• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENYUSUNAN ROADMAP POTENSI BENCANA DAN STRATEGI PENINGKATAN KETAHANAN BENCANA DI KOTA BANDUNG DAFTAR ISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENYUSUNAN ROADMAP POTENSI BENCANA DAN STRATEGI PENINGKATAN KETAHANAN BENCANA DI KOTA BANDUNG DAFTAR ISI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN PENYUSUNAN ROADMAP POTENSI BENCANA DAN STRATEGI PENINGKATAN KETAHANAN BENCANA

DI KOTA BANDUNG

DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ... 1 II. Profil Risiko Bencana Kota Bandung ... 5 III. Profil Ketahanan Bencana Kota Bandung ... 10 IV. Strategi Peningkatan Ketahanan Kota Bandung 11

4.1 Strategi Penguatan Kelembagaan untuk Peningkatan Ketahanan Bandung ... 12 4.2 Strategi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Kota

Bandung ... 13 4.3 Strategi Penguatan Kapasitas Tanggap

Darurat dan Logistik Bencana Kota Bandung15 4.4 Strategi Penguatan Kemampuan Pemulihan,

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pra-Bencana (pre-disaster recovery planning) ... 16

(2)

1 KAJIAN PENYUSUNAN ROADMAP POTENSI BENCANA DAN STRATEGI PENINGKATAN KETAHANAN BENCANA

DI KOTA BANDUNG

I. Pendahuluan

Pertumbuhan penduduk dan semakin meningkatnya aktivitas ekonomi di Kota Bandung mengakibatkan kebutuhan lahan maupun sumber daya alam semakin meningkat. Persebaran penduduk yang berkegiatan di Kota Bandung tidak hanya berasal dari Kota Bandung, melainkan juga dari Kabupaten/Kota di sekitarnya. Berkumpulnya penduduk di Kota Bandung serta pembangunan permukiman di daerah sekitar memicu meningkatnya risiko kejadian bencana. Secara historis wilayah kota juga merupakan bagian dari danau purba yang bernama Cekungan Bandung. Cekungan Bandung dikelilingi oleh jajaran gunung api yang masih aktif sehingga berpotensi menimbulkan gempa vulkanik dan erupsi. Bencana tersebut dapat berdampak pada wilayah sekitar Cekungan Bandung yang meliputi beberapa Kabupaten/Kota yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.

Selain itu, Kota Bandung berada di sekitar Patahan Lembang di bagian Utara, patahan Cimandiri di bagian Barat dan patahan di bagian Selatan Baleendah-Ciparay yang menurut berbagai penelitian menunjukan dalam kondisi pergeseran aktif yang dapat berpotensi menimbulkan gempa besar. Berdasarkan penelitian, potensi gempa patahan Lembang masih ada, salah satu alasannya didasari pada rekam jejak sejarah gempa dengan kekuatan besar sekitar 2000 tahun lalu, yang berlanjut terjadi gempa-gempa berskala kecil pada beberapa tahun terakhir1.

Kejadian bencana tanah longsor pernah tercatat di beberapa wilayah dan pemerintah telah mengidentifikasi wilayah rawan longsor yaitu Cibiru, Mandalajati, Ujungberung, Cibeunying Kaler, Cidadap, dan Coblong (RPJMD, 2014). Potensi bencana lainnya adalah banjir yang kerap melanda beberapa wilayah Kota Bandung pada setiap musim hujan. Data pada November 2015, menurut Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kota Bandung terdapat 23 titik banjir dengan ketinggian pada umumnya 30 cm, dan beberapa wilayah mencapai 1 m seperti yang terjadi di sekitar Cibaduyut dan Pagarsih. Lebih lanjut, curah hujan ekstrim telah menyebabkan kejadian banjir bandang di daerah Pagarsih dan Pasteur pada Oktober

1 Patahan Lembang, Potensi bencana yang masih asing di telinga masyarakat Bandung. Kabarnesia, 11 September 2012.

(3)

2 2016. Selain banjir, hujan lebat yang disertai angin kencang serta angin puting beliung perlu diwaspadai. Pada Desember 2014, terjadi angin puting beliung yang menerjang 3 Kecamatan yaitu Cinambo, Margacinta dan Antapani, dimana tercatat 1 orang meninggal, 6 orang luka-luka dan 1500 rumah rusak ringan (BNPB, 2016).

Selain potensi bencana alam tersebut di atas, Kota Bandung juga memiliki potensi bencana kebakaran. Menurut Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, sepanjang tahun 2015, tercatat 166 kasus kebakaran yang 80% diantaranya dikarenakan hubungan pendek arus listrik, penyebab lain karena faktor kelalaian manusia dan cuaca. Hal ini mengingat banyaknya pemukiman padat penduduk serta bangunan-bangunan yang tidak dilengkapi proteksi kebakaran. Jumlah bangunan rentan kebakaran mencapai 457.000 bangunan karena tidak tersedianya alat pemadam kebakaran ringan (APAR) di sekitarnya.

