• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUJAN, DEBIT PUNCAK LIMPASAN DAN VOLUME GENANGAN DI SEKITAR JALAN MERANTI TANJUNG, KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR CINDHY ADE HAPSARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS HUJAN, DEBIT PUNCAK LIMPASAN DAN VOLUME GENANGAN DI SEKITAR JALAN MERANTI TANJUNG, KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR CINDHY ADE HAPSARI"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUJAN, DEBIT PUNCAK LIMPASAN DAN

VOLUME GENANGAN DI SEKITAR JALAN MERANTI–

TANJUNG, KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR

CINDHY ADE HAPSARI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hujan, Debit Puncak Limpasan dan Volume Genangan di Sekitar Jalan Meranti–Tanjung, Kampus IPB Darmaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Cindhy Ade Hapsari

(4)

ABSTRAK

CINDHY ADE HAPSARI. Analisis Hujan, Debit Puncak Limpasan dan Volume Genangan di Sekitar Jalan Meranti–Tanjung, Kampus IPB Darmaga Bogor. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN

Banjir merupakan masalah tahunan di Indonesia yang rutin terjadi. Kampus IPB Darmaga juga tak luput dari terjadinya banjir. Salah satunya di sekitar Jalan Meranti-Tanjung. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis hujan, debit puncak limpasan serta volume genangan yang terjadi di sekitar Jalan Meranti-Tanjung. Prosedur penelitian terdiri dari studi lapangan, studi literatur dan analisis data. Berdasarkan hasil analisis, arah aliran air di daerah sekitar Jalan Meranti-Tanjung mengalir ke arah barat laut dimana terdapat sungai Ciapus yang merupakan hilir aliran air. Daerah tangkapan air (DTA) pada wilayah penelitian dibagi menjadi 2 DTA. Nilai koefisien limpasan (C) antara 0.28-0.55. Nilai curah hujan harian maksimum di sekitar Jalan Meranti-Tanjung adalah sebesar 125.68 mm untuk periode ulang 2 tahun. Debit puncak limpasan terbesar terjadi di sub DTA 1E sebesar 1.83 m3/det. Genangan terjadi pada sub DTA 1B, 1D dan 2A. Volume genangan terbesar berdasarkan pengukuran terjadi pada tanggal 5 April 2014 (curah hujan 113 mm) sebesar 8.40 m3 pada sub DTA 1B, 8.18 m3 pada sub DTA 1D dan 8.92 m3 pada sub DTA 2A. Nilai genangan keseluruhan pada sub DTA 1B sebesar 544 m3, sub DTA 1D sebesar 1 054.6 m3,dan sub DTA 2A sebesar 335.8 m3.

Kata kunci: curah hujan, daerah tangkapan air, debit puncak limpasan, genangan

ABSTRACT

CINDHY ADE HAPSARI. Analysis of Rainfall, Peak Runoff And Volume of Puddles at Meranti-Tanjung Road, Bogor Agricultural University, Darmaga Bogor. Supervised by BUDI INDRA SETIAWAN

Floods are an annual problem in Indonesia which almost happens every year. Bogor Agricultural University is also not spared from floods. One of location is around Meranti-Tanjung Road. This study aims to analyze rainfall, discharge of runoff and volume of puddles that occurred around Meranti-Tanjung Road. The procedure consisted of field studies, literature studies and data analysis. Based on the analysis, the direction of water flow around Meranti-Tanjung Road flows to the northwest where there is a Ciapus river as downstream of flow. Catchment area divided into 2 areas. Runoff coefficient (C) is between 0.28-0.55. The maximum daily rainfall around Meranti-Tanjung Road is 125.68 mm for the 2-year return period. Largest runoff peak discharge occurred in sub DTA 1E is 1.83 m3/sec. Puddles occurred in sub DTA 1B, 1D and 2A. The largest volume of puddles based measurements occurred on 5 April 2014 (rainfall is 113 mm) is 8.40 m3 in the sub DTA 1B, at sub DTA 1B is 8.18 m3 and at sub DTA 2A is 8.92 m3. The entirety volume of puddles at sub DTA 1B is 544 m3, at sub DTA 1D is 11054.6 m3, and at sub DTA 2A is 335.8 m3.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS HUJAN, DEBIT PUNCAK LIMPASAN DAN

VOLUME GENANGAN DI SEKITAR JALAN MERANTI–

TANJUNG, KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR

CINDHY ADE HAPSARI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Hujan, Debit Puncak Limpasan dan Volume Genangan di Sekitar Jalan Meranti–Tanjung, Kampus IPB Darmaga Bogor Nama : Cindhy Ade Hapsari

NIM : F44100008

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Hujan, Debit Puncak Limpasan dan Volume Genangan di sekitar Jalan Meranti–Tanjung, Kampus IPB Darmaga Bogor” berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari hingga April 2014 bertempat di Kampus IPB Darmaga Bogor. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan yang bermanfaat sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Muhammad Fauzan, ST MT dan Dr Chusnul Arif, STP MSi selaku dosen penguji sidang skripsi atas bimbingan dan masukannya.

3. Semua pihak yang membantu dan mendukung berjalannya penelitian (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Darmaga)

4. Bapak Muhammad Jaldan; Ibu Suci Murtini serta kakak Johan Hardiantiko atas semua semangat, dukungan dan kasih sayang yang diberikan.

5. Hendy Kusuma Rajasa, Muhammad Chandra Yuwana, Angga Nugraha, Dodi Wijaya dan Muhammad Ihsan sebagai teman sebimbingan atas kerja sama dan kebersamaan serta saran dan masukan yang membangun selama ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2010 atas motivasi, masukan, semangat dan dukungan yang diberikan.

Penulis sadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, saran dan kritik penulis harapkan sebagai masukan yang berharga untuk perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9

Kondisi Topografi dan Tata Guna Lahan 9

Analisis Hujan 12

Intensitas Hujan dan Debit Puncak Limpasan 14

Analisis Volume Genangan 16

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Koefisien limpasan untuk metode Rasional 6

2 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan 7 3 Deskripsi kondisi fisik sub Daerah Tangkapan Air (DTA) 11 4 Hasil perhitungan luas dan koefisien limpasan tiap sub DTA 12 5 Curah hujan harian maksimum Stasiun Klimatologi Darmaga 12 6 Analisis distribusi frekuensi hujan rencana (R24) 13 7 Uji Smirnov-Kolmogorov distribusi Normal dan Gumbel 13 8 Uji Smirnov-Kolmogorov distribusi Log Normal dan Log Pearson III 14

9 Hasil perhitungan parameter statistik 14

10 Hasil uji parameter statistik 14

11 Hasil perhitungan intensitas hujan rencana 15

12 Hasil perhitungan debit puncak limpasan dengan metode Rasional 15 13 Hasil pengukuran dan perhitungan luas dan volume genangan 16 14 Hasil perhitungan volume hujan di lokasi genangan 18 15 Kemampuan infiltrasi tiap sub DTA yang mengalami genangan 19 16 Nilai volume genangan keseluruhan dengan memperhatikan

kemampuan infiltrasi dan saluran drainase 23

DAFTAR GAMBAR

1 Daerah penelitian di sekitar Jalan Meranti-Tanjung 2

2 Kerangka alir prosedur penelitian 8

3 Limpasan dan genangan di sekitar Jalan Meranti-Tanjung 9 4 Peta kontur dan arah aliran air di lokasi penelitian 10 5 Peta tata guna lahan, pembagian DTA dan arah aliran air pada DTA 10 6 Hubungan curah hujan dengan volume genangan pada lokasi 1 (Sub

DTA 1B) 17

7 Hubungan curah hujan dengan volume genangan pada lokasi 2 (Sub

DTA 1D) 17

8 Hubungan curah hujan dengan volume genangan pada lokasi 3 (Sub

DTA 2A) 18

9 Perbandingan volume hujan dan volume infiltrasi di sub DTA 1B 19 10 Perbandingan volume hujan dan volume infiltrasi di sub DTA 1D 20 11 Perbandingan volume hujan dan volume infiltrasi di sub DTA 2A 20 12 Pengaruh kemampuan infiltrasi dan saluran dalam pengurangan volume

genangan pada sub DTA 1B 21

13 Pengaruh kemampuan infiltrasi dan saluran dalam pengurangan volume

genangan pada sub DTA 1D 22

14 Pengaruh kemampuan infiltrasi dan saluran dalam pengurangan volume

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai KT untuk metode distribusi Normal dan Log Normal 26 2 Nilai K untuk metode distribusi Log Pearson Tipe III 27 3 Nilai Yn dan Sn untuk metode distribusi Gumbel 28 4 Nilai kritis Do untuk Uji Kecocokan Smirnov Kolmogorov 29 5 Peta kontur dan arah aliran air di lokasi penelitian 30 6 Peta tata guna lahan, pembagian DTA dan arah aliran air pada DTA 31 7 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Normal 32 8 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Log Normal 33 9 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Log Pearson III 34 10 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Gumbel 35 11 Perhitungan statistik dasar untuk analisis frekuensi 36

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir adalah masalah tahunan di Indonesia yang rutin terjadi dan sulit untuk diatasi. Banjir merupakan salah satu penyebab berbagai macam kerusakan di perkotaan (Desa dan Niemczynowicz 2001). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya banjir antara lain kondisi daerah tangkapan hujan, durasi dan intensitas hujan, tutupan lahan, kondisi topografi dan kapasitas jaringan drainase (Pane 2010). Drainase yang berfungsi dengan baik akan mampu menampung kelebihan air sehingga tidak terjadi genangan maupun limpasan di wilayah yang telah memiliki sistem drainase tersebut. Perubahan tata guna lahan serta tutupan lahan yang selalu terjadi akibat perkembangan kota juga memberikan andil terhadap terjadinya banjir. Perubahan fungsi lahan ini dapat mengakibatkan peningkatan laju aliran permukaan dan debit puncak banjir. Besar kecilnya aliran permukaan sangat ditentukan oleh pola penggunaan lahan (Suripin 2004). Semakin besarnya laju aliran permukaan yang tidak diiringi dengan semakin besarnya kapasitas sistem drainase menjadi salah satu sebab terjadinya banjir.

