• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di antaranya yaitu upacara perkawinan adat Jawa. Perkawinan adat Jawa memiliki berbagai bentuk upacara yang penuh dengan nilai-nilai kebudayaan Jawa sehingga menarik untuk diteliti. Berbagai macam upacara itu, semuanya telah terangkum dalam seni pranatacara yaitu seni mengatur jalannya sebuah acara. Oleh karena itu seni pranatacara tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa. Dalam buku berjudul pranatacara Populer karangan Pranowo (2004), dikatakan bahwa penggunaan bahasa dalam pranatacara harus prasaja, komunikatif dan mengandung unsur keindahan. Selain itu, untuk merancang bahasa sebagai pranatacara haruslah memperhatikan pembicara, pendengar, hadirin, tujuan yang diucapkan, tempat pendidikan, urutan ucapan, perkara yang di bicarakan, keadaan sekitar, pembawaan untuk menimbulkan suasana, pemilihan bahasa yang sesuai, orang dan hal lain yang tidak berada di tempat tersebut, dan lagu pakecapan. Dalam seni pranatacara perkawinan adat Jawa, salah satu bagian yang tidak terlepas yaitu sȇsorah. Sȇsorah merupakan pidato yang disampaikan oleh orang yang mewakili pihak keluarga pengantin. Dalam skripsi ini dibahas mengenai gaya bahasa dalam upacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, yaitu saat sȇsorah pasrah tȇmanten maupun sȇsorah tampi pasrah tȇmanten. Penulis

(2)

meneliti gaya bahasa dalam kedua sȇsorah tersebut karena banyak penggunaan bahasa-bahasa yang penuh dengan makna dan aspek tradisi Jawa.

Pelaku pranatacara sering kali mengungkapkan ekspresi perasaannya lewat kata-kata, gerakan maupun nada yang dipakainya. Pelaku pranatacara lewat kata-kata dan nada bicara ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan agar orang lain juga dapat merasakan yang ia rasakan. Beberapa pelaku pranatacara di Desa Karangsari merupakan orang yang sudah profesional dan sering digunakan saat pelaksanaan upacara perkawinan di beberapa tempat. Hal itu memungkinkan adanya kesamaan dari segi gaya bahasa yang dipakai, oleh karenanya pelaku pranatacara memiliki pengaruh besar terhadap kemunculan gaya bahasa dalam suatu perkawinan. Berikut ini adalah contoh gaya bahasa yang muncul dalam sȇsorah tampi pasrah tȇmanten upacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari , Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.

Ingkang saklajȇngipun sȇnajan wisuanipun Bapa Sardi sakȇluarga, mbok sakutawis kula namung nyuwun pangapuntȇn bilih Bapa Giyono sakȇluarga ngaturakȇn wilujeng rawuh saha katuran lȇnggah kanthi dhumadi ing pȇnggalih sȇnajan papan lȇnggahan pas-pasan kabȇkto kawontȇnan sȇpindah malih Bapa Giyono sakȇluarga nyuwun pangapuntȇn ingkang sakagung-agungipun.

(Dokumentasi acara perkawinan Wawan Prasetyo dan Lailatul Rahmah di Desa Karangsari tanggal 19 Juni 2012).

Terjemahan :

„Yang selanjutnya dengan kedatangan Bapak Sardi Sekeluarga, pertama saya hanya meminta maaf, selanjutnya Bapak Giyono sekeluarga mengucapakan selamat datang dan mempersilakan untuk duduk dengan nyaman walaupun tempat duduk seadanya terbawa oleh keadaan, sekali lagi Bapak Giyono Sekeluarga, meminta maaf yang sebesar-besarnya.‟ Jika dilihat dari arti kalimat tersebut, maka kalimat tersebut mengandung majas litotes, yaitu orang yang bersangkutan mengecilkan kenyataan yang

(3)

bertujuan untuk merendah (Tarigan, 1986:187). Begitu pula gaya bahasa antiklimaks yang terdapat dalam sȇsorah tampi pasrah temanten pada pranatacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar di bawah ini.

Panjȇnȇnganipun para pinisȇpuh, sesepuh, ajisepuh langkung-langkung panjȇnȇnganipun Bapa Sardi sȇkalian Ibu ingkang hastuti. Panjȇnȇganipun para tamu kakung saha putri ingkang sehat kinurmatan, saha panjȇnȇnganipun grup campursari ringkȇs, saha sound sistȇm saking putra manunggal ingkang tansah kula hormati. Ugi panripun para taruna mudha-mudhi ingkang tansah kula tresnani lan kula banggakakȇn ingkang minulya.

(Dokumentasi acara perkawinan Wawan Prasetyo dan Lailatul Rahmah di Desa Karangsari tanggal 19 Juni 2012).

