝑥2𝑥1� = 1. �𝑥2𝑥1� �3𝑥1−𝑥1+ 2𝑥2� = �𝑥1𝑥2� �3𝑥1−𝑥+ 2𝑥2− 𝑥1 1− 𝑥2 � = 0 Maka di dapat persamaan : 3x1 + 2x2 – x1 = 0

-x1 – x2 = 0

Dan jika diselesaikan maka : 2x1 + 2x2 = 0 artinya x1 = - x2 -x1 – x2 = 0 artinya x1 = - x2

Jika x2 = k (merupakan konstanta sembarang) Maka di dapat

X = �𝑥1𝑥

2� = �−𝑘𝑘 �

- Untuk nilai eigen λ = 2 Ax = λx � 3−1 0�2 x = λ x � 3−1 0�2 �𝑥𝑥1 2� = 2. � 𝑥1 𝑥2�

(7)

�3𝑥1−𝑥1+ 2𝑥2� = �2𝑥2𝑥1 2� �3𝑥1−𝑥+ 2𝑥2− 2𝑥1

1− 2𝑥2 � = 0 Maka di dapat persamaan : 3x1 + 2x2 – 2x1 = 0

-x1 – 2x2 = 0

Dan jika diselesaikan maka : x1 + 2x2 = 0 artinya x1 = - 2x2 -x1 – 2x2 = 0 artinya x1 = - 2x2

Jika x2 = k (merupakan konstanta sembarang) Maka di dapat

X = �𝑥1𝑥

(8)

Linear Algebra

Generalized Inverses

Misalkan matriks A = (aij) Cnxm . Sebuah matriks X = (xij) Cnxm dikatakan sebagai

generalized atau pseudo invers dari matriks A jika X memenuhi satu atau lebih dari

sifat-sifat berikut: (i) AXA = A (ii) XAX = X

(iii) (AX)H =AX (6.10) (iv) (XA)H = XA

Disini AH =

(

A

)

T ! conjugate transpose dari matriks A. Jika elemen-elemen dari

matriks A maka AH = AT (AH dibaca A- Hermitian)

Jika X memenuhi persamaan (6.10) maka X disebut sebagai satu-invers (one invers ) yang secara umum tidak tunggal.

Jika X adalah satu-invers , maka seluruh satu-invers yang lain dari matriks A adalah : Satu-invers X adalah tunggal jika dan hanya jika matriks A adalah matriks bujur sangkar

nonsingular.

Matriks X dikatakan sebagi Moore-Penrose Generalized Invers dari matriks A jika dan

hanya jika matriks X memenuhi keempat sifat yang diberikan pada persamaan (6.10) dan

dinotasikan dengan A+

Contoh matriks A* (AH)

(9)

then

Teorema 1 pada generalized inverse pada matriks mempunyai 4 persamaan: 1. BAB = B

2. ABA = A 3. (BA)H = BA 4. (AB)H = AB

Matriks B disebut pseudo-invers atau invers matriks tergeneralisasi dari A.

Contoh: Teorema 1

Diberikan A sembarang matriks berukuran mxn, maka terdapat invers matriks tunggal tergeneralisasi dari A berukuran nxm.

Bukti:

Jika X,Y adalah invers matrik tergenerasliasi dari A, maka X, Y memenuhi keempat sifat pada teorema 1. Sehingga berlaku:

(10)

Karena AX dan AY matriks Hermitian dengan sifar nomer 4, di peroleh: AY = ((AX(AY))H = (AY)H(AX)H = (AY)(AX) = (AYA)X = AX

Dengan cara yang sama didapatkan YA= XA. Berikutnya AY= AX dikalikan dengan Y dari kiri, didapatkan Y = YAY = YAX

Selanjutnya YA =XA dikalikan matriks X dari kanan, didapatkan : YAX = XAX = X

Jadi Y = YAX = X

(11)

TEORI

SUBSPACE

Di dalam matematika, sebuah subspace merupakan vector space yang berada di dalam vector space lain. Jadi, setiap subspace adalah vector space yang berada dalam subspace itu sendiri atau bisa juga merupakan vector space yang ada di dalam vector space lain (yang lebih besar).

Dimisalkan ada dua buah vector space, yaitu V dan W yang keduanya memiliki bagian vector dan bagian skalar. Dimisalkan bahwa W merupakan subspace dari V, dengan WV. Apabila V adalah vector space yang didefinisikan C4, melalui sebuah matriks

berbentuk 4x4, maka sudah jelas bahwa W ⊆V apabila objek dari W adalah vektor kolom yang berjumlah 4.

INVARIANT SUBSPACE

Invariant subspace merupakan suatu istilah yang ditujukan pada sebuah subspace, yang apabila ada transformasi linier

T : V → V

Kemudian W ≤ V, λ adalah eigenvalue dari sebuah transformasi T, v adalah eigenvector yang koresponden / sesuai dengan λ tsb, kemudian Tv=λv, sehingga T(w) terletak di dalam subspace W. Atau dengan kata lain, W merupakan sebuah subspace yang

memiliki sifat invariant terhadap transformasi T. Atau bisa disebut juga bahwa W adalah T-invariant subspace.

Perhatian :

T : transformasi linier, contoh T(x)=Ax.

V : vektor space yang mengalami transformasi T, bisa berbentuk himpunan ataupun matriks

W : subspace dari V, bisa berbentuk himpunan atau matriks

(12)

λ : eigenvalue dari sebuah matriks persegi, biasanya berbentuk konstanta

Contoh soal:

1. Transformasi linear dari T: C4―> C4 didefinisikan sebagai T(x)=Ax.

Dimana A=

Dan w1 dan w2:

Dan himpunan W={w1,w2}. Kita akan periksa apakah W merupakan invariant subspace dari C4 dengan T. Dari definisi W, setiap vector yang dipilih dari W dapat ditulis sebagai

kombinasi linear dari w1 dan w2. Anggap w 𝜖 W, berikut penjelasan untuk pemeriksaannya.

T(w) = T(a1*w1+a2*w2) = a1* T(w1)+ a2*T(w2)

(13)

=a1* + a2*

=a1*w2+a2*((-1)w1++2w2) =(-a2)*w1+(a1+2a2)*w2 𝜖 W

Oleh karena itu berdasarkan definisi dari invariant subspace maka W merupakan invariant subspace dari C4 dengan T.

2. Dan x1 dan x2:

Dan himpunan X={x1,x2}. Kita akan periksa apakah X merupakan invariant subspace dari C4 dengan T. Dari definisi X, setiap vector yang dipilih dari X dapat ditulis sebagai

kombinasi linear dari x1 dan x2. Berikut penjelasan untuk pemeriksaan apakah X merupakan invariant subspace dari C4 atau tidak.

T(w) = T(b1*x1+b2*x2) = b1* T(x1)+ b2*T(x2) =b1* + b2* =a1*(-11,7*x1+8,1*x2)+a2*(-28,57*x1+22,98*x2) =-(11,7*a1+28,57*a2)*x1+(8,1*a1+22,98*a2)*x2 𝜖 X *

(14)

Oleh karena itu berdasarkan definisi dari invariant subspace maka X merupakan invariant subspace dari C4 dengan T.

(15)

Linear Subspaces (Sub Ruang Linier)

1. Pembuka

Dalam tulisan ini sedikit menyinggung tentang beberapa istilah dalam aljabar linier yang perlu dimengerti sebelum belajar kontrol robust. Beberapa istilah lain ada di tulisan lain untuk melengkapi tulisan ini. Selain belajar dari tulisan ini, diharapkan peserta kuliah juga aktif menelusuri lebih dalam tentang aljabar linier di beberapa referensi buku yang disodorkan agar peserta bisa lebih memahami tentang istilah-istilah yang di tulis disini yang nantinya akan mempengaruhi pemahaman kita saat belajar kontrol robust.

Dalam tulisan ini akan di jelaskan seperti apa sub ruang vektor (Subspace), kombinasi linier suatu vektor, span, kebebasan linier, basis dan dimensi yang mana seluruhnya saling berhubungan. Selain itu juga akan disinggung mengenai vektor yang ortogonal, ortonormal, kernel, image, dan trace.

2. Subruang

Jika diketahui V adalah ruang vektor dan U adalah sub himpunan V, maka U dikatakan sub ruang dari V jika memenuhi dua syarat:

• Jika 𝑝̅, 𝑞� ϵ U maka 𝑝̅ + 𝑞� ϵ U (syarat penjumlahan)

• Jika 𝑝̅ ϵ U maka untuk skalar k berlaku k𝑝̅ ϵ U (syarat perkalian)

Untuk lebih memahami pernyataan di atas kita bisa perhatikan contoh di bawah ini: 2.1. jika U= �𝑥0� adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah apakah U subruang R2 ?