Hal lain yang menyebabkan potensi kebencanaan di Kota Bandung adalah bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lahan dan lingkungan. Banyaknya perubahan guna lahan dari semula ruang terbuka dan kawasan permukiman https://kabarnesia.com/2608/patahan-lembang-potensi-bencana-yang-masih-asing/

menjadi perdagangan dan jasa yang didominasi bangunan tinggi (high rise building) menambah kerentanan dan risiko bencana. Selain itu, berkurangnya lahan terbuka sebagai resapan air, serta kondisi drainase perkotaan yang belum memadai juga membuat risiko banjir lebih tinggi.

Banyaknya permukiman di sepanjang sungai juga dapat memunculkan potensi bencana longsor dan banjir, karena keberadaan bangunan akan menghambat aliran air sungai dan terjadinya sedimentasi sungai akan memperburuk kondisi sistem drainase. Pelanggaran terhadap koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB) yang seringkali tidak sesuai dengan perijinan yang diterbitkan (IMB), juga menambah buruk kawasan terbangun dan secara langsung tidak adanya lahan resapan/ garis sempadan bangunan menambah kerentanan terhadap kebakaran.

Potensi ancaman bencana di Kota Bandung yang besar tersebut harus diimbangi dengan kesiapan pemerintah daerah maupun masyarakat untuk menanggulangi secara terpadu oleh setiap elemen penanggulangan bencana, yang saat ini masih bersifat sektoral dan parsial, sebagai contoh penanggulangan banjir ditangani oleh DBMP yang membawahi langsung beberapa UPT OP Wilayah sedangkan kebakaran ditangani oleh DPPK. Selain itu sampai saat ini, Kota Bandung belum mempunyai lembaga yang secara

(4)

3 khusus menanggulangi kebencanaan seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau sejenis.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Selain itu, UU No. 24 Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, pada undang-undang tersebut juga diuraikan tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana. Dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa bencana dan kebakaran menjadi urusan pemerintah Kab/Kota. Sejalan dengan itu, pada RPJMD Kota Bandung 2013-2018 tercantum bahwa penanggulangan bencana masuk dalam program kerja pada tujuan ke-4 yaitu mewujudkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan dan penanggulangan bencana dalam rangka misi pertama mewujudkan Bandung nyaman melalui perencanaan tata ruang, pembangunan infrastruktur serta pengendalian

pemanfaatan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan.

Menurut UNISDR (2005) bencana merupakan fungsi risiko yang terdiri atas faktor bahaya, kerentanan, dan tidak cukupnya kapasitas untuk mengurangi kemungkinan negatif atas hasil dari suatu risiko. Jika interaksi antara kejadian alam ekstrim dan sistem lingkungan manusia tersebut terjadi dan menimbulkan dampak kerugian, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai bencana 2 . Dengan demikian maka konsep bencana dapat dipandang sebagai kejadian yang tidak hanya disebabkan oleh kejadian alam semata, melainkan juga terdapat interaksi terhadap tindakan atau kelalaian dari manusia. Perkembangan ini mengakibatkan perubahan pola pikir dan cara pandang dalam menghadapi bencana, dimana risiko bencana kemudian dipahami sebagai sesuatu yang dapat diminimalisasi atau bahkan dihilangkan sama sekali3.

Selain itu, dalam kerangka pengelolaan bencana, ketahanan merupakan komponen penting yang dapat menurunkan risiko bencana di suatu wilayah.

2

UNISDR (United Nations International Strategy for Disaster Reduction). Hyogo Framework for Action 2005-2015:Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. 2005

3

Bisri, M.B.F. Community Capacity Building in Post Disaster Activities (The Case of Pangandaran, Indonesia, Proceedings of The 2nd Asia Pacific Conference on Community Development. University of The Philippine in Diliman. 2010

(5)

4 Peningkatan ketahanan kota dan masyarakat menjadi agenda dunia yang disepakati melalui Kerangka Kerja

Hyogo (The Hyogo Framework for Action) 2005-2015,

yang salah satu tujuannya untuk menjadikan kota-kota di dunia menjadi kota-kota tangguh dalam menghadapi bencana. Kerangka kerja tersebut kemudian diperbarui oleh Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana (Sendai Framework for Disaster Risk

Reduction) 2015-2030.

Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2015 mulai berupaya untuk mengukur tingkat ketahanan kota terhadap bencana dengan penggunaan scorecard dan indeks ketahanan bencana iklim (CDRI/ Climate

Disaster Resilience Index), yang, bertujuan untuk

menilai ketahanan dan memformulasi sebuah dasar yang akan digunakan untuk mengembangkan rencana penurunan risiko bencana di masa mendatang.

