• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA. : I Gusti Made Arsawan / Om Arsawan. : Bale Timbang - Penatih, Denpasar, Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN HASIL WAWANCARA. : I Gusti Made Arsawan / Om Arsawan. : Bale Timbang - Penatih, Denpasar, Bali."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

Nama : I Gusti Made Arsawan / Om Arsawan.

Tempat : Bale Timbang - Penatih, Denpasar, Bali.

Hari/Tanggal : 22 Februari 2016

Pukul : 11.00 – 13.00 WITA

- Pada tanggal 22 Februari 2016, saya datang ke Bale Timbang untuk mewawancarai Om Arsawan sebagai narasumber, dan saya sebagai peneliti.

P : Selamat siang Om, ini saya Vega dari UKSW yang mau meneliti Tenun Patra sebagai bahan skripsi saya.

A : Selamat siang, ini dari fakultas dan jurusan apa ya?

P : Saya dari fakultas ilmu komunikasi dengan jurusan periklanan, Om.

A : Oh, baik. Langsung saja ya, apa yang mau ditanyakan?

P : Apa benar dulunya adalah tenun endek yang sempat collapse dan menghilang dari peredaran, kemudian muncul lagi dengan nama baru yaitu Tenun Patra?

A : Harus diketahui dulu, sebenarnya endek dan patra tidak ada hubungannya. Bukan perusahaan endek lalu collapse, lalu muncul patra. Endek itu nama kain yang umum di Bali, ibunya endek namanya ikat. Yang disebut collapse itu perusahaannya tapi bukan endek. Dulu

(4)

Om memang punya perusahaan namanya Arsawan Design, sebelum bom (sekitar tahun 2002) memang sebuah perusahaan tenun, begitu bom, habis dan bangkrut. Jadi tidak ada hubungannya dengan endek, hanya saja teknik pembuatannya mirip dengan endek tapi tidak sama sekali ada hubungannya dengan endek yang collapse. Endek itu tidak gegap gempita lagi seperti era 2000 kebawah. Setelah bom bali I dan II, seiring dengan pariwisata seiring orang sudah jenuh dan tidak mau pakai endek, lalu hilang. Lalu sekitar 2010 setelah 10tahun vacuum, muncul lagi ketika Walikota Denpasar mengkampanyekan kain endek Bali, kampanye ini yang merangsang munculnya endek. seiring dengan kemunculan endek, muncullah patra.

P : Berarti ini adalah 2 hal yang berbeda, Om?

A : Beda, fenomena endek muncul lagi ini karna kampanye Walikota Denpasar untuk menghidupkan endek lagi. Jadi pegawai di kota Denpasar disarankan untuk pakai endek, dan kemudian diwajibkan pada hari tertentu untuk memakai endek.

P : Endek itu sendiri apa, Om?

A : Endek ini adalah tenun yang dicassualkan. Bali punya kain songket, gringsing, cepuk, kain-kain tradisional yang amat rumit dan penuh filosofi tidak mungkin dipakai hari. Untuk bisa dipakai sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata, muncullah nama Endek. Saya sendiri tidak meneliti asal muasal nama Endek, tidak mengerti. Yang jelas, endek adalah tenun yang casual dengan material katun atau rayon.

P : Mengingat setelah terjadinya bom Bali, cara untuk membangkitkan kembali tenun ini bagaimana?

(5)

A : Puncak tenggelamnya adalah saat bom, lalu vacuum dan ada kampanye dari walikota untuk mebangkitkan lagi endek, diadakan diklat-diklat, lalu muncul lagi semangat endek. Tapi yang paling deras produksinya, justru malah di Troso, Jawa Tengah. Karna vacuum itu tadi, masyarakat di Bali sudah melupakan segi teknik, dan tidak mau berkecimpung lagi, dan karna tidak mudah membangkitkan industri, maka banyak yang menjadi pedagang. Motifnya memang motif Bali, tapi mengerjakannya di Troso. Akhirnya endek naik lagi di masyarakat, tetapi langsung dilihat dari produknya bukan naik karna berproduksi lagi.