Kita uji U dengan 2 syarat diatas: #Syarat penjumlahan

misal 𝑝̅ = �20� dan 𝑞� = �30� dimana kita tahu bahwa 𝑝̅, 𝑞� ϵ U maka 𝑝̅ + 𝑞� = �20� + �30�= �50�

𝑝̅ + 𝑞�= �50� ϵ U, berapapun nilai x pada 𝑝̅, 𝑞� ϵ U akan tetap mengakibatkan 𝑝̅ + 𝑞� sebagai anggota U (Syarat penjumlahan terpenuhi)

(16)

#Syarat perkalian

misal 𝑝̅ = �20�, maka k𝑝̅ ϵ U dengan k skalar. Berapapun nilai k dan berapapun nilai x yang ada pada 𝑝̅, k𝑝̅ tetap akan berada dalam himpunan U (syarat perkalian terpenuhi)

karena dua syarat di atas terpenuhi maka U adalah subruang dari R2

2.2. jika U= �𝑥𝑦� dan x ≥0 , dan U adalah sub himpunan R2 maka tunjukanlah apakah U subruang

R2 ?

Kembali kita uji U dengan 2 syarat diatas: #Syarat penjumlahan

misal 𝑝̅ = �24� dan 𝑞� = �36� dimana kita tahu bahwa 𝑝̅, 𝑞� ϵ U maka 𝑝̅ + 𝑞� = �24� + �36�= � 510�

𝑝̅ + 𝑞�= � 510� ϵ U, berapapun nilai x asalkan x≥0 dan berapapun nilai y pada 𝑝̅, 𝑞� ϵ U akan tetap mengakibatkan 𝑝̅ + 𝑞� sebagai anggota U (Syarat penjumlahan terpenuhi)

#Syarat perkalian

misal 𝑝̅ = �24�, maka ada nilai k yang tidak dapat memenuhi syarat k𝑝̅ ϵ U yaitu ketika k ≤ 0 . misalkan k = -1 maka k𝑝̅ = �−2−4� , padahal nilai x harus ≥0 agar tetap berada di dalam anggota U. (syarat perkalian tidak terpenuhi)

karena ada syarat yang tidak terpenuhi maka U bukanlah subruang dari R2

(17)

• Jika U= { 𝑥���, 𝑥1 ���, . . . 𝑥2 ��� } maka 𝑢� = k𝑛 1.𝑥��� + k1 2. 𝑥���+. . . k2 n. 𝑥��� bisa disebut kombinasi linier 𝑛

dari U

• Jika U= { 𝑥���, 𝑥1 ���, . . . 𝑥2 ��� }, maka Span{U} adalah semua kombinasi linier yang mungkin 𝑛

terjadi dari U

• jika V adalah ruang Vektor dan U adalah Sub himpunan dari V maka Span{U} bisa dikatakan sebagai subruang dari V, atau secara matematis Span{U}= Subruang V jika U adalah subruang V

berikut ini adalah contoh soal untuk memperjelas pernyataan di atas: 3.1. jika U={𝑝̅, 𝑞�} = {�𝑥𝑦11� , �𝑥𝑦2

2�} dan U adalah sub himpunan R

2 maka tunjukanlah , tunjukanlah

bahwa span{U} adalah subruang R2 ?

misal 𝑝̅=�12� 𝑞�=�43�, maka span{𝑝̅, 𝑞�} adalah:

span{𝑝̅, 𝑞�} adalah kombinasi linier yang mungkin terjadi dari {𝑝̅, 𝑞�} , maka katakanlah

𝑢� = span{𝑝̅, 𝑞�}

𝑢� = k1.𝑝̅ + k2. 𝑞�=k1.�12� + k2. �43� = �2𝑘𝑘1+ 4𝑘2 1+ 3𝑘2�

Untuk mengujinya dengan 2 syarat sub ruang, maka kita definisikan lagi 𝑣̅ sebagai kombinasi linier yang lain dari U, maka

𝑣̅ = span{𝑝̅, 𝑞�}

𝑣̅ = m1.𝑝̅ + m2. 𝑞�=m1.�12� + m2. �43� = �2𝑚𝑚1+ 4𝑚2 1+ 3𝑚2�

Jika kita masukan nilai k1, k2, m1, dan m2 ke dalam 𝑢� dan 𝑣̅ maka 𝑢� dan 𝑣̅ akan tetap menjadi

anggota himpunan U, selanjutnya adalah pengujian terhadap syarat subruang : #syarat penjumlahan 𝑢� + 𝑣̅= � 𝑘2𝑘1+ 4𝑘2 1+ 3𝑘2� + � 𝑚 1+ 4𝑚2 2𝑚1+ 3𝑚2� = � 𝑘 1+ 4𝑘2+ 𝑚1+ 4𝑚2 2𝑘1+ 3𝑘2+ 2𝑚1+ 3𝑚2�

Berapapun nilai k1, k2, m1, dan m2, 𝑢� + 𝑣̅ tetap anggota himpunan U (syarat penjumlahan)

#Syarat perkalian 𝑢� = � 𝑘2𝑘1+ 4𝑘2

1+ 3𝑘2�, maka c𝑢� ϵ U dengan C skalar. Berapapun nilai c serta berapapun nilai k1 dan k2

yang ada pada 𝑢�, c𝑢� tetap akan berada dalam himpunan U (syarat perkalian terpenuhi) karena dua syarat di atas terpenuhi maka span{U}=span{𝑝̅, 𝑞�} adalah subruang dari R2

(18)

4. Kebebasan Linier, Basis, dan Dimensi

U = { 𝑥���, 𝑥1 ���, . . . 𝑥2 ��� } dikatakan bebas linier (Linearly independent) jika : 𝑛

• 𝑠𝑝𝑎𝑛{U} = k1.𝑥��� + k1 2. 𝑥���+. . . k2 n. 𝑥��� =0 dan hanya memiliki penyelesaian k𝑛 1= k2= kn=

0 ,

• Jika ada penyelesaian lain maka dikatakan bergantung linier (Linearly Dependent)

• Misalkan V ruang vektor dan U= { 𝑥���, 𝑥1 ���, . . . 𝑥2 ��� }. U disebut basis dari V bila U bebas 𝑛

linier

• Dimensi Ruang Vektor didefinisikan sebagai banyaknya unsur basis ruang vektor, misal dim (R3)=3

berikut ini adalah contoh soal untuk memperjelas pernyataan di atas: 4.1. misal U={𝑝̅, 𝑞�}, 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑝̅=�12� 𝑞�=�43�, apakah U basis dari R2 ? Cek kebebasan liniernya, maka

Span{U} = span{𝑝̅, 𝑞�}= k1.𝑝̅ + k2. 𝑞� = �00�

Span{U} =k1.�12� + k2. �43� = �2𝑘𝑘1+ 4𝑘2

1+ 3𝑘2� = �00�

Atau bisa kita tulis dalam bentuk �1 42 3� �kk1 2� = �00� �kk1 2� = �1 42 3� −1 �00� �k1 k2� = �00�

karena k1=k2=0, maka U bebas linier, karena U bebas linier maka U adalah basis dari R2. Dapat

diliat secara langsung juga bahwa U memiliki 2 vektor dan dim (R2) adalah 2 maka U adalah basis

dari R2.

(19)

Cek kebebasan liniernya, maka Span{U} = span{𝑝̅, 𝑞�, 𝑟̅ }= k1.𝑝̅ + k2. 𝑞� + k3. 𝑟̅ = �00� Span{U} =k1.�12� + k2. �43� + k3. �51� = �𝑘2𝑘1+ 4𝑘2+ 5𝑘3 1+ 3𝑘2+ 𝑘3� = �00� �1 4 52 3 1� �kk1 2� = �00�

Invers dari suatu matriks A adalah A-1 = 𝑎𝑑𝑗 𝐴 det 𝐴

Matriks �1 4 52 3 1� tidak memiliki determinan, maka matriks tersebut tidak bisa di inverskan, oleh karena itu

�kk1

2� ≠ �00�

karena k1≠ k2≠ 0, maka U bergantung linier, karena U bergantung linier maka U bukanlah basis

dari R2. Dapat diliat secara langsung juga bahwa U memiliki 3 vektor dan dim (R2) adalah 2 maka U

bukanlah basis dari R2.

5.1 Kernell atau Null space

Didefinisikan dengan

Ker A = N(A) := {𝑥⃑ ∈ Rn | A 𝑥⃑ = 0�⃑},

Adalah semua nilai vektor x (𝑥⃑) yang memenuhi persamaan, dimana 𝑥⃑ adalah anggota Rn dan matriks A jika dikali 𝑥⃑ akan menghasilkan vektor 0 (0�⃑).

