• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pariwisata Klaten Sumber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pariwisata Klaten Sumber"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

1. Potensi Rawa Jombor

Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi sumber alam yang melimpah, hamparan sawah yang luas dan sumber air yang melimpah. Di samping itu kabupaten Klaten memiliki potensi pariwisata yang tak kalah menarik, salah satunya adalah Rowo Jombor yang terletak pada Latitude -7,7494444 dan Longitude 110,6263889 tepatnya di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Dengan luas kurang lebih 190Ha dan memiliki kedalaman hingga 5m, dan dapat dijangkau dari arah selatan pusat kota sejauh 8km1.

  Gambar 1 Peta Pariwisata Klaten 

Sumber www.google.com 

 

Rowo  Jombor  ini  merupakan  rawa  yang  telah   dimanfaatkan  sebagai   pengairan,  perikanan, perdagangan berupa Warung Apung dan pada waktu tertentu yakni pada bulan‐ bulan  Syawal  digunakan  sebagai  tempat  perayaan  Syawalan,  bahkan  pengunjung  rawa  ini  bukan hanya masyarakat sekitar saja melainkan datang dari seluruh penjuru kota 

      

1Suara Merdeka perekat komunitas Jawa Tengah, Rabu 9 November 2009 

(2)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan  Keberadaan rawa ini awal mulanya merupakan daerah yang mempunyai permukaan  wilayah terendah dibanding daerah sekitarnya, dimana daerah tersebut selalu digenangi air,  Pada  jaman  penjajahan Belanda daerah yang tergenang  itu  dikembangkan  menjadi daerah  penampungan  air  yang  digunakan  untuk  mengairi  daerah  perkebunan  /  pertanian  dimana  pada saat itu komuditasnya adalah tanaman tebu ( Master plan rowo jombor, Bappeda Kab.  Klaten 2003). 

 

Gambar 2 Warung Apung  Sumber www.google.com 

Kini  potensi  yang  ada  di  Rowo  Jombor  ini  salah  satunya  adalah  sebagai  daerah  Wisata,  dimana  telah  berkembang  adanya  WARUNG  APUNG   obyek  wisata  Warung  Apung  ini  timbul   karena  adanya  budidaya  ikan  dengan  menggunakan  sistem  keramba  apung  di  lokasi Rowo Jombor, sehingga salah satu cara pemasaran hasil budidaya keramba tersebut  adalah  menjualnya  hasil  budidaya  dalam  bentuk  olahan  dan  disajikan  di  warung‐warung  apung yang ada disekitarnya. 

Disamping  warung  apung,  disekitar  Rowo  Jombor  juga  terdapat  wisata  pancingan  dan wisata gethek/rakit yang diperguunakan sebagai alat transporatsi dari daratan menuju  warung apung yang ada ditengah rawa. Keberadaan Warung‐warung apung di Rowo Jombor  ini  memanfaatkan  lahan  rawa  dibagian  utara  dengan  jarak  dari  daratan  sekitar  50  meter,  yang  berdekatan  dengan  pintu  masuk  ke  arah  kawasan  Rowo  Jombor.  Sedangkan  untuk  keramba  ikan  berada  disekeliling  rawa  dengan  luas  masing‐masing  keramba  sekitar  500  –  1.500 meter persegi dan diletakkan di belakang warung‐warung apung,2.  

Potensi  kawasan  Rowo  Jombor  berupa  hasil  perikanan  dan  pariwisata  menjadikan  kawasan  ini  memiliki  ciri  khas  tersendiri  bagi  yang  pernah  singgah  dan  menikmati  suasana  Rowo  Jombor.  Hal  ini  yang  dapat  dimanfaatkan  untuk  mengembangkan  perekonomian  masyarakat  sekitar,  Masyarakat  memulai  membuka  usaha  warung  apung  untuk        

2http://diskanlut-jateng.go.id/index.php/read/news/detail/34 

(3)

meningkatkan pendapatan dan menjadikan Rowo Jombor ini sebagai wisata kuliner dan area  wisata memancing. 