Scorecard tersebut berfokus pada 1) keselarasan

organisasi, 2) risiko terkait pengetahuan dan penyebaran, 3) ketahanan infrastruktur, 4) kapabilitas respons, 5) menopang lingkungan alami dan 6) kapasitas pemulihan, yang terbagi menjadi 10 (sepuluh) esensial penyelenggaraan ketahanan sesuai dengan HFA. Hasil penelitian tersebut menunjukkan perlunya peningkatan pada beberapa esensial yaitu dalam 1) mengidentifikasi dan memahami bahaya, peluang, dan dampak, 2) membangun sistem peringatan dan latih kesiapsiagaan, 3) penyusunan

pembiayaan dan insentif, 4) membuat infrastruktur penting dalam Ketahanan Bencana dan 5) membangun kesadaran dan kapasitas publik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, menjadi penting bagi Subbidang Penelitian dan Pengembangan, Bidang Penelitian, Pengembangan dan Statistik, Bappeda Kota Bandung pada Tahun Anggaran 2016 untuk melakukan penyusunan roadmap dan strategi untuk meningkatkan ketahanan bencana Kota Bandung dengan cara mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi dan upaya yang perlu dilakukan.

Pelaksanaan kegiatan Kajian Penyusunan Roadmap Potensi Bencana dan Strategi Peningkatan Ketahanan Bencana di Kota Bandung ini memiliki maksud untuk menyusun roadmap penanggulangan bencana dan strategi peningkatan ketahanan bencana Kota Bandung. Sejalan dengan maksud tersebut, tujuan dari pelaksanaan kajian ini adalah untuk menjadikan Kota Bandung sebagai Kota Tangguh Bencana yaitu dengan:

1. Menganalisis potensi kebencanaan Kota Bandung;

2. Menganalisis kondisi eksisting wilayah yang memiliki risiko kebencanaan (ancaman/ bahaya, kerentanan, keterpaparan dan kapasitas adaptif); 3. Menganalisis ketahanan terhadap bencana baik

(6)

5 4. Menyusun langkah-langkah prioritas

penanggulangan bencana dalam bentuk roadmap; dan,

5. Merumuskan strategi peningkatan ketahanan bencana Kota Bandung baik sebelum maupun pasca terjadi bencana.

Sasaran Kajian Penyusunan Roadmap Potensi Bencana dan Strategi Peningkatan Ketahanan Bencana di Kota Bandung adalah:

1. Teranalisisnya wilayah yang memiliki potensi kebencanaan di Kota Bandung;

2. Tersedianya roadmap penanggulangan bencana Kota Bandung; dan,

3. Tersedianya strategi peningkatan ketahanan terhadap bencana (sebelum dan pasca terjadi bencana).

II. Profil Risiko Bencana Kota Bandung

Terdapat 5 (lima) bencana yang memiliki tingkat risiko tinggi dan frekuensi kejadian paling sering yaitu gempa bumi, banjir, tanah longsor, kebakaran gedung dan bangunan, dan angin puting beliung4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031 memetakan daerah rawan gempa bumi berada di

4

Rekapitulasi Kejadian Bencana di Provinsi Jawa Barat 2011-2016. BPBD Provinsi Jawa Barat

Bandung Kulon, Bandung Wetan, Batununggal, Bojongloa Kaler, Cicendo, Cinambo, Coblong, Kiaracondong, Lengkong, Regol, Sukajadi, Sukasari, dan Sumur Bandung. Hal ini sejalan dengan analisis risiko bencana yang dikeluarkan BPBD Provinsi Jawa Barat yaitu menyebutkan Kota Bandung memiliki luas potensi bahaya gempa bumi sebesar 16.767 Ha yang termasuk ke dalam kelas „Tinggi‟. Sedangkan untuk tingkat kerentanan, Kota Bandung dikategorikan dalam kelas „Sedang‟ dengan jumlah penduduk terpapar sebanyak 2.481.291 jiwa, kelompok umur rentan sebanyak 326.088 jiwa, penduduk miskin sebanyak 195.588 jiwa, dan penduduk cacat sebanyak 4.507 jiwa. Sementara itu, potensi kerugian fisik dan ekonomi Kota Bandung terhadap bahaya bencana gempa bumi berada pada kelas sedang dengan potensi kerugian fisik sebesar 14.171,3 milyar rupiah dan potensi kerugian ekonomi sebesar 20,2 milyar rupiah. Lebih jauh, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mengeluarkan analisis risiko bencana gempa bumi dengan potensi risiko tinggi yang tersebar di hampir seluruh wilayah di Kota Bandung (2016).