Pada intinya, fenomenanya adalah endek ini naik karna dikampanyekan, orang harus pakai dan mencintai endek. Saking banyaknya permintaan, tidak ada produksi yang mencukupi, maka produk itu dibuat di Jawa dan dikirim lagi ke Bali. Ini yang disebut endek saat ini. Untuk mengcover kebutuhan masyarakat Bali, endek ini didatangkanlah dari Jawa.

P : Lalu pada saat apa Tenun Patra mulai muncul?

A : Ya saat itulah Tenun Patra muncul, untuk mengimbangi. Saya sebagai pelaku, berpikir bahwa masa sih kita tidak bisa membuat sesuatu yang punya ciri yang memang benar-benar unik? Karna endek memiliki gimik yang begitu-begitu saja. Bentuk wajik yang memang adalah basic teknik yang dihasilkan dari endek yang pasti begitu.

A : Keluar dari pembahasan soal endek, sebelum tahun 2001 atau 2002 saya punya perusahaan namanya Arsawan Design, itu mengerjakan kain tenun yang tekniknya mirip endek, tetapi tidak dipasarkan untuk pasar lokal di Bali dan Indonesia. Pasarnya untuk pasar orang Jepang yang datang berwisata ke Bali sebelum bom. Ini murni untuk giftorang

(6)

Jepang yang dilayani untuk souvenir. Basic tekniknya meminjam dari endek, visualnya menyesuaikan dengan karakter market orang Jepang. Misalkan dia suka kucing atau ikan, kemudian ditransfer ditenunan dengan teknik handpainted atau melukis. Waktu itu, tekniknya sangat dirahasiakan. Sampai saat inipun teknik itu masih cukup rumit dan tidak pernah saya membuka teknik itu terlalu vulgar, karna itu rahasia bisnisnya. Tetapi kuncinya itu adalah perpaduan teknik endek dengan handpainted, dipadukan dengan solet, dipadukan dengan celup, kemudian teknik itu diramu tetapi pakemnya adalah pakem tenun ikat. Karna menggunakan ATBM efeknya mirip ikat, bedanya ini sudah tidak lagi geometris, patternnya sudah bisa kemana-mana, karna pakemnya sudah ditabrak. Sudah tidak lagi 100% mengikuti pakem tenun ikat atau endek. karna pakemnya berbeda, maka namanya juga berbeda. Apa dong namanya? Namanya Tenun Patra. Seperti sebuah genre baru dalam dunia tenun menenun.

P : Patra itu artinya apa?

A : Patra adalah ornamen, yang saya anggap sebagai motif. Tenunan yang bermotif bebas. Tidak hanya geometri pattern, tetapi apapun bisa dipatrakan.

P : Dengan munculnya Tenun Patra ini, respon masyarakatnya bagaimana?

A : Pasar kaget, karna harga endek berkisaran 100 sampai 200 ribu dan patra minimal 1 sampai 2 juta. Dan harga ini tidak bisa dijangkau. Pada waktu itu saya juga berpikir bahwa ini karya eksperimental yang hanya mengikuti situasi endek naik, bagaimana kalau dimunculkan patra. Juga karna walikota saat itu menyarankan agar Denpasar mempunyai tenun yang cukup mewakili. Yang namanya mewaikili

(7)

kan harus unik, berkarakter, dan cukup berkelas. Akhirnya keterusan eksperimen ini, laku tidak laku ya harapannya itu milik Denpasar, dibeli oleh kalangan pemerintahan disini. Ternyata disini malah tidak laku, mungkin karna kemahalan atau apa, yang jelas tidak ada yang beli.

P : Kemudian apa yang dilakukan Om Arsawan?

A : Ya artinya bukan itu pasarnya. Saya pikir yang akan beli adalah orang Denpasar, Pak Walikota beserta jajarannya. Ternyata bukan itu, pasarnya justru malah ketinggian. Yang beli adalah mereka yang menganggap bahwa kain ini layak untuk konsumsi menteri dan presiden. Yang pakai waktu itu SBY, Jokowi, JK, Habibie, jajaran menteri semua yang pakai.