Kampus IPB Darmaga juga tidak luput dari terjadinya banjir. Di beberapa titik di dalam kampus masih terjadi limpasan dan genangan air karena kapasitas drainase yang tidak mencukupi untuk menampung hujan dengan intensitas tinggi. Akibatnya terjadi pelimpasan air ke jalan dan membuat jalan tergenang. Salah satu titik yang mengalami genangan air adalah di sekitar Jalan Meranti–Tanjung, tepatnya di sekitar gedung Common Class Room (CCR), di depan SMA Kornita dan di sekitar gedung Fakultas Kehutanan.

Menurut Linsley (1985), laju aliran puncak atau debit puncak merupakan dasar dari desain dari proyek-proyek yang menyangkut pengendalian air, dalam hal ini adalah pengendalian banjir. Salah satu upaya pengendalian banjir adalah dengan menerapkan sistem drainase zero runoff yang memiliki komponen antara lain saluran drainase dan sumur resapan. Dalam perencanaan saluran drainase dibutuhkan debit rencana atau debit puncak limpasan yang dapat ditampung oleh saluran drainase tersebut. Sedangkan perencanaan sumur resapan dibutuhkan besar dari volume genangan yang akan diresapkan oleh sumur resapan. Berdasarkan permasalahan dan teori di atas maka perlu dilakukan studi mengenai limpasan dan genangan di sekitar jalan tersebut. Analisis yang dilakukan antara lain untuk menentukan debit puncak atau debit maksimum limpasan yang akan membebani sistem drainase di sepanjang jalan tersebut dan menentukan volume genangan yang menggenangi titik-titik yang tergenang yang harus diresapkan oleh sumur resapan. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam perencanaan sistem pengendalian banjir berbasis zero runoff di sekitar Jalan Meranti-Tanjung.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah menganalisis hujan dan debit puncak limpasan yang akan diterima sistem drainase di sekitar Jalan Meranti-Tanjung serta menganalisis volume genangan yang terjadi di sekitar Jalan Meranti-Tanjung.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis hujan, analisis debit puncak limpasan serta volume genangan yang terjadi di sekitar Jalan Meranti– Tanjung.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai rujukan dan acuan untuk melakukan perencanaan pengendalian banjir dengan sistem zero runoff bagi pihak Kampus IPB Darmaga, maupun pihak-pihak yang terkait.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terbatas pada analisis hujan, pendugaan debit puncak limpasan dan analisis volume genangan di sekitar Jalan Meranti-Tanjung, Kampus IPB Darmaga Bogor.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan tanggal 10 Februari hingga 23 April 2014 di Kampus IPB Darmaga Bogor, khususnya di sekitar Jalan Meranti-Tanjung. Tepatnya di sekitar area Gedung Common Class Room, Teaching Lab, Gedung Asrama Putra, Gedung Kornita, Gedung Fakultas Kehutanan, Gedung Asrama Putra hingga Pintu 3 Kampus IPB Darmaga.

(15)

3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain komputer, automatic total station Topcon

GTS 235N, reflector, tripod, kompas, Global Positioning System (GPS), pita ukur,

penggaris, waterpass, kalkulator, bor biopori, software Microsoft Word, Microsoft

Excell, Google Earth, Surfer 10, dan ArcGIS 10. Bahan yang digunakan antara

lain data primer dan data sekunder. Data primer antara lain lokasi terjadinya limpasan, tinggi dan luas genangan, kondisi topografi, keadaan saluran drainase yang telah ada dan kemampuan infiltrasi tanah. Data sekunder antara lain peta dan

site plan Kampus IPB Darmaga Bogor, data curah hujan harian maksimum

selama 10 tahun (2004-2013) dari Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, data curah hujan harian tiap jam bulan Januari hingga April 2014 dari stasiun cuaca Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB dan citra satelit Google Earth akuisisi 2 April 2014.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari studi literatur, studi lapangan dan analisis data. Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pengetahuan mengenai permasalahan yang diteliti dan metode yang akan digunakan dalam penelitian. Literatur yang menjadi acuan berasal dari buku teks, karya tulis dan jurnal ilmiah. Studi lapangan dilakukan dengan cara survei dan observasi. Survei dan observasi dilakukan untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan untuk analisis baik berupa data primer maupun data sekunder. Tahapan analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu analisis limpasan dan analisis genangan.

Analisis limpasan dilakukan untuk mengetahui debit puncak limpasan, dengan tahapan sebagai berikut.

1. Pembuatan Peta Topografi dan Kondisi Tata Guna Lahan (Land Use)

Pembuatan peta topografi dilakukan dengan melakukan pengukuran koordinat dan elevasi (X, Y, Z) secara langsung pada daerah penelitian dengan menggunakan automatic total station Topcon GTS 235N dan GPS. Titik-titik tersebut dilakukan pengolahan menggunakan software Surfer 10 sehingga dihasilkan peta topografi dari daerah penelitian. Metode interpolasi yang digunakan dalam pembuatan peta topografi adalah metode krigging. Pembuatan peta tata guna lahan dilakukan dengan melakukan pengolahan citra satelit Google Earth akuisisi 2 April 2014 dengan menggunakan software ArcGIS 10. Peta topografi dan tata guna lahan digunakan untuk menentukan daerah tangkapan air (DTA) dan koefisien limpasan pada lokasi penelitian. 2. Penentuan Daerah Tangkapan Air (DTA)

Penentuan DTA di sekitar Jalan Meranti-Tanjung dilakukan dengan survei secara langsung dan menggunakan peta topografi. Penentuan DTA didasarkan pada arah aliran air yang berkontribusi pada saluran tiap masing-masing daerah tangkapan air di sekitar Jalan Meranti-Tanjung.

3. Analisis Frekuensi dan Probabilitas Hujan

Analisis frekuensi suatu kejadian memerlukan suatu seri data selama beberapa tahun. Pengambilan seri data ini dapat dilakukan dengan dua metode yaitu seri parsial dan data maksimum tahunan. Metode seri parsial digunakan

(16)

4

apabila data yang tersedia kurang dari 10 tahun, sedangkan data maksimum tahunan digunakan apabila data yang tersedia lebih dari 10 tahun (Kamiana 2011). Oleh karena itu, digunakan metode data maksimum tahunan dengan menggunakan data curah hujan selama 10 tahun terakhir yang didapatkan dari Stasiun Klimatologi Darmaga, BMKG Darmaga Bogor.

Distribusi frekuensi membantu untuk mengetahui hubungan besarnya kejadian hidrologis ekstrim seperti banjir dengan jumlah kejadian yang telah terjadi, sehingga peluang kejadian ekstrim terhadap waktu dapat diprediksi (Bhim 2012). Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan terdapat empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu distribusi Normal, Log Normal, Log Pearson III dan Gumbel (Suripin 2004).

a. Distribusi Normal

Persamaan yang digunakan dalam distribusi Normal sebagai berikut.

̅ (1)

Keterangan :

XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan

̅ = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi (lihat Lampiran 1) b. Distribusi Log Normal

Persamaan yang digunakan dalam distribusi Log Normal sebagai berikut.

̅ (2)

Keterangan :

YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan

̅ = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

KT = faktor frekuensi (lihat Lampiran 1) c. Distribusi Log-Pearson III

Langkah-langkah perhitungan pada distribusi Log Pearson Tipe III sebagai berikut.

- Mengubah data ke bentuk logaritmis

X = log X (3)

- Menghitung harga rata-rata

̅ ∑ (4)

- Menghitung harga simpangan baku *∑ ̅

+

(5) - Menghitung koefisien kemencengan

∑ ̅

(6)

(17)

5

̅ (7)

K adalah variabel standar untuk X yang bersarnya tergantung koefisien kemencengan G. Nilai K tersaji dalam Lampiran 2

- Menghitung hujan kala ulang dengan menghitung antilog dari log XT d. Distribusi Gumbel

Persamaan yang digunakan dalam distribusi Gumbel sebagai berikut.

̅ (8)

Keterangan :

̅ = harga rata-rata sampel

S = standar deviasi (simpangan baku) sampel.

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan berikut.