(7)

6 Sumber: BPBD Jawa Barat, 2014

Gambar 1. Peta Risiko Gempa Bumi Provinsi Jawa Barat

Sumber: Kementerian ATR, 2016

Gambar 2. Peta Risiko Gempa Bumi Kota Bandung

Untuk risiko banjir, RTRW Kota Bandung 2011-2031 memetakan kawasan yang sering terjadi banjir terletak di daerah-daerah yang dilewati oleh 5 aliran sungai yaitu Cipaku, Cikapundung, Cibeunying, Cipamokolan, dan Cipadung. Pada kajian yang dilakukan BPBD Provinsi Jawa Barat telah terpetakan Kota Bandung memiliki luas banjir sebesar 14.570 Ha yang termasuk ke dalam kelas „Tinggi‟. Sedangkan untuk tingkat kerentanan, Kota Bandung juga memiliki kelas „Tinggi‟. Potensi penduduk terpapar yang ditimbulkan bencana diperoleh berdasarkan penggabungan kepadatan penduduk terpapar bencana banjir dan kelompok masyarakat rentan. Potensi jumlah penduduk terpapar risiko banjir Kota Bandung sebanyak 2.280.049 jiwa, terdiri dari kelompok umur rentan sebanyak 299.649 jiwa, penduduk miskin sebanyak 179.731 jiwa, dan penduduk cacat sebanyak 4.102 jiwa. Sementara itu, potensi kerugian fisik dan ekonomi Kota Bandung terhadap bahaya bencana banjir berada pada kelas “rendah” dengan potensi kerugian fisik sebesar 4.350,1 milyar rupiah, dan potensi kerugian ekonomi sebesar 18,0 milyar rupiah. Hal ini didukung dengan analisis Kementerian ATR yang memetakan risiko banjir terletak di jalan-jalan utama dan di bagian selatan Kota Bandung.

(8)

7 Sumber: BPBD Jawa Barat, 2014

Gambar 3. Peta Risiko Banjir Provinsi Jawa Barat

Sumber: Kementerian ATR, 2016

Gambar 4. Peta Risiko Banjir Kota Bandung

Dalam hal risiko tanah longsor, RTRW Kota Bandung 2011-2031 memetakan daerah berisiko longsor adalah Cibiru, Mandalajati, Ujungberung, Cibeunying Kaler, Cidadap, dan Coblong. Sejalan dengan itu, BPBD Provinsi Jawa Barat memetakan Kota Bandung memiliki potensi luas bahaya tanah longsor sebesar 328 Ha yang termasuk ke dalam kelas „Tinggi‟. Untuk tingkat kerentanan terhadap bahaya bencana tanah longsor, Kota Bandung berada pada kelas „Tinggi‟ dengan jumlah penduduk terpapar sebanyak 13.424 jiwa, kelompok umur rentan sebanyak 1.763 jiwa, penduduk miskin sebanyak 1.056 jiwa, dan penduduk cacat sebanyak 29 jiwa. Sementara itu, potensi kerugian fisik dari bahaya bencana tanah longsor di Kota Bandung adalah sebesar 55,6 milyar rupiah dan potensi kerugian ekonomi sebesar 0,9 milyar rupiah menempatkan Kota Bandung pada kelas „Sedang‟. Sedangkan hasil analisis Kementerian ATR (2016) menunjukkan bahwa risiko tinggi tanah longsor terdapat kawasan Bandung bagian Utara.

(9)

8 Sumber: BPBD Jawa Barat, 2014

Gambar 5. Peta Risiko Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat

Sumber: Kementerian ATR, 2016

Gambar 6. Peta Risiko Tanah Longsor Kota Bandung

Risiko bencana selanjutnya adalah kebakaran gedung dan bangunan, pada RTRW Kota Bandung 2011-2031 tercatat daerah berisiko kebakaran meliputi Kecamatan Babakan Ciparay dan Kecamatan Cicendo dengan jumlah kejadian yang terbanyak, kemudian disusul Kecamatan Astanaanyar, Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan Bandung Wetan, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Bandung Kulon, Kecamatan Batununggal, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kecamatan Cibeunying Kidul, dan Kecamatan Cibiru. Berdasarkan data kejadian dari DPPK Kota Bandung, terdapat rata-rata 140 kejadian kebakaran per tahun pada rentang tahun 2007-2015. Dengan demkian, dapat disimpulkan Kota Bandung mengalami bencana kebakaran sejumlah 1081 kejadian dalam 9 tahun terakhir, atau rata-rata 10 kejadian setiap bulannya. Sedangkan BPBD Provinsi Jawa Barat mencatat 23 kejadian, yang paling sering terjadi di Kecamatan Arcamanik, kemudian diikuti Bandung Wetan, Bojongloa Kaler, dan Kecamatan Lengkong.