P : Bagaimana bisa sejauh itu? Apakah para menteri itu yang datang kesini untuk membeli kain tenun patra?

A : Bukan mereka yang datang, justru mungkin mereka tidak tau produksinya disini. Tetapi ada orang-orang tertentu yang punya apresiasi terhadap kain ini, dan langsung beli banyak lalu kasih ke relasi dia. Nah mungkin relasi dia inilah yang ada dikelas tinggi.

P : Lalu dimana letak perbedaan endek dan patra?

A : Karena orang Bali sudah sering melihat kain tenun, ya bisa dibilang mirip-mirip lah. Tapi setelah melihat patra, ya bisa membedakan. Hanya saja pasar kaget dengan bahan yang hampir mirip, kenapa harganya beda jauh. Ini adalah masalah pricing di marketing yang sensitif. Begitu tidak cocok dengan market ya langsung tidak terserap. Karna waktu itu saya bikin hanya beberapa lembar, ya tidak peduli

(8)

market manapun yang tidak menyerap. Saya bikin hanya 10 lembar, ya siapa yang mau silahkan.

P : Bagaimana dengan kemasannya?

A : Dengan kemasan yang unik, tas dan font dirancang biar langsung terlihat berkelas. Saya minta teman saya, Om Ayip bantu branding untuk membuatkan karakter font dan packaging ini. Setelah beberapa kali uji coba, sampai muncul tulisan emas diatas coklat. Ternyata benar, begitu orang lihat kotaknya kaget, yang kotaknya saja bisa mengalahkan harga endek yang di pasar. Kalau ngasih ke menteri kan nggak enak kalau ecek-ecek. Ini begitu dibuka langsung, wow..

P : Lalu apakah patra ini akan tetap seperti ini sampai berganti tahun atau bahkan berganti jaman?

A : itu baru sekitar 50%, saya mau bikin yang lebih lux lagi. Mungkin harganya bisa 5 juta, tetapi dikemas lagi supaya kainnya bisa terlihat lebih mahal. Tentunya dengan mengembangkan motif dan menjaga kualitas.

P : Untuk yang lux itu, gambaran seperti apa yang terlintas dipikiran Om?

A : Saya sedang memikirkan untuk membuat kelas yang 5 jutaan, dari segi kemasan, kotaknya langsung dibedakan. Saya juga mau menantang Om Ayip, bisa tidak bikin design yang begitu orang lihat langsung kelihatan mahal. Disinilah tantangannya, karna tidak mudah.

P : Uji coba kemasan ini berapa lama? Lalu bagaimana prosesnya?

A : Untuk berapa kalinya saya tidak hitung, yang jelas melalui berbagai langkah sampai akhirnya jadi yang sekarang ini. Ternyata juga dapat

(9)

masukan dari lapangan juga, bahan bakunya tidak ada, harus ganti yang lain cocok atau tidak. Nah seiring dengan kemasan, seiring dengan produk patra ini, karna itu termasuk kolaborasi antara packaging, font, branding dan produk yang bagus dan pas, makanya dia langsung melambung target marketnya. Buat saya, mau disini atau tidak, yang penting ada yang beli.

P : Target selanjutnya bagaimana?

A : Awalnya target saya ya itu, yang penting ada yang beli. Entah disini atau di luar. Tapi ternyata menguntungkan target yang langsung diatas ini, yang dibawah langsung ngikut. Di Denpasar mulai pelan-pelan orang membahas tenun Patra, padahal jauh lebih dulu launching disini. Sejak tahu menteri-menteri Negara pakai, disini mulai malu-malu kucing ikutan pakai. Dari situlah Patra mulai ramai dibicarakan dimana-mana. Fenomena kemunculannya mendadak tapi langsung dia babat saingan-saingannya.

P : Kedepannya bagaimana, Om?

A : Karena saya orang design, saya cuma berpikir bagaimana membuat riset Patra yang terus menerus sehingga dia tetap unik dan mempertahankan dikelasnya. Itu yang susah untuk mempertahankan visual dan packagingnya. Tidak mungkin kan terus begitu packagingnya. Memang akan menguasai posisi bahwa tenun yang kelasnya 2juta adalah Patra. Tapi tidak bisa berhenti sampai disitu, pekerja juga butuh naik kelas, butuh income yang lebih. Generasi yang baru mengisi yang 2juta. Generasi lain mengisi yang 5juta, bahkan sampai 10juta.

(10)

A : Harus bisa mencari mana beda visual dari tenun yang ratusan ribu, 2juta, 5juta, bahkan yang 10juta.

P : Pembeda dari tiap tenun itu apa?

A : Prinsipnya, patra ini adalah stilasi, natural yang digayakan. Ornamen apa saja bisa, kalau tenun ikat itu basicnya geometri. Sekarang sudah mulai geometri yang digayakan, bikin bunga atau apa lebih diorganikkan. Sekarang sudah ada usaha para desainer atau penenun tradisional untuk lebih fleksibel dalam mengikuti perkembangan jaman. Warna dan motifnya dirubah, supaya anak muda juga mau pakai. Prinsip Patra sebenarnya sama, karna keluar dari pakem dan merasa bosan. Endek melakukan perubahan dengan gaya dan pasarnya sendiri. Karna diwajibkan untuk pakai, berkembanglah motif endek yang bagus-bagus untuk anak muda dengan harga yang tetap sama.

P : Lalu untuk apa Patra dikeluarkan?

A : Endek tetap dijual dengan harga 200ribu, mungkin karna tidak dibranding atau orang memang tidak punya apresiasi terhadap endek. Tapi untuk beli kain yang bermerk yang jutaan bahkan belasan juta, mau bayar. Tapi kok tidak mau beli endek, padahal sama-sama karya bangsa. Nah disinilah letak kepincangannya, makannya saya mengeluarkan Patra ini salah satunya untuk menghilangkan kesan bahwa endek itu murah, jadi harganya langsung mahal. Yang jelas gengsi, saya tidak akan jual barang murah. Mau orang beli atau tidak, pokoknya tempat saya paling mahal. Tetapi itu baru niat, tanggung jawab didalamnya ya harus mementingkan kualitas, apakah motifnya orang suka, atau packagingnya, atau kesannya, atau percaya terhadap brandingnya. Atau kalau sudah dipakai memang nyaman, enak, dingin, lalu begitu orang melihat langsung bilang bagus, kalau perlu

(11)

sampai pingsan lihatnya. Saya pikirnya disitu, karna yakin mampu bisa menciptakannya makanya dijual mahal. Bila perlu semahal-mahalnya.

P : Apakah tenun Patra ini pernah meraih prestasi?

A : Pernah pameran dan presentasi di Jakarta, presentasi juga di Bandung,diikutkan lomba di Ganesha Championship Inovation, pesertanya adalah seluruh jurusan yang tarung bebas untuk mempresentasikan inovasi baru yang original dan unik. Tenun Patra ini dipresentasikan dan diadu untuk ajang inovasi award di ITB Bandung, bisa mendapat medali perak, karna mungkin dinilai punya konsep dan bisa merevitalisasi tenun lama bangkit. Patra ini menginspirasi banyak penenun untuk merevitalisasi apa yang dia punya. Dari situ saya merasa bahwa, usaha dalam membuat packaging dengan Om Ayip dan juga brandingnya berhasil. Setelah menang lomba itu tadi, patra ini mulai ditulis di Kompas. Dan patra tidak pernah promosi karna awalnya hanya eksperimen untuk membuktikan bahwa Indonesia itu kaya akan ornamen, nah kekayaan ini kalau tidak diangkat dalam bentuk sesuatu yang baru, dalam bentuk yang diminati atau dikemas lagi, apa yang kita miliki yang klasik dan yang kuno ituakan tenggelam. Kebetulan Patra ini sumber inspirasinya adalah relief.