(9)

Keterangan :

Yn = reduce mean yang tergantung jumlah sampel/data n (Lampiran 3) Sn = reduce standard deviation yang juga tergantung pada jumlah

sampel/data n (Lampiran 3)

YTr = reduce variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

, - (10)

Dengan mensubstitusikan persamaan di atas, didapat persamaan berikut:

̅

, atau (11)

(12)

dengan dan ̅

4. Uji Kecocokan (Smirnov-Kolmogorov) dan Uji Parameter Statistik

Uji kecocokan digunakan untuk melakukan pengecekan apakah suatu distribusi data dapat diterima atau tidak (Pramuji 2013). Uji parameter statistik didasarkan pada nilai standar deviasi, koefisien kemiringan, koefisien kurtosis dan koefisien variasi tiap distribusi. Uji kecocokan yang dilakukan adalah uji Smirnov-Kolmogorov, yang sering disebut uji kesesuaian non parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu (Agus 2010). Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

- Mengurutkan data dan menentukan peluang dari masing-masing data

, dan seterusnya

- Mengurutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusi)

, dan seterusnya

- Menentukan selisih terbesar antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis

(13)

(18)

6

5. Analisis Intensitas Hujan

Analisis intensitas hujan dilakukan dengan menggunakan persamaan Mononobe, dimana data yang digunakan adalah data hujan harian. Persamaannya adalah sebagai berikut.

(

) ⁄ (14)

Keterangan :

I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) 6. Penentuan koefisien limpasan (C)

Koefisien limpasan merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi (Edisono 1997). Hassing (1995) menyajikan cara penentuan faktor C yang mengintegrasikan nilai yang merepresentasikan beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan antara hujan dan aliran yaitu topografi, permeabilitas tanah, penutup lahan dan tata guna tanah. Nilai koefisien limpasan (C) untuk metode Hassing disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Koefisien limpasan untuk metode Rasional

Koefisien Limpasan, C = Ct + Cs + Cv

Topografi, Ct Tanah, Cs Vegetasi, Cv

Datar (<1%) 0.03 Pasir dan gravel 0.04 Hutan 0.04

Bergelombang (1-10%) 0.08 Lempung berpasir 0.08 Pertanian 0.11

Perbukitan (10-20%) 0.16 Lempung dan lanau 0.16 Padang rumput 0.21

Pegunungan 0.26 Lapisan batu 0.26 Tanpa tanaman 0.28

Sumber : Hassing (1995)

Untuk lahan yang memiliki tata guna beragam dapat digunakan persamaan berikut ini untuk menghitung nilai C.

(15)

7. Perhitungan waktu konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi (Suripin 2004). Menurut Edisono (1997) waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran. Perhitungan waktu konsentrasi (tc) dilakukan dengan persamaan Kirpich.

( ) (16)

Keterangan :

L = jarak tempuh air atau panjang saluran (km) S = slope rata-rata saluran atau lintasan air

(19)

7 8. Perhitungan debit puncak limpasan.

Perhitungan debit puncak limpasan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Rasional maupun Hidrograf Satuan. Pemilihan metode dilakukan berdasarka kriteria desain hidrologi yang tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan Luas DAS (ha) Periode Ulang (tahun) Metode Perhitungan Debit Banjir < 10 2 Metode Rasional 10 – 100 2-5 Metode Rasional 101 – 500 5-20 Metode Rasional

> 500 10-25 Metode Hidrograf Satuan

Sumber : Suripin (2004)

Perhitungan debit dengan menggunakan metode Rasional dengan persamaan sebagai berikut.

(17)

Keterangan :

Qp = laju aliran permukaan (debit) puncak (m3/det) C = koefisien aliran permukaan (limpasan) (0 ≤ C ≤ 1) I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah tangkapan air (ha)

Analisis genangan dilakukan untuk mengetahui luas dan volume genangan air yang terjadi. Tahapan analisis genangan adalah sebagai berikut :

1. Penentuan Lokasi Genangan

Penentuan lokasi genangan dilakukan dengan melakukan observasi langsung ketika terjadi hujan.

2. Pengukuran Genangan

Pengukuran genangan dilakukan untuk mendapatkan data genangan ketika terjadi hujan yaitu berupa data luas genangan dan tinggi genangan (X, Y,Z).

3. Pengolahan Data Genangan

Pengolahan data genangan menggunakan software Surfer 10. Dalam pengolahan dengan Surfer perlu ditentukan metode grid interpolasi agar data koordinat genangan dapat diinterpolasi dengan baik, salah satu metodenya adalah metode interpolator Krigging (Baharuddin 2013).

4. Pengukuran Kemampuan Infiltrasi DTA Lokasi Genangan

Menurut Subagyo (1990), kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum presipitasi yang dapat diserap tanah pada kondisi tertentu. Pengukuran kemampuan atau kapasitas infiltrasi hanya dilakukan pada daerah yang mengalami genangan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan model infiltrasi Philips dengan persamaan berikut :

(20)

8

Keterangan :

f(t) = fungsi laju infiltrasi terhadap waktu (cm/det) S = daya serap tanah

K = konduktivitas hidrolik atau permeabiltas tanah 5. Analisis Volume Genangan Keseluruhan

Selain data volume genangan tersebut dilakukan pula perhitungan volume hujan pada DTA berdasarkan curah hujan yang terjadi. Volume hujan dibandingkan dengan kemampuan infiltrasi dari tiap sub DTA yang tergenang sehingga didapatkan nilai genangan teoritis yang terjadi pada sub DTA tersebut.

Gambar 2 Kerangka alir prosedur penelitian Topografi Lahan Arah Aliran Penentuan DTA Tutupan Lahan Luas Lahan (A) Koefisien Limpasan (C) Kemiringan dan panjang saluran Metode Kirpich Waktu Konsentrasi (tc)

Curah Hujan Harian Maksimum

Analisis Distribusi Frekuensi : - Normal - Log Normal - Log Pearson III - Gumbel

Uji Kecocokan (Smirvov-Kolmogorov)

Uji Parameter Statistik

Curah Hujan Harian Maksimum Rencana

(R24)

Intensitas Hujan (I) Rumus Mononobe

Analisis Hujan dan Debit Puncak Limpasan Analisis Genangan

Metode Rasional

Debit Puncak Limpasan

Lokasi Genangan

Pengukuran Genangan (X, Y, Z)

Volume Genangan yang Harus Diresapkan Pengukuran Kemampuan Infiltrasi DTA Lokasi Genangan Pengolahan Data dengan Software Surfer 10 Volume Hujan dan Kemampuan Infiltrasi DTA Lokasi Genangan Luas dan Volume

(21)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kampus IPB diapit oleh dua anak Sungai Cisadane yaitu Sungai Ciapus di sebelah utara dan Sungai Cihideung di sebelah barat. Jenis tanah di Kampus IPB Darmaga merupakan tanah latosol coklat kemerahan dengan tekstur tanah halus (Rossi 2012). Jalan Meranti dan Tanjung adalah ruas jalan yang terdapat dalam Kampus IPB Darmaga, terletak pada koordinat 6°33’10”-6°33’25” LS dan 106°43’32”-106°43’55” BT. Ketika terjadi hujan di beberapa titik di Jalan Meranti-Tanjung ini mengalami limpasan dan genangan. Penyebab terjadinya limpasan antara lain karena kapasitas drainase yang tidak mencukupi, tingginya sedimen pada saluran drainase, tertutupnya bangunan penyadap air ke drainase sehingga mencegah air masuk ke drainase dan berakibat air melimpas ke jalan. Air yang melimpas ini bermuara di Sungai Ciapus yang berada di sebelah utara Kampus IPB. Beberapa titik genangan yang terpantau antara lain di sekitar Gedung CCR, Gedung Fahutan dan jalan di depan SMA Kornita.

Gambar 3 Limpasan dan genangan di sekitar Jalan Meranti-Tanjung

Kondisi Topografi dan Tata Guna Lahan Kondisi Topografi

Pengukuran kontur secara langsung dengan menggunakan automatic total

station dilakukan untuk mengetahui kondisi topografi lokasi penelitian.

Pengukuran dilakukan dengan 11 titik kontrol dan 2200 titik detail. Data tersebut kemudian diolah dengan Surfer 10 dan dihasilkan peta kontur dan arah aliran seperti yang tersaji dalam Gambar 4. Lokasi penelitian memiliki elevasi antara 160-200 m dan memiliki kontur bergelombang. Arah aliran air mengarah ke arah barat laut, dengan elevasi terendah merupakan Sungai Ciapus sebagai hilir dari aliran air di lokasi penelitian.

(22)

10

Gambar 4 Peta kontur dan arah aliran air di lokasi penelitian Tata Guna Lahan

Tata guna lahan (land use) pada lokasi penelitian terdiri dari bangunan, vegetasi, lahan kosong dan aspal/paving. Daerah tangkapan air (DTA) adalah daerah yang memberikan suatu debit tertentu terhadap suatu saluran drainase. Pembagian DTA didasarkan pada kondisi topografi dan arah aliran air berdasarkan data maupun observasi yang dilakukan. DTA di sekitar Jalan Meranti-Tanjung dibagi menjadi dua karena memiliki outlet yang berbeda. Outlet DTA 1 berada pada saluran sisi kanan pada hilir dan outlet DTA 2 pada sisi kiri hilir. DTA tersebut kemudian dibagi lagi menjadi beberapa sub DTA karena memiliki inlet yang berbeda. Peta tata guna lahan, pembagian DTA dan arah aliran air pada DTA tersaji dalam Gambar 5.