(10)

9 Sumber: BPBD Jawa Barat, 2014

Gambar 7. Peta Sebaran Kejadian Kebakaran

Untuk mengetahui besarnya risiko bencana angin puting beliung dilakukan dengan pendekatan risiko bencana cuaca ekstrim. Potensi penduduk terpapar bahaya angin puting beliung di Kota Bandung adalah sebanyak 2.481.291 jiwa dengan kelompok umur rentan sebanyak 326.088 jiwa, penduduk miskin sebanyak 195.590 jiwa, serta penduduk cacat sebanyak 4.506 jiwa. Kondisi tersebut menempatkan Kota Bandung pada kelas „tinggi‟ terhadap kerentanan potensi penduduk terpapar. Sedangkan untuk potensi kerugian rupiah Kota Bandung terhadap bahaya

bencana angin puting beliung, memiliki total potensi kerugian sebesar 9.569,7 miliar rupiah yang terdiri dari potensi kerugian fisik sebesar 9.555,5 miliar rupiah dan potensi kerugian ekonomi sebesar 14,1 miliar rupiah. Kondisi tersebut menempatkan Kota Bandung pada kelas „sedang‟ dalam potensi kerugian rupiah terhadap bahaya bencana angin puting beliung. Kondisi ini ditunjukkan dengan catatan BPBD Provinsi Jawa Barat yang merekam 11 kejadian angin puting beliung selama 5 tahun terakhir yang diperkuat dengan data Dinas Sosial Kota Bandung yang tercatat 10 kejadian bencana angin puting beliung sepanjang tahun 2016. Meskipun demikian, pada dasarnya kerugian akibat angin puting beliung dapat disebabkan oleh faktor sekunder seperti pohon tumbang atau papan reklame yang roboh.

(11)

10 Sumber: BPBD Jawa Barat, 2014

Gambar 8. Peta Risiko Cuaca Ekstrim

III. Profil Ketahanan Bencana Kota Bandung

Laporan Indeks Ketahanan Bencana Iklim (CDRI) Kota Bandung menjadi salah satu acuan dalam memahami ketahanan di Kota Bandung. Ketahanan ini dibagi menjadi 5 aspek yang didasarkan pada penelitian pada bidang ketahanan bencana (Mulyasari dkk, 2014). Profil CDRI mengukur beberapa dimensi ketahanan, yaitu 1) ketahanan fisik, 2) ketahanan sosial, 3) ketahanan ekonomi, 4) ketahanan kelembagaan dan 5) ketahanan alam/lingkungan. Hasil menunjukkan, secara umum nilai indeks ketahanan bencana iklim untuk 30 kecamatan Kota Bandung meningkat dari 3,36 pada tahun 2010 menjadi 3,61 pada tahun 2015. Profil CDRI Kota Bandung secara umum dapat dilihat pada Gambar 9. Terdapat dua hal yang menyebabkan nilai ketahanan bencana iklim rendah yaitu karena tingginya frekuensi dan dampak dari kejadian banjir serta belum adanya mekanisme yang tepat bagi penyediaan anggaran dan subsidi kecamatan dalam menanggulangi bencana di wilayahnya. Indeks ini hanya untuk mengukur ketahanan terhadap bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Namun, perlu diingat bahwa laporan tersebut lebih bersifat sebagai potret pada saat itu (snapshot). Faktor pergantian kepemimpinan dan pemerintah

daerah, kejadian bencana dan keadaan darurat, serta perubahan aspek kelembagaan saat ini perlu diperbaharui. Selain itu adanya perubahan kebijakan pemerintah pusat perlu juga menjadi pertimbangan.

Sumber: Mulyasari et al, 2014

Gambar 9. Profil Ketahanan Kota Bandung

Profil ketahanan juga dianalisis dengan menggunakan Analisis Kapasitas Daerah yang mengacu pada Peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2012, dengan 5 prioritas dan 88 indikator pencapaian sesuai dengan HFA 2005-2015. Dari 88 indikator terkait kapasitas daerah dalam penanggulangan

bencana, Kota Bandung hanya

memenuhi/melaksanakan 19 indikator. Dengan demikian, sesuai dengan kriteria Perka tersebut, maka Kota Bandung berada pada Level 2, yakni:“Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencana dengan pencapaian-pencapaian yang

(12)

11 masih bersifat sporadis yang disebabkan belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan yang sistematis”.

IV. Strategi Peningkatan Ketahanan Kota Bandung

Berdasarkan hasil analisis risiko dan ketahanan Kota Bandung, maka visi yang diusulkan dalam Roadmap ini adalah:“Menuju Bandung Juara dengan peningkatan kapasitas adaptif kota dan penguatan ketahanan terhadap berbagai risiko bencana”.

Roadmap penanggulangan bencana Kota Bandung dikelompokkan ke dalam 4 (empat) strategi utama yaitu :

1. Strategi Penguatan Kelembagaan Untuk Peningkatan Ketahanan Kota Bandung (Strategi A);

2. Strategi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana di Kota Bandung (Strategi B);

3. Strategi Penguatan Kapasitas Tanggap Darurat dan Logistik Bencana di Kota Bandung (Strategi C);

4. Strategi Penguatan Kapasitas Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pra-Bencana di Kota Bandung

(Pre-Disaster Recovery Planning) (Strategi D).

