dimana :
m = Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil. n = Banyaknya data atau jumlah kejadian.
(Soedibyo, 2003).
Menurut Sri Harto (2000), menyebutkan bahwa masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over
estimate maupun under estimate.
Uji kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang
yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov (Suripin, 2004).
1.Uji Chi-Square
Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik
pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H0).
Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Parameter Xh2 merupakan variabel acak. Parameter X2 yang digunakan
dapat dihitung dengan rumus:
Xh2 =
∑(
)
= − n i Ei Ei Oi 1 2 ... (12) Dimana :Xh2 = parameter Chi-Square terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i (Suripin, 2004).
Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak (Hartono, 2004).
2. UjiSmirnov-Kolmogorov
Dalam statistika, uji smirnov-kolmogorov dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang diandaikan atau diharapkan. Dengan kata lain, uji smirnov-kolmogorov menguji apakah dua sampel independen berasal dari populasi yang sama atau dari populasi-populasi yang memiliki distribusi yang
sama. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan:
Dn = max { F0(x)-SN(x)} ………. (13)
Dimana F0(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi
teoritik berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, F0(x) merupakan proporsi harapan
yang nilainya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada perbedaan antara nilai selisih yang terbesar (Wikipedia, 2006).
Chakravart, et al(1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari variabel kontinu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji smirnov- kolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara signifikan.
Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), Uji smirnov-kolmogorov digunakan untuk pengujian sampai dimana sebaran data tersebut berdasarkan hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H0: data mengikuti distribusi yang
ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan.
Intensitas Curah Hujan
Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intesitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992).
Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Kombinasi dari intensitas curah hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Sudjawadi, 1987).
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan disuatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan tersebut berhenti. Dalam hal ini alat penakar hujan yang dapat dimanfaatkan adalah alat penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan standar juga digunakan asal waktu selama hujan tersebut berlangsung diketahui (Asdak,1995).
Sri Harto (1993), menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas curah hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishgura.
Menurut Loebis (1992), intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode
mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus : 3 / 2 24 24 24 = t R I ……… (14) dimana:
R = Curah hujan rancangan setempat (mm) t = Lamanya curah hujan (jam)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
Waktu Konsentrasi
Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai titik pengamatan oleh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan itu adalah waktu konsentrasi. Bagi hujan yang seragam lama waktu ini sama dengan waktu keseimbangan, yang laju alirannya menyamai laju penambahan hujan. Banjir maksimum terjadi jika hujan berlangsung dengan dengan intensitas maksimum selama waktu tidak kurang dari waktu konsentrasi itu. Lama waktu konsentrasi sangat tergantung pada ciri-ciri daerah aliran, terutama panjang jarak yang harus ditempuh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan, kemiringan daerahnya dan ciri-ciri lainnya. Untuk DAS yang besar dengan pola drainase kompleks, aliran air di tempat terjauh akan datang terlambat untuk ikut menambah besarnya banjir di titik pengamatan. Untuk DAS kecil dengan pola drainase sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari tempat terjauh.
Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat
keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol.
Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut :
tc= 385 , 0 2 1000 87 , 0 xS xL ………... (15) dimana:
tc = Waktu konsentrasi dalam jam,
L = Panjang sungai dalam Km, S = Kemiringan sungai dalam m/m.
Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata
Perhitungan data curah hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Dalam praktek sering dijumpai perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan dari masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dari yang seharusnya. Cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut:
1. Tentukan hujan maksimum harian pada bulan tertentu di salah satu pos hujan
2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
3. Hitung hujan DAS dengan satu cara yang dipilih.
4. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap pos.
Dari hasil rata-rata diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data curah hujan merupakan hujan maksimum DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).
Koefisien Limpasan
Koefisien limpasan adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah. Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien pengalirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Eripin, 2005).
Bencana banjir dipahami sebagai melimpasnya air sehingga menutupi lahan-lahan produktif dan juga kawasan tempat tinggal dan tempat berusaha manusia. Air yang melimpas selain karena jumlahnya yang sangat banyak karena akibat fenomena alamiah seperti air yang jumlahnya banyak tersebut tidak lagi meresap kedalam tanah dan hanya mengalir di permukaan dan menggenangi serta merusak seluruh wilayah yang dilewatinya (Pringadi, 2004).
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan persamaan berikut :
CDAS =
∑
∑
= = n i i n i i i A A C 1 1 ... (16) dimana :Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i
Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i
n = jumlah jenis penutup lahan (Suripin, 2004).
Metode Rasional
Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I
terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh
bagian DAS telah memberikan konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run off coefficient(C) (Chow, 1988).
Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah sebagai berikut (Wanielista,1990):
a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.
Menurut Wanielista (1990), metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak
(peak disharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah
hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem ( IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebaagi run off coeffcient (C) (Chow,1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut Chow, 1964:
Q = 0,278.C.I.A ... (17) dimana:
Q = Debit banjir maksimum (m3/dtk)
C = Koefisien pengaliran/limpasan
A = Luas daerah pengaliran (km2)
Arti dari rumus ini dapat segera diketahui yakni, jika terjadi curah hujan selama 1 jam dengan intensitas 1mm/jam dalam seluas 1 km2, maka debit banjir sebesar 0,2778 m3/dtk dan melimpas selama 1 jam (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2008 di Laboratorium Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Bahan dan Alat Bahan
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data curah hujan harian selama 21 tahun terakhir (1985 – 2005) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan
2. Data kondisi DAS Belumai dan DAS Bedagai yang diperoleh dari Badan Pengelola Aliran Sungai, Medan.
3. Peta penutup lahan DAS Belumai dan DAS Bedagai. 4. Peta DAS Belumai dan DAS Bedagai.
Alat
Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator, komputer. 2. Grafik skala logaritma.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan peta.
Pelaksanaan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Ditentukan curah hujan harian maksimum untuk tiap-tiap tahun data dengan metode “Annual maximum series”.
2. Ditentukan parameter statistik dari data yang telah diurutkan dari kecil ke besar yaitu Mean X , Standard DeviationS, Coefisient of VariationCv,
CoefisientofSkwenessCs,CoefisientofKurtosis Ck.
3. Ditentukan jenis distribusi yang sesuai berdasarkan parameter statistik yang ada.
4. Dilakukan pengujian Chi-square dan Smirnov-Kolmogorov untuk mengetahui apakah distribusi yang dipilih sudah tepat.
5. Dari jenis distribusi yang terpilih dapat dihitung besaran hujan rancangan untuk kala ulang tertentu.
6. Ditentukan intensitas curah hujan harian dengan metode Mononobe dalam kala ulang tertentu.
7. Penggambaran lengkung identitas curah hujan harian dengan kala ulang tertentu pada kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency).
Pengolahan Data
1. Dilakukan penentuan parameter statistik dari data curah hujan maksimum. Prosedur :
Menghitung hujan maksimum rata-rata DAS adalah sebagai berikut : - Ditentukan hujan maximum harian pada tahun tertentu disalah satu
pos hujan.
- Dicari besarnnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
- Dihitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
- Ditentukan curah hujan maximum harian (seperti langkah pertama) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
- Diulangi langkah ke 2 dan 3 untuk setiap tahun.
Prosedur penentuan koefisien Poligon Thiesen sebagai berikut: • Lokasi pos penakar hujan diplot pada peta DAS. Antar
pos penakar hujan dibuat garis lurus penghubung.
• Ditarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung. Curah hujan pada pos hujan tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon yang bersangkutan.
• Luas areal pada tiap-tiap poligon diukur dengan planimeter dan luas total DAS, kemudian luas areal tiap poligon dibagi dengan luas total, sehingga diperoleh nilai Poligon Thiesen tiap pos hujan.
- Setelah diperoleh data tiap stasiun (masing-masing 20 data), dicari data curah hujan maksimum rata-rata dengan Poligon Thessen sehingga diperoleh 20 data untuk 20 tahun
- Dihitung nilai mean X
X = i n i X n
∑
=1 1- Dihitung standard deviasi S
s =
(
)
2 / 1 2 1 1 1 − −∑
= X X n i n i- Dihitung koefisien varians
Cv =
x s
- Dihitung Coefisient of SkwenessCs,
Cs =
(
)
( )( )
3 3 1 2 1 n s n X X n i n i − − −∑
=- Dihitung Coefisient of Kurtosis Ck.
Ck =
(
)
( )( )(
)
4 4 i n 1 i 2 s 3 n 2 n 1 n X X n − − − −∑
=2. Penentuan pola distribusi yang tepat diantara distribusi Gumbel, distribusi Log Normal, distribusi Log Pearson Type III dan distribusi Normal. Rumus umum yang digunakan: XT = X + KT.S
Nilai K dapat dilihat pada Tabel K .
3. Dilakukan pengujian distribusi dengan uji Chi-Square dan Smirnov- Kolmogorov, dimana :
Hipotesis: Ho : Distribusi frekuensi hasil observasi sesuai (fit) dengan distribusi teoritis tertentu (diharapkan).
Hi : Distribusi frekuensi hasil observasi tidak sesuai dengan distribusi teoritis tertentu (diharapkan).