(23)

11 Tabel 3 Deskripsi kondisi fisik sub Daerah Tangkapan Air (DTA)

Sub DTA Deskripsi

Sub DTA 1A Kondisi topografi relatif bergelombang, jenis tanah lempung berpasir dan vegetasi yang terdapat di lokasi adalah padang berumput dan terdapat bangunan di sekitar DTA.

Sub DTA 1B Kondisi topografi relatif datar, jenis tanah lempung berpasir, sebagian besar penggunaan lahannya adalah vegetasi jenis padang rumput dan lahan terbangun.

Sub DTA 1C Kondisi topografi relatif datar, jenis tanah lempung berpasir dan sebagian besar digunakan untuk lahan terbangun. Bukan merupakan drainase utama karena sebagian aliran ditampung pada sumur resapan.

Sub DTA 1D Kondisi topografi yang relatif datar, jenis tanah lempung berpasir. Tidak memiliki saluran drainase utama. Aliran permukaan mengalir ke saluran yang berada di sub DTA 2C. Sub DTA 1E Kondisi topografi relatif curam, jenis tanah lempung berpasir. Lokasi berada di bagian hilir drainase sehingga air hujan akan langsung menuju ke Sungai Ciapus.

Sub DTA 2A Kondisi topografi relatif datar, jenis tanah lempung berpasir, dan sebagian besar digunakan untuk lahan terbangun.

Sub DTA 2B Kondisi topografi relatif bergelombang, jenis tanah lempung berpasir dan vegetasi yang terdapat di lokasi adalah padang berumput dan terdapat bangunan di sekitar DTA .

Sub DTA 2C Kondisi topografi relatif curam, jenis tanah lempung berpasir dan vegetasi sebagian besar merupakan hutan. Air yang berasal dari lokasi langsung mengalir ke Sungai Ciapus.

Penentuan Koefisien Limpasan (C)

Koefisien limpasan atau koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan (Suripin 2004). Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah (Edisono 1997). Hasil perhitungan nilai C pada tiap sub DTA tersaji dalam Tabel 4. Nilai koefisien limpasan pada daerah penelitian sebesar 0.28-0.55.

Vegetasi memegang peranan penting dalam mengatur limpasan karena dapat mengurangi secara drastis volume air permukaan, kecepatan limpasan dan debit puncak limpasan (Musa et al. 2013). Semakin luas vegetasi terutama hutan dapat memperkecil nilai koefisien limpasan. Nilai C yang semakin kecil menunjukkan bahwa kemampuan lahan untuk melimpaskan air akan semakin kecil dan kemampuan lahan menahan air semakin tinggi, sebaliknya nilai C yang besar menunjukkan semakin tinggi kemampuan lahan untuk melimpaskan air dan semakin rendah kemampuan lahan menahan air.

(24)

12

Tabel 4 Hasil perhitungan luas dan koefisien limpasan tiap sub DTA

DTA Sub DTA Tata Guna

Lahan Luas (ha) Luas Total (ha) Koefisien Limpasan C x A ∑ C x A C Ct Cs Cv C DTA 1 Sub DTA 1A Aspal/Paving 0.39 1.69 0.08 0.26 0.28 0.62 0.24 0.93 0.55 Bangunan 0.72 0.08 0.26 0.28 0.62 0.44 Lahan Kosong 0.36 0.08 0.08 0.28 0.44 0.16 Vegetasi 0.23 0.08 0.08 0.21 0.37 0.08 Sub DTA 1B Aspal/Paving 0.25 1.22 0.08 0.26 0.28 0.62 0.15 0.60 0.49 Bangunan 0.32 0.08 0.26 0.28 0.62 0.20 Vegetasi 0.65 0.08 0.08 0.21 0.37 0.24 Sub DTA 1C Aspal/Paving 0.07 2.13 0.03 0.26 0.28 0.57 0.04 0.95 0.45 Bangunan 1.01 0.03 0.26 0.28 0.57 0.57 Vegetasi 1.06 0.03 0.08 0.21 0.32 0.34 Sub DTA 1D Aspal/Paving 0.05 1.86 0.03 0.26 0.28 0.57 0.03 0.88 0.48 Bangunan 1.11 0.03 0.26 0.28 0.57 0.63 Vegetasi 0.70 0.03 0.08 0.21 0.32 0.22 Sub DTA 1E Aspal/Paving 0.05 3.83 0.08 0.26 0.28 0.62 0.03 1.07 0.28 Bangunan 0.25 0.08 0.26 0.28 0.62 0.15 Lahan Kosong 0.74 0.08 0.08 0.28 0.44 0.32 Vegetasi 2.80 0.08 0.08 0.04 0.20 0.56 DTA 2 Sub DTA 2A Aspal/Paving 0.004 0.62 0.08 0.26 0.28 0.62 0.003 0.29 0.47 Bangunan 0.25 0.08 0.26 0.28 0.62 0.16 Vegetasi 0.37 0.08 0.08 0.21 0.37 0.13 Sub DTA 2B Aspal/Paving 0.01 1.08 0.08 0.26 0.28 0.62 0.006 0.44 0.41 Bangunan 0.16 0.08 0.26 0.28 0.62 0.10 Vegetasi 0.91 0.08 0.08 0.21 0.37 0.34 Sub DTA 2C Aspal/Paving 0.11 2.38 0.08 0.26 0.28 0.62 0.07 0.84 0.35 Bangunan 0.76 0.08 0.26 0.28 0.62 0.47 Vegetasi 1.51 0.08 0.08 0.04 0.20 0.30 Analisis Hujan

Analisis curah hujan dilakukan dengan menganalisis data curah hujan harian maksimum selama 10 tahun (2004-2013) yang didapatkan dari Stasiun Klimatologi Darmaga yang tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Curah hujan harian maksimum Stasiun Klimatologi Darmaga

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Maks

2004 98.5 48.3 66.2 83.4 78.3 102.2 65.6 141.6 86.4 133 64.4 101.6 141.6 2005 115 126.5 107.5 76 105.5 101.5 44.8 58.1 95.5 62.6 79.6 57.5 126.5 2006 136.4 66 24 66.5 93.3 78.2 7.6 73.8 23 44.3 81.5 38.7 136.4 2007 114.3 83 36.5 155.5 27.4 41.5 35.5 57.5 115 50.4 79.3 77 155.5 2008 82.1 75.5 104.5 67.5 70 45.5 102.2 32.7 95.5 59.1 89.4 58.2 104.5 2009 93 37.5 40.5 62.2 115.1 94.3 40.6 15.7 35.5 63 78.2 48 115.1 2010 48.6 81.2 75.6 14.6 71.3 101.1 66.3 100 144.5 91.2 48 21.4 144.5 2011 58.8 15.6 27.5 49.5 97.6 75.5 88.2 56.6 23.9 67 74.3 57.8 97.6 2012 42 85.3 34.5 116 44.1 36.8 79.3 58.2 57.5 86.4 123.1 76.7 123.1 2013 74.2 96.5 71.5 42 95.6 36.5 92.7 86.7 136.8 60.2 46.1 97.4 136.8

(25)

13 Menurut Suripin (2004), analisis frekuensi hujan didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu kejadian ekstrim dan frekuensinya berdasarkan distribusi probabilitas (Kamiana 2011). Data curah hujan kemudian dilakukan analisis distribusi frekuensi. Menurut Suripin (2004), untuk data curah hujan umumnya digunakan analisis distribusi frekuensi Normal, Log Normal, Log Pearson III dan Gumbel. Hasil perhitungan dari masing-masing distribusi tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6 Analisis distribusi frekuensi hujan rencana (R24)

Periode Ulang (T tahun)

Analisis Distribusi Frekuensi Hujan Rencana (mm/hari)

Normal Log Normal Log Pearson III Gumbel

2 128.16 126.92 128.76 125.68

5 143.57 143.78 144.13 147.58

10 151.65 153.47 151.71 162.09

25 159.54 163.59 159.35 180.41

50 165.78 172.05 164.01 194.01

Langkah selanjutnya adalah melakukan uji kecocokan. Uji kecocokan yang dilakukan adalah uji Kolmogorov. Hasil dari perhitungan uji Kolmogorov tersaji dalam Tabel 7 dan 8. Nilai Kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov dengan jumlah data (N) 10 dan derajat kepercayaan (α) 0.05 adalah sebesar 0.41. Nilai D menunjukkan selisih antara peluang teoritis dengan peluang pengamatan. Menurut perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai Dmaks untuk distribusi Normal dan Gumbel adalah sebesar 0.080 dan untuk distribusi Log Normal dan Log Pearson III sebesar 0.884. Suatu distribusi dikatakan dapat diterima apabila nilai Dmaks < Do. Sehingga distribusi frekuensi yang dapat digunakan adalah distribusi Gumbel dan Normal.