Tabel 1 Data Pengunjung Rawa Jombor 

No  Tahun  Jumlah Pengunjung  Rata‐Rata per  Tahun  1  2002  120.121  1 tahun  2  2003  131.200  1 tahun  3  2004  177.358  1 tahun  4  2005  179.450  1 tahun  5  2006  150.200  1 tahun  6  2007  67.454  1 tahun  7  2008  62.700  1 tahun  8  2009  49.000  1 tahun  9  2010  38.800  1 tahun  10  2011  30.414  1 tahun  11  2012  31.246  1 tahun  Sumber Dinas Pariwisata Klaten 

Selama  tahun  2009  hingga  2011terjadi  penurunan  pengunjung  hingga  60  persen.  Pada  hari‐hari  libur  dan  hari   Minggu  yang  sebelumnya  bisa  mencapai  sekitar  1.000  pengunjung,  kini  rata‐rata  tinggal  sekitar  400  pengunjung 3 .Penyebab  menurunnya  pengunjung  dikarenakan  kurangnya daya tarik wisatawan terhadap kawasan Rowo Jombor  dan diadakannya pengerukan endapan lumpur serta pembersihan enceng gondok liar yang  ada di rawa sehingga mengganggu aktivitas pariwisata di Rawa Jombor. 

Kawasan Rowo Jombor memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar yang  dapat  dikembangkan  untuk  meningkatkan  kehidupan  masyarakat  sekitar  Rowo  Jombor.  Potensi  ini  terlihat  dari  beberapa  sumber  daya  alam  yang  ada  di  kawasan  perairan  rawa        

(4)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan  seperti  banyaknya  organisme  dalam  air  yang memberikan  kehidupan  berupa  plankton  dan  fitoplankton  sebagai  makanan  alami  bagi  organisme  yang  berada  diatas  tingkatan  rantai  makannya. 

Rawa  jombor  sangat  luas,  yang  sebagian  dihuni  oleh  warung  apung,  keramba.  Aktivitas  manusia  di  rawa  menyebabkan  banyak  pencemaran  yang  berasal  dari  sisa‐sisa  makanan  warung  apung  khususnya  pembuangan  sisa‐sisa  makanan  yang  berakibat  buruk  bagi  kehidupan  jasad  hidup  di  dalam  air.  Aktivitas  manusia  di  keramba  juga  menyebabkan  pencemaran  khususnya  sisa‐sisa  pakan  ikan  yang  berupa  pelet.  Bahan  pencemar  menyebabkan terjadinya perubahan parameter lingkungan di dalam air yang tidak sesuai lagi  bagi  kehidupan  jasad  hidup.  Apabila  perubahan  yang  terjadi  melewati  ambang  batas  akibatnya akan fatal bagi kelangsungan hidup organisme air di dalamnya. (Barus, 2004). 

 

Gambar 3 Sampah di Rawa  Sumber Survey Penulis 2013 

Menurut Sachlan (1978), dalam dunia perikanan yang disebut plankton ialah jasad‐ jasad  renik  yang  melayang  dalam  air,  tidak  bergerak  atau  bergerak  sedikit  dan  selalu  mengikuti  arus.  Odum  (1994)  menyatakan  bahwa  plankton  adalah  organisme  yang  mengapung  di  perairan  dan  pergerakannya  kurang  lebih  tergantung  arus,  secara  keseluruhan plankton tidak dapat bergerak melawa arus. Plankton terdiri dari Fitoplankton  dan Zooplankton. Fitoplankton hanya terdiri dari alga yang mikroskopis. Semua Fitoplankton  selamanya  hidup  dalam  air  sebagai  plankton  dan  diberi  nama  Holoplankton.  Lain  halnya  dengan  zooplankton,  zooplankton  terdiri  dari  Holoplankton  dan  Meroplankton  atau  termoairplankton4.  