Terjemahan :

„kepada para tetua, orang tua, yang dituakan, lebih-lebih kepada Bapak Sardi sekalian Ibu yang sejahtera. Kepada para tamu laki-laki dan perempuan yang sehat dan kepada grup campursari ringkes serta sound sistem dari putra manunggal yang selalu saya hormati. Juga para muda-mudi yang selalu saya sayangi dan saya banggakan.‟

Paragraf di atas mengungkapkan urutan gagasan yang semakin tidak penting yaitu menyebutkan beberapa orang secara berurutan berdasarkan usia, mulai dari usia yang paling tua hingga usia dibawahnya yaitu para pinisȇpuh, sȇsȇpuh dan ajisȇpuh, sehingga kalau secara urutan usia akan mengalami penurunan. Dalam kehidupan masyarakat Jawa khususnya di Desa Karangsari, tingkatan umur menjadi salah satu patokan untuk memberikan penghormatan kepada seseorang. Pada data dalam paragraf di atas, orang yang paling tua diberi penghormatan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh orang yang umurnya lebih muda, dengan tujuan memberi penghormatan. Setelah diamati maka kalimat tersebut

(4)

mengandung gaya bahasa antiklimaks dengan spesifikasi katabasis karena pelaku sȇsorah menyebutkan para pinisȇpuh, sȇsȇpuh dan ajisȇpuh yang berarti urutan dari hal yang penting menuju hal yang kurang penting yaitu tetua orang yang dianggap paling penting kemudian orang tua dan orang yang dituakan.

1.2 Rumusan Masalah

Sesorah merupakan pidato dalam sebuah upacara perkawinan yang dipergunakan untuk menyampaikan maksud serta tujuan dari masing-masing keluarga pengantin. Dalam upacara perkawinan pelaku sesorah sering kali mempergunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa sehari-hari, sehingga banyak ditemukan berbagai jenis gaya bahasa di dalam setiap sesorah. Oleh karena itu gaya bahasa apa sajakah yang muncul dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan sȇsorah tampi pasrah tȇmanten pada upacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berbagai bentuk gaya bahasa yang muncul dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan sȇsorah tampi pasrah tȇmanten pada upacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.

(5)

1.3.2 Manfaat penelitian

Diharapkan dengan adanya penelitian mengenai gaya bahasa dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan sȇsorah tampi pasrah tȇmanten pada seni pranatacara ini dapat menjadi bahan bacaan serta referensi bagi pembaca sehingga dapat memberikan gambaran serta pengetahuan yang lebih luas lagi bagi pembaca mengenai gaya bahasa dalam perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terfokus pada gaya bahasa yang muncul dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan sȇsorah tampi pasrah tȇmanten yang merupakan bagian dari seni pranatacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar. Hal tersebut dikarenakan sesorah pada upacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari mempergunakan bahasa yang penuh dengan makna yang mengandung berbagai bentuk gaya bahasa.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Gaya Bahasa Sȇsorah Panyandra pernah dilakukan oleh Purwandari (2007) dalam bukunya yang berjudul Gaya Bahasa Sȇsorah Panyandra dalam Upacara Perkawinan Adat Jawa membahas identifikasi wacana Sȇsorah Panyandra dalam upacara perkawinan adat Jawa, jenis gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam pembentukan Sȇsorah Panyandra dan fungsi pemanfaat gaya bahasa yang ada pada Sȇsorah Panyandra dalam upacara

(6)

perkawinan adat Jawa. Begitu juga skripsi yang ditulis oleh Puji Astuti yang menulis tentang “Gaya Bahasa dalam Wacana Penyandra pengantin adat Jawa gaya Surakarta” dan menyimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara bertutur tertentu untuk memperoleh efek tertentu. Menurut skripsi yang berjudul “Gaya Bahasa dalam Novel Dokter Wulandari Karangan Yunani” yang ditulis oleh Nur Fitawati (2011) Gaya bahasa merupakan kajian stilistika yang menarik untuk diteliti, untuk mengetahui karakteristik pengarang.

Penelitian gaya bahasa juga pernah dilakukan oleh F.V. Melani (2009), dalam skripsinya menulis tentang “Gaya Bahasa dalam Sȇrat Bambang Dwihastha Karya R. Ng. Ranggawarsita”, yang membahas mengenai gaya bahasa yang dipakai dalam Sȇrat Bambang Dwihastha, ditinjau dari segi truktur kalimat yang digunakan dan langsung tidaknya makna yang ingin disampaikan oleh pengarang. Begitu pula dalam skripsi yang berjudul “Gaya Bahasa dalam Novel Kembang Kanthil Karangan Senggono” yang membahas tentang jenis gaya bahasa yang dipakai di dalam novel Kembang Kanthil, ditinjau dari segi struktur kalimat yang digunakan dan langsung tidaknya makna yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Berdasarkan dari pernyataan di atas, maka penelitian tentang “Gaya Bahasa Sȇsorah Pasrah dan Tampi Tȇmanten dalam Upacara Perkawinan Adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar” ini memiliki perbedaan yang terletak pada obyek kajiannya yaitu sȇsorah pasrah dan tampi tȇmanten dalam upacara perkawinan adat Jawa di Desa Karangsari, sehingga bentuk gaya bahasa yang ditemukan dalam penelitian tersebut juga