Tabel 7 Uji Smirnov-Kolmogorov distribusi Normal dan Gumbel

Tahun x m P P(x<) Ft P'(x) P'(x<) D 2007 155.5 1 0.091 0.909 1.490 0.091 0.909 0.001 2010 144.5 2 0.182 0.818 0.890 0.254 0.746 0.072 2004 141.6 3 0.273 0.727 0.732 0.297 0.703 0.024 2013 136.8 4 0.364 0.636 0.471 0.368 0.632 0.005 2006 136.4 5 0.455 0.545 0.449 0.374 0.626 0.080 2005 126.5 6 0.545 0.455 -0.090 0.521 0.479 0.025 2012 123.1 7 0.636 0.364 -0.276 0.571 0.429 0.065 2009 115.1 8 0.727 0.273 -0.712 0.689 0.311 0.038 2008 104.5 9 0.818 0.182 -1.289 0.846 0.154 0.028 2011 97.6 10 0.909 0.091 -1.665 0.948 0.052 0.039 Dmax 0.080

(26)

14

Tabel 8 Uji Smirnov-Kolmogorov distribusi Log Normal dan Log Pearson III

Tahun x m P P(x<) Ft P'(x) P'(x<) D 2007 2.192 1 0.091 0.909 0.066 0.132 0.867 0.776 2010 2.160 2 0.182 0.818 0.041 0.265 0.735 0.553 2004 2.151 3 0.273 0.727 0.034 0.302 0.698 0.425 2013 2.136 4 0.364 0.636 0.022 0.364 0.635 0.272 2006 2.135 5 0.455 0.545 0.021 0.370 0.630 0.176 2005 2.102 6 0.545 0.455 -0.004 0.506 0.494 0.051 2012 2.090 7 0.636 0.364 -0.014 0.555 0.444 0.192 2009 2.061 8 0.727 0.273 -0.037 0.677 0.323 0.404 2008 2.019 9 0.818 0.182 -0.070 0.852 0.148 0.670 2011 1.989 10 0.909 0.091 -0.094 0.975 0.024 0.884 Dmaks 0.884

Uji parameter statistik dilakukan untuk menentukan lebih lanjut distribusi yang akan digunakan. Perhitungan tiap parameter statistik tersaji dalam Tabel 9. Uji parameter statistik tiap distribusi tersaji dalam Tabel 10. Dari uji tersebut didapatkan distribusi Gumbel memenuhi syarat statistik. Sehingga distribusi yang digunakan dalam perhitungan selanjutnya adalah curah hujan rencana distribusi Gumbel.

Tabel 9 Hasil perhitungan parameter statistik

No Faktor Notasi Nilai

1 Standar Deviasi S 18.377

2 Koefisien Kemencengan Cs 0.156

3 Koefisien Kurtosis Ck 3.209

4 Koefisien Variasi Cv 0.144

Tabel 10 Hasil uji parameter statistik

No Jenis

Distribusi Syarat Perbandingan Keterangan

1 Gumbel Cs ≤ 1.1396 Cs = 0.1562 Memenuhi Ck ≤ 5.4002 Ck = 3.2088 2 Log Normal Cs = 3Cv + Cv 2 Cs = 0.1562 Tidak memenuhi Cs = 0.8325 3 Log Pearson III Cs = 0 Cs = 0.1562 Tidak memenuhi

4 Normal Cs = 0 Cs = 0.1562 Tidak memenuhi

Intensitas Hujan dan Debit Puncak Limpasan

Perhitungan debit puncak limpasan diawali dengan melakukan perhitungan waktu konsentrasi menggunakan metode Kirpich kemudian menghitung intensitas hujan dengan menggunakan metode Mononobe. Perhitungan intensitas hujan tersebut tersaji dalam Tabel 11. Intensitas hujan dipengaruhi oleh waktu

(27)

15 konsentrasi, semakin cepat waktu konsentrasi maka intensitas hujan akan semakin besar. Panjang saluran dan kemiringan lahan juga berpengaruh dalam perhitungan waktu konsentrasi, semakin panjang saluran maka waktu konsentrasi akan semakin lama, semakin besar kemiringan atau slope akan mempercepat waktu konsentrasi.

Tabel 11 Hasil perhitungan intensitas hujan rencana

DTA Sub DTA Panjang

Saluran Slope tc

Intensitas (mm/jam)

2 tahun 5 tahun 10 tahun 25 tahun 50 tahun

DTA Sub DTA 1A 182.71 0.013 0.096 207.15 243.26 267.16 297.37 319.77

1 Sub DTA 1B 193 0.011 0.106 194.45 228.34 250.78 279.13 300.16

Sub DTA 1C 157 0.002 0.187 133.35 156.59 171.98 191.42 205.85

Sub DTA 1D 225 0.009 0.131 169.01 198.47 217.97 242.62 260.90

Sub DTA 1E 502.8 0.068 0.110 190.10 223.23 245.17 272.89 293.45

DTA Sub DTA 2A 137.8 0.022 0.063 275.37 323.36 355.14 395.29 425.08

2 Sub DTA 2B 134 0.020 0.064 272.28 319.73 351.16 390.86 420.31

Sub DTA 2C 390 0.062 0.094 210.83 247.58 271.91 302.65 325.45

Selanjutnya, setelah didapatkan nilai intensitas hujan dilakukan perhitungan debit puncak limpasan dengan metode Rasional. Pemilihan metode Rasional didasarkan pada Tabel 2, karena daerah penelitian yang merupakan drainase mikro dengan luas tiap sub DTA kurang dari 10 ha. Menurut Smart dan Herbertson (1992), meskipun metode rasional ini mengasumsikan intensitas hujan merata di area drainase, metode rasional ini memberikan hasil yang memuaskan untuk daerah tangkapan air yang tidak begitu besar.

Tabel 12 Hasil perhitungan debit puncak limpasan dengan metode Rasional

DTA Sub DTA Luas

(ha) C Intensitas (mm/jam) Q (m3/det) DTA 1 Sub DTA 1A 1.69 0.55 207.15 0.53 Sub DTA 1B 1.22 0.49 194.45 0.32 Sub DTA 1C 2.13 0.45 133.35 0.35 Sub DTA 1D 1.86 0.48 169.01 0.41 Sub DTA 1E 3.83 0.28 190.10 1.83 DTA 2 Sub DTA 2A 0.62 0.47 275.37 0.23 Sub DTA 2B 1.08 0.41 272.28 0.33 Sub DTA 2C 2.38 0.35 210.83 1.05

Drainase mikro yaitu sistem saluran drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di wilayah kota. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran sepanjang sisi jalan, selokan air di sekitar bangunan, gorong-gorong dan lain sebagainya dimana debit air yang ditampung tidak terlalu besar (Kodoatie dan

(28)

16

Sjarief 2005). Periode ulang yang digunakan dalam perencanaan adalah periode ulang 2 tahun karena daerah penelitian yang wilayah cakupannya kecil. Hasil perhitungan debit puncak limpasan tersaji dalam Tabel 12.

Debit puncak limpasan terbesar terjadi di sub DTA 1E yaitu sebesar 1.83 m3/det. Hal ini karena berdasarkan observasi aliran air yang telah dilakukan, saluran pada sub DTA 1E selain menerima debit air dari daerah tangkapannya sendiri juga menerima air dari sub DTA lain yaitu sub DTA 1A dan 1B. Selain itu, sub DTA 2C juga menerima debit air dari sub DTA lain selain daerah tangkapannya, yaitu sub DTA 1D, 2A dan 2B. Nilai debit untuk sub DTA 2C sebesar 1.05 m3/det.

Analisis Volume Genangan

Curah hujan yang mencapai permukaan tanah akan bergerak sebagai limpasan permukaan atau infiltrasi, hal ini tergantung dari besar kecilnya intensitas curah hujan terhadap kapasitas infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda 2006). Limpasan yang tidak tertampung oleh saluran akan menyebabkan terjadinya genangan. Genangan di sekitar Jalan Meranti-Tanjung yang cukup parah terjadi di tiga titik yaitu, sub DTA 1B (sekitar gedung CCR), sub DTA 1D (sekitar gedung Fakultas Kehutanan) dan sub DTA 2A (depan SMA Kornita). Menurut Rozal (2013), proses terjadinya genangan dipengaruhi oleh intensitas curah hujan pada lokasi tersebut, yaitu hujan yang terjadi pada suatu periode akan terakumulasi hingga menaikkan air di permukaan dan membentuk genangan. Akibatnya wilayah yang lebih rendah seringkali menjadi area genangan air karena berkurangnya wilayah resapan air. Hasil pengukuran luas dan volume genangan secara langsung dengan metode gridding tersaji dalam Tabel 13.

Tabel 13 Hasil pengukuran dan perhitungan luas dan volume genangan

Bulan Tanggal

Curah Hujan (mm)

Luas Genangan Air (m2) Volume Genangan Air (m3)

Lokasi 1 Sub DTA 1B Lokasi 2 Sub DTA 1D Lokasi 3 Sub DTA 2A Lokasi 1 Sub DTA 1B Lokasi 2 Sub DTA 1D Lokasi 3 Sub DTA 2A Feb 25 10.6 - 6.95 60.73 - 0.76 0.38 16 13.2 72.00 8.66 35.62 2.18 0.95 0.28 Mar 17 27.2 72.00 17.32 106.08 2.45 1.90 1.86 19 40.2 72.00 26.37 147.53 3.23 2.90 4.79 27 54.6 79.20 35.82 137.78 3.90 3.94 4.92 Apr 5 113 131.50 74.40 162.92 8.40 8.18 8.92

Terlihat dalam tabel bahwa didapatkan nilai luas dan volume yang beragam. Hal ini karena berbedanya intensitas hujan dan waktu pengukuran. Waktu pengukuran yang tidak efektif dan pembacaan alat ukur yang tidak tepat dapat mempengaruhi hasil pengukuran dan mengurangi keakuratan hasil. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa luas dan volume genangan terbesar terjadi pada tanggal 5 April 2014 dengan curah hujan yang terjadi sebesar 113 mm.