   

      

4www.Fitoplankton_di_Rawa_Jombor.html 

(5)

Tabel 2 Genus Fitoplankton yang Ditemukan di Rowo Jombor  Sumber Penelitian Produktifitas Primer Rawa Jombor,  Belinda Dian Anggraeni, Fakultas Biologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta    Tabel 3 Densitas Fitoplankton Ditiap Titik Pengamatan  Sumber Penelitian Produktifitas Primer Rawa Jombor,  Belinda Dian Anggraeni, Fakultas Biologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta   

Enceng  gondok  yang  tumbuh  sangat  banyak  di  permukaan  air  rawa  juga  dapat  menjadi  salah  satu  potensi  kawasan  air  ini.  Banyak  kalangan  menganggap  enceng  gondok  sebagai tanaman yang dapat merusak lingkungan.hal itu dikarenakan sifatnya yang tumbuh  liar  di  rawa,  danau,  sungai,  selokan  dan  genangan  air  lainnya.karena  sifatnya  yang  mudah  tumbuh  dan  beadaptasi  itu,  enceng  gondok  dalam  waktu  yang  cepat  mampu  menutupi  permukaan berair sehingga sangat mengganggu pandangan. 

This image cannot currently be display ed.

(6)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan 

 

Gambar 4 Enceng Gondok  Sumber Survey Penulis 2013 

Namun  di  balik  sifatnya  yang  mengganggu,ternyata    tanaman  enceng  gondok  memiliki  senyawa  kimia  penting  hingga  mampu  menyembuhkan  berbagai  penyakit.  Kandungan  unsur  pada  eceng  gondok  di  antaranya  unsur  SiO2,  calsium  (Ca),  magnesium  (Mg),  kalium  (K),  natrium  (Na),  chlorida  (Cl),  cupper  (Cu),  mangan  (Mn),  ferum  (Fe)  dan  banyak lagi5.  

Keanekaragaman  spesies  dapat  digunakan  untuk  menentukan  struktur  komunitas.  Semakin  banyak  jumlah  spesies  dengan  tingkat  jumlah  yang  sama  atau  mendekati  sama,  semakin  tinggi  tingkat  heterogenitasnya.  Sebaliknya,  jika  jumlah  spesies  sangat  sedikit  dan  terdapat  perbedaan  jumlah  individu  yang  besar  antarspesies  maka  semakin  rendah  pula  heterogenitas  suatu  komunitas.  Keanekaragaman  yang  rendah  mencerminkan  adanya  dominasi suatu spesies. 

Keanekaragaman  spesies  dapat  digunakan  untuk  melihat  kompleksitas  suatu  komunitas.  Semakin  tinggi  tingkat  keanekaragaman  semakin  kompleks  interaksi  yang  mungkin terjadi antar spesies6. 

Melimpahnya  potensi  alam  yang  dimiliki  kawasan  Rowo  Jombor  yang  berupa  perikanan, keanekaragaman jenis plankton dalam air, enceng gondok serta lokasi kawasan  rawa yang sangat strategis sebagai kawasan wisata yang menjadi aset bagi kawasan Rowo  Jombor dan perlu dikembangkan sebagai identitas atau icon pariwisata bagi kota Klaten. 

 

2. Wisata Kuliner Warung Apung

      

5http://www.pantonanews.com/2612-nilai-guna-eceng-gondok 

6EKOLOGI Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif, Amin Setyo Leksono, M.Si., Ph.D.,2007 

(7)

Warung apung sebetulnya hanyalah sebuah bangunan yang mengapung di atas air. Namun warung apung di Rawa Jombor ini memberikan daya tarik tersendiri berikut nuansa kuliner yang ditawarkan. Jumlah warung apung di Rawa Jombor ini cukup banyak dan dibatasi per kapling, para pengunjung tinggal memilih warung apung yang akan dijadikan tempat untuk menikmati wisata kuliner di Rawa Jombor.

Konsep  warung  apung  Rawa  Jombor  dengan  mengikat    drum‐drum  kosong  kemudian  diberi  alas  kayu  dan  atap  sehingga  mirip  seperti  bangunan  semi  permanen.  Kemudian  diapungkan  sedikit  ke  tengah  rawa  kira‐kira  20‐30  meter  dari  tepi  rawa.  Untuk  menuju  warung  apung  dengan  menggunakan  rakit  atau  perahu  yang  ditarik  dengan  tali  di  kedua sisi. 

Di  warung  apung  Rawa  Jombor  ini  juga  disediakan  alat  untuk  memancing  beserta  umpannya  untuk  memancing  di  rawa  ini.  Alat  pancing  berupa  pancing  sederhana  yang  terbuat dari ranting kayu dibagian ujung diikat dengan tali. Tali yang memiliki panjang sekitar  2‐3  meter  diberi  kait  dibagian  ujung  untuk  meletakkan  umpan.  Kegiatan  ini  hanya  sebagai  hiburan  dan  cukup  sulit  untuk  mendapatkan  ikan,  bilapun  mendapatkan  ikan  biasanya  berukuran kecil. 

Ikan  yang  dipancing  bukan  berasal  dari  kolam  yang  dibuat  oleh  penyedia  warung  apung  dari  jaring  namun  berasal  dari  rawa.  Susahnya  mencari  ikan  di  Rawa  Jombor  diakibatkan  air  rawa  terlihat  keruh,  berwarna  kehijauan,  pencemaranm  dan  beberapa  bagian  rawa  telah  mengalami  pendangkalan.  Diperparah  dengan  pertumbuhan  enceng  gondok di beberapa bagian rawa yang tidak digunakan untuk warung apung. Mengakibatkan  banyak  orang  tidak  mengetahui  bahwa  Rawa  Jombor  merupakan  rawa  atau  telaga  yang  terbentuk secara alami bukan buatan7.  

Dengan adanya warung apung di Rowo Jombor ini sangat berdampak besar bagi perekonomian masyarakat yang tinggal di sekitar Rowo Jombor ini, namun pada kenyataan keberadaan warung apung ini juga memberikan dampak negatif bagi ekologi rawa pada khususnya. Hal ini disebabkan adanya sistem pembuangan limbah rumah tangga yang kurang baik atau tidak dilakukan dengan sistem khusus sehingga pembuangannya tercampur langsung dengan air dan menyebabkan terganggunya ekosistem air di Rowo Jombor.

      

(8)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan  Kondisi lingkungan Rowo Jombor yang mulai tercemar merupakan dampak dari keberadaan warung apung yang belum memiliki sistem pengolahan limbah yang baik, menyebabkan terancamnya kelangsungan hidup organisme yang ada di dalam maupun di permukaan air serta membuat kenyamanan penggunanya. Melihat kondisi seperti ini maka diperlukan penataan ulang kawasan dan terutama pada area yang digunakan untuk usaha warung apung sekaligus melengkapi prasarana yang menunjang pada kelestarian ekosistem di Rowo Jombor. Perancangan Foodcourt terapung dengan pendekatan arsitektur ekologi sebagai acuan perancanagan yang mengutamakan pada aspek kualitas lingkungan yang lebih baik dengan sistem pengelolaan limbah dan pengolahan lansekap dipermukaan air sehingga keaslian ekologi kawasan Rowo Jombor tetap terjaga dan dapat meningkatkan kualitas pariwisatanya.

3. Lingkungan Rawa Jombor

Rawa merupakan habitat air yang menempati daerah yang relatif kecil di permukaan bumi, dibandingkan dengan habitat laut dan daratan. Bagi manusia fungsinya jauh lebih penting di bandingkan dengan luas daerahnya, karena habitat ini merupakan sumber air yang praktis dan murah untuk kehidupan manusia. Penelitian tentang habitat air tawar yang pernah dilakukan menunjukan bahwa distribusi spesies di dalam suatu seri ekosistem tergantung pada keseimbangan antara habitat yang disukai, kemampuan kompetitif di dalam habitat yang berbeda serta efek predasi (Naughton and Wolf, 1990). Kehidupan organisme di dalam perairan tergantung pula pada kondisi perairan tempat hidupnya, maka secara langsung atau tidak langsung sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan kimiawi airnya. Disamping itu, ekosistem air merupakan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah, maka hal ini jelas akan mempengaruhi kondisi perairan (Odum, 1993).

Rowo Jombor memiliki ekosistem yang sangat beragam dan saling terkait antara satu dan yang lain sehingga menciptakan rantai ekologi. Keragaman ini terlihat dari beberapa jenis organisme yang hidup di dalam maupun permukaan seperti plankton yang memiliki jenis yang beragam, ikan-ikan yang dibudidaya di keramba apung, enceng gondok yang sangat banyak, teratai air, dan sebagainya. Kehidupan ekosistem ini sangat bergantung pada peran manusia sebagai pengguna dan penjaga kelestarian alam di kawasan Rowo Jombor.