Strategi tersebut lebih lanjut dijelaskan dengan usulan program, jenis kegiatan, lokasi, SKPD, lembaga

terkait yang terlibat, serta potensi pendanaan. Keempat strategi tersebut, program serta usulan kegiatan dirancang sesuai dengan sistem penanggulangan bencana di Indonesia. Usulan program kemudian dibagi ke dalam dua tahap/periode, Periode 1 mencakup tahun 2017 dan 2018, atau sepanjang periode Walikota Kota Bandung saat ini, dan Periode 2 untuk tahun 2019-2023. Usulan program dan kegiatan untuk Periode 1 mencakup hal-hal yang mendesak dilakukan dengan mempertimbangkan hasil analisis, keberadaan program dan sumber daya di lingkungan SKPD Kota Bandung yang sudah terealisasi, serta kejadian beberapa bencana di Kota Bandung dan sekitarnya yang terjadi beberapa bulan terakhir.

(13)

12 Gambar 10. Tahapan Roadmap Penanggulangan

Bencana Kota Bandung

4.1 Strategi Penguatan Kelembagaan untuk Peningkatan Ketahanan Bandung

Pada dasarnya Roadmap ini merekomendasikan agar Kota Bandung menyesuaikan Struktur Organisasi dan Tata Kelola Pemerintah Daerah dan mengakomodasi ketentuan dalam UU 24/2007 mengenai pembentukan BPBD. Namun demikian, dalam perkembangannya, setelah melalui berbagai proses dihasilkan keputusan pembentukan Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB) dan efektif berjalan pada tahun anggaran 2017 mendatang. Perangkat Daerah DKPB tetap dapat menjadi penggerak utama dan mengkoordinir dalam implementasi penanggulangan bencana di Kota Bandung secara terpadu. Hal ini perlu diperkuat melalui suatu mekanisme koordinasi lintas perangkat daerah/lembaga yang dituangkan dalam alternatif model seperti yang dijelaskan berikut. Sebagai salah satu prasyarat diperlukan revisi terhadap Keputusan Walikota Bandung No. 129 Tahun 2002 mengenai Satlak Penanggulangan Bencana, agar dapat sesuai dengan UU 24/2007 serta kebutuhan dan kapasitas berbagai perangkat daerah/lembaga di Kota Bandung dalam penanggulangan bencana.

Lebih lanjut, penanggulangan bencana dan penguatan kelembagaan untuk peningkatan ketahanan Kota Bandung ke depannya perlu berbasis kajian ilmiah terhadap seluruh risiko bencana saat ini dan proyeksi masa depan, termasuk memasukkan faktor perubahan iklim. Perlu ada suatu integrasi dan pemutakhiran profil risiko bencana Kota Bandung, yang dikoordinasi oleh DKPB dan Bappeda Litbang Kota Bandung, pada unit analisa kelurahan, dengan memanfaatkan berbagai kajian sebelumnya diantaranya hasil dari BPBD Provinsi Jawa Barat (2014), Kementerian ATR (2016), BLHD Kota Bandung (2015), serta hasil penelitian dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG), Universitas Padjajaran dan sebagainya yang sangat banyak dan handal serta berdomisili di Kota Bandung.

Secara khusus strategi penguatan kelembagaan untuk peningkatan ketahanan dijabarkan ke dalam tiga program dan 11 usulan kegiatan, dengan rincian pada tabel berikut.

(14)

13 Tabel 1. Usulan Program Prioritas Strategi Penguatan

Kelembagaan untuk Peningkatan Ketahanan

Usulan Program Prioritas Jumlah

Kegiatan

1) Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah-Pemadam Kebakaran Kota Bandung

3

2) Penyusunan Kajian Risiko Bencana multi-bahaya dan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kota Bandung

2

3) Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar

lembaga untuk penanggulangan bencana 6

Gambar 11. Alternatif model penguatan koordinasi antar lembaga untuk penanggulangan bencana di Kota Bandung 4.2 Strategi Pencegahan dan Kesiapsiagaan Kota Bandung

Roadmap pada strategi pencegahan dan kesiapsiagaan dijabarkan melalui 7program dan 28 usulan kegiatan (lihat Tabel 2). Dua usulan program pertama pada strategi pencegahan dan kesiapsiagaan berkaitan erat dengan pemutakhiran profil risiko multi-bencana Kota Bandung; yang pertama adalah peninjauan dan integrasi profil risiko tersebut ke dalam produk penataan ruang, baik RTRW maupun RDTR pada lokasi berisiko bencana tinggi; serta yang kedua adalah penguatan mitigasi struktural terkait terhadap setiap jenis bencana, misalnya keberlanjutan program tol air dan drainase untuk mengurangi risiko banjir serta kontrol terhadap kekuatan struktur bangunan terhadap gempabumi dan kelengkapan perlengkapan untuk mengurangi risiko kebakaran.