5.2 misal A=�1 1 1 11 2 3 4

4 3 2 1�, maka berapakah Null A (N(A))? A=�1 1 1 11 2 3 4 4 3 2 1� � 𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑥4 �=� 0 0 0 0 � N(A) := {𝑥⃑ ∈ Rn | A 𝑥⃑ = 0�⃑}

Matriks di atas bisa diwaki denagn persamaan linear sebagai berikut X1 + X2 + X3 +X4 =0

X1 +2X2+3X3+4X4 =0

4X1+3X2+2X3+X4 =0

(20)

�1 1 1 11 2 3 4 4 3 2 1�

0 0 0�

kemudian : baris ke 2 diganti dengan : baris ke 2 dikurangi baris ke 1 dan baris ke 4 diganti dengan : 4 x baris ke 1 dikurangi baris ke 4 sehingga matriks tersebut menjadi :

�1 1 1 10 1 2 3 0 1 2 3�

0 0 0�

kemudian : baris ke 1 diganti dengan : baris ke 1 dikurangi baris ke 2 dan baris ke 4 diganti dengan : baris ke 4 dikurangi baris ke 3 sehingga matriks tersebut menjadi :

�1 0 −1 −20 1 2 3

0 0 0 0 �

0 0 0� Matriks di atas bisa dituliskan menjadi persamaan :

X1 – X3 – 2X4 =0 maka X1= X3 + 2X4 X2+2X3+3X4 =0 maka X2= –2X3 – 3X4 Sehingga � 𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑥4 �= X3� 1 −2 1 0 � +X4 � 2 −3 0 1 �

Jadi N(A) = Span�� 1 −2 1 0 � + � 2 −3 0 1 ��

Sebagai catatan tambahan jika kolom – kolom pada Matriks A merupakan bebas linear(linieary independent) maka 𝑥⃑ yang memungkinkan 𝑥⃑ = 0�⃑

(21)

ImA = R(A) := {y ∈ Fm : y = Ax, x ∈ Fn}.

Biarkan ai, i = 1 , 2,...,n menyatakan colom dari matriks A ∈ Fm x n ; maka

Im A = span{a1,a2,...,an}.

Sebuah pesegi matriks U ∈ Fn x nyang kolomnya membentuk basis orthonormal untuk Fn disebut

kesatuan matriks ( atau matriks orthogonal jika F = R), dan itu membuktikan U*U = I = UU*.

6.1 Trace

Trace dari matriks persegi ordo n x n didefinisikan sebagai jumlah elemen pada diagonal utama, yaitu diagonal dari kiri atas ke kanan bawah dinotasikan dengan Tr(A), yaitu

a

11

+a

22

+a

33

+...a

nn

=∑

ni=1

a

ii atau bisa juga dituliskan :

Trace(A): = � aii n i=1

Sebagai contoh :

matriks A=�−1 21 2 −20

−1 1 3 � hitung trace dari A? Dapat dituliskan tr(A)=a11+a22+a33

= (-1) + 2 +3 = 4

6. Referensi

1. Anton, Howard dan Rorres, Chris. Elementary Linear Algebra-Ninth Edition. John Wiley and Sons, Inc. 2005

2. Sibaroni, Yuliant. Buku Ajar Aljabar Linier. STT Telkom Bandung. 2002 3. www.Youtube.com (channel: khan academy, bagian Lenear Algebra)

(22)

Definisi inverse

JIka A dan B matriks bujur sangkar sedemikian rupa sehingga A B = B A = I , maka B disebut balikan atau invers dari A dan dapat dituliskan ( B sama dengan invers A). Matriks B juga mempunyai invers yaitu A maka dapat dituliskan .

Metode penentuan inverse :

Ada beberapa metode untuk menetukan invers dari suatu matriks ,antara lain : 1. subtitusi

2. matriks adjoint

3. eliminasi guass-jordan 4. dekomposisi

5. perkalian matriks inverse elementer 6. dan lain lain

Pada pembahasan kali ini kami hanya kan membahas 2 metode saja yaitu menggunakan matriks adjoint dan partisi matriks-dekomposisi, karena erat kaitannya dengan mata kuliah yang sedang kami ambil yaitu teknik control robust terutama metode dekomposisi.

Penjelasan matriks adjoint

Misalkan A suatu matriks kuadrat dengan baris dan kolomnya masing masing sebesar n. Jadi A = (ai j) ; i,j = 1,2,….n. Dan setiap element dari matriks mempunyai kofaktor, yaitu elemen

ai j mempunyai kofaktor k i j .Apabila semua kofaktor itu dihitung untuk semua elemen matriks

A, kemudian dibentuk suatu matriks K dengan kofaktor dari semua elemen matriks A sebagai elemennya, maka:

(23)

Yang disebut adjoint matriks A ialah suatu matriks yang elemen elemennya terdiri dari transpose semua kofaktor dari elemen-elemen matriks A, yaitu apabila: k=( k i j ), dimana k i j

ialah kofaktor dari elemen ai j , maka adjoint matriks A yaitu :

Jadi, jelasnya Adj (A) ialah transpose dari matriks kofaktor K, yaitu:

Matriks orde 2 x 2 :

=

= Invers Matriks A

Adj (A) = Matriks adjoint dari matriks A Det (A) = Determinan matriks A

Untuk matriks berordo 2X2 dimana matriks A = A =

Untuk nilai invers dari matriks : =

=

=

=

(24)

Matriks orde 3 x 3 :

Contoh soal :

Carilah invers matriks dibawah ini : Penyelesaian :

• Mencari determinan matriks A =

Untuk matriks berukuran 3x3, maka determinan matriks dapat dicari dengan aturan Sarrus

Det (A) = a11a22a33 + a12 a23 a31 + a13 a21 a32 – a31 a22 a13 – a32 a23 a11 – a33 a21 a12

Jadi untuk mencari determinan dari soal matriks A adalah,

Det (A) = 3(1)(1) + (-1)(4)(2) + 2(0)(-2) – 2(1)(2) – (-2)(4)(3) – 1(0)(-1) 3 – 7 – 0 – 4 + 24 + 0 =16

• Mencari Adjoint A

A11 =

(25)

Det (A11) =(1)(1) – (-2)(4) = 1 + 8 = 9 A21 = Det (A11) =(-1)(1) – (-2)(2) = -1 + 4 = 3 A31 = Det (A31) =(-1)(4) – (1)(2) = -4 - 2 = -6 A12 = Det (A12) =(0)(1) – (2)(4) = 0 - 8 = -8 A22 =

(26)

Det (A22) =(3)(1) – (2)(2) = 3 - 4 = -1 A32 = Det (A22) =(3)(4) – (0)(2) = 12 - 0 =12 A13 = Det (A13) =(0)(-2) – (2)(1) = 0 - 2 =-2 A23 = Det (A23) =(3)(-2) – (2)(-1) = -6 + 2 =-4

(27)

A33 =

Det (A33) =(3)(1) – (-1)(0) = 3 + 0 = 3

A =

Matriks kofaktor yang terbentuk adalah :

(28)

Penyelesaian inverse dengan metode dekomposisi

Dekomposisi adalah menuliskan suatu matriks sebagai jumlah atau perkalian dua matriks , yang masing-masing bentuknya tertentu. Cara menentukan invers dari matriks A berukuran nxn dengan metode dekomposisi dimulai dengan teknik partisi. Partisi matriks adalah membagi matriks menjadi submatriks-submatriks. Ada 2 macam teknik partisi , yaitu partisi simetri dan partisi tak simetri. Partisi simetri adalah apabila matriks asal dibagi menjadi empat buah submatriks yang ukurannya sama. Partisi tak simetri adalah apabila matriks asal dibagi menjadi empat buah submatriks yang ukurannya berbeda, dalam hal ini blok diagonal harus merupakan matriks bujur sangkar dan dua blok lainnya adalah matriks garis dan matris kolom.

Penggunaan matriks dekomposisi bertujuan untuk menyelesaikan suatu invers dari matriks yang berukuran besar, karena apabila kita menggunakan metode yang biasa digunakan seperti matriks adjoint atau operasi baris elementer (OBE) rentan terjadi kesalahan dalam proses perhitungannya dan relative lebih sulit, namun apabila kita menggunakan metode dekomposisi maka matriks yang besar tersebut kemudian akan dibagi menjadi submatriks –submatriks yang berukuran lebih kecil sehingga akan lebih teliti dalam perhitungan menentukan invers dari suatu matriks.

Untuk lebih memahami bagaimana penyelesaian inverse dengan metode dekomposisi, kita bisa membuat formula atau rumus umumnya .

Dimisalkan matriks Z adalah matriks bujur sangkar hasil partisi dari suatu matriks besar ,dimana A11 dan A22 adalah juga merupakan sebuah matriks bujur sangkar.

Z = A11 A12

A21 A22

Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D Maka ;

Z = A B

(29)

Anggapan A adalah matriks nonsingular (formula 1)

Kemudian pada matriks Z dilakukan dekompoisi, sehingga didapat :

Z = A B = Im 0 A 0 Im A’B

C D CA’ In 0 ∆ 0 Iq

A 0 = Im 0 A B Im A’B

0 ∆ CA’ In C D 0 Iq

Dengan ∆ disebut schur complement dari A; ∆ = D – CA’B

Kronologi didapatkannya formula umum diatas adalah sebagai berikut : Persamaan 1 :

Untuk membuat diagonal blok menjadi 0 , maka C + RA = 0. Sehingga R= - CA’ dan menyebabkan nilai D + RB = D – CA’B .

Sehingga persamaan 1 menjadi

<=>

Persamaan 2 :

Kemudian untuk membuat diagonal blok menjadi 0, maka B +AQ = 0 , sehingga nilai Q = - A’ B dan menyebabkan nilai D+CQ = D – CA’B.

Sehingga persamaan 2 menjadi

<=>

(30)

=

Dengan melakukan subtitusi nilai R dan Q dari persamaan 1 dan 2 didapat

Tujuan dari penjabaran ketiga persamaan diatas adalah untuk pembuktian penjabaran dari formula umum dekomposisi matriks .

Yaitu (dari persmaan 3) ,kita dapat melakukan dekomposisi dari matriks Z.

-1

Berdasarkan teori ,bahwa :

Im C -1 = Im 0 Im B -1 = Im -B

0 In -C In dan 0 In 0 In

Sehingga untuk persamaan 3 menjadi :

Z = =

Kemudian dikembalikan lagi kedalam permisalan: A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D, sehingga didapat kembali formula umum dari dekomposisi matriks dengan Anggapan A11 adalah matriks nonsingular dan ∆ = A22 – A21 A11’ A12 (∆ adalah schur

(31)

Z = A11 A12 = I 0 A11 0 I A11-1A12 A21 A22 A21A11-1 I 0 ∆ 0 I

Anggapan permisalan D = A22 adalah matriks nonsingular (formula 2)

Z = A11 A12

A21 A22

Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D Maka ;

Z = A B

C D

Maka berlaku juga pada permisalan A= A22 adalah matriks nonsingular, sehingga didapat

Z = A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0

C D 0 In 0 D D’C Iq

Dengan ∆ disebut schur complement dari D; ∆ = A – BD’C atau ∆ = A11 –A12 A22 ‘ A21

Kronologi didapatkannya formula umum diatas adalah sebagai berikut :

persamaan 1

(32)

dari persamaan 1 dan 2 didapat persamaan 3

dari persamaan 3 didapat bahwa

A B = Im -BD’ - 1 ∆ 0 Im 0 -1

C D 0 In 0 D -D’C Iq

Berdasarkan teori ,bahwa :

Im C -1 = Im 0 Im B -1 = Im -B

0 In -C In dan 0 In 0 In

Sehingga untuk persamaan 3 menjadi

A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0

C D 0 In 0 D D’C Iq

Selanjutnya perhitungan matriks dari formula 1 dan 2 :

Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D dan A11 adalah matriks nonsingular

Formula 1 ;

Z = A B = I 0 A 0 I A’B

C D CA’ I 0 ∆ 0 I

(33)

x y V Dari matriks diatas

Dan = ∆

Y = V X-1

Y -1 = V -1 X , sehingga :

Dari teori

Maka dapat dipersamakan dengan persamaan 1

Misal A11 = A ; A12 = B ; A21 = C ; A22 = D dan A22 adalah matriks nonsingular

Formula 2 ;

A B = Im BD’ ∆ 0 Im 0

(34)

Kronologi mendapatkan rumusnya adalah sebagai berikut ; Dengan F adalah ∆ (schum complement dari D) =

Dianalogikan bahwa

Lalu didapat

persamaan 1 persamaan 2

Dari persamaan 1 didapat lalu

Berarti : dan

Dari persamaan 2 didapat S = D-1- D-1CQ

Dan f = sehingga

Lalu didapat

Dan

Jadi sudah didapat semua komponen (P Q R S) =

(35)

Contoh soal penyelesaian matriks dengan metode dekomposisi :

• Langkah yang pertama mempartisi matriks diatas menjadi 2 x 2 sesuai dengan bentuk umum dibawah ini :

A =

A11 = A12 =

A21 = A22 = [2]

Maka kita dapat menggunakan rumus karena A11 merpakan matriks Non singular sehingga kita menggunakan rumus :

A11 A12 = A11 -1 + A11 -1 A12 ∆-1 A21 A11 -1 - A11 -1 A12 ∆-1 A21 A22 -∆-1 A21 A11 -1 ∆-1

Berdasarkan rumus diatas kita cari nilai – nilai dari setiap matriks diatas :

A11 -1 =

∆ = A22 – A21 A11 -1 A12

(36)

∆ = [2] – * ∆ = -2

∆-1

= - 0.5

A11 -1 + A11 -1 A12 ∆-1 A21 A11 -1 =

- A11 -1 A12 ∆-1 = =

-∆-1 A21 A11 -1 = -0.5 * =

Sehingga invers matriks B dengan metode dekomposisi adalah , B-1 = A11 A12 = 0 -0.5 0.5

A21 A22 -0.5 0 0.5 0.5 0.5 -0.5

Mencari invers matriks dengan menggunakan matlab :

>> A = [2 5; 1 3] A = 2 5 1 3 >> inv(A) ans = 3 -5 -1 2

(37)

SEMIDEFINIT MATRICES

Suatu matriks Hermitian A∈Mn dikatakan definit positif jika x*Ax > 0, untuk semua x ∈Cn.

Jika ketaksamaan di atas diperlemah menjadi x * Ax ≥ 0 maka A dikatakan semidefinit

positif. Secara implicit, ruas kiri pada ketaksamaan di atas menyatakan suatu bilangan

real.

• Matrik Hessian

Beberapa konsep dalam matriks dan aljabar seperti matriks Hessian dapat kita gunakan sebagai salah satu metode untuk menentukan jenis matriks seperti matriks definite positive, semidefinite positif, definite negative atau indefinite dan definit negative.

Diberikan f(x1, x2, …, xn) adalah sebuah fungsi dengan n variable, (x1, x2, …, xn). Matriks Hessian

adalah matriks yang merupakan turunan parsial dari fungsi tersebut dengan susunan seperti berikut :

(H) = ⎣ ⎢ ⎢ ⎡𝑓𝑓11 𝑓12 𝑓1𝑛 21 𝑓22 𝑓2𝑛 . . . . . . 𝑓𝑛1 𝑓𝑛2 𝑓𝑛𝑛⎦ ⎥ ⎥ ⎤ 𝑓11= 𝜕 2𝑓 (𝜕𝑥2)2 𝑓1𝑛= 𝜕2𝑓 𝜕𝑥1𝜕𝑥𝑛 𝑓2𝑛= 𝜕 2𝑓 𝜕𝑥2𝜕𝑥𝑛 𝑓𝑛𝑛= 𝜕2𝑓 (𝜕𝑥𝑛)2 Contoh :

Tentukan matriks hessian dari suatu fungsi dengan tiga variabel berikut : f(x) = x12 + 2x22 - 3x32 + 4x1x2 - 5x1x3 + 6x2x3 turunan parsial I : 𝜕𝑓 𝜕𝑥1 = 2x1 + 4x2 - 5x3 𝜕𝑓 𝜕𝑥2 = 4x2 + 4x1 + 6x3 𝜕𝑓 𝜕𝑥3 = - 6x3 - 5x1 + 6x2 turunan parsial II : 𝑓11= 𝜕 2𝑓 (𝜕𝑥1)2 = 2 𝑓12= 𝜕2𝑓 𝜕𝑥1𝜕𝑥2 = 4 𝑓13= 𝜕2𝑓 𝜕𝑥1𝜕𝑥3 = -5 𝑓21= 𝜕 2𝑓 𝜕𝑥2𝜕𝑥1 = 4 𝑓22= 𝜕2𝑓 (𝜕𝑥2)2 = 4 𝑓23= 𝜕2𝑓 𝜕𝑥2𝜕𝑥3 = 6 𝑓31= 𝜕 2𝑓 𝜕𝑥3𝜕𝑥1 = -5 𝑓32= 𝜕2𝑓 𝜕𝑥3𝜕𝑥2 = 6 𝑓33= 𝜕2𝑓 (𝜕𝑥3)2 = -6

(38)

Maka akan diperoleh matriks hessian : (𝐻) = � 24 4 −54 6

−5 6 −6�

• Bagian-bagian matriks hessian

Jika terdapat suatu matriks berukuran (n x n), maka principal minor ke k (k≤n) adalah suatu sub matriks dengan ukuran (k x k) yang diperoleh dengan menghapus (n-k) baris dan kolom yang bersesuaian dari matriks tersebut.

Contoh :

(𝑄) = �1 2 34 5 6 7 8 9�

Principal minor ke-1 adalah elemen-elemen yang diagonal yaitu 1,5,9. Principal minor ke-2 adlah matriks-matriks (2 x 2) berikut :

�1 24 5� �1 3

7 9� �5 68 9�

Principal minor ke-3 adalah matriks Q itu sendiri.

Determinan dari suatu principal minor dinamakan principal determinan.

Leading principal minor ke k dari suatu matriks n x n diperoleh dengan menghapus (n - k) baris terakhir dan kolom yang bersesuaian. Dengan matriks Q diatas leading minor ke-1 adalah 1 (hapus dua baris terakhir dan dua kolom terakhir). Leading principal minor ke-2 adalah :

�1 24 5�

Sementara yang ke-3 adalah matriks Q itu sendiri.

Banyaknya leading Principle determinan dari suatu matriks (n x n) adalah n. Determinan dari leading principal minor dinamakan leading principal determinan.

• Menentukan jenis matriks hessian

Cara pengujian sederhana untuk menentukan apakah suatu matriks adalah definit positif, semidefinit positif, definit negative, semidefinit negative atau indefinite. Semua pengujian ini berlaku hanya jika matriksnya simetris.

(39)

Ketentuan uji bagi matriks definit positif adlah : 1. Semua elemen diagonal harus positif

2. Semua leading principal determinan harus positif ( > 0 ) Ketentuan uji untuk matriks semidefinit positif adalah :

1. Semua elemen diagonal positif

2. Semua leading principal determinan non negative (≥ 0)

Untuk membuktikan bahwa suatu matriks definit negative (semidefinit negatif), uji negative dari matriks itu untuk definit positif (semidefinit positif). Suatu uji cukup bagi suatu matriks menjadi indefinite adalah bahwa sekurang-kurangnya dua elemen diagonalnya memiliki tanda berlawanan.

• Sifat-sifat penting berkaitan dengan matriks definit positif Beberapa sifat penting berkaitan dengan matriks definit positif adalah:

a. Penjumlahan sebarang dua buah matriks definit positif menghasilkan matriks definit positif juga. Secara umum berlaku sebarang kombinasi linear nonnegative dari matriks-matriks semidefinit positif menghasilkan matriks semidefinit positif

Bukti:

Misalkan A dan B keduanya semidefinit positif, dan a,b ≥ Ο .

Perhatikan bahwa x∗(aA + bB)x = a(x∗ Ax)+ b(x∗Bx)≥ Ο untuk semua x ∈Cn. b. Setiap nilai eigen dari matriks definit positif adalah bilangan real positif

Bukti:

Misalkan A definit positif dan λ ∈σ (A), yaitu suatu nilai eigen dari A dan x adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan λ .

Perhatikan,

x∗ Ax = x∗λx = λx∗x

Oleh karena itu kita peroleh λ = (𝑥∗𝐴𝑥)𝑥∗𝑥 dimana pembilang dan penyebut keduanya positif. c. Sebagai akibat dari bagian (b), trace dan determinan dari matriks definit positif adalah positif • Karakterisasi Matriks Definit Positif

Pada bagian ini kita akan melihat syarat cukup yang harus dipenuhi oleh matriks definit dan semidefinit positif yang dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 2

1. Suatu matriks Hermitian A∈Mn adalah semidefinit positif jika dan hanya jika semua nilai eigennya nonnegative.

(40)

2. Suatu matriks Hermitian n A∈M adalah definit positif jika dan hanya jika semua nilai eigennya positif.

Bukti:

Jika setiap nilai eigen dari A adalah positif maka untuk sebarang vektor tak nol x ∈Cn Berlaku

x* Ax = x* U* DUx = y* Dy =∑ 𝑑𝑖 𝑦𝑖′ 𝑦𝑖 >𝑛𝑖= ∑ 𝑑𝑖 |𝑦𝑖 ||𝑦𝑖 | >𝑛𝑖= 0

Dimana D adalah matriks diagonal dengan entri-entri diagonal adalah nilai-nilai eigen dari A, y = Ux dan U uniter.

Dengan menggunakan teorema di atas kita dapat memperoleh akibat berikut

Akibat 3

Jika n A∈M suatu matriks semidefinit positif maka demikian juga matriks Ak, k = 1,2,…

Bukti:

Jika λ adalah suatu nilai eigen dari A maka λk adalah nilai eigen untuk Ak. Berdasarkan Teorema di atas maka Ak semidefinit positif.

Contoh Soal : Contoh 1 : f(x) = 7x1 2 + 10x2 2 + 7x3 2 – 4x1x2 + 2x1x3 – 4x2x3 maka (𝐻) = �−4 2014 −4 −42 2 −4 −14�

dengan leading principal determinan H1 = 14, H2 = 264, H3 = 3456

sehingga (H) definit positif.

Contoh 2 : f(x) = – x1 2 – x2 2 – x3 2 + 3x1x2 – 3x1x3 + 4x2x3 maka (𝐻) = �−23 −23 −34 −3 4 −2�

(41)

dengan leading principal determinant H1 = -2, H2 = -5, H3 = -12

sehingga (H) definit negatif.

Contoh 3 : f(x) = 2x1 2 + 2x2 2 + 2x3 2 + 4x1x2 + 1x1x3 + 4x2x3 maka (𝐻) = �2 4 14 8 4 1 4 2�

dengan leading principal determinan H1 = 2, H2 =0 , H3 = 24

sehingga (H) semidefinit positif

Ulinnuha L (L2F009030)

Susdarminasari T (L2F009034)

(42)

Singular Value Decomposition

A. Pengertian

Singular Value Decomposition ( SVD ) adalah suatu cara memfaktorkan matrik A dengan cara

menguraikan matrik kedalam dua matrik P dan Q. Jika terdapat matrik berukuran m x n dengan rank r > 0, maka penguraian matrik dapa dinyatakan sebagai

A = P Δ QT

Rank ( r ) menyatakan banyaknya jumlah baris atau kolom yang saling independent antara baris atau kolom lainnya dalam suatu matrik. Matrik P merupakan matrik orthogonal berukuran m x r

sedangkan matrik Q merupakan matrik orthogonal berukuran n x r. Matrik Δ adalah matrik diagonal berukuran r x r yang elemen diagonalnya merupakan akar positif dari eigenvalue matrik A.

Terbentuknya matrik Δ tergantung kondisi matrik A, yaitu : a. Δ, bila r = m = n

b. � Δ(0)� bila r = n dan r < m c. [Δ (0)] bila r = m dan r < n d. � Δ(0) (0)� bila r < m dan r < n (0)

Matrik P dapat diperoleh melalui perkalian antara A, Q, dan Δ-1 sehingga dapat dinyatakan P = AQΔ-1

CONTOH Contoh 1 :

Menghitung SVD matrik non singular X = �2 12 3� Hitung SVD dari matrik X Jawab :

Pertama mencari nilai eigenvalue dari X XT

A = X XT = �2 1

2 3� �2 21 3� = �5 77 13� �XXT− λI� = 0,, ��5 7

7 13� − �λ 00 𝜆� � = 0 �5 − λ7 13 − λ�7 = 0

(43)

( 5-λ)(13-λ) – (7)(7) = 0 65 - 5λ - 13λ + λ2 – 49 = 0 λ2 - 18λ + 16 = 0

λ

1,2

=

−𝑏 ± √𝑏 2− 4𝑎𝑐 2𝑎

=

− (−18)± �(−18)2−4(1)(16) 2(1)

=

9 ±√65

eigenvalue yang didapat adalahλ1 = 9 - √65 = 0.9377 dan λ2 = 9 + √65 = 17.0623

kedua mencari eigenvektor dari masing masing λ

λ1 = 0.9377 ( XXT – λI)x = 0 ( �5 77 13� - �0.93770 0.9377�0 ) �𝑥𝑥12� = �00� �4.06237 12.0623�7 �𝑥𝑥12� = �00� 4.0623x1 + 7 x2 = 0 ; 7 x1 + 12.0623 x2 = 0

x

1

=-

4.06237

x

2 = - 1.7232 x2 Proses normalisai

𝑥

1

=

𝑥1 �𝑥1𝑇 𝑥1�1/2

=

�𝑥𝑥1 2� �(𝑥1 𝑥2) �𝑥𝑥1 2�� 1/2

=

�−1.7232𝑥𝑥 2 2 � �(−1.7232𝑥2 𝑥2) �−1.7232𝑥𝑥 2 2 �� 1/2 = �−1.72321 �𝑥2 �2.9693𝑋22+ 𝑥22�1/2