P : Bagaimana bisa Om bilang inspirasi Patra adalah relief?

A : Saya terinspirasi waktu jalan-jalan di Bali bagian utara, di sebuah candi ada relief orang naik sepeda tapi rodanya bunga matahari. Berarti kan apapun bisa, tidak ada pakem yang membatasi, kalau kita kreatif jangan bicarakan soal pakem. Kalau pakem bisa membuat lebih baik dan tidak mengunci kreatifitas, ya jalankan saja.

(12)

P : Om Arsawan ingin membuat Patra ini paten milik Bali?

A : Tidak, kalau dibilang punyanya Bali salah juga. Karna Patra ini milik nusantara. Bali sendiri dipengaruhi oleh banyak ornamen dari China. Patra itu sudah ada adopsi dari China. Semua motif nusantara itu bisa jadi tenun Patra. Om tidak bicara bagaimana tekniknya, tapi ornamen nusantara ini digayakan oleh perusahaan patra sehingga menjadi sebuah tenunan, namanya Tenun Patra. Untuk Lombok misalnya, bisa namanya Patra Sasak. Kalau Kalimantan, bisa saja Patra Borneo. Motifnya juga langsung berubah, makanya harus ada tim riset and development yang bisa menyusun motif-motif patra Borneo, Lombok, dan lain-lain. Karna Tenun Patra ini adalah tenun seni nusantara, kebetulan tenunnya di Bali ya seolah ini milik Bali.

P : Berapa lama proses dealing untuk packagingnya?

A : Saya tidak meghitung, karna bekerja sama dengan teman sendiri ya jalan saja, berdiskusi lalu setuju. Memang sempat beberapa ganti warna, tapi tidak sampai menghitung berapa lama. Yang lama adalah risetnya dan ide munculnya, sampai 3tahun.

P : Awal mula penenunnya ada berapa?

A : Ada 3, sekarang tambah lagi 2. Tidak banyak karna saya takut kalau langsung banyak, ya kalau tenun ini langsung bisa diterima oleh pasar. Karna pasarnya kan kecil, tidak banyak yang mau dengan harga sekian.

P : Kalau ada kesalahan pada saat membuat tenun itu bagaimana, Om?

A : Bagi mereka yang seharihari kerjaannya begitu ya sudah biasa, sudah tau benang itu kemana larinya.

(13)

P : Lalu lembar kain itu proses pembuatannya berapa lama dan bagaimana?

A : Persiapannya saja 2minggu, dari benangnya digambar dulu, kemudian dicelup, kalau sudah siap baru dianyam.

P : Proses pembuatan benangnya bagaimana?

A : Benangnya itu di jajarkan dulu, setelah itu dihitung sesuai dengan hitungannya, baru kemudian digambar atau diberi motif pada benang itu, bukan pada kain.

P : Pekerjanya sendiri bagaimana? Apakah merasa ada kesulitan terus?

A : Ya mau tidak mau harus mengerjakan yang begini. Karna orang juga sudah pada sibuk, harus ada kerjaan. Nah yang mau itu karna dia memang cinta, cinta dengan yang rumit-rumit.

P : Lalu para pekerja itu mulai bisa menenun karna memang sudah dari awal bisa, atau diajarkan dulu?

A : Om itu suka melihat yang rumit-rumit, suka melihat benang dan warna-warna. Lama - kelamaan kesenangan itu harus ditularkan, tidak bisa saya sendiri menenun, akhirnya pertama saya tularkan pada istri saya. Lalu istri saya menularkan pada teman, atau tetangga, dan juga tukang masak. Karena dulunya ini adalah restoran, karena sudah bosan saya ajak menenun. Rumitnya itu saya tularkan ke mereka. Saya ajarkan ke mereka juga tetap saya gaji.

P : Lalu bagaimana dengan masalah gaji mereka yang awalnya tukang masak, jadi penenun?

(14)

A : Gajinya gaji restoran, kemudian bisa menenun. Ada 2 keahlian yang dimiliki. Yang mau menenun itulah yang jadi penerus. Karna sudah biasa dan sudah cinta dengan yang rumit, benang-benang itu tidak lagi rumit bagi mereka.

P : Ada tidak kesulitan yang dirasakan Om Arsawan selama ini?

A : Yang paling sulit itu, pertama bikin produksi yang rutin diminati, setelah itu ada sertifikatnya, tapi karna motifnya ada banyak makanya tidak berani mengeluarkan sertifikat yang mengklaim bahwa ini motifnya limited, beda satu dengan yang lain. Cetakan ini sama motifnnya, warnanya beda-beda. Ada sekitar 30-50 motif dengan warna yang berbeda.

P : Sejauh ini sudah ada berapa motif yang dibuat?

A : Ada 12 waktu launching pertama, sekarang sudah ada banyak. Tapi lebih banyak motif bunga.

P : Baiklah Om, cukup untuk wawancaranya. Terimakasih sudah mau meluangkan waktunya. Nanti kalau ada yang mau ditanyakan lebih lanjut bisa langsung hubungi Om Arsawan.

A : Iya, bisa nanti Tanya lewat email atau whatsapp saja ya..

(15)

- Pada tanggal 23 Agustus 2016, saya melakukan wawancara lanjut melalui telepon.

P : Halo, selamat malam Om. Maaf mengganggu waktunya sebentar, karna ada beberapa pertanyaan lagi yang harus ditanyakan untuk melengkapi data.

A : Iya selamat malam, tidak apa-apa langsung tanyakan saja apa yang perlu saya jawab..

P : Untuk pemilihan nama Arsawan Design ini awalnya bagaimana?

A : Awalnya karna selepas kuliah bingung mencari nama, akhirnya pakai nama sendiri dan ditambah ‘design’ dibelakangnya. Seharusnya ada lagi huruf ‘s’, tetapi karna sudah terlanjur, ya sudahlah..

P : Lalu, pertimbangan apa saja yang muncul pada saat Om membuat perusahaan ini?

A : Pertimbangannya ya ingin bebas, tidak mau diperintah orang, tidak mau diperintah atasan, saya tidak mau hidupnya dibatasi. Dasarnya ya karena ingin mandiri, sempat memiliki pengalaman kerja setelah lulus namun ingin memiliki jiwa yang bebas, ingin jadi desainer yang mana bisa melakukan apa saja dengan keahlian tanpa ada tekanan-tekanan atau target. Yang paling diyakini adalah ini pasti jalan, tanpa diatur oleh orang, sebenarnya diatur juga oleh langganan, oleh pasar, tetapi tidak secara langsung. Karena menurut Om kebebasan itu relatif, Om memilih kebebasan dalam bentuk sebagai pengusaha dalam kebebasan berpikir, mendesain, dan lainnya.

P : Mengingat kelas Patra yang akan ditingkatkan lagi, target penjualannya ke siapa?

(16)

A : Targetnya adalah orang yang memang menghargai kualitas lebih baik, bisa saja orangnya sama tetapi diberikan suguhan yang berbeda. Karena mereka pasti mampu dengan kelas-kelas Patra yang baru, tidak mungkin tidak mampu. Asalkan kualitas produknya bisa mengejar seleranya.

P : Lalu selama ini, bagaimana cara Om untuk menentukan harga Tenun Patra?

A : Saya cuma pakai feeling kalau itu, karna menurut saya feeling jauh lebih kuat daripada analisa yang rumit. Karena saya sudah sering membuktikan menggunakan teori ke dalam pasar, tetapi saya babakbelur karna belum tentu valid. Untuk orang seni, dapat 50% saja sudah termasuk bagus. Kalau mencari-cari data untuk melengkapi, justru itu bahaya. Makanya pakai feeling dan latihan untuk berproses, melatih diri sampai peka. Sehingga seandainya data tidak begitu sempurna, bisa dibantu dengan feeling yang kuat.

Nah untuk menambah pertimbangan yang tadi ya, karena kain sekelas Patra atau bisa ditingkatkan lagi sangat sayang kalau dijual dibawah 5juta kalau lihat isi sakunya mereka. Bagi mereka ini adalah suatu karya seni warisan budaya, ada tekniknya, kearifan lokal dan konten filosofinya kan sayang kalau dijual murah apalagi kalau sama dengan kelas yang sebelumnya. Tentunya akan dibuat dengan bahan baku yang lebih bagus lagi, dan orang atau pasar menunggu, dan tinggal kita masuk saja. Kita sebagai desainer harus bisa atur, harga 1 sampai 2juta barangnya seperti ini, 10juta seperti ini, bahkan mau 25juta pun berbeda lagi. Harga ditentukan dari kemampuan dan pengetahuan teknik produksi, teknik bahan, dan teknik desain.

(17)

Mampu atau tidak mengejar positioning yang ditentukan. Sepengetahuan Om, nanti kelas 2juta ini akan turun pasarnya, dalam artian dipakai oleh Dirjen-dirjen, atau kelas-kelas manajer, atau kelas senior pegawai entah supervisor atau apa. Nah yang 5juta akan tetap dipakai oleh Menteri.

P : Untuk menentukan harganya, apakah ada kategori tertentu Om?

A : Biasanya Om pakaifeeling dalam menentukan harga. Itu dilihat dari proses pembuatannya mulai pilih dulu benangnya, diukur panjangnya, dihitung banyaknya untuk tiap lembar terus benang itu digambar,kalau sudah yamasuk pada proses terakhir yaitu penenunan. Kesulitan dalam proses pembuatan itu yang jadi perhitungan tersendiri bagi Omuntuk menentukan harga.

P : Lalu, kegiatan promosi apa saja yang pernah dilakukan oleh Om untuk Tenun Patra?

A : Bisa dibilang tidak pernah, kalau bikin website iya. Pameran juga iya, di Jakarta waktu awal-awal berdiri. Itu juga karna ada teman nmengajak ikut pameran, tetapi itu bukan karna keinginan Om. Itu adalah pameran yang dibiayai.

Pemikiran Om, barang sekelas Patra tidak usah dipamerkan kalau kita tidak benar-benar tahu barang lain yang ada disitu adalah kelasnya. Lebih baik pilih-pilih caranya berpromosi. Karna selama ini produksi Patra sedikit, hanya 50-75 lembar per bulan, dengan produksi yang sedikit dan pasarnya yang luas kan pasti terserap. Untuk apa kalau ada promosi lalu ada permintaan tinggi, kami tidak bisa layani? Makanya lebih baik biarkan saja dipakai oleh orang tertentu yang eksklusif, sehingga produksinya aman.

(18)

P : Berarti kalau ada orang yang mau beli, tetap datangnya ke Om Arsawan?

A : Orang yang beli itu ada yang berupa pemakai langsung, dan ada yang belinya sebagai pedagang. Kalau sebagai pedagang bisa saja semua produksi Om dibeli lalu dijual dengan harga retail, Om kasih potongan ke dia tergantung langganan kelasnya seberapa. Ini adalah orang yang rutin mengambil sebagai partner. Mau dia jual hanya Tenun Patra atau ada barang lain, itu terserah.

P : Untuk Tenun Patra ini sudah memiliki showroom belum?

A : Belum, kalau sudah semakin besar dan langganan ini tidak habis mengambil tenun itu, bisa saja Om mulai berpromosi dan membuat showroom. Langganan Om itu punya showroom dan jaringan dia sudah besar, menteri-menteri itu. Dia jual tenun dari seluruh Indonesia, tidak hanya Patra. Ini adalah batu lompatan yang tepat untuk Patra.

P : Langganan Om itu tahu Patra darimana?