(15)

14 Tabel 2. Usulan Program Prioritas Strategi Pencegahan dan

Kesiapsiagaan Kota Bandung

Usulan Program Prioritas Jumlah

Kegiatan

4) Review dan pemutakhiran rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang kota berbasis pengurangan risiko bencana

3

5) Penguatan dan peningkatan kemampuan mitigasi struktural di wilayah rawan bencana

5

6) Integrasi sistem informasi kebencanaan Kota Bandung dan sistem peringatan dini terpadu

3 7) Sekolah aman dan pendidikan bencana di

berbagai tingkat pendidikan 5 8) Fasilitas kesehatan dan Rumah sakit aman

dan siaga bencana 5

9) Pemberdayaan masyarakat untuk

pencegahan dan kesiapsiagaan bencana berbasis komunitas

3

10) Perencanaan jalur evakuasi bencana

multi-bahaya 4

Di samping itu, integrasi sistem informasi dan komunikasi diperlukan untuk penanggulangan bencana, yakni dengan mengoptimalkan keberadaan Bandung Command Center (BCC) yang dikelola Dinas Komunikasi dan Informatika serta Sistem Komunikasi Informasi Kebakaran dan Kebencanaan (SKIKK) yang dikelola oleh DPPK nantinya menjadi DKPB. Perlu

dibangun konektivitas antara sistem informasi di BCC dan SKIKK, konektivitas dengan Pusdalops BNPB dan BMKG, serta penguatan sumber daya manusia dan penugasan Incident Commander (IC) pada BCC dan SKIKK sehingga peran pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh petugas yang mampu pada kondisi walikota tidak berada di tempat.

Strategi pencegahan dan kesiapsiagaan juga perlu ditindaklanjuti dengan fokus khusus melalui program berbasis sekolah aman dan pendidikan bencana serta rumah sakit aman dan siaga bencana, yang keduanya juga merupakan bentuk komitmen Pemerintah Indonesia terhadap kerangka internasional terkait penanggulangan bencana. Kedua fokus program ini dapat dimulai dari proyek percontohan di beberapa lokasi dengan target replikasi dan implementasi di seluruh sekolah dan rumah sakit di Kota Bandung. Lebih lanjut, pemberdayaan dan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas perlu dilakukan dengan berbasis pada kepemimpinan di tingkat kelurahan, lingkungan fasilitas keagamaan, lingkungan rumah tangga serta dapat disinergikan dengan berbagai inisiatif yang sudah ada seperti memasukan muatan pengurangan risiko bencana (PRB) dalam kegiatan “Maghrib Mengaji” dan sebagainya.

Terakhir, strategi pencegahan dan kesiapsiagaan perlu mempersiapkan sistem yang membantu mengurangi potensi korban jiwa pada saat bencana,

(16)

15 yakni dengan perencanaan jalur evakuasi yang baik dan diketahui masyarakat/publik. Program prioritas perlu didasarkan pada perencanaan yang berbasis kepada profil risiko di tingkat lokal (kelurahan/ fasilitas publik dan kawasan padat penduduk), identifikasi dan penjaminan mutu lokasi tempat evakuasi sesuai dengan bahaya, penyediaan peta evakuasi bencana pada tingkat kelurahan dan kota serta penempatan rambu jalur evakuasi bencana. Keberadaan berbagai petunjuk evakuasi di fasilitas publik dan privat yang sudah ada saat ini juga perlu dilakukan pemeriksaan serta dipastikan kesesuaiannya dengan sistem penanggulangan bencana di Indonesia.

4.3 Strategi Penguatan Kapasitas Tanggap Darurat dan Logistik Bencana Kota Bandung

Roadmap pada strategi penguatan kemampuan tanggap darurat dan logistik bencana dijabarkan melalui empat program dan 14 usulan kegiatan (lihat Tabel 3). Strategi ini pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan dan memastikan bahwa operasi tanggap darurat saat terjadi bencana di Kota Bandung dapat dilakukan dengan satu komando yang mengikat berbagai lembaga, efektif dan dapat diprediksi (predictable), serta ditunjang dengan personil dan peralatan/perlengkapan tanggap darurat yang handal. Oleh karena itu, dengan berdasarkan pemutakhiran profil risiko berbagai bencana, perlu suatu rangkaian

program untuk menyusun rencana kontinjensi bencana, yang pada saat keadaan darurat bisa diaktivasi menjadi rencana operasi tanggap darurat, serta berbagai prosedur operasi standar (standard

operating procedure/SOP) dalam menghadapi keadaan

darurat/ bencana di internal suatu lembaga maupun antar lembaga pemangku kepentingan di Kota Bandung. Dokumen rencana kontinjensi dan berbagai SOP perlu dilatihkan dan diujicobakan bersama oleh personil berbagai lembaga terkait penanggulangan bencana secara rutin, serta melalui berbagai tingkat kegiatan pelatihan mulai dari table-top exercise, gladi posko serta simulasi bencana tingkat kota (city-wide disaster