=

�−1.72321 �𝑥2 𝑥2√3.9693 = �−0.86490.5019 �

λ2 = 17.0623 ( XXT – λI)x = 0 ( �5 77 13� - �17.06230 17.0623�0 ) �𝑥𝑥1 2� = �00� �−12.06237 −4.0623�7 �𝑥𝑥12� = �00� -12,0623x1 + 7 x2 = 0 ; 7 x1 – 4.0623 x2 = 0

x

1

=

12.06237

x

2 = 0.5803 X2

(44)

Proses normalisai

𝑥

2

=

𝑥1 �𝑥1𝑇 𝑥1�1/2

=

�𝑥𝑥1 2� �(𝑥1 𝑥2) �𝑥𝑥1 2�� 1/2

=

�0.5803 X2𝑥 2 � �(0.5803 X2 𝑥2) �0.5803𝑥𝑥 2 2 �� 1/2 = � 0.5803 1 �𝑥2 �0.3367 𝑥22+ 𝑥22�1/2

=

�0.5803 1 �𝑥2 𝑥2√1.3367 = �0.50190.8649�

Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah P = �−0,8649 0,50190,5019 0,8649�

Ketiga mencari nilai eigenvalue dari XTX

B = XT X = �2 2 1 3� �2 12 3� = �8 88 10� �XTX − λI� = 0,, ��8 8 8 10� − �0 𝜆� �λ 0 = 0 �8 − λ8 10 − λ�8 = 0 ( 8-λ)(10-λ) – (8)(8) = 0 80 - 8λ - 10λ + λ2 – 64 = 0 λ2 - 18λ + 16 = 0

λ

1,2

=

−𝑏 ± √𝑏 2− 4𝑎𝑐 2𝑎

=

− (−18)± �(−18)2−4(1)(16) 2(1)

=

9 ±√65

eigenvalue yang didapat adalahλ1 = 9 - √65 = 0.9377 dan λ2 = 9 + √65 = 17.0623

Keempat mencari nilai eigenvektor dari masing masing λ pada XTX

λ1 = 0.9377 ( XTX – λI)x = 0 ( �8 88 10� - �0.93770 0.9377�0 ) �𝑥𝑥12� = �00� �7.06238 9.0623�8 �𝑥𝑥12� = �00� 7.0623x1 + 8 x2 = 0 ; 8 x1 + 9.0623 x2 = 0

x

1

=-

7.06238

x

2 = - 1.1328 x2

(45)

Proses normalisai

𝑥

1

=

𝑥1 �𝑥1𝑇 𝑥1�1/2

=

�𝑥𝑥1 2� �(𝑥1 𝑥2) �𝑥𝑥1 2�� 1/2

=

�−1.1328𝑥𝑥 2 2 � �(−1.1328𝑥2 𝑥2) �−1.1328𝑥𝑥 2 2 �� 1/2 = �−1.13281 �𝑥2 �1,2832𝑥22+ 𝑥22�1/2

=

�−1.13281 �𝑥2 𝑥2√2.2832 = �−0.74970.6618 �

λ2 = 17.0623 ( XT X– λI)x = 0 ( �8 88 10� - �17.06230 17.0623�0 ) �𝑥𝑥12� = �00� �−9.06238 −7.0623�8 �𝑥𝑥12� = �00� -9,0623x1 + 8 x2 = 0 ; 8 x1 – 7.0623 x2 = 0

x

1

=

9.06238

x

2 = 0.8828 X2 Proses normalisai

𝑥

2∗

=

�𝑥 𝑥1 1𝑇 𝑥1�1/2

=

�𝑥𝑥12� �(𝑥1 𝑥2) �𝑥𝑥12��1/2

=

�0.8828 X2𝑥2 � �(0.8828 X2 𝑥2) �0.8828𝑥𝑥 2 2 �� 1/2 = � 0.8828 1 �𝑥2 �0.7793 𝑥22+ 𝑥 22�1/2

=

�0.8828 1 �𝑥2 𝑥2√1.7793 = �0.66180.7497�

Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah Q = �−0,7497 0,66180,6618 0,7497�

Sedangkan matrik Δ adalah Δ = ��𝜆1 0

0 �𝜆2� diambil dari eigenvalue matrik A atau B, pilih salah satu.

Δ = �√0,9377 0

0 √17,0623� = �0,9684

0 0 4,1307�

(46)

Matrik SVD adalah bila P Δ Q = X P Δ Q =�−0,8649 0,50190,5019 0,8649� �0,96840 4,1307� �0 −0,7497 0,66180,6618 0,7497� =�−0,8376 2,07330,4861 3,5727� �−0,7497 0,66180,6618 0,7497� = �2 12 3� Terbukti bahwa P Δ Q = X = �2 12 3� Contoh 2 :

Menghitung SVD matrik simetri non singular, bedanya ini langsung mencari eigenvalue tanpa harus mengalikannya dengan transposenya.

1. Diketahui A = �5 22 2�

2. Mencari nilai eigenvalue matrik A |A − λI| = 0,, ��5 22 2� − �0 𝜆� �λ 0 = 0 �5 − λ2 2 − λ�2 = 0

( 5-λ)(2-λ) – 4 = 0 10 - 5λ - 2λ + λ2 – 4 = 0

λ2 - 7λ + 6 = 0

eigenvalue yang didapat adalahλ1 = 1 dan λ2 =6

3. Mencari eigenvektor matrik A

λ1 = 1 ( A – λI)x = 0 ( �5 25 2� - �1 00 1� ) �𝑥𝑥12� = �00� �4 22 1� �𝑥𝑥12� = �00� 2x1 + x2 = 0

x

1

=-

12

x

2 = - 0,5 x2

(47)

Proses normalisasi

𝑥

1∗

=

�𝑥 𝑥1 1𝑇 𝑥1�1/2

=

�𝑥𝑥12� �(𝑥1 𝑥2) �𝑥𝑥12��1/2

=

�−0,5𝑥𝑥2 2� �(−0,5𝑥2 𝑥2) �−0,5𝑥𝑥 2 2 �� 1/2 = �−0,51 �𝑥2 �0,25𝑥22+ 𝑥22�1/2

=

�−0,251 �𝑥2 𝑥2√1,25 = �−0.44720.8944 � λ2 = 6 ( A – λI)x = 0 ( �5 22 2� - �6 00 6� ) �𝑥𝑥12� = �00� �−12 −4�2 �𝑥𝑥12� = �00� -x1 + 2 x2 = 0

x

1

=

2 X2 Proses normalisai

𝑥

2

=

𝑥1 �𝑥1𝑇 𝑥1�1/2

=

�𝑥𝑥1 2� �(𝑥1 𝑥2) �𝑥𝑥1 2�� 1/2

=

�2 X2𝑥 2� �(2 X2 𝑥2) �2𝑥𝑥2 2�� 1/2 = � 2 1�𝑥2 �4 𝑥22+ 𝑥22�1/2

=

�2 1�𝑥2 𝑥2√5 = �0.89440.4472�

Sehingga eigenvektor yang didapat dari 𝑥1∗ 𝑑𝑎𝑛 𝑥2∗ adalah X = �−0,4472 0,89440,8944 0,4472�

4. Menentukan Δ Δ = �𝜆1 0

0 𝜆2� = �1 00 6�

5. Mencari SVD dengan rumus A = X Δ XT

A = �−0,4472 0,89440,8944 0,4472� �1 00 6� �−0,4472 0,89440,8944 0,4472� = �−0,4472 5,36640,8944 2,6832� �−0,4472 0,89440,8944 0,4472� = �5 22 2� maka terbukti nilai X Δ XT = A = �5 2

(48)

Contoh 3: Menghitung SVD matriks A(mxn) = A(3x2) A=           0 1 1 0 1 1 Jawab: AT =      0 1 1 1 0 1 ATA =      0 1 1 1 0 1           0 1 1 0 1 1 =      2 1 1 2 Eigenvalue ATA 0 0 0 2 1 1 2 =       −       λ λ  0 2 1 1 2 = − − λ λ (2- λ)2-1=0 4-4 λ+ λ2-1=0 λ2 -4 λ+3=0 (λ-3)( λ-1)=0 λ1=1 λ2=3

(49)

Eigenvektor ATA • Untuk λ1=1 0 ) (A−λ1I x=       =             − − 0 0 2 1 1 2 2 1 x x λ λ       =             − − 0 0 1 2 1 1 1 2 2 1 x x       =             0 0 1 1 1 1 2 1 x x x1 + x2 = 0  x1 = - x2 Proses Normalisasi

(

)

(

)

2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 * 1            − −      − =                   = x x x x x x x x x x x x x

[

]

           − =      − = +      − = 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 x x x x x x x

(50)

• Untuk λ1=3 0 ) (A−λ2I x=       =             − − 0 0 2 1 1 2 2 1 x x λ λ       =             − − 0 0 3 2 1 1 3 2 2 1 x x       =             − − 0 0 1 1 1 1 2 1 x x -x1 + x2 = 0  x1 = x2 Proses Normalisasi

(

)

(

)

2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 * 2             −       =                   = x x x x x x x x x x x x x

[

]

            =       = +       = 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 x x x x x x x Sehingga eigenvektor ATA      − = 2 1 2 1 X       2 1 2 1 AAT =           0 1 1 0 1 1       0 1 1 1 0 1 =           1 0 1 0 1 1 1 1 2

(51)

Eigenvalue AAT 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 =           −           λ λ λ  0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 = − − − λ λ λ (2−λ)(1−λ)(1−λ)+0+0-(1−λ)-(1−λ)=0 (λ2-2λ+1)(2-λ)-(2-2λ)=0 2λ2-4λ+2-λ3-2λ-λ-2+2λ=0 -λ3-3λ=0 -λ(λ2-3)=0  λ=0 ; λ=1 ; λ=3 Eigenvektor AAT • Untuk λ1 = 0 0 ) (A−λ1I x=           =                     − − − 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 3 2 1 x x x λ λ λ            =                     0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 3 2 1 x x x 2x1 + x2 + x3 =0 ; x1 + x2 = 0 ; x1 + x3 = 0 x2 = - x1 ; x3 = - x1

(52)

Proses Normalisasi 𝑥1∗ = �𝑥1𝑥2 𝑥3 � �[𝑥1 𝑥2 𝑥3] � 𝑥1 𝑥2 𝑥3 �� 12 𝑥1∗ = �−𝑥𝑥11 −𝑥1 � �[𝑥1 −𝑥1 −𝑥1] � 𝑥1 −𝑥1 −𝑥1 �� 12 𝑥1∗ = �−𝑥𝑥11 −𝑥1 � (3𝑥12)1�2 = �−𝑥𝑥11 −𝑥1 � √3𝑥1 = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 1 √3 − 1 √3 − 1 √3⎦⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ • Untuk λ2 = 1           =                     − − − 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 3 2 1 x x x λ λ λ            =                     0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 3 2 1 x x x x1 + x2 + x3 =0 ; x1 = 0 ; x1 = 0 x3 = - x2

(53)

Proses Normalisasi 𝑥2∗ = �𝑥1𝑥2 𝑥3 � �[𝑥1 𝑥2 𝑥3] � 𝑥1 𝑥2 𝑥3 �� 12 𝑥2∗ = �−𝑥30 𝑥3 � �[0 −𝑥3 𝑥3] �−𝑥30 𝑥3 �� 12 𝑥2∗ = �−𝑥30 𝑥3 � (2𝑥32)1�2 = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 0 −12 √2 1 2 √2 ⎦⎥ ⎥ ⎥ ⎤ • Untuk λ3 = 3           =                     − − − 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 2 3 2 1 x x x λ λ λ            =                     − − − 0 0 0 2 0 1 0 2 1 1 1 1 3 2 1 x x x -x1 + x2 + x3 =0 ; x1 – 2x2 = 0 ; x1 – 2x3 = 0 x2 = 1 2 x1; x3 = 1 2 x1

(54)

Proses Normalisasi 𝑥3∗ = �𝑥1𝑥2 𝑥3 � �[𝑥1 𝑥2 𝑥3] � 𝑥1 𝑥2 𝑥3 �� 12 𝑥3∗ = � 𝑥1 1 2𝑥1 1 2𝑥1 � ��𝑥1 12𝑥1 12𝑥1� � 𝑥1 1 2𝑥1 1 2𝑥1 �� 12 𝑥3∗ = � 𝑥1 1 2𝑥1 1 2𝑥1 � �112𝑥12� 12 = � 𝑥1 1 2𝑥1 1 2𝑥1 � 1,2247𝑥1 = � 0,8165 0,4082 0,4082� Mencari Nilai P: P = AQ∆-1 = � 1 1 0 1 1 0� � −√21 √21 1 √2 1 √2 � � 1 √1 0 0 √31� = ⎣ ⎢ ⎢ ⎡ 01 √2 √2 1 √2 −√21 √21 ⎥ ⎥ ⎤ � 1 √1 0 0 √31�

(55)

= ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 0 √63 √2 2 √6 6 −√22 √66⎥ ⎥ ⎥ ⎤ A = P∆Q = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 0 √63 √2 2 √6 6 −√22 √66⎥ ⎥ ⎥ ⎤ �1 00 √3� �− √2 2 √2 2 √2 2 √2 2 � = ⎣ ⎢ ⎢ ⎢ ⎡ 0√2 √2 2 √2 2 −√22 √22 ⎥ ⎥ ⎥ ⎤ �− √2 2 √2 2 √2 2 √2 2 � = � 1 1 0 1 1 0�

(56)

Contoh 4

Menghitung SVD matriks A(mxn) = A(2x3)

Dapatkan Singular Value Decomposition (SVD) dari matrik yang berukuran mxn berikut ini :

B(2×3) =       − 2 2 4 4 2 2 Jawab:

1. Menghitung Matrik BTB dan BBT

BTB = C =      −           − 2 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 2 =           − − 20 4 16 4 8 4 16 4 20 BBT = D =           −       − 2 4 2 2 4 2 2 2 4 4 2 2 =      24 12 12 24

2. Mencari Eigenvalue (λ) dari Matrik BTB dan BBT

Eigenvalue Matrik BTB: C-λI= 0

0 0 0 0 0 0 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 =           −           − − λ λ λ 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 = − − − − − λ λ λ

(57)

⇒ [(20−λ)(8−λ)(20−λ) + 4(−4)16 + 16(4)(−4)] − [16(8−λ)16 + (−4)2(20−λ) + 42(20−λ)] = 0 ⇒ [−λ3 + 48λ2 −720λ + 3200 −256 −256] − [256(8−λ) + 16(20−λ) + 16 (20−λ)] = 0 ⇒ (−λ3 + 48λ2 −720λ + 2688) − (2048 − 256λ + 320 − 16λ + 320 −16λ) = 0 ⇒ (−λ3 + 48λ2 −720λ + 2688) − (2688 − 288λ) = 0 ⇒ −λ3 + 48λ2 − 432λ = 0 ⇒ −λ(λ2 − 48λ − 432) = 0 ⇒ −λ (λ − 12)(λ − 36) = 0 λ1 = 0, λ2 = 12, dan λ3 = 36

Jika dinyatakan dalam bentuk matrik diagonal ∆12 =           36 0 0 0 12 0 0 0 0

Eigenvalue Matrik BBT: D-λI= 0

0 0 0 24 12 12 24 =       −       λ λ 0 24 12 12 24 = − − λ λ ⇒ [(24−λ)(24−λ) − 122] = 0 ⇒ (λ2− 48λ + 576 − 144) = 0 ⇒ λ2− 48λ + 432 = 0 ⇒ (λ − 12) (λ − 36) = 0 λ1 = 12 dan λ2 = 36

(58)

Jika dinyatakan dalam bentuk matrik diagonal ∆22 =      36 0 0 12

Pada proses mencari eigenvalue matrik BTB (matrik C) didapatkan λ1 = 0, mengacu pada prosedur penyelesaian SVD matrik m×n terdapat catatan bahwa: jika dalam perhitungan eigenvalue didapatkan λ = 0 maka untuk prosedur perhitungan eigenvalue λ = 0 diabaikan yang berakibat eigenvektor untuk kolom λ = 0 pada prosedur selanjutnya akan dihilangkan dari matrik eigenvektornya.. Sehingga, matrik diagonal ∆12 = ∆22 = ∆2.

∆2 =      36 0 0 12

3. Mencari Eigenvektor Matrik BTB dan BBT

Untuk λ1 = 0 Eigenvektor Matrik BTB: • Untuk λ1 = 0 (C –  x = 0 1 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 1 =           − − − − − x λ λ λ 0 0 20 4 16 4 0 8 4 16 4 0 20 3 12 11 =                     − − − − − x x x 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 3 12 11 =                     − − x x x

(59)

          =           + − − + + + 0 0 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 13 12 11 13 12 11 13 12 11 x x x x x x x x x           = + − = − + = + + 0 20 4 16 0 4 8 4 0 16 4 20 13 12 11 13 12 11 13 12 11 x x x x x x x x x

Eliminasi Pers.1 dan Pers.3:

20x11 + 4x12 + 16x13 = 0 16x11 – 4x12 + 20x13 = 0 + 36x11 + 36x13 = 0 x11 + x13 = 0 x11 = – x13 Pers.4

Subsitusikan Pers.4 ke Pers.2 4(−x13) + 8x12 − 4x13 = 0 8x12 − 8x13 = 0 x12 = x13 Pers.5 Pers.1 Pers.2 Pers.3

(60)

Proses normalisasi untuk x : 1 * 1 x =

( )

1/2 1 1 1 x x x T = 1/2 13 12 11 13 12 11 13 12 11 ) (                               x x x x x x x x x = 1/2 13 13 13 13 13 13 13 13 13 ) (                    − −          − x x x x x x x x x =            − =          − = + +          − 3 / 1 3 / 1 3 / 1 ) 3 ( ) ( 132 1/2 13 13 13 2 / 1 2 13 2 13 2 13 13 13 13 x x x x x x x x x x =          − 5774 , 0 5774 , 0 5774 , 0 • Untuk λ2 = 12 (C – λ2Ι) x = 0 2 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 2 =           − − − − − x λ λ λ 0 12 20 4 16 4 12 8 4 16 4 12 20 23 22 21 =                     − − − − − x x x 0 8 4 16 4 4 4 16 4 8 23 22 21 =                     − − − x x x           =           + − − − + + 0 0 0 8 4 16 4 4 4 16 4 8 23 22 21 23 22 21 23 22 21 x x x x x x x x x

(61)

          = + − = − − = + + 0 8 4 16 0 4 4 4 0 16 4 8 23 22 21 23 22 21 23 22 21 x x x x x x x x x

Eliminasi Pers.1 dan Pers.3:

8x21 + 4x22 + 16x23 = 0 16x21 – 4x22 + 8x23 = 0 + 24x21 + 24x23 = 0 x21 + x23 = 0 x21 = – x23 Pers.4

Subsitusikan Pers.4 ke Pers.2 4(−x23) − 4x22 − 4x23 = 0

−4x22 − 8x23 = 0

x22 = −2x23 Pers.5

Proses normalisasi untuk x : 2

* 2 x =

( )

1/2 2 2 2 x x x T = 1/2 23 22 21 23 22 21 23 22 21 ) (                               x x x x x x x x x = 1/2 23 23 23 23 23 23 13 23 23 2 ) 2 ( 2                     − − − −           − − x x x x x x x x x Pers.3 Pers.2 Pers.1

(62)

=             − − =           − − = + +           − − 6 / 1 6 / 2 6 / 1 ) 6 ( 2 ) 4 ( 2 2 / 1 2 23 23 23 23 2 / 1 2 23 2 23 2 23 23 23 23 x x x x x x x x x x =           − − 4082 , 0 8165 . 0 4082 , 0 • Untuk λ3 = 36 (C – λ3Ι) x = 0 3 0 20 4 16 4 8 4 16 4 20 3 =           − − − − − x λ λ λ 0 36 20 4 16 4 36 8 4 16 4 36 20 33 32 31 =                     − − − − − x x x 0 16 4 16 4 28 4 16 4 16 33 32 31 =                     − − − − − x x x           =           − − − − + + − 0 0 0 16 4 16 4 28 4 16 4 16 33 32 31 33 32 31 33 32 31 x x x x x x x x x           = − − = − − = + + − 0 16 4 16 0 4 28 4 0 16 4 16 33 32 31 33 32 31 33 32 31 x x x x x x x x x Pers.1 Pers.3 Pers.2

(63)

Eliminasi Pers.1 dan 4 × Pers.2: −16x31 + 4x32 + 16x33 = 0 16x31 – 112x32 + 16x33 = 0 + 108x32 = 0 x32 = 0 Pers.4

Subsitusikan Pers.4 ke Pers.3 16x31 − 4(0) − 16x33 = 0

16x31 − 16x33 = 0

x31 = x33 Pers.5

Proses normalisasi untuk x : 3

3 x =

( )

1/2 3 3 3 x x x T = 1/2 33 32 31 33 32 31 32 32 31 ) (                               x x x x x x x x x = 1/2 33 33 33 33 13 33 0 ) 0 ( 0                               x x x x x x =           =           = +           2 / 1 0 2 / 1 ) 2 ( 0 ) ( 0 2 / 1 2 33 33 33 2 / 1 2 33 2 33 33 33 x x x x x x x =           7071 , 0 0 7071 , 0

(64)

Sehingga, eigenvektor yang didapatkan adalah: X =           − − − 7071 , 0 4082 , 0 5774 , 0 0 8165 , 0 5774 , 0 7071 , 0 4082 , 0 5774 , 0

Akan tetapi, untuk prosedur selanjutnya eigenvektor yang digunakan adalah eigenvektor dari kolom yang nilai eigenvalue (λ) lebih dari nol (positif).

Q =           − − 7071 , 0 4082 , 0 0 8165 , 0 7071 , 0 4082 , 0 Eigenvektor Matrik BBT: • Untuk λ1 = 12 (D – λ1I) x = 0 1 0 24 12 12 24 1 =       − − x λ λ 0 12 24 12 12 12 24 12 11 =             − − x x 0 12 12 12 12 12 11 =             x x       =       + + 0 0 12 12 12 12 12 11 12 11 x x x x       = + = + 0 12 12 0 12 12 12 11 12 11 x x x x 12x11 + 12x12 = 0 x11 + x12 = 0 x11 = – x12 Pers.3 Pers.1 Pers.2

(65)

Proses normalisasi untuk x : 1 * 1 x =

( )

1/2 1 1 1 x x x T = 1/2 12 11 12 11 12 11 ) (                   x x x x x x = 1/2 12 12 12 12 12 12 ) (            − −      − x x x x x x =      − =      − = +      − 2 / 1 2 / 1 ) 2 ( ) ( 122 1/2 12 12 2 / 1 2 12 2 12 12 12 x x x x x x x =      − 7071 , 0 7071 , 0 • Untuk λ2 = 36 (D – λ2I) x = 0 2 0 24 12 12 24 2 =       − − x λ λ 0 36 24 12 12 36 24 22 21 =             − − x x 0 12 12 12 12 22 21 =             − − x x       =       − + − 0 0 12 12 12 12 22 21 22 21 x x x x       = − = + − 0 12 12 0 12 12 22 21 22 21 x x x x −12x21 + 12x22 = 0 −x21 + x22 = 0 x21 = x22 Pers.3 Pers.1 Pers.2

(66)

Proses normalisasi untuk x : 2 * 2 x =

( )

1/2 2 2 2 x x x T = 1/2 22 21 22 21 22 21 ) (                   x x x x x x = 1/2 22 21 22 21 22 21 ) (                   x x x x x x =       =       = +       2 / 1 2 / 1 ) 2 ( ) ( 222 1/2 22 21 2 / 1 2 12 2 21 22 21 x x x x x x x =       7071 , 0 7071 , 0

Sehingga, eigenvektor yang didapatkan adalah:

Y =     − 7071 , 0 7071 , 0 7071 , 0 7071 , 0

4. Dekompisisi Nilai Singular (SVD) Matrik B

Diketahui: ∆2 =      36 0 0 12 ⇒ ∆ =      =       6 0 0 464 , 3 36 0 0 12 ∆-1 =      12 / 1 0 0 12 / 1 =      1667 , 0 0 0 2887 , 0 Didapatkan: P1 = B Q1 ∆-1 P1 =                − −       − 1667 , 0 0 0 2887 , 0 7071 , 0 4082 , 0 0 8165 , 0 7071 , 0 4082 , 0 2 2 4 4 2 2 P1 =            − 0 0,1667 0 2887 , 0 2426 , 4 4494 , 2 2426 , 4 4494 , 2 P1 =       −0,7071 0,7071 7071 , 0 7071 , 0

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai pengetahuan kelompok kontrol dan kelompok WPSLangsung dengan modul role play ( p =0,089) dan

Terlarangnya orang- orang semarga melakukan perkawinan menurut prinsip adat adalah karena pada dasarnya orang-orang semarga adalah keturunan dari seorang kakek yang sama, oleh

Kapang Tidak Mampu Menghasilkan Enzim Lipase Menghasilkan Enzim Lipase Keterangan : bio.unsoed.ac.id zona jernih.. Performansi Dage

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga, brand ambassador, iklan, kemudahan pembelian dan kepercayaan terhadap minat beli ulang konsumen pada

Paradigma yang dipilih dalam penelitian konflik perkebunan kelapa sawit di kampung Batu Putih ini menggunakan definisi sosial menurut Ritzer dalam klasifikasi tiga

Pencapaian kompetensi dasar mengidentifikasi informasi yang mencakup orientasi, rangkaian kejadian yang saling berkaitan, komplikasi, dan resolusi dalam cerita

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan. PENGADAAN PERALATAN LABORATORIUM IPA SMA yang Insya Allah akan