A : Dari pameran waktu awal-awal, dan berlanjut sampai sekarang karena kan dia pedagang, jadi dia mencari sumber barang dagangnya. Om tidak pernah ikut lagi pameran, karna nanti kalau berbeda kelas justru dianggap murahan. Nah yang biasa ikut pameranadalah agen-agen itu, dengan membawa Patra didalamnya. Dia adalah penampung barang-barang yang punya kelas, selama dia punya kelas ya tidak jadi masalah. Karena Om belum punya showroom dan belum punya kekuatan untuk produksi yang cukup, maka Om mengandalkan agen-agen itu. Kalau produksinya bisa sampai 100 lembar, bisa nanti punya

(19)

showroom¸karena sampai sekarang sudah 4tahun tidak pernah punya stock sejak produksi.

P : Berarti dari Om Arsawan tidak pernah melakukan publikasi sama sekali ya?

A : Tidak pernah, tapi kalau orangnya tadi yang melakukan ya Om tidak tahu. Hanya saja dulu pernah Om mensponsori acara, baru setahun berdiri. Waktu itu MNC meliput di acara Internasional Salsa di Bali. Disitu Om diliput ke workshop dan diwawancara, dari situ hubungan ke orang lain semakin berkembang. Bisa dikatakan ini sebagai media promosi, karena sejak saat itulah Patra mulai dikenal. Namun seberapa besar dampaknya, Om tidak terlalu mengerti karena ada orang mengajak, ya ikut saja.Om bukan tipe orang yang jago berpromosi dan berstrategi, Tenun Patra ini tumbuh bukan dengan kekuatan strategi promosi, tetapi murni konsep produknya yang kuat.

P : Lalu untuk website Tenun Patra apakah itu sudah mulai digunakan?

A : Tidak, Om sendiri tidak tahu bahkan tidak pernah membuka. Sekarang saja Om baru mengerti efeknya apa, baru Om tanya-tanya web itu bagaimana seperti apa. Om tidak tahu dampak dari web itu bagaimana, yang jelas paling kuat dampaknya adalah dari mulut ke mulut. Kayanya kalau dibarengi dengan website atau online bisa berkembang dengan bagus dan cepat. Tapi Om belum menggunakan jasa itu, masih belajar.

P : Visi dari Arsawan Design ini apa Om?

A : Jelas ada visinya ya, tetapi tidak tertulis. Cuma secara tidak langsung ya pasti ingin jadi jagoan di ranah tenun. Misinya ya konten filosofi dan motifnya atau rupanya harus dikejar bagi orang seni rupa. Karna

(20)

ini bukan perusahaan yang sangat serius, makanya Om tidak tulis visi misinya. Tapi ya inginnya menjadi jagoan. Bisa jadi 10tahun lagi berubah karena keinginan Om juga terus berubah.

P : Ok, Om sekian dulu wawancaranya. Nanti kalau ada yang perlu ditanyakan lagi, bisa hubungi Om Arsawan. Terimakasih Om.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa menunjukkan perbedaan yang bermakna rata-rata kadar kolesterol total kelompok kontrol (negatif dan positif) dengan kelompok dosis I dan II ekstrak

Penerapan media audio visual mempunyai peran yang sangat penting yaitu dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran,

Data yang menunjukkan jumlah pulau yang belum bernama mencapai 9.634 adalah kurang tepat sebab menurut keterangan beberapa pihak yang melakukan penelitian

B SMA Negeri 16 Padang Bimbingan dan Konseling (Konselor) Kota Padang Mitra_Arena_Bkt.. RIADI SMA Negeri 6 padang Geografi Kota

Dengan demikian MSE merupakan suatu pendekatan komprehensif di bidang kesehatan masyarakat, yang tidak hanya ditujukan untuk melihat faktor risiko pada individu,

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKj IP) dibuat dalam rangka perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumber daya dan

Dari hasil analisa pada studi banding dan literatur, pelaku utama adalah pemakai bangunan pusat perbelanjaan merupakan kelompok aktivitas yang di dalamnya

Dari analisis yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : metode penugasan dapat digunakan untuk menentukan wilayah penjualan yang tepat