drill). Di samping itu, dari sisi perangkat keras,

diperlukan suatu basis data (database) yang mengontrol penyediaan dan pemeliharan aset-aset publik dan privat yang sewaktu-waktu dapat digerakkan untuk operasi tanggap darurat, dibawah komando Walikota ataupun Incident commader, yang idealnya merupakan personil ahli DKPB. Terakhir, diperlukan penguatan sistem informasi tanggap darurat, kegiatan-kegiatan untuk terus mempersingkat

response time serta secara rutin harus dilaksanakan

peninjauan pasca operasi tanggap darurat (after-action

(17)

16 Tabel 3. Usulan Program Prioritas Strategi Penguatan

Kapasitas Tanggap Darurat dan Logistik Bencana

Usulan Program Prioritas Jumlah

Kegiatan

11) Penyusunan standard-operating-procedure (SOP) dan simulasi internal untuk tanggap darurat bencana bencana

2

12) Penyusunan Rencana Kontinjensi bencana dan SOP antar lembaga untuk tanggap darurat bencana

6

13) Penyediaan dan pemeliharaan logistik

tanggap darurat 3

14) Penguatan sistem informasi, peningkatan

time response dan evaluasi tanggap darurat 3

4.4 Strategi Penguatan Kemampuan Pemulihan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pra-Bencana (pre-disaster recovery planning)

Roadmap pada strategi penguatan kemampuan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi pra-bencana dijabarkan melalui tiga program dan 14 usulan kegiatan (lihat Tabel 4). Pada dasarnya strategi ini diformulasikan dari konsep pre-disaster recovery

planning, yang merupakan perkembangan terkini dari

praktik penanggulangan bencana, yang sebelumnya telah mengalami perubahan paradigma dari tanggap darurat ke pengurangan risiko bencana. Konsep ini berkembang dan tepat untuk difokuskan pada lokasi

berisiko bencana yang bernilai ekonomi tinggi serta memerlukan kemampuan untuk menjaga keberlanjutan kegiatannya (continuity), seperti Kota Bandung. Lebih lanjut, strategi dan program turunannya sangat berkaitan erat dengan perencanaan kontinjensi pada strategi penguatan kemampuan tanggap darurat, serta esensinya ialah memastikan keberlanjutan tanpa jeda (seamless) dari tahap tanggap darurat kepada tahap pemulihan setelah suatu bencana. Oleh karena itu, program yang diusulkan mengutamakan perencanaan keberlanjutan dan pemulihan pra-bencana pada setiap SKPD Pemerintah Kota Bandung, pusat dan fasilitas perdagangan dan jasa serta prasarana vital (lifelines) dan fasilitas kritis (critical facilities).

Tabel 4. Usulan Program Prioritas Strategi Penguatan Kemampuan Pemulihan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Pra-Bencana (pre-disaster recovery planning)

Usulan Program Prioritas Jumlah

Kegiatan

15) Perencanaan pemulihan pra-bencana di

lingkungan pemerintah kota Bandung 3 16) Perencanaan pemulihan pra-bencana pada

pusat dan fasilitas perdagangan dan jasa

4 17) Perencanaan pemulihan pra-bencana pada

prasarana vital (lifelines) dan fasilitas kritis (critical facilities)

(18)

Gambar

Gambar 1. Peta Risiko Gempa Bumi Provinsi Jawa Barat
Gambar 3. Peta Risiko Banjir Provinsi Jawa Barat
Gambar 5. Peta Risiko Tanah Longsor Provinsi Jawa Barat
Gambar 7. Peta Sebaran Kejadian Kebakaran
+4

Referensi

Dokumen terkait

Cara ini merupakan pemberian informasi yang sasarannya ke pasien dan keluarga hanya untuk sekedar tahu dan mengingatkan, namun tidak ada yang bisa menjamin apakah pasien dan

Rencana ini harus menjabarkan skenario pengembangan kotadan pengembangan sektor bidang cipta karya, usulan kebutuhan investasi yang disusun dengan berbasis

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap label produk daging olahan (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa pemenuhan terhadap aturan penulisan label produk olahan daging

3 0018057402 SYOFIARTI Kebijakan Pemerintah Dalam Pemanfaatan Tanah Ulayat Untuk Kegiatan Pertambangan Dalam Rangka Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Di Sumatera Barat.

Analisis penelitian ini dilakukan dengan cara menguji koneksi dari PC Server ke PC Client, Hasil dari tugas akhir ini diperoleh dua jaringan komputer lokal yang

[r]

mengukur model indikator yang dihipotesiskan. Variabel dependen atau variabel laten pada penelitian ini adalah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan