ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT
PUNCAK DENGAN METODA RASIONAL PADA
DAS BELUMAI DAN DAS BEDAGAI
SKRIPSI
Oleh:
PARSAORAN SIMAMORA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT
PUNCAK DENGAN METODA RASIONAL PADA
DAS BELUMAI DAN DAS BEDAGAI
SKIPSI
Oleh:
PARSAORAN SIMAMORA 030308014/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Ir. Edi Susanto, M.Si Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
The changes of land use at catchments area resulted in a significant impact on flood discharge. The impact of the change in the order of land use was the increase in the direct surface flow, at the same time, the decrease of water that penetrated in to the soil, and more run off as the river water discharge. If this river’s discharge is too high, and exceeded the capacity of the river, flood will happen. Realising the big impact that, caused by the climate anomaly, either in the form of flood or drought, the availability of data and quick climate information that accurate according to space and time were increasingly felt to be urgent for prediction and anticipation. In this case rainfall was calculated using frequency analysis, starting by determining the maximum mean daily rainfall with annual maximum series method, followed by calculating the statistical parameters to choose the best distribution. Rainfall data ware transformed to hours intensity rainfall with Monobe method to calculate the maximum flood discharge using rational method. Result of this research indicated that Log Pearson Type III distribution was fit to most data in the Belumai DAS and Bedagai DAS.
Keywords:Distribution pattern, Log Pearson Type III, maximum flood discharge, rational method
ABSTRAK
Perubahan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir. Dampak dari perubahan tata guna lahan ini adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi kapasitas tampung sungai, maka akan menyebabkan banjir. Menyadari besarnya dampak yang ditimbulkan anomali iklim baik berupa bencana banjir maupun kekeringan, maka ketersediaan data dan informasi iklim secara cepat dan akurat menurut ruang dan waktu semakin dirasakan mendesak untuk keperluan prediksi dalam rangka antisipasi. Dalam hal ini curah hujan dihitung dengan analisis frekuensi yang dimulai dengan menentukan curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode annual maximum series. Kemudian menentukan parameter statistik untuk memilih distribusi yang cocok. Data hujan harian ini kemudian ditransformasikan menjadi intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode mononobe untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa distribusi Log Person Type III sangat cocok dengan sebaran data di wilayah studi DAS Belumai dan DAS Bedagai.
RINGKASAN PENELITIAN
PARSAORAN SIMAMORA,”Analisis Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Belumai dan DAS Bedagai” dibawah bimbingan Ir. Edi Susanto, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola distribusi yang tepat dan
menghitung debit puncak dengan metode rasional pada DAS Belumai dan DAS
Bedagai. Dari hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan kesimpulan sebagai
berikut:
Kondisi DAS Belumai dan DAS Bedagai
Secara geografis DAS Belumai terletak antara 0302’-03042’50” LU dan 98º 20’
– 98º54’45’’ LS. DAS Bedagai terletak antara 03005’-03038’10” LU dan 98º 48’22’’ –
99º16’35’’ LS. Sungai Belumai terletak di Kabupaten Deli Serdang, sedangkan
Sungai Bedagai terletak di Kabupaten Serdang Bedagai. Kedua DAS ini bermuara ke
Selat Malaka. Panjang DAS Belumai adalah 78 km dan DAS Bedagai adalah 92,4
km. Dari kedua DAS tersebut diambil masing – masing tiga stasiun yakni untuk DAS
Belumai adalah stasiun Sei Merah, Deli Muda, Pagar Merbau. Sedangkan untuk DAS
Bedagai adalah Bangun Bandar, Sibulan dan Paya Pinang.
Analisa Curah Hujan
Setelah dilakukan pengolahan data curah hujan maka berdasarkan parameter
distribusi Log Person Type III kemudian dilakukan pengujian dengan uji Chi-Square
dan Semirnov Kolmogorov. Besarnya curah hujan rancangan berbagai periode ulang
1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, 200 (tahun) untuk Belumai sebesar 27,11;
47,83; 63,17; 73,25; 79,05; 84,10; 89,49; 91,58; 95,91 100,42; 114,42; 128,43
mm/jam, dan untuk DAS Bedagai adalah 33,05; 55,87; 75,58; 87,58, 92,57; 97,82;
103,40; 105,65; 110,33; 115,18; 128,50; 141,86 mm/jam.
Intensitas Hujan
Untuk menghitung debit puncak salah satu faktor yang mempengaruhi adalah
intensitas hujan dimana intensitas harus menyamai waktu konsentrasi. Dalam hal ini
waktu konsentrasi untuk DAS Belumai adalah 6,93 jam dan untuk DAS Bedagai
adalah 7,11 jam. Hal ini masih dalam durasi umum hujan yang terjadi yakni 1- 12
jam. Intensitas hujan yang diperoleh untuk berbagai kala ulang pada DAS Belumai
adalah 2,59; 4,58; 6,04; 7,01; 7,56; 8,05; 8,56; 8,76; 9,18; 9,61; 10,96; 12,29, dan
untuk DAS Bedagai 3,16; 5,35; 7,23; 8,39; 8,89; 9,37; 9,90; 10,12; 10,56; 11,03;
12,31; 13,59 mm/jam.
Debit Puncak
Perubahan tata guna lahan dalam suatu daerah aliran sungai sangat
mempengaruhi besar debit puncak yang terjadi pada waktu turunnya hujan dimana
hujan tidak lagi mengalami infiltrasi melainkan melimpas sebagai aliran
permukaan. Untuk DAS Belumai Koefisien limpasannya adalah 0,214 dan DAS
Bedagai sebesar 0,217. Sehingga debit puncak untuk berbagai kala ulang untuk
399,73; 418,90; 438,52; 500,12; 560,81 m3/detik dan untuk DAS Bedagai adalah
199,52; 337,80; 456,50; 529,74; 561,31; 591,62; 625,08; 638,97; 666,75; 393,43;
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rianauli, Tapanuli Utara pada tanggal 15 Desember
1984 dari Ayah P. Simamora dan Ibu K. Purba. Penulis merupakan anak Ke-3
(ketiga) dari lima bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMU S Parmonangan dan pada tahun 2003
lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK, pada Program
Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama kuliah penulis mengikuti kegiatan organisasi IMATETA pada tahun
2003-2008. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Horti Jaya
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Skripsi ini berjudul “Analisis Curah Hujan untuk Pendugaan Debit Puncak dengan Metode Rasional pada DAS Belumai dan DAS Bedagai”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ir. Edi Susanto, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Ucapan
terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda atas segala perhatian,
doa dan dukungan materil maupun moril. Terimakasih juga penulis sampaikan
kepada saudara-saudari dan seluruh teman-teman yang telah membantu penulis
selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan,
oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari
para pembaca sehingga menjadi lebih baik.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Oktober 2008
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... ii
RINGKASAN PENELITIAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi ... 4
Daerah Aliran Sungai ... 5
Analisa Frekuensi ... 7
Uji Kecocokan ... 15
Intensitas Curah Hujan ... 17
Waktu Konsentrasi ... 19
Koefisien Limpasan ... 20
Metode Rasional ... 22
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
Bahan dan Alat Penelitian ... 25
Metode Penelitian ... 26
Pelaksanaan Penelitian ... 26
Pengolahan Data ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi DAS Belumai dan Bedagai ... 31
Analisa Curah Hujan ... 33
Curah Hujan Harian Maksimum ... 33
Penentuan Pola Distribusi ... 35
Uji Kecocokan ... 37
Curah Hujan Rencana ... 38
Intensitas Hujan ... 40
Analisa Debit Banjir ... 44
Koefisien Limpasan ... 45 Debit Puncak ... 47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 49 Saran ... 50
DAFTAR TABEL
Hal
1. Parameter Statistik Frekuensi ... 9
2. Data Penutup Lahan untuk DAS Belumai ... 32
3. Data Penutup Lahan untuk DAS Bedagai ... 33
3. Data Curah Hujan Maksimum Harian... 35
4. Parameter Statistik Frekuensi ... 36
5. Uji Chi-square dan Smirnov-Kologorov ... 38
6. Parameter Statistik Analisis Frequensi Distribusi Log Pearson Type III ... 39
7. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang ... 39
8. Intensitas Hujan Jam-jaman Untuk DAS Belumai ... 41
9. Intensitas Hujan Jam-jaman Untuk DAS Bedagai ... 42
10. Koefisien Limpasan DAS Belumai ... 45
11. Koefisien Limpasan DAS Bedagai ... 45
12. Debit Puncak Belumai ... 47
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Siklus Hidrologi ... 4
2. Kurva Distribusi Frekuensi Normal ... 10
3. Distribusi Frequensi DAS Belumai ... 37
4. Distribusi Frequensi DAS Bedagai ... 37
5. Kurva IDF (Intesity-Duration-Frequency) DAS Belumai ... 43
LAMPIRAN
Hal
1. Diagram Alir Penelitian... 53
2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 54
3. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rata-rata DAS Belumai ... 55
4. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Rata-rata DAS Bedagai ... 57
5. Nilai Faktor Frekuensi K ... 59
6. Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square (Uji Satu Sisi) ... 61
7. Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov ... 62
8. Tabel Distribusi Normal ... 63
9. Peta DAS Wampu Sei Ular ... 64
10. Peta Das Belumai ... 65
11. Peta DAS Bedagai ... 66
12. Peta Penutupan Lahan DAS Belumai dan Bedagai ... 67
13. Peta Poligon Thiesen DAS Belumai ... 68
ABSTRACT
The changes of land use at catchments area resulted in a significant impact on flood discharge. The impact of the change in the order of land use was the increase in the direct surface flow, at the same time, the decrease of water that penetrated in to the soil, and more run off as the river water discharge. If this river’s discharge is too high, and exceeded the capacity of the river, flood will happen. Realising the big impact that, caused by the climate anomaly, either in the form of flood or drought, the availability of data and quick climate information that accurate according to space and time were increasingly felt to be urgent for prediction and anticipation. In this case rainfall was calculated using frequency analysis, starting by determining the maximum mean daily rainfall with annual maximum series method, followed by calculating the statistical parameters to choose the best distribution. Rainfall data ware transformed to hours intensity rainfall with Monobe method to calculate the maximum flood discharge using rational method. Result of this research indicated that Log Pearson Type III distribution was fit to most data in the Belumai DAS and Bedagai DAS.
Keywords:Distribution pattern, Log Pearson Type III, maximum flood discharge, rational method
ABSTRAK
Perubahan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai (DAS) memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir. Dampak dari perubahan tata guna lahan ini adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi kapasitas tampung sungai, maka akan menyebabkan banjir. Menyadari besarnya dampak yang ditimbulkan anomali iklim baik berupa bencana banjir maupun kekeringan, maka ketersediaan data dan informasi iklim secara cepat dan akurat menurut ruang dan waktu semakin dirasakan mendesak untuk keperluan prediksi dalam rangka antisipasi. Dalam hal ini curah hujan dihitung dengan analisis frekuensi yang dimulai dengan menentukan curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode annual maximum series. Kemudian menentukan parameter statistik untuk memilih distribusi yang cocok. Data hujan harian ini kemudian ditransformasikan menjadi intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode mononobe untuk menghitung debit puncak dengan metode rasional. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa distribusi Log Person Type III sangat cocok dengan sebaran data di wilayah studi DAS Belumai dan DAS Bedagai.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menyadari besarnya dampak yang ditimbulkan anomali iklim baik berupa
bencana banjir maupun kekeringan, maka ketersediaan data dan informasi iklim
secara cepat dan akurat menurut ruang dan waktu semakin dirasakan mendesak
untuk keperluan prediksi dalam rangka antisipasi.
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu cepat telah
menyebabkan perubahan tata guna lahan. Banyak lahan yang semula berupa lahan
terbuka atau telah berubah menjadi areal pemukiman ataupun industri. Hal ini
tidak hanya terjadi kawasan perkotaan namun sudah merambah ke kawasan
lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan tata
guna lahan ini adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus
menurunnya air yang meresap ke dalam tanah. Akibat selanjutnya adalah
timpangnya antara musim hujan dan musim kemarau, debit banjir meningkat dan
kekeringan.
Hariyadi (1988) mengemukakan bahwa tingkat pertambahan penduduk
yang begitu pesat, sebaliknya luas DAS relatif tetap tadak mengalami perubahan,
ditambah lagi dengan faktor kemiskinan penduduk yang mengakibatkan semakin
meningkatnya perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya kurang
memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaannya.
Pemanfaatan potensi DAS baik sumber daya lahan maupun sumber daya air yang
tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi akan mengakibatkan degradasi
Perubahan tata guna lahan pada kawasan konservasi menjadi kawasan
terbangun dapat menimbulkan banjir, tanah longsor dan kekeringan. Banjir adalah
aliran atau genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan
menyebabkan kehilangan jiwa. Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena
adanya luapan-luapan pada daerah kanan atau kiri sungai sebagai akibat alur
sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat. Hal ini
terjadi karena pada musim penghujan air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan
air (catchments area) tidak banyak yang dapat meresap ke dalam tanah
melainkan lebah banyak melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini
terlalu besar dan melebihi kapasitas tampung sungai, maka akan menyebabkan
banjir (Asdak, 1995).
Menurut Sudjarwadi (1987), banjir adalah aliran/genangan air yang
menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan kehilangan jiwa. Aliran atau
genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada daerah kanan
atau kiri sungai sebagai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup
bagi debit aliran yang lewat.
Analisa frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu
kejadian pada masa lalu atau yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan
menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang yang paling sesuai.
Menurut Sri Harto (1993), analisis frekuensi dapat dilakukan dengan seri data
yang diperoleh dari rekaman data baik data curah hujan maupun data debit.
Analisis ini sering dianggap cara analisis paling baik, karena dilakukan terhadap
data yang terukur langsung yang tidak melewati pengalihragaman terlebih dahulu.
memerlukan data intensitas hujan dalam durasi dan periode ulang tertentu yang
dapat diperoleh dari kurva IDF (intensity duration frequency).
Penyajian secara grafik hubungan ini adalah berupa kurva
Intensity-Duration-Frequency (IDF). Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan
yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi
(Loebis, 1992).
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola distribusi frekuensi yang tepat pada DAS
Belumai dan DAS Bedagai.
2. Untuk menghitung debit puncak aliran sungai pada DAS Belumai dan
DAS Bedagai dengan menggunakan metode rasional.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan
pendidikan S1 di Program Studi Teknik Pertanian Departemen
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN LITERATUR
Siklus Hidrologi
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau,
waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi
dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah
Aliran Sungai (DAS). Di bawah ini adalah gambar dari siklus hidrologi
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Secara hidrologis DAS didefinisikan sebagai daerah yang dibatasi oleh
punggung topografi, sehingga air yang jatuh akan mengalir melalui satu titik
pengamatan. Dalam suatu sistem hidrologi DAS berlaku sistem masukan dan
pengeluaran. DAS berfungsi “processor” dimana masukannya adalah curah hujan
dan energi, sedangkan keluarannya adalah debit aliran sungai, sedimen, dan
lain-lain. DAS juga merupakan salah satu bentuk ekosistem yang terbagi ke dalam
wilayah hulu, tengah dan hilir. Wilayah hulu didominasi oleh kegiatan pertanian
lahan kering dan hutan, sedangkan wilayah hilir didominasi oleh lahan sawah dan
pemukiman.
Daerah Aliran Sungai disebut juga watershed atau catchments area. DAS
ada yang kecil dan ada juga yang luas. DAS yang sangat luas bisa terdiri dari
beberapa sub DAS dan sub DAS dapat terdiri dari beberapa sub-sub DAS,
tergantung banyaknya anak sungai yang ada, yang merupakan bagian dari suatu
sistem utama (Asdak, 1995).
DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam komponen
dan terjadi keseimbangan dinamik antara komponen yang merupakan masukan
(input) dan komponen yang merupakan keluaran (output), dimana keadaan atau
pengaruh yang berlaku pada salah satu bagian di dalamnya akan mempengaruhi
wilayah secara keseluruhan (Hartono, 2005).
Suatu kegiatan pengelolan DAS dipantau dan dievaluasi, untuk
mengatahui sejauh mana dampak positif dari kegaitan tersebut. Secara hidrologis,
parameter-parameter hidrologi yang diamati pada keluaran dari suatu DAS
menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
1. Perbandingan antara debit maksimum bulan dan debit minimum bulan dalam
satu tahun, menunjukkan kecenderungan menurun.
2. Unsur utama hidrograf aliran sungai menunjukkan :
Waktu mencapai puncak semakin lama,
Waktu dasar semakin panjang,
Debit puncak menurun.
3. Volume aliran dasar dan koefisien resesi semakin meningkat .
4. Koefisien limpasan sesaat dan tahunan menurun.
5. Muatan sedimen yang merupakan jumlah seluruh muatan yang terdiri dari
muatan dasar, muatan suspensi, dan padatan terlarut menunjukkan
kecenderungan menurun.
6. Kandungan unsur kimia dan hara di dalam perairan sungai yang merupakan
hasil proses biogeokimia di dalam DAS menunjukkan kecenderungan
menurun
( Yayat, dkk., 2003).
Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi
yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehigga mampu memberi
manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia.
Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan
implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam
dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi jasa
hal ini termasuk identitikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, dan
keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002).
Salah satu fungsi utama dari daerah aliran sungai (DAS) adalah sebagai
pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama di daerah hilir.
Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan
kualitas tata air pada daerah aliran sungai (DAS) yang akan lebih dirasakan oleh
masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada saat ini,
konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan
dalam mengatur tata air, mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut.
Hutan terlalu dikaitkan dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem
(Van Noordwijk et al., 2003).
Analisis Frekuensi
Dalam proses pengalihragaman hujan mejadi aliran ada beberapa sifat
hujan yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I),
lama waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh
hujan (A). Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa
hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan
(catchment area) yang kecil sampai yang besar. Analisis hubungan dua parameter
hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik
dengan frekuensi kejadiannya (Soemarto, 1987).
Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu
kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat
digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan
distribusi hujan secara empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan
intensitas hujan yang diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan
metode rasional. Dalam penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan
kala ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, dan 200 tahun.
Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi
yaitu:
1. Data maksimum tahunan: tiap tahun diambil hanya satu besaran
maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisa selanjutnya. Series
data ini disebut seri data meaksimum (maximum annual series).
2. Seri parsial: dengan menetapkan besaran tertentu sebagai batas bawah
selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut
diambil kemudian dianalisis dengan cara yang lazim. Metode ini lebih
realistis dibandingkan metode maximum annual series sehingga beberapa
ahli menyarankan menggunakan cara partial series
(Suripin, 2004).
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan, intensitas hujan yang tinggi
pada umumnya berlangsung dengan durasi yang pendek dan meliputi daerah yang
tidak sangat luas (Sudjarwadi, 1987). Hujan meliputi daerah yang luas, jarang
sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup
panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tingi dengan durasi panjang jarang
terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas
dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan
yang terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal beberapa
macam distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang
hidrologi adalah :
1. Distribusi Normal
2. Distribusi Log Normal
3. Distribusi Log-Pearson Type III dan
4. Distribusi Gumbel
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis
data yang meliputi :
Tabel 1. Parameter Statistik Analisis Frekuensi
Parameter Sampel
Rata-rata
X = i n
i X n
∑
=1 1Simpangan baku
s =
(
)
2 / 1 2 1 1 1 − −
∑
− X X n i n i Koefisien variasi Cv = x sKoefisien skewness Cs =
(
)
( )( )
33
1
2
1 n s
n X X n i n i − − −
∑
= Koefisien kurtosisCk =
(
)
( )( )(
)
44 i n 1 i 2 s 3 n 2 n 1 n X X n − − − −
∑
=Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss.
Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut:
− −
= 2
2
2 ) ( exp 2 1 ) ( '
σµ π
σ
x X
P ………...….. (1)
dimana:
P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal).
X = Variabel acak kontinu µ = Rata-rata nilai X
σ = Simpangan baku dari X
Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ.
Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ, dan grafiknya selalu di atas sumbu
datar X serta mendekati sumbu datar X dan di mulai dari X = µ+ 3σ dan
X = µ - 3σ, nilai mean = median = modus.
Gambar 2. Kurva distribusi frekuensi normal
Luas 99,73 % Luas 96, 45 %
Dari gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1) Kira-kira 68,27 % terletak di daerah satu deviasi standart sekitar nilai
rata-ratanya yaitu antara (µ - σ) dan (µ +σ ).
2) Kira-kira 95,45 % terletak di daerah dua deviasi standart sekitar nilai
rata-ratanya yaitu antara (µ - 2σ) dan (µ + 2σ).
3) Kira-kira 99,73 % terletak di daerah tiga deviasi standart sekitar nilai
rata-ratanya yaitu antara (µ - 3σ) dan (µ + 3σ). (Surupin, 2004).
Rumus yang umum digunakan untuk distribusi normal adalah:
XT = X + KT.s ……….. (2)
di mana:
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = Nilai rata-rata hitung sampel
s = Deviasi standard nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan
periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang.
(Suripin, 2004).
Menurut Jayadi (2000), sifat khas lain yaitu nilai asimetris (koefisien
skewness) hampir sama dengan nol dan dengan kurtosis 3 selain itu kemungkinan:
P
( )
x−σ =15,87%P
( )
x =50%Distribusi Gumbel
Menurut Chow (1964), rumus umum yang digunakan dalam metode
Gumbel adalah sebagai berikut:
X = X +s.K ... (3)
Dengan : X = nilai rata-rata atau mean; s = standard deviasi
Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus
berikut ini:
n n Tr
S Y Y
K= − ... (4)
dimana :
Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n
Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah
sampel/data n
Tr = Fungsi waktu balik (tahun)
YTr = reduced variate yang dapat dihitung dengan persamaan berikut:
YTr = -In
− −
r r T T
In 1 ……….... (5)
Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah nilai asimetris (koefisien
Distribusi Log Normal
Jika variabel acak Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Ini dapat dinyatakan dengan model
matematik dengan persamaan :
YT = Y + KTS ………. (6)
dimana:
YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y = Nilai rata-rata hitung sampel
S = Standard deviasi nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan
periode ulang dan tipe model metematik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang.
(Singh, 1992)
Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Normal adalah
nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi
(Cv) atau bertanda positif.
Distribusi Log Pearson Type III
Parameter penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga rata-rata,
simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama
dengan nol maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal (Suripin, 2004).
Langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III adalah
sebagai berikut.
2. Hitung harga rata-rata:
Log X = i
n i X n log 1 1
∑
= ... (7)3. Hitung harga simpangan baku:
s =
(
)
2 / 1 2 1 log log 1 1 − −
∑
= X X n i n i ... (8)4. Hitung koefisien kemencengan:
Cs =
(
)
( )( )
33 1 2 1 log log s n n X X n i n i − − −
∑
= ... (9)5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T:
Log XT = log X + K.s ... (10)
(Linsley, et al, 1975).
Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III
adalah:
1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi diatas
2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung.
Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data
hidrologi yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah desain
khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Suatu
garis lurus yang mempresentasikan sebaran data-data yang diplot kemudian
ditarik sedemikian rupa berupa garis linier. Metode pengeplotan data dapat
dilakukan secara empiris, persamaan yang umum digunakan adalah persamaan
Tr =
m n+1
………. (11)
dimana :
m = Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil.
n = Banyaknya data atau jumlah kejadian.
(Soedibyo, 2003).
Menurut Sri Harto (2000), menyebutkan bahwa masing-masing distribusi
mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya
dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang
tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over
estimate maupun under estimate.
Uji kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi
tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan
Smirnov-Kolmogorov (Suripin, 2004).
1.Uji Chi-Square
Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini
merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis
berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan
antara nilai probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi
pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang
diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H0).
Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang
dianalisis. Parameter Xh2 merupakan variabel acak. Parameter X2 yang digunakan
dapat dihitung dengan rumus:
Xh2 =
∑
(
)
= −
n
i Ei
Ei Oi
1
2
... (12)
Dimana :
Xh2 = parameter Chi-Square terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
(Suripin, 2004).
Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan
menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang
variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel
dipilih secara acak (Hartono, 2004).
2. UjiSmirnov-Kolmogorov
Dalam statistika, uji smirnov-kolmogorov dipakai untuk membedakan dua
buah sebaran data yaitu membedakan sebaran berdasarkan data hasil pengamatan
sebenarnya dan populasi atau sampel yang diandaikan atau diharapkan. Dengan
kata lain, uji smirnov-kolmogorov menguji apakah dua sampel independen berasal
sama. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung frekuensi
yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan nilai-nilai statistik
sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan:
Dn = max { F0(x)-SN(x)} ………. (13)
Dimana F0(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi
teoritik berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, F0(x) merupakan proporsi harapan
yang nilainya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi
kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada
perbedaan antara nilai selisih yang terbesar (Wikipedia, 2006).
Chakravart, et al(1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov
dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari
distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari
variabel kontinu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji
smirnov-kolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara
signifikan.
Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), Uji smirnov-kolmogorov
digunakan untuk pengujian sampai dimana sebaran data tersebut berdasarkan
hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H0: data mengikuti distribusi yang
ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan.
Intensitas Curah Hujan
Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data
intesitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang
Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi
adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya
berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas.
Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi,
tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Kombinasi dari
intensitas curah hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang terjadi,
tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari
langit (Sudjawadi, 1987).
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk
mendapatkan nilai intensitas hujan disuatu tempat maka alat penakar hujan yang
digunakan harus mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai
berlangsungnya hujan sampai hujan tersebut berhenti. Dalam hal ini alat penakar
hujan yang dapat dimanfaatkan adalah alat penakar hujan otomatis. Alat penakar
hujan standar juga digunakan asal waktu selama hujan tersebut berlangsung
diketahui (Asdak,1995).
Sri Harto (1993), menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis
frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika
tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas curah hujan atau
disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris
dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot,
Mononobe, Sherman dan Ishgura.
Menurut Loebis (1992), intensitas hujan (mm/jam) dapat
mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung
berdasarkan rumus :
3 / 2 24 24 24
=
t R
I ……… (14)
dimana:
R = Curah hujan rancangan setempat (mm)
t = Lamanya curah hujan (jam)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
Waktu Konsentrasi
Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai titik pengamatan oleh air
hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan itu adalah waktu
konsentrasi. Bagi hujan yang seragam lama waktu ini sama dengan waktu
keseimbangan, yang laju alirannya menyamai laju penambahan hujan. Banjir
maksimum terjadi jika hujan berlangsung dengan dengan intensitas maksimum
selama waktu tidak kurang dari waktu konsentrasi itu. Lama waktu konsentrasi
sangat tergantung pada ciri-ciri daerah aliran, terutama panjang jarak yang harus
ditempuh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan, kemiringan
daerahnya dan ciri-ciri lainnya. Untuk DAS yang besar dengan pola drainase
kompleks, aliran air di tempat terjauh akan datang terlambat untuk ikut menambah
besarnya banjir di titik pengamatan. Untuk DAS kecil dengan pola drainase
sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari
tempat terjauh.
Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini
diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap
bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol.
Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus
yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut :
tc=
385 , 0 2
1000 87 , 0
xS xL
………... (15)
dimana:
tc = Waktu konsentrasi dalam jam,
L = Panjang sungai dalam Km,
S = Kemiringan sungai dalam m/m.
Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata
Perhitungan data curah hujan maksimum harian rata-rata DAS harus
dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Dalam praktek sering
dijumpai perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan mencari hujan maksimum
harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk
mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan
dari masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya
akan jauh menyimpang dari yang seharusnya. Cara yang harus ditempuh untuk
mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut:
1. Tentukan hujan maksimum harian pada bulan tertentu di salah satu pos
2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos
hujan yang lain.
3. Hitung hujan DAS dengan satu cara yang dipilih.
4. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang
sama untuk pos hujan yang lain.
5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap pos.
Dari hasil rata-rata diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang
tertinggi setiap tahun. Data curah hujan merupakan hujan maksimum DAS untuk
tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).
Koefisien Limpasan
Koefisien limpasan adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas
melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah.
Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien
pengalirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah
kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan
intensitas hujan (Eripin, 2005).
Bencana banjir dipahami sebagai melimpasnya air sehingga menutupi
lahan-lahan produktif dan juga kawasan tempat tinggal dan tempat berusaha
manusia. Air yang melimpas selain karena jumlahnya yang sangat banyak karena
akibat fenomena alamiah seperti air yang jumlahnya banyak tersebut tidak lagi
meresap kedalam tanah dan hanya mengalir di permukaan dan menggenangi serta
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien
aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang
dapat dihitung dengan persamaan berikut :
CDAS =
∑
∑
= =
n
i i n
i i i
A A C
1 1
... (16)
dimana :
Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i
Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = jumlah jenis penutup lahan
(Suripin, 2004).
Metode Rasional
Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga
sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang
melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I
terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai
mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh
bagian DAS telah memberikan konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada
sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A.
Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang
Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah
sebagai berikut (Wanielista,1990):
a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu,
setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan
intensitas tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan
d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.
Menurut Wanielista (1990), metode Rasional adalah salah satu dari
metode tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak
(peak disharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah
hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan
langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi Tc tercapai ketika
seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan
pada sistem ( IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS
dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak
(Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebaagi run off coeffcient (C)
(Chow,1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut
Chow, 1964:
Q = 0,278.C.I.A ... (17)
dimana:
Q = Debit banjir maksimum (m3/dtk)
C = Koefisien pengaliran/limpasan
A = Luas daerah pengaliran (km2)
Arti dari rumus ini dapat segera diketahui yakni, jika terjadi curah
hujan selama 1 jam dengan intensitas 1mm/jam dalam seluas 1 km2, maka
debit banjir sebesar 0,2778 m3/dtk dan melimpas selama 1 jam
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2008 di
Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan.
Bahan dan Alat
Bahan
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data curah hujan harian selama 21 tahun terakhir (1985 – 2005) yang
diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan
2. Data kondisi DAS Belumai dan DAS Bedagai yang diperoleh dari Badan
Pengelola Aliran Sungai, Medan.
3. Peta penutup lahan DAS Belumai dan DAS Bedagai.
4. Peta DAS Belumai dan DAS Bedagai.
Alat
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator, komputer.
2. Grafik skala logaritma.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data
sekunder dan peta.
Pelaksanaan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Ditentukan curah hujan harian maksimum untuk tiap-tiap tahun data
dengan metode “Annual maximum series”.
2. Ditentukan parameter statistik dari data yang telah diurutkan dari kecil ke
besar yaitu Mean X , Standard DeviationS, Coefisient of VariationCv,
CoefisientofSkwenessCs,CoefisientofKurtosis Ck.
3. Ditentukan jenis distribusi yang sesuai berdasarkan parameter statistik
yang ada.
4. Dilakukan pengujian Chi-square dan Smirnov-Kolmogorov untuk
mengetahui apakah distribusi yang dipilih sudah tepat.
5. Dari jenis distribusi yang terpilih dapat dihitung besaran hujan rancangan
untuk kala ulang tertentu.
6. Ditentukan intensitas curah hujan harian dengan metode Mononobe dalam
kala ulang tertentu.
7. Penggambaran lengkung identitas curah hujan harian dengan kala ulang
tertentu pada kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency).
Pengolahan Data
1. Dilakukan penentuan parameter statistik dari data curah hujan maksimum.
Prosedur :
Menghitung hujan maksimum rata-rata DAS adalah sebagai berikut :
- Ditentukan hujan maximum harian pada tahun tertentu disalah satu
pos hujan.
- Dicari besarnnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama
untuk pos hujan yang lain.
- Dihitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
- Ditentukan curah hujan maximum harian (seperti langkah pertama)
pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
- Diulangi langkah ke 2 dan 3 untuk setiap tahun.
Prosedur penentuan koefisien Poligon Thiesen sebagai berikut:
• Lokasi pos penakar hujan diplot pada peta DAS. Antar
pos penakar hujan dibuat garis lurus penghubung.
• Ditarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis
penghubung. Curah hujan pada pos hujan tersebut
dianggap representasi hujan pada kawasan dalam
poligon yang bersangkutan.
• Luas areal pada tiap-tiap poligon diukur dengan
planimeter dan luas total DAS, kemudian luas areal tiap
poligon dibagi dengan luas total, sehingga diperoleh
- Setelah diperoleh data tiap stasiun (masing-masing 20 data), dicari
data curah hujan maksimum rata-rata dengan Poligon Thessen
sehingga diperoleh 20 data untuk 20 tahun
- Dihitung nilai mean X
X = i
n
i X n
∑
=1 1- Dihitung standard deviasi S
s =
(
)
2 / 1 2 1 1 1 − −
∑
= X X n i n i- Dihitung koefisien varians
Cv =
x s
- Dihitung Coefisient of SkwenessCs,
Cs =
(
)
( )( )
33
1
2
1 n s
n X X n i n i − − −
∑
=- Dihitung Coefisient of Kurtosis Ck.
Ck =
(
)
( )( )(
)
44 i n 1 i 2 s 3 n 2 n 1 n X X n − − − −
∑
=2. Penentuan pola distribusi yang tepat diantara distribusi Gumbel, distribusi
Log Normal, distribusi Log Pearson Type III dan distribusi Normal.
Rumus umum yang digunakan: XT = X + KT.S
Nilai K dapat dilihat pada Tabel K .
3. Dilakukan pengujian distribusi dengan uji Chi-Square dan Smirnov-
Hipotesis: Ho : Distribusi frekuensi hasil observasi sesuai (fit) dengan
distribusi teoritis tertentu (diharapkan).
Hi : Distribusi frekuensi hasil observasi tidak sesuai dengan
distribusi teoritis tertentu (diharapkan).
Kriteria Pengujian :
Ho diterima apabila : χ2hitung ≤ χ2(a;db)
Ho ditolak apabila : χ2hitung > χ2(a;db)
db = G-1
a. Uji Chi-Square
Adapun prosedur uji Chi-Square adalah :
− Diurutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
− Dikelompokkan data menjadi beberapa G sub-group (interval kelas).
− Ditentukan frekuensi pengamatan sebesar Oi dan frekuensi yang
diharapkan sebesar Ei untuk tiap-tiap sub-grup.
− Dihitung besarnya frekuensi untuk masing–masing sub grup
minimal 5 dengan menggunakan Tabel kurva normal (Lampiran 8).
− Pada tiap sub-group hitung nilai (Oi – Ei)2 dan i
i E
E 2
i )
(O − .
− Jumlah seluruh G sub-grup nilai
i i E
E 2
i )
(O −
untuk menentukan nilai
Chi-Square hitung.
− Ditentukan derajat kebebasan dk = G-1. Nilai kritis untuk distribusi
Chi-Square.
Prosedur pelaksanaannya adalah :
− Diurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan
besarnya peluang dari masing-masing data tersebut X1 = P(X1).
− Diurutkan masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran
data (persamaan distribusi) X1 = P’(X1).
− Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar
peluang pengamatan dengan peluang teoritis.
D = maksimum (P(Xn) – P’(Xn).
− Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan
harga D0 (lihat Lampiran 7). Bila nilai D dan jumlah data yang
tersedia pada tabel nilai kritis D0 sesuai, maka distribusi yang
dipilih telah tepat.
4. Penentuan intensitas curah hujan harian dalam kala ulang tertentu dengan
metode mononobe:
I =
3 / 2 24 24
24
t R
.
5. Penentuan debit puncak (Qp):
HASL DAN PEMBAHASAN
Kondisi DAS Belumai dan DAS Bedagai
Daerah Aliran Sungai (DAS) Belumai dan Bedagai merupakan kawasan di
Sumatera Utara yang kondisinya rawan banjir dan merupakan pusat konsentrasi
penduduk sehingga perlu mendapat penanganan yang serius. Secara geografis
DAS Belumai terletak antara 03012’- 03042’50” LU dan 98º 20’ – 98º54’45’’ LS.
DAS Bedagai terletak antara 03005’- 03038’10” LU dan 98º48’22’’ – 99º16’35’’ LS.
Jumlah stasiun yang ada pada DAS Belumai ada beberapa stasiun tetapi
stasiun tersebut hanya berkonsentrasi pada daerah perkebunan dimana letaknya
berdekatan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lain, di samping kondisi
stasiun banyak juga yang rusak dan data yang tidak lengkap. Dalam hal ini penulis
menggunakan stasiun Sei Merah, Deli Muda, dan Pagar Merbau untuk DAS
Belumai. Demikian juga halnya dengan DAS Bedagai dan penulis menggunakan
data curah hujan dari stasiun Bangun Bandar, Sibulan, dan Paya Pinang.
Data dari kedua DAS ini diperoleh dari Dinas Kehutanan Propinsi
Sumatara Utara. Dimana untuk DAS Belumai luas total dari DAS tersebut adalah
767,02 km2 dengan panjang sungai utama 78 km, dan kemiringan rata-rata 0,0346
m. Dan luas total dari DAS Bedagai adalah 1046,6 km2, panjang 92,4 km dan
kemiringan rata-rata adalah 0,0455 m.
Kondisi penutup lahan dari kedua DAS ini adalah permukiman,
perkebunan, sawah, semak belukar, tanah terbuka, hutan, dan tambak. Sebagian
maupun pertanian lahan kering campur semak), perkebunan, dan hutan.
Berdasarkan peta penutup lahan yang ada kedua DAS ini, dapat dikelompokkan
kedalam beberapa penutup lahan yang luas lahan masing-masing adalah sebagai
[image:48.595.112.397.221.455.2]berikut:
Tabel 2. Data Penutup Lahan pada DAS Belumai
Penutup Lahan
Luas (km2) Hutan Lahan Kering Sekunder 25,31
Belukar/ Belukar 48,32
Perkebunan 223,33
Pemukiman 35,64
Tanah Terbuka 35,95
Hutan Tanaman Industri 3,61
Hutan Mangrove Sekunder 0,1
Semak/ Belukar Rawa 2,88
Pertanian Lahan Kering 243,62
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 102,91
Sawah 42,24
Tambak 3,14
Tabel 3. Data Penutup Lahan pada DAS Bedagai
Penutup Lahan
Luas (km2)
Hutan Tanaman 0,95
Hutan Tanaman Sekunder 9,06
Semak Belukar 18,39
Perkebunan 372,21
Rawa 1,32
Pemukiman 18,94
Tubuh Air 0,59
Hutan Mangrove Sekunder 27,83
Tanah Terbuka 1,22
Pertanian Lahan Kering 54,08
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 293,51
Semak Belukar Rawa 3,76
Sawah 230,46
Tambak 14,32
Total 1046,7
Sumber : Data diolah dari Dinas Kehutanan
Dari data diatas, secara umum penutup lahan kedua DAS tersebut
didominasi oleh pertanian terutama pertanian lahan kering, perkerbunan, sawah
dan pemukiman. Dari kondisi DAS Belumai dapat dilihat bahwa hutan lahan
kering sekunder dan belukar masih dalam keadaan baik dilihat dari luas areal yang
ada. Sedangkan untuk DAS Bedagai kondisi hutannya sangat memprihatinkan
dimana di daerah ini didominasi oleh pertanian lahan kering, dan perkebunan.
Analisa Curah Hujan
Curah Hujan Harian Maksimum
Dalam menghitung besarnya curah hujan maximum di DAS Belumai dan
Bedagai, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir,
dalam hal ini makin panjang data curah hujan harian yang diperoleh maka
menggunakan data curah hujan selama 21 Tahun terakhir yang diperoleh dari
Pusat Balai Penelitian Kelapa Sawit, Medan yakni dari tahun 1985-2005. Dimana
Untuk DAS Belumai yakni stasiun Sei Merah, Deli Muda, dan Pagar Merbau.
Sedangkan untuk DAS Bedagai yakni: stasiun Bangun Bandar, Sibulan, Paya
Pinang.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan data curah
hujan maksimum harian rata-rata dengan menggunakan beberapa stasiun hujan.
Penentuan data curah hujan maksimum menggunakan metode annual maksimum
series yakni dengan hujan maksimum harian dari setiap tahun data. Kemudian
dihitung hujan harian rata-rata maksimum tiap tahun dengan menggunakan
menggunakan metode Poligon Thiesen. Dimana cara ini memberikan proporsi
luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman
jarak dan cara ini cocok untuk daerah datar dan dengan luas 500-5.000 km2 . Hasil
metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan metode rata-rata
aljabar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) menyatakan bahwa
metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan rata-rata aljabar sebab
dalam hal ini stasiun tidak tersebar secara merata.
Setelah dilakukan analisa, diperoleh data curah hujan harian maksimum
Tabel 4. Data Curah Hujan Rata-rata Maksimum Harian
No
Rmax Belumai
(mm)
Rmax Bedagai
(mm)
1 28 40
2 31 42
3 32 42
4 36 46
5 38 47
6 39 49
7 42 52
8 42 53
9 44 56
10 45 57
11 45 58
12 46 62
13 49 63
14 55 63
15 56 66
16 57 66
17 67 66
18 69 68
19 82 70
20 97 108
21 99 135
Berdasarkan Tabel 4 diatas diperoleh curah hujan rata-rata maksimum
untuk tertinggi untuk DAS Belumai adalah 99 mm dan terendah adalah 29 mm.
Demikian juga untuk DAS Bedagai tertinggi 135 adalah mm dan terendah adalah
40 mm.
Penentuan Pola Distribusi Hujan
Penentuan pola distribusi dilakukan dengan menganalisa data curah hujan
maksimum tiap-tiap DAS dengan menggunakan analisis frekuensi. Dari
perhitungan di peroleh nilai untuk masing-masing parameter dari tiap-tiap DAS
Tabel 5. Parameter Statistik Analisa Frekuensi
Parameter
DAS Belumai
DAS Bedagai
Rata-rata X 52,333 62,333
Simpangan Baku S 20,175 22,118
Koefisien variasi Cv 0,3855 0,3548
Koefisien Skewnes Cs 0,2294 2,2421
Koefisien kurtosis Ck 0,7844 5,8059
Berdasarkan perhitungan, parameter statistik dari kedua DAS diatas maka
dapat ditetapkan jenis distribusi yang cocok untuk DAS adalah distribusi Log
Person Type III untuk menghitung curah hujan rancangan dengan berbagai kala
ulang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai parameter yang diperoleh adalah tidak
mengikuti ketiga metode yang lain. Ciri khas dari distribusi Log Person Type III
adalah: tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi yakni distribusi
Gumbel, Normal maupun Log Normal. Dan garis teoritis probalita berupa garis
lengkung. Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum
digambarkan dikertas probabilitas.
Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum digambarkan
Distribusi Hujan DAS Belumai
1 10 100
95% 86% 77% 68% 55% 50% 41% 32% 23% 14% 5%
[image:53.595.115.508.88.273.2]% Probabilitas C u ra h H u ja n H a ri a n M a k s im u m ( m m )
Gambar 3. Distribusi Frekuensi Hujan DAS Belumai
Distribusi Hujan DAS Bedagai
1 10 100
95% 86% 77% 68% 55% 50% 41% 32% 23% 14% 5%
% Probabilitas
C u ra h H u ja n H a ri a n M a k s im u m ( m m )
Gambar 4. Distribusi Frekuensi Hujan DAS Bedagai.
Uji Kecocokan (Goodness Of Fit)
Setelah diketahui pola distribusi, selanjutnya dilakukan uji statistik untuk
mengetahui kesesuian distribusi yang dipilih dengan hasil empiris. Metode yang
digunakan untuk uji statistik pada penelitian ini adalah dengan metode Chi-Square
dan Smirnov-Kolmogorov. Pemilihan distribusi yang tidak tepat dapat
[image:53.595.118.506.324.528.2]under estimate. Hal ini sesuai dengan Sri Harto (1993), yakni setiap distribusi
mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya
[image:54.595.113.446.196.270.2]dengan metode Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov.
Tabel 6. Hasil Uji Chi Square dan Smirnov-Kolmogorov
Uji Kecocokan
Nilai Tabel
Nilai Hitung DAS Belumai
Nilai Hitung DAS Bedagai
Chi-Square 3,841 3,236 2,667
Smirnov-Kolmogorov 0,285 0,178 0,219
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa dengan uji Chi-Square diperoleh nilai
X2hitung < X2tabel sedangkan Smirnov-Kolmogorov diperoleh nilai Dhitung < D tabel.
Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho terima. Hal ini berarti bahwa
distribusi pengamatan dan distribusi yang diharapkan tidak berbeda secara nyata
atau dapat dikatakan bahwa pola distribusi Log Pearson Type III yang digunakan
sudah tepat.
Curah Hujan Rencana
Setelah dilakukan analisis frekuensi pada data curah hujan harian
maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang cocok dengan sebaran data
curah hujan harian maksimum di Daerah Aliran Sungai (DAS) Belumai dan
Bedagai adalah distribusi Log Person Type III. Setelah itu data distribusi yang
telah didapat diubah kedalam bentuk Logaritmik sehingga diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 7. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Distribusi Log Pearson Type III
Parameter
Nilai DAS Belumai
[image:54.595.116.437.718.750.2]Rata-rata X
1,6917 1,7749
Simpangan Baku S
0,1532 0,1269
Koefisien variasi Cv
0,09056 0,0715
Koefisien Skewnes Cs
0,55248 0,4835
Koefisien kurtosis Ck
-0,2686 2,4127
Setelah dilakukan perhitungan curah hujan rancangan dalam periode ulang
tertentu dengan persamaan Log XT=LogX + K.S. Sehingga didapat persamaan
untuk DAS Belumai adalah LogX=1,692 + 0,153 K dan Untuk DAS Bedagai
adalah LogX=1,775+0,127 K. Dimana Nilai K dengan menginterpolasi nilai K
pada lampiran 5.
Sehingga didapat hujan rancangan untuk Kedua DAS tersebut adalah
[image:55.595.112.479.484.700.2]sebagai berikut:
Tabel 8. Hujan Rancangan Berbagai Periode Ulang
No
Kala Ulang
Hujan Rancangan DAS Belumai
Hujan Rancangan DAS Bedagai
(tahun) (mm) (mm)
1 1 27,11 33,05
2 2 47,83 55,87
3 5 63,17 75,58
4 10 73,25 87,58
5 15 79,05 92,57
6 20 84,10 97,82
7 25 89.49 103,40
8 30 91,58 105,65
9 40 95,91 110,33
10 50 100,42 115,18
11 100 114,42 128,50
12 200 128,43 141,86
Untuk mendapatkan hujan jam-jaman dari data curah hujan digunakan
rumus mononobe. Hal ini disebabkan jangka curah hujan jangka pendek tidak
tersedia, yang ada adalah data curah hujan harian, maka intensitas hujan dapat
dihitung dengan rumus mononobe. Ini sesuai dengan pernyataan Loebis (1992)
bahwa intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian
empiris dengan menggunakan metode mononobe. Hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 9 dan 10 yakni untuk DAS Belumai dan DAS Bedagai.
Tabel 9.Intensitas Hujan Jam-jaman (mm/jam) untuk berbagai Periode Ulang
Hujan Rencana
T 27.1 47.83 63.17 73.25 79.05 84.1 89.49 91.58 95.91 100.42 114.62 128.43
(menit) 1 2 5 10 15 20 25 30 40 50 100 200
[image:57.595.25.584.118.309.2]5 48.71 85.98 113.55 131.67 142.10 151.18 160.87 164.62 172.41 180.51 206.04 230.86 10 30.09 53.11 70.14 81.33 87.77 93.38 99.36 101.69 106.49 111.50 127.27 142.60 15 22.96 40.53 53.53 62.07 66.99 71.27 75.83 77.60 81.27 85.10 97.13 108.83 30 14.53 25.65 33.88 39.28 42.39 45.10 47.99 49.11 51.44 53.86 61.47 68.88 60 9.20 16.23 21.44 24.86 26.83 28.54 30.37 31.08 32.55 34.08 38.90 43.59 120 5.82 10.27 13.57 15.73 16.98 18.07 19.22 19.67 20.60 21.57 24.62 27.59 180 4.45 7.86 10.38 12.04 12.99 13.82 14.71 15.05 15.76 16.51 18.84 21.11 240 3.68 6.50 8.59 9.96 10.75 11.43 12.17 12.45 13.04 13.65 15.58 17.46 360 2.82 4.98 6.57 7.62 8.22 8.75 9.31 9.53 9.98 10.45 11.92 13.36 480 2.33 4.12 5.44 6.30 6.80 7.24 7.70 7.88 8.25 8.64 9.86 11.05 720 1.78 3.15 4.16 4.82 5.20 5.54 5.89 6.03 6.31 6.61 7.55 8.46
Tabel 10.Intensitas Hujan Jam-jaman (mm/jam) untuk berbagai Periode Ulang
Hujan Rencana
T 33.05 55.87 75.58 87.58 92.57 97.82 103.4 105.65 110.33 115.18 128.5 141.86
(menit) 1 2 5 10 15 20 25 30 40 50 100 200
Hasil intensitas hujan pada periode ulang tertentu kemudian dihubungkan
dengan kurva Intesity Duration Frequency (IDF). Dalam hal ini kurva IDF
menghubungkan dua parameter yang penting yang digunakan dalam metode
rasional untuk menghitung Debit Puncak. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sosrodarsono dan Takeda (2003), yang menyatakan bahwa lengkung Intensity
Duration Frequency (IDF) ini digunakan untuk menghitung debit puncak dengan
metode rasional untuk menghitung intensitas hujan rata-rata dari waktu
konsentrasi yang dipilih.
Dari tabel 9 dan 10 dapat dibuat kurva Intensity Duration Frequency (IDF) seperti
pada Gambar 5 dan 6 berikut ini:
Kurva Intensity Duration Frequency DAS Belumai
0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00
5 10 15 30 60 120 180 240 360 480 720
Lama Hujan (menit)
In te n si ta s H u ja n ( m m /J a m
) 1 Tahun
[image:59.595.115.514.362.551.2]2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 40 Tahun 50 Tahun 100 Tahun 200 Tahun
Kurva Intensity Duration Frequency DAS Bedagai 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00
5 10 15 30 60 120 180 240 360 480 720
Lama Hujan (menit)
[image:60.595.116.513.86.264.2]In te n s it a s H u ja n ( m m /j a m ) 1 Tahun 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 20 Tahun 25 Tahun 30 Tahun 40 Tahun 50 Tahun 100 Tahun 200 Tahun
Gambar 6. Kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency) untuk DAS Bedagai.
Dari kedua kurva diatas dapat kita lihat bahwa curah hujan yang tinggi
berlangsung dengan durasi waktu yang pendek demikian juga sebaliknya bahwa
curah hujan yang rendah berlangsung dengan waktu lama. Interpretasi kurva
diperlukan untuk menentukan debit banjir rencana dengan menggunakan metode
rasional.
Analisa Debit Banjir Waktu Konsentrasi
Untuk menghitung lamanya air mengalir dari hulu hingga ketempat
keluaran DAS maka digunakan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi digunakan
dengan menggunakan rumus Kirpich (1940) berdasarkan data panjang sungai dan
kemiringan sungai. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa waktu konsentrasi
untuk DAS Belumai adalah sebesar 6,93 jam dan untuk DAS Bedagai adalah 7,11
jam. Setelah dilakukan analisa maka dapat dikatakan bahwa faktor kemiringan
lereng pada suatu daerah aliran sungai sangat berpengaruh dalam menentukan
kemungkinan debit puncak akan semakin cepat terjadi. Disamping dari penutup
lahan yang menahan laju aliran dan infiltrasi.
Koefisien Limpasan
Koefisien limpasan sangat besar pengaruhnya dalam perhitungan debit
puncak, dimana semakin tinggi koefisien limpasan maka debit puncak juga akan
semakin cepat terjadi. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa DAS tersebut sudah
mengalami kerusakan yang parah. Demikian juga sebaliknya semakin kecil
koefisien limpasan maka debit puncak akan semakin lama dan kondisi DAS
dalam keadaan baik. Koefisien limpasan diperoleh dengan menghitung dari
[image:61.595.114.510.398.612.2]penutup lahan yang ada pada sebuah DAS yang diperoleh Dinas Kehutanan.
Tabel 11. Perhitungan Koefisien Limpasan DAS Belumai
Penutup Lahan Luas (km2) C C*A
Hutan lahan Kering sekunder 25,31 0,03 0,7593
Semak/belukar 48,32 0,07 3,3824
Perkebunan 223,33 0,4 89,332
Pemukiman 35,64 0,6 21,384
Tanah Terbuka 35,92 0,2 7,184
Hutan tanaman Industri 3,61 0,05 0,1805
Hutan Mangrove sekunder 0,10 0,15 0,015
Semak/belukar rawa 2,88 0,15 0,432
Pertanian Lahan kering 243,62 0,1 24,362
Pertanian Lahan kering campur semak 102,91 0,1 10,291
Sawah 42,24 0,15 6,336
Tambak 3,14 0,05 0,157
Total Luas DAS 7