(29)

17 Analisis lebih lanjut dilakukan antara hubungan curah hujan dan volume genangan dengan menggunakan persamaan regresi linier sederhana yang tersaji dalam Gambar 6, 7 dan 8. Analisis regresi linier sederhana dilakukan untuk menunjukkan hubungan matematis antara suatu variabel bebas yaitu curah hujan dan variabel tak bebas atau terikat yaitu volume genangan.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan persamaan regresi linier untuk genangan pada lokasi 1 (sub DTA 1B) adalah y = 1.3892x – 0.1337 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.751. Untuk genangan pada lokasi 2 (sub DTA 1D) persamaannya adalah y = 1.3444x – 1.5973 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.831 dan untuk genangan pada lokasi 3 (sub DTA 2A) adalah y = 1.7013x – 2.4229 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0.907.

Gambar 6 Hubungan curah hujan dengan volume genangan pada lokasi 1 (Sub DTA 1B)

Gambar 7 Hubungan curah hujan dengan volume genangan pada lokasi 2 (Sub DTA 1D) 2.184 2.449 3.233 3.900 8.404 y = 1.3892x - 0.1337 R² = 0.751 0 2 4 6 8 13,2 26,4 40,2 54,6 113,4 Vo lum e G ena ng a n ( m 3) Curah Hujan (mm) 0,765 0,953 1,905 2,901 3,940 8,184 y = 1.3444x - 1.5973 R² = 0.831 0 2 4 6 8 10,6 13,2 27,2 40,2 54,6 113 Vo lu m e G enang a n ( m 3) Curah Hujan (mm)

(30)

18

Gambar 8 Hubungan curah hujan dengan volume genangan pada lokasi 3 (Sub DTA 2A)

Pada grafik terlihat hubungan antara curah hujan dan volume genangan berbanding lurus, dimana apabila curah hujan semakin tinggi maka volume genangan juga akan semakin tinggi. Hal tersebut didukung dengan nilai koefisien determinasi (R2) yang mendekati satu yang berarti hubungan antara kedua parameter tersebut saling berhubungan. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

independent secara bersama-sama. Jika R2 semakin mendekati nol berarti model tidak baik atau variasi model dalam menjelaskan amat terbatas, sebaliknya semakin mendekati satu, model semakin baik untuk menerangkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat (Pradipta et al. 2013).

Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis pada kemampuan sub DTA yang terjadi genangan untuk menampung volume air hujan yang mengenai sub DTA tersebut. Analisis dilakukan pada curah hujan tertinggi selama periode penelitian yaitu curah hujan pada tanggal 5 April 2014 sebesar 113 mm. Volume hujan didapatkan dengan mengalikan curah hujan dengan luas keseluruhan sub DTA. Hasil perhitungan volume hujan pada lokasi genangan tersaji dalam Tabel 14. Volume hujan terbesar terjadi di sub DTA 1D karena memiliki luas DTA terbesar diantara ketiga lokasi genangan.

Tabel 14 Hasil perhitungan volume hujan di lokasi genangan

Waktu (jam)

Curah Hujan (mm)

Volume Hujan (m3)

Sub DTA 1B Sub DTA 1D Sub DTA 2A

L DTA = 1.22 ha L DTA = 1.86 ha L DTA = 0.623 ha

0 0 0 0 0 1 46 563.02 853.69 286.68 2 54 660.94 1002.16 336.53 3 11.8 144.43 218.99 73.54 4 1.6 19.58 29.69 9.97 5 0 0 0 0

Kemampuan menampung genangan diasumsikan sebagai kemampuan tanah (lahan bervegetasi maupun lahan kosong) untuk meresapkan air (kemampuan infiltrasi). Kemampuan atau kapasitas infiltrasi adalah kecepatan

0.379 0.279 1.864 4.789 4.918 8.920 y = 1.7013x - 2.4299 R² = 0.907 0 2 4 6 8 10 10,6 13,2 26,4 40,2 54,6 113,4 Vo lum e G ena ng a n ( m 3) Curah Hujan (mm)

(31)

19 maksimum bagi air untuk meresap pada tanah. Laju peresapan atau infiltrasi adalah kecepatan yang digunakan oleh air pada waktu benar-benar menembus tanah selama berlangsungnya hujan (Linsey 1985). Kemampuan infiltrasi tiap jam dihitung dengan mengalikan infiltrasi tiap jam dengan luas lahan bervegetasi. Sehingga didapatkan kemampuan infiltrasi dari masing-masing sub DTA yang tergenang tersaji dalam Tabel 15.

Tabel 15 Kemampuan infiltrasi tiap sub DTA yang mengalami genangan

Waktu Infiltrasi (mm/jam) Kemampuan infiltrasi tiap jam (m3)

(jam) Sub DTA

1B Sub DTA 1D Sub DTA 2A Sub DTA 1B Sub DTA 1D Sub DTA 2A 0.000278 31.37 31.37 29.06 205.14 220.20 106.35 1 22.52 22.52 20.21 147.26 158.07 73.96 2 22.47 22.47 20.16 146.97 157.76 73.80 3 22.45 22.45 20.14 146.84 157.62 73.73 4 22.44 22.44 20.13 146.77 157.54 73.68 5 22.43 22.43 20.12 146.72 157.49 73.65

Kapasitas infiltrasi curah hujan dari permukaan tanah ke dalam tanah berbeda-beda tergantung pada kondisi tanah di tempat bersangkutan (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Kemampuan infiltrasi pada sub DTA 1B dan 1D cenderung sama yaitu sebesar 22.4 mm/jam sedangkan kemampuan infiltrasi pada sub DTA 2A sebesar 20.1 mm/jam. Limpasan dan genangan akan terjadi apabila volume air hujan lebih besar daripada kemampuan tanah meresapkan air. Air yang tidak teresap itulah yang akan melimpas, sebagian limpasan akan ditampung oleh saluran. Limpasan yang tidak tertampung oleh saluran akan menyebabkan terjadinya genangan.

Gambar 9 Perbandingan volume hujan dan volume infiltrasi di sub DTA 1B

0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700 0 1 2 3 4 5 6 Vo lum e ter infilt ra si( m 3 ) Vo lum e H uja n (m 3) Waktu (jam)

(32)

20

Gambar 10 Perbandingan volume hujan dan volume infiltrasi di sub DTA 1D

Gambar 11 Perbandingan volume hujan dan volume infiltrasi di sub DTA 2A Kurva perbandingan volume infiltrasi yang dapat diresapkan oleh tanah dan volume hujan yang mengenai sub DTA pada masing-masing sub DTA disajikan dalam gambar 9, 10, dan 11. Luas daerah terarsir merupakan volume air yang tidak dapat diatasi oleh infiltrasi tanah. Dari ketiga kurva perbandingan tersebut terlihat jelas bahwa dengan curah hujan sebesar 113 mm, volume hujan tidak dapat diatasi hanya dengan mengandalkan kemampuan tanah untuk

0 200 400 600 800 1000 1200 0 200 400 600 800 1000 1200 0 1 2 3 4 5 6 Vo lum e ter infilt ra si( m 3 ) Vo lum e H uja n (m 3) Waktu (jam)

Volume Hujan Kemampuan Infiltrasi

0 100 200 300 400 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 1 2 3 4 5 6 Vo lum e ter infilt ra si( m 3 ) Vo lum e H uja n (m 3) Waktu (jam)

(33)

21 berinfiltrasi pada tiap sub DTA. Volume air yang tidak terinfiltrasi pada sub DTA 1B adalah sebesar 910.4 m3, pada sub DTA 1D sebesar 1 585 m3 dan pada sub DTA 2A sebesar 474.3 m3.

Selain mengandalkan kemampuan tanah berinfiltrasi, saluran juga memegang andil penting dalam mengurangi jumlah limpasan yang terjadi sebagai sisa dari volume hujan yang tidak mampu diresapkan tanah. Pada analisis kali ini diasumsikan debit yang dapat ditampung oleh saluran adalah sebesar debit rencana yang telah dihitung sebelumnya yaitu 0.32 m3/det untuk saluran di sub DTA 1B, 0.41 m3/det untuk saluran di sub DTA 1D dan 0.23 m3/det untuk saluran di sub DTA 2A. Kurva pada gambar 12, 13, dan 14 menunjukkan peningkatan volume air yang tidak berpotensi tergenang karena adanya kemampuan air berinfiltrasi pada tanah dan adanya saluran drainase.

Kapasitas saluran atau volume yang dapat ditampung saluran dihitung dengan mengalikan debit saluran dengan waktu konsentrasi sehingga didapatkan volume yang dapat ditampung saluran pada sub DTA 1B sebesar 122.74 m3, volume ini kemudian ditambahkan dengan kemampuan infiltrasi tanah sehingga didapatkan kurva infiltrasi + saluran dalam Gambar 12. Volume genangan yang terjadi ditunjukkan oleh luas dari perpotongan antara kurva volume hujan dengan kemampuan infiltrasi dan kapasitas saluran. Terjadi peningkatan kurva dari kurva sehingga didapatkan volume genangan yang terjadi sebesar 544 m3.

Gambar 13 menunjukkan pengaruh infiltrasi dan saluran drainase dalam mengurangi volume hujan yang mengenai sub DTA 1D. Debit saluran pada sub DTA 1D sebesar 0.41 m3/det dengan kapasitas sebesar 195.3 m3. Volume genangan yang terjadi setelah dilakukan penambahan saluran adalah sebesar 11054.6 m3. Gambar 14 menunjukkan pada sub DTA 2A terlihat infiltrasi dan

saluran berperan dalam pengurangan volume genangan. Debit saluran pada sub DTA 2A adalah sebesar 0.23 m3/det dengan kapasitas saluran sebesar 51.2 m3. Volume genangan yang terjadi setelah penambahan saluran adalah sebesar 335.8 m3.

Gambar 12 Pengaruh kemampuan infiltrasi dan saluran dalam pengurangan volume genangan pada sub DTA 1B

0 100 200 300 400 500 600 700 0 100 200 300 400 500 600 700 0 1 2 3 4 5 6 Vo lum e a ir tida k t er g ena ng ( m 3 ) Vo lum e H uja n (m 3) Waktu (jam)

(34)

22

Gambar 13 Pengaruh kemampuan infiltrasi dan saluran dalam pengurangan volume genangan pada sub DTA 1D

Gambar 14 Pengaruh kemampuan infiltrasi dan saluran dalam pengurangan volume genangan pada sub DTA 2A

Nilai volume genangan teoritis ini untuk tiap sub DTA tersaji dalam Tabel 16. Nilai volume genangan pada Tabel 16 berbeda jauh dengan volume genangan hasil pengukuran yang tersaji dalam Tabel 13. Hal ini disebabkan karena pengukuran genangan secara langsung hanya dilakukan pada genangan yang paling parah terjadi di sekitar lokasi penelitian dan mengabaikan genangan lainnya yang volumenya lebih kecil. Volume genangan kumulatif yang tidak

0 200 400 600 800 1000 1200 0 200 400 600 800 1000 1200 0 1 2 3 4 5 6 Vo lu m e a ir t id a k t erg enang ( m 3 ) Vo lum e H uja n (m 3) Waktu (jam)

Volume Hujan Kemampuan Infiltrasi Infiltrasi + saluran

0 100 200 300 400 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 1 2 3 4 5 6 Vo lu m e a ir t id a k t erg enang ( m 3 ) Vo lum e H uja n (m 3) Waktu (jam)

(35)

23 terukur tersebut bisa jadi lebih besar volumenya dari volume genangan yang terukur. Selain itu sulit dilakukan pengukuran genangan secara serentak di banyak titik karena keterbatasan tenaga, waktu dan peralatan.

Tabel 16 Nilai volume genangan keseluruhan dengan memperhatikan kemampuan infiltrasi dan saluran drainase

Perlakuan Volume Genangan (m

3 )

Sub DTA 1B Sub DTA 1D Sub DTA 2A

Hanya Infiltrasi 910.4 1585.0 474.3

Infiltrasi + saluran 544.0 1054.6 335.8

Volume genangan keseluruhan tersebut dapat dijadikan acuan untuk suatu sistem pengurangan volume genangan misalnya saja dengan menggunakan sumur resapan. Menurut Kusnaedi (2006), sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga terhindar dari penggenangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis hujan yang telah dilakukan dapat disimpulkan nilai curah hujan harian maksimum untuk wilayah penelitian di sekitar Jalan Meranti-Tanjung adalah sebesar 125.68 mm dengan periode ulang 2 tahun dan distribusi Gumbel. Debit puncak limpasan terbesar terjadi di sub DTA 1E yaitu sebesar 1.83 m3/det. Genangan terjadi pada sub DTA 1B, 1D dan 2A. Volume genangan terbesar berdasarkan pengukuran terjadi pada tanggal 5 April 2014 (curah hujan 113 mm) yaitu sebesar 8.40 m3 pada sub DTA 1B, 8.18 m3 pada sub DTA 1D dan 8.92 m3 pada sub DTA 2A. Nilai genangan keseluruhan pada sub DTA 1B sebesar 544 m3, sub DTA 1D sebesar 1 054.6 m3 dan sub DTA 2A sebesar 335.8 m3.

Saran

1. Permasalahan limpasan dan genangan terjadi akibat saluran yang tidak mampu menampung debit air yang besar karena kerusakan saluran, masalah sampah maupun sedimentasi. Oleh karena itu saran untuk pihak kampus adalah melakukan perawatan terhadap saluran-saluran di sekitar kampus dan melakukan perencanaan ulang untuk saluran-saluran yang kapasitasnya tidak cukup menampung debit puncak limpasan. Selain itu diperlukan juga sumur resapan untuk mencegah terjadinya genangan.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai analisis hujan jangka pendek untuk menentukan intensitas hujan di wilayah penelitian.

3. Perlu adanya penelitian lebih rinci mengenai kemampuan infiltrasi dengan memperhatikan kondisi dan jenis tanah.

(36)

24

DAFTAR PUSTAKA

Agus I. 2010. Penentuan Jenis Distribusi dan Uji Kesesuaian Smirnov Kolmogorov Data Hujan DAS Taratak Timbulun Kabupaten Pesisir Selatan.

Jurnal Rekayasa Sipil. 6(1):42-51.

Baharuddin MI. 2013. Penentuan Lokasi, Luas dan Volume Genangan Air sebagai Potensi Cadangan Airtanah di Perumahan Tamansari Persada, Bogor. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor.

Bhim S, Deepak R, Amol V, Jitendra S. Probability Analysis for Estimation of Annual One Day Maximum Rainfall of Jhalarapatan Area of Rajasthan, India.

Plant Archives. 12(2) : 1093-1100. ISSN : 0972-5210.

[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2014. Data Iklim Curah Hujan Harian Maksimum 2004-2014. Bogor: Stasiun Klimatologi Darmaga.

Bonnier, 1980. Probability Distribution and Probability Analysis. Bandung (ID): DPMA.

Musa JJ, Adewumi JK, Ohu J. 2013. Comparing Developed Runoff Coefficients for Some Selected Soils of Gidan Kwano with Exiting Values. International

Journal of Basic and Applied Science. 1(3): 473-481.

Desa MMM, Niemczynowicz J. 2001. Rainfall Characteristics in An Experimental Urban Catchment in Kuala Lumpur, Malaysia. Urban Drainage

in Specific Climates. 1(40): 177-185.

Edisono S. 1997. Drainase Perkotaan. Jakarta (ID): Gunadarma.

Hassing JM. 1995. Hydrology, in : Highway and Traffic Engineering Developing

Countries. London (USA): E & FN Spon.

Kamiana IM. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu

Kodoatie RJ dan Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi 2. Yogyakarta (ID): ANDI.

Kusnaedi. 2011. Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Linsley RK, Franzini JB, Sasongko D. 1985. Teknik Sumber Daya Air Jilid 1

Edisi Ketiga. Jakarta (ID): Erlangga.

Pane ES. 2010. Pengembangan Simulasi Aliran Air Pada Saluran Drainase Kota Menggunakan Pemodelan Network Flow [Tesis]. Institut Teknologi Bandung Pradipta NS, Sembiring P, Bangun P. 2013. Analisis Pengaruh Curah Hujan di

Kota Medan. Jurnal Saintia Matematika. 1(5):459-468.

Pramuji AH. 2013. Perencanaan dan Studi Pengaruh Sistem Drainase Marvell City terhadap Saluran Kalibokor di Kawasan Ngagel-Surabaya. Jurnal Teknik

POMITS. 1(1):1-6.

Rossi JK. 2012. Rancangan Hidrolika Bangunan Pengendali Limpasan di Wilayah Kampus IPB Dramaga, Bogor [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

(37)

25 Rozal BF. 2013. Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Volume Genangan Air

di Perumahan Tamansari Persada, Bogor [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor Smart P, Herbertson JG. 1992. Drainage Design.New York (USA): Van Nostrand

Reinhold.

Sosrodarsono S dan Takeda K. 2006. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta (ID): Pradya Paramita.

Subagyo S. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): ANDI.

(38)

26

Lampiran 1 Nilai KT untuk metode distribusi Normal dan Log Normal

No Periode Ulang, T (tahun) Peluang Kt

1 1.001 0.999 -3.05 2 1.005 0.995 -2.58 3 1.010 0.990 -2.33 4 1.050 0.950 -1.64 5 1.110 0.900 -1.28 6 1.250 0.800 -0.84 7 1.330 0.750 -0.67 8 1.430 0.700 -0.52 9 1.670 0.600 -0.25 10 2.000 0.500 0 11 2.500 0.400 0.25 12 3.330 0.300 0.52 13 4.000 0.250 0.67 14 5.000 0.200 0.84 15 10.000 0.100 1.28 16 20.000 0.050 1.64 17 50.000 0.020 2.05 18 100.000 0.010 2.33 19 200.000 0.005 2.58 20 500.000 0.002 2.88 21 1000.000 0.001 3.09

(39)

27 Lampiran 2 Nilai K untuk metode distribusi Log Pearson Tipe III

Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang) Koef. G

2 5 10 25 50 100 200 1000

Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

50 20 10 4 2 1 0.5 0.1 -3.0 0.396 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668 -2.9 0.390 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690 0.695 -2.8 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 0.722 -2.7 0.376 0.681 0.747 0.738 0.740 0.740 0.741 0.748 -2.6 0.368 0.696 0.771 0.764 0.768 0.769 0.769 0.775 -2.5 0.360 0.711 0.795 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802 -2.4 0.351 0.725 0.819 0.823 0.830 0.832 0.833 0.838 -2.3 0.341 0.739 0.844 0.855 0.864 0.867 1.869 0.874 -2.2 0.330 0.752 0.869 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.1 0.319 0.765 0.895 0.923 0.939 0.946 0.949 0.955 -2.0 0.307 0.777 0.920 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000 -1.9 0.294 0.788 0.945 0.996 1.023 1.038 1.044 1.065 -1.8 0.282 0.799 0.970 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130 -1.7 0.268 0.808 0.884 1.075 1.116 1.140 1.155 1.205 -1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280 -1.5 0.240 0.825 1.018 1.157 1.217 1.256 1.282 1.373 -1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465 -1.3 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424 1.545 -1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625 -1.1 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 1.713 -1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800 -0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910 -0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035 -0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150 -0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275 -0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.770 1.955 2.108 2.400 -0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540 -0.3 0.500 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675 -0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810 -0.1 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950 0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090 0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235 0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380 0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525 0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670 0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815 0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960 0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105 0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250 0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395 1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540 1.1 -0.180 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575 4.680 1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820 1.3 -0.210 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745 4.965 1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110 1.5 -0.240 0.690 1.333 2.146 2.743 3.330 3.910 5.250 1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390 1.7 -0.268 0.660 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069 5.525 1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.828 3.499 4.147 5.660 1.9 -0.282 0.627 1.310 2.207 2.881 3.553 4.223 5.785 2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910 2.1 -0.319 0.592 1.294 2.230 2.942 3.656 4.372 6.055 2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200 2.3 -0.341 0.555 1.274 2.248 3.997 3.753 4.515 6.333 2.4 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.800 4.584 6.467 2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600 2.6 -0.368 0.799 1.238 2.267 3.017 3.899 4.718 6.730 2.7 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.937 4.847 6.860 2.8 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.093 3.932 4.783 6.990 2.9 -0.390 0.440 1.195 2.277 3.134 4.013 4.909 7.120 3.0 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250

(40)

28

Lampiran 3 Nilai Yn dan Sn untuk metode distribusi Gumbel

N Reduce Mean, Yn Reduce Standard Deviation, Sn

10 0.4952 0.9496 20 0.5236 1.0628 30 0.5362 1.1124 40 0.5436 1.1413 50 0.5485 1.1607 60 0.5521 1.1747 70 0.5548 1.1854 80 0.5569 1.1938 90 0.5586 1.2007 100 0.5600 1.2065

(41)

29 Lampiran 4 Nilai kritis Do untuk Uji Kecocokan Smirnov Kolmogorov

Jumlah Data (N) Derajat kepercayaan (α) 0.2 0.1 0.05 0.01 5 0.45 0.51 0.56 0.67 10 0.32 0.37 0.41 0.49 15 0.27 0.3 0.34 0.4 20 0.23 0.26 0.29 0.36 25 0.21 0.24 0.27 0.32 30 0.19 0.22 0.24 0.29 35 0.18 0.20 0.23 0.27 40 0.17 0.19 0.21 0.25 45 0.16 0.18 0.20 0.24 50 0.15 0.17 0.19 0.23 N>50 Sumber : Bonnier (1980)

(42)

30

(43)

31 Lampiran 6 Peta tata guna lahan, pembagian DTA dan arah aliran air pada DTA

(44)

32

Lampiran 7 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Normal

No Tahun X X- ̅ (X- ̅)2 1 2004 141.6 13.44 180.63 2 2005 126.5 -1.66 2.76 3 2006 136.4 8.24 67.90 4 2007 155.5 27.34 747.48 5 2008 104.5 -23.66 559.80 6 2009 115.1 -13.06 170.56 7 2010 144.5 16.34 267.00 8 2011 97.6 -30.56 933.91 9 2012 123.1 -5.06 25.60 10 2013 136.8 8.64 74.65 Jumlah 3030.28 Jumlah Data (N) 10 Rata-rata ( ̅) 128.16 Deviasi Standar(S) 18.35 Periode Ulang KT

Nilai Probabilitas Hujan Rencana (R24) (mm/hari) 2 0 128.16 5 0.84 143.57 10 1.28 151.65 20 1.64 158.25 25 1.71 159.54 50 2.05 165.78

(45)

33 Lampiran 8 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Log Normal

No Tahun X Log X (log X – log ̅) (log X - log ̅)2

1 2004 141.6 2.151 0.048 0.002 2 2005 126.5 2.102 -0.001 2.145 E-06 3 2006 136.4 2.135 0.031 0.001 4 2007 155.5 2.192 0.088 0.008 5 2008 104.5 2.019 -0.084 0.007 6 2009 115.1 2.061 -0.042 0.002 7 2010 144.5 2.160 0.056 0.003 8 2011 97.6 1.989 -0.114 0.013 9 2012 123.1 2.090 -0.013 0.0002 10 2013 136.8 2.136 0.032 0.001 Jumlah 0.0374 Jumlah Data (N) 10 Rata-rata ( ̅) 2.10 Deviasi Standar(S) 0.064 Periode

Ulang KT log ̅ + KS Nilai Probabilitas Hujan Rencana (R24)

(T) (mm/hari) 2 0 2.103 126.93 5 0.84 2.158 143.78 10 1.28 2.186 153.47 20 1.64 2.209 161.90 25 1.71 2.214 163.59 50 2.05 2.236 172.05

(46)

34

Lampiran 9 Perhitungan curah hujan dengan distribusi Log Pearson III

No Tahun x log X (log X-log ̅) (log X-log ̅ 2 (log X-log ̅)3

1 2004 141.6 2.151 0.048 0.002 0.0001 2 2005 126.5 2.102 -0.001 2.145 E-06 -3.1 E-09 3 2006 136.4 2.135 0.031 0.001 3.05 E-05 4 2007 155.5 2.192 0.088 0.008 0.0007 5 2008 104.5 2.019 -0.084 0.007 -0.0006 6 2009 115.1 2.061 -0.042 0.002 -7.7 E-05 7 2010 144.5 2.160 0.056 0.003 0.0002 8 2011 97.6 1.990 -0.114 0.013 -0.001 9 2012 123.1 2.090 -0.013 0.0002 -2.4 E-06 10 2013 136.8 2.136 0.032 0.001 3.44 E-05 Jumlah 0.037 -0.0011 Jumlah Data (N) 10 Rata-rata ( ̅) 2.10 Deviasi Standar(S) 0.064 Koefisien Kemencengan (G) -0.587

Gambar

Gambar 1 Daerah penelitian di sekitar Jalan Meranti-Tanjung
Tabel 1  Koefisien limpasan untuk metode Rasional  Koefisien Limpasan, C = C t  + C s  + C v
Tabel 2  Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan  Luas DAS  (ha)  Periode Ulang (tahun)  Metode Perhitungan Debit Banjir  &lt; 10  2  Metode Rasional  10 – 100  2-5  Metode Rasional  101 – 500  5-20  Metode Rasional
Gambar 2 Kerangka alir prosedur penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari sejumlah pembahasan diatas dalam praktik, lembaga jaminan yang digunakan oleh bank dalam pelaksanaan kredit denganjaminan deposito, yaitu lembaga jaminan

a) Analisa peta limpasan dan genangan air hujan tentang luasan limpasan dan genangan air hujan. b) Analisa dari overlay peta administrasi dengan peta limpasan

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 30 Undang- undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh

atau ulasan produk kosmetik tertentu dari konsumen lain melalui internet, akan memberikan keyakinan pada diri konsumen bahwa mereka memilih produk yang baik, yang

PPL di SMK N 1 Salatiga, praktikan mengajar mata pelajaran Bekerjasama dengan Kolega dan Pelanggan. Materi yang disampaikan adalah Tata Hubungan Komunikasi, Jenis

Form basis pengetahuan akan tampil apabila pengguna atau user menggunakan level pakar pada saat menggunakan program sistem pakar pendiagnosa pada tubuh, form ini

Terputusnya suatu daerah dari pemerintah pusat akan menghambat kemajuan suatu daerah, karena jembatan merupakan salah satu alat yang sangat vital bagi kelancaran lalu

Pengujian yang dilakukan baik itu dari hasil uji pemodelan laboratorium maupun dari hasil PLAXIS 3D FOUNDATION v 1.6 akan menghasilkan hubungan antara beban (load) dan penurunan