Kriteria Pengujian :
Ho diterima apabila : χ2hitung ≤ χ2(a;db)
Ho ditolak apabila : χ2hitung > χ2(a;db)
db = G-1
a. Uji Chi-Square
Adapun prosedur uji Chi-Square adalah :
− Diurutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya). − Dikelompokkan data menjadi beberapa G sub-group (interval kelas). − Ditentukan frekuensi pengamatan sebesar Oi dan frekuensi yang
diharapkan sebesar Ei untuk tiap-tiap sub-grup.
− Dihitung besarnya frekuensi untuk masing–masing sub grup minimal 5 dengan menggunakan Tabel kurva normal (Lampiran 8). − Pada tiap sub-group hitung nilai (Oi – Ei)2 dan
i i E E 2 i ) (O − .
− Jumlah seluruh G sub-grup nilai
i i E E 2 i ) (O −
untuk menentukan nilai
Chi-Square hitung.
− Ditentukan derajat kebebasan dk = G-1. Nilai kritis untuk distribusi
Chi-Square.
Prosedur pelaksanaannya adalah :
− Diurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut X1 = P(X1).
− Diurutkan masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusi) X1 = P’(X1).
− Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis.
D = maksimum (P(Xn) – P’(Xn).
− Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga D0 (lihat Lampiran 7). Bila nilai D dan jumlah data yang
tersedia pada tabel nilai kritis D0 sesuai, maka distribusi yang
dipilih telah tepat.
4. Penentuan intensitas curah hujan harian dalam kala ulang tertentu dengan metode mononobe: I = 3 / 2 24 24 24 t R .
5. Penentuan debit puncak (Qp):
HASL DAN PEMBAHASAN
Kondisi DAS Belumai dan DAS Bedagai
Daerah Aliran Sungai (DAS) Belumai dan Bedagai merupakan kawasan di Sumatera Utara yang kondisinya rawan banjir dan merupakan pusat konsentrasi penduduk sehingga perlu mendapat penanganan yang serius. Secara geografis DAS Belumai terletak antara 03012’- 03042’50” LU dan 98º 20’ – 98º54’45’’ LS. DAS Bedagai terletak antara 03005’- 03038’10” LU dan 98º48’22’’ – 99º16’35’’ LS.
Jumlah stasiun yang ada pada DAS Belumai ada beberapa stasiun tetapi stasiun tersebut hanya berkonsentrasi pada daerah perkebunan dimana letaknya berdekatan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lain, di samping kondisi stasiun banyak juga yang rusak dan data yang tidak lengkap. Dalam hal ini penulis menggunakan stasiun Sei Merah, Deli Muda, dan Pagar Merbau untuk DAS Belumai. Demikian juga halnya dengan DAS Bedagai dan penulis menggunakan data curah hujan dari stasiun Bangun Bandar, Sibulan, dan Paya Pinang.
Data dari kedua DAS ini diperoleh dari Dinas Kehutanan Propinsi Sumatara Utara. Dimana untuk DAS Belumai luas total dari DAS tersebut adalah 767,02 km2 dengan panjang sungai utama 78 km, dan kemiringan rata-rata 0,0346 m. Dan luas total dari DAS Bedagai adalah 1046,6 km2, panjang 92,4 km dan kemiringan rata-rata adalah 0,0455 m.
Kondisi penutup lahan dari kedua DAS ini adalah permukiman, perkebunan, sawah, semak belukar, tanah terbuka, hutan, dan tambak. Sebagian besar dari kawasan kedua DAS ini adalah pertanian (baik pertanian lahan kering
maupun pertanian lahan kering campur semak), perkebunan, dan hutan. Berdasarkan peta penutup lahan yang ada kedua DAS ini, dapat dikelompokkan kedalam beberapa penutup lahan yang luas lahan masing-masing adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Data Penutup Lahan pada DAS Belumai Penutup Lahan
Luas (km2) Hutan Lahan Kering Sekunder 25,31
Belukar/ Belukar 48,32
Perkebunan 223,33
Pemukiman 35,64
Tanah Terbuka 35,95
Hutan Tanaman Industri 3,61
Hutan Mangrove Sekunder 0,1
Semak/ Belukar Rawa 2,88
Pertanian Lahan Kering 243,62
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 102,91
Sawah 42,24
Tambak 3,14
Tabel 3. Data Penutup Lahan pada DAS Bedagai Penutup Lahan
Luas (km2)
Hutan Tanaman 0,95
Hutan Tanaman Sekunder 9,06
Semak Belukar 18,39
Perkebunan 372,21
Rawa 1,32
Pemukiman 18,94
Tubuh Air 0,59
Hutan Mangrove Sekunder 27,83
Tanah Terbuka 1,22
Pertanian Lahan Kering 54,08
Pertanian Lahan Kering Campur Semak 293,51
Semak Belukar Rawa 3,76
Sawah 230,46
Tambak 14,32
Total 1046,7
Sumber : Data diolah dari Dinas Kehutanan
Dari data diatas, secara umum penutup lahan kedua DAS tersebut didominasi oleh pertanian terutama pertanian lahan kering, perkerbunan, sawah dan pemukiman. Dari kondisi DAS Belumai dapat dilihat bahwa hutan lahan kering sekunder dan belukar masih dalam keadaan baik dilihat dari luas areal yang ada. Sedangkan untuk DAS Bedagai kondisi hutannya sangat memprihatinkan dimana di daerah ini didominasi oleh pertanian lahan kering, dan perkebunan.