(7)

berbeda, sesuai dengan obyek kajian yang digunakan. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Melalui penelitian ini penulis mengungkapkan gaya bahasa dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan sȇsorah tampi pasrah tȇmanten dalam upacara perkawinan Adat Jawa di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.

1.6 Landasan Teori

Bahasa yang indah adalah bahasa yang memanfaatkan rima, pengulangan, majas dan sebagainya (Sadjiman, 1992:6). Pemakaian gaya bahasa yang khas atau istimewa dapat menjadi ciri seorang penulis, aliran sastra dan lain-lain (Teew, 1984:72). Begitu pula menurut Tarigan dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Gaya Bahasa (1986) menjelaskan, gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 1986:5).

Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu pengunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca (Tarigan, 1986:5). Gaya bahasa sendiri adalah bahasa yang indah untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Tarigan, 1985:113).

(8)

Menurut Tarigan dalam bukunya yang berjudul Pengajaran Gaya Bahasa (1986) gaya bahasa terdiri dari beberapa kelompok di antaranya, gaya bahasa perbandingan yang meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme/tautologi, perifrasis, prolepsis, antisipasi, dan koreksio atau epanortesis. Gaya bahasa pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, parolipsis, zeugma (silepsis), satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof, apofases, histeron proteron, hipalase, sinisme, dan sarkasme. Gaya bahasa pertautan yang meliputi metonomia, sinekdoke, alusi, eufamisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, sindeton dan polisidenton serta yang terakhir adalah gaya bahasa perulangan yang meliputi aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplopsis, epanalepsis, dan anadilopsis.

Membatasi style atau gaya bahasa adalah sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (Keraf, 1984:113). Menurut Keraf gaya bahasa yang baik haruslah mengandung tiga unsur yaitu

a. Kejujuran, ini berarti saat menulis harus mengikuti aturan-aturan kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Bahasa merupakan alat kita untuk bertemu dan bergaul, oleh sebab itu ia harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan seni ke jujuran. b. Sopan santun, yaitu memberikan penghargaan atau menghormati orang

(9)

hormat dalam gaya bahasa diterapkan melalui kejelasan dan kesingkatan.

c. Menarik, yaitu agar gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen seperti variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya kayak imajinasi.

Selain itu, ia juga membagi gaya bahasa dalam beberapa bagian berikut ini. a. Segi non bahasa

1) Berdasarkan pengarang 2) Berdasarkan masa 3) Berdasarkan medium 4) Berdasarkan subyek 5) Berdasarkan tempat 6) Berdasarkan hadirin 7) Berdasarkan tujuan b. Segi bahasa

1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata a) Gaya bahasa resmi

b) Gaya bahasa tak resmi c) Gaya bahasa percakapan

2) Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana. a) Gaya sederhana

b) Gaya mulia dan bertenaga c) Gaya menengah

(10)

3) Gaya bahasa berdasarkan setruktur kalimat a) Klimaks

b) Antiklimaks c) Paralelisme d) Antithesis

e) Repetisi, yang terbagi atas epizeuksis, tautotes, nafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis. 4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

a) Gaya bahasa retoris, yang meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apotrof, asidenton, polisidenton, kiasmus, ellipsis, eufemismus, litotes, hysteron proteron, pleonasme dan tautology, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, oksimoron.

b) Gaya bahasa kiasan, yang meliputi, persamaan atau semile, metafora, alegori, parable, fable, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponym, epitet,sinekdok, metonomia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, innuendo, antifrasis, pun atau paronomasia (Keraf, 1984:112-145).

Beberapa teori mengenai gaya bahasa yang tertulis di atas itulah yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis gaya bahasa dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan

(11)

sȇsorah tampi pasrah tȇmanten pada seni pranatacara di Desa Karangsari, Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.

1.7 Metode Penelitian

1.7.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua metode, pertama adalah metode wawancara yaitu peneliti melakukan wawancara terhadap narasumber secara langsung di lapangan, kemudian dilakukan pencatatan dari hasil wawancara. Narasumber adalah orang yang terlibat langsung dalam sȇsorah serta perangkat desa yang mengetahui berbagai data yang dibutuhkan oleh penulis seperti data monografi Desa Karangsari. Pengumpulan data yang ke dua dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumentasi sebuah upacara perkawinan yang telah dilakukan oleh masyarakat Desa Karangsari ketika melakukan upacara perkawinan berupa file video dalam bentuk CD. Selanjutnya peneliti memilah data menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data dari dokumen-dokumen. Sedangkan data sekunder adalah data dari hasil wawancara dengan informan

1.7.2 Analisis

Untuk menemukan gaya bahasa dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan sȇsorah tampi pasrah tȇmanten, analisis dilakukan dengan cara mengklasifikasikan data berdasarkan gaya bahasa yang dimiliki. Akan tetapi sebelum data diklasifikasikan, data yang berupa wacana berbahasa Jawa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu dilakukan pembahasan

(12)

atau analisis data dengan cara klasifikasi gaya bahasa berdasarkan teori yang telah dipakai.

Analisis data dilakukan menggunakan metode stilistika, yaitu ilmu yang mempelajari gaya bahasa. Stilistika merupakan bagian ilmu linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa yang memberikan perhatian khusus pada penggunaan bahasa yang paling sadar dan paling komplek dalam kesusastraan.

Analisis penulis menggunakan pendekatan stilistika, karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya bahasa baik bentuk maupun tujuan penggunaaan gaya bahasa tersebut. Hal itu sesuai dengan tujuan-tujuan dari stilistika yang terdapat dalam “Kaji Bahasa Karya Sastra” berikut ini (Purba, 2008:8 via elib.unicom.ac.id).

1. Menerangkan hubungan antar bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya

2. Menentukan dan memperlihatkan penggunaan bahasa sastrawan, khusus penyimpangan dan penggunaan linguistik untuk memperoleh efek khusus.

3. Menjawab pertanyaan mengapa sastrawan mengespresikan diri menggunakan cara khusus? Bagaimana efek estetis yang dapat dicapai melalui bahasa? apakah pemilihan bahasa-bahasa tertentu dapat menimbulkan efek estetis? Apakah fungsi penggunaan bentuk tertentu mendukung tujuan estetis?.

(13)

4. Mengganti kritik sastra yang bersifat subyektif dan impresif dengan analisis stil wacana sastra yang lebih obyektif dan ilmiah.

5. Menggambarkan karakteristik khusus sebuah karya sastra. 6. Mengkaji berbagai bentuk gaya bahasa yang digunakan

oleh sastrawan dalam karyanya. 1.7.3 Penyajian

Hasil analisis data disajikan secara deskriptif yaitu perumusan atau pengungkapan hasil analisis diwujudkan dengan menggunakan kata-kata atau dengan kalimat-kalimat. Semua hasil penelitian disajikan dalam beberapa bab yaitu bab I yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka landasan teori, metode penelitian dan analasis. Bab II berisi pengantar, data monografi Desa Karangsai dalam bidang pemerintahan, monografi Desa Karangsai dalam bidang pembangunan, mata pencaharian masyarakat Desa Karangsari, perkawinan adat Jawa Tengah di Desa Karangsari dan macam-macam upacara dalam perkawinan adat Jawa. Bab III berisi pengantar, gaya bahasa dalam sȇsorah pasrah tȇmanten dan gaya bahasa dalam sȇsorah tampi pasrah tȇmanten. Bab IV berisi kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Jumlah Mata Tunas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun per setek umur 6 dan 8 MST, berpengaruh nyata terhadap

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui realitas Manajemen Kepemimpinan Kepala Madrasah dan untuk mengetahui realitas Kedisiplinan Guru di MTs Nurulhuda Cibojong,

menghitung volume (V) masing-masing kegiatan untuk setiap jenjang Jabatan Fungsional Pengelola Kesehatan Ikan dalam 1 (satu) tahun, sesuai dengan satuan hasil

Disain struktur metadata tentang materi pembelajaran dengan memanfaatkan model repository , diformulasikan ke dalam format dokumen XML yang menyimpan data dalam

pembelajaran masih bersifat satu arah; 2) kurangnya interaksi antara guru dengan siswa sehingga siswa cendurung pasif ketika pembelajaran berlangsung; 3) kurangnya

Teman-teman FK angkatan 2010, 2011, 2012, 2015 yang selalu memberikan motivasi dan semangat pada penulis selama menempuh studi di Fakultas Kedokteran Universitas

Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat menyebabkan kematian bakteri secara sempurna, sehingga jika bahan pangan beku misalnya dikeluarkan

a) Iterasi 1 : dari Tabel 3.58 diperoleh penghematan terbesar 7,85 yaitu pengabungan rute untuk TPS SMP 1 Mlati dan TPS Polsek Cebongan. Dilakukan pengecekan apakah