Analisa Curah Hujan
Curah Hujan Harian Maksimum
Dalam menghitung besarnya curah hujan maximum di DAS Belumai dan Bedagai, diperlukan data curah hujan harian selama beberapa tahun terakhir, dalam hal ini makin panjang data curah hujan harian yang diperoleh maka semakin efektif pula pola pendugaan debit puncak di dalam suatu DAS. Penulis
menggunakan data curah hujan selama 21 Tahun terakhir yang diperoleh dari Pusat Balai Penelitian Kelapa Sawit, Medan yakni dari tahun 1985-2005. Dimana Untuk DAS Belumai yakni stasiun Sei Merah, Deli Muda, dan Pagar Merbau. Sedangkan untuk DAS Bedagai yakni: stasiun Bangun Bandar, Sibulan, Paya Pinang.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan data curah hujan maksimum harian rata-rata dengan menggunakan beberapa stasiun hujan. Penentuan data curah hujan maksimum menggunakan metode annual maksimum
series yakni dengan hujan maksimum harian dari setiap tahun data. Kemudian
dihitung hujan harian rata-rata maksimum tiap tahun dengan menggunakan menggunakan metode Poligon Thiesen. Dimana cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak dan cara ini cocok untuk daerah datar dan dengan luas 500-5.000 km2 . Hasil metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan metode rata-rata aljabar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suripin (2004) menyatakan bahwa metode Poligon Thiesen lebih akurat dibandingkan dengan rata-rata aljabar sebab dalam hal ini stasiun tidak tersebar secara merata.
Setelah dilakukan analisa, diperoleh data curah hujan harian maksimum rata-rata selama 21 tahun terahir.
Tabel 4. Data Curah Hujan Rata-rata Maksimum Harian No Rmax Belumai (mm) Rmax Bedagai (mm) 1 28 40 2 31 42 3 32 42 4 36 46 5 38 47 6 39 49 7 42 52 8 42 53 9 44 56 10 45 57 11 45 58 12 46 62 13 49 63 14 55 63 15 56 66 16 57 66 17 67 66 18 69 68 19 82 70 20 97 108 21 99 135
Berdasarkan Tabel 4 diatas diperoleh curah hujan rata-rata maksimum untuk tertinggi untuk DAS Belumai adalah 99 mm dan terendah adalah 29 mm. Demikian juga untuk DAS Bedagai tertinggi 135 adalah mm dan terendah adalah 40 mm.
Penentuan Pola Distribusi Hujan
Penentuan pola distribusi dilakukan dengan menganalisa data curah hujan maksimum tiap-tiap DAS dengan menggunakan analisis frekuensi. Dari perhitungan di peroleh nilai untuk masing-masing parameter dari tiap-tiap DAS adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Parameter Statistik Analisa Frekuensi Parameter DAS Belumai DAS Bedagai Rata-rata X 52,333 62,333 Simpangan Baku S 20,175 22,118 Koefisien variasi Cv 0,3855 0,3548 Koefisien Skewnes Cs 0,2294 2,2421 Koefisien kurtosis Ck 0,7844 5,8059
Berdasarkan perhitungan, parameter statistik dari kedua DAS diatas maka dapat ditetapkan jenis distribusi yang cocok untuk DAS adalah distribusi Log Person Type III untuk menghitung curah hujan rancangan dengan berbagai kala ulang. Hal ini ditunjukkan dengan nilai parameter yang diperoleh adalah tidak mengikuti ketiga metode yang lain. Ciri khas dari distribusi Log Person Type III adalah: tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi yakni distribusi Gumbel, Normal maupun Log Normal. Dan garis teoritis probalita berupa garis lengkung. Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum digambarkan dikertas probabilitas.
Setelah dilakukan pengeplotan, data curah hujan maksimum digambarkan dikertas probabilitas.
Distribusi Hujan DAS Belumai