(9)

Ekosistem air Rowo Jombor yang kini telah tercemar oleh aktivitas manusia di sekitarnya seperti membuang sampah ke rawa dan aktivitas di warung apung yang membuang limbahnya tanpa treatment khusus yang menyebabkan air rawa tercemar. Hal ini diindikasikan menjadi penyebab ikan yang hidup di rawa menjadi berkurang dan kandungan oksigen dalam air mulai berkurang karena banyaknya enceng gondok dan tanaman teratai yang mati. Jasad atau sisa-sisa organisme yang mati akan tenggelam dan menyebabkan pendangkalan rawa semakin cepat.

Untuk kasus perancanagan Foodcourt terapung, sanagat diperlukan konsistensi untuk menyelaraskan ekosistem rawa dengan kebutuhan ruang yang fungsional sehingga untuk kedepannya tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan rawa dan sekitarnya.

4. Peran Arsitektur Ekologi dalam Kesinambungan Alam

Arsitektur merupakan bagian dari ekologi. Hal-hal yang berhubungan dengan suatu desain arsitektur, tidak terlepas dari lingkungan/alam baik itu secara material maupun non material. Arsitektur yang berhubungan dengan aspek material yaitu, bahan-bahan bangunan yang bersumber dari alam, misalnya batu, air, semen, kayu, pasir, dan sebagainya; sedangkan yang berhubungan dengan aspek non material misalnya faktor kenyamanan, keamanan, keselarasan, estetika, kelayakan, dan lain-lain. Oleh sebab itu keduanya saling berkaitan dan sekaligus dapat mempengaruhi satu sama lain ke arah yang positif atau sebaliknya.

Suatu desain yang tidak mempertimbangkan lingkungan/alam, tentunya akan merusak ekosistem, dan bila suatu ekosistem menjadi rusak, ini akan mempengaruhi kenyamanan, dan keamanan manusia itu sendiri. Selain itu, eksplorasi alam yang melampaui batas tanpa memikirkan kesinambungannya, akan mengakibatkan berkurangnya sumber daya alam dan merusak lingkungan. Untuk mengoptimalkan sasaran arsitektur yang ekologis, maka pemanfaatan sumber daya alam dalam membangun harus memperhatikan kemampuan dan peruntukannya, demi pelestarian fungsi lingkungan dan mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Membangun secara ekologis merupakan salah satu bukti keterlibatan arsitek dalam melakukan integrasi sosial, ekologis dan fungsional yang menjamin peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan. Karya arsitektur dapat menciptakan kesecitraan manusia, kesatuan,

(10)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan 

keterpaduan sosial dan kelestarian sumber budaya alam sehingga terus berkelanjutan8.

Karakteristik kawasan Rowo Jombor yang memiliki potensi alam yang alami serta keragaman ekologinya menjadi salah satu acuan untuk dikembangkan wisata kuliner Foodcourt terapung yang dimana wisata ini dapat merespon potensi yang ada tersebutdengan penataan lansekap kawasan berkelanjutan, diharapkan dapat memberi kontribusi yang berarti bagi perlindungan alam dan tanpa menghilangkan citra arsitektur Indonesia pada umumnya.

2. Latar Belakang Permasalahan

1. Pentingnya Foodcourt untuk Menarik Wisatawan

Perkembangan dunia kuliner semakin lama semakin berkembang. Banyaknya media cetak, media elektronik yang menyajikan informasi kuliner semakin lama semakin berkembang diikuti dengan minat masyarakat yang besar terhadap dunia kuliner. Hal ini juga ditunjukkan dengan banyaknya peredaran buku-buku serta majalah yang membahas info kuliner serta banyak pula tayangan kuliner di media elektronik serta internet yang memberikan informasi-informasi terbaru dalam dunia kuliner.

Dunia kuliner merupakan hal yang berhubungan dengan masak-memasak, makanan dan dapur. Keanekaragaman makanan yang ada saat ini baik di Indonesia maupun mancanegara semakin berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Adanya nilai seni dalam dunia kuliner ini membuat makanan tidak lagi sekedar sebagai pemenuhan kebutuhan pokok, tetapi juga merupakan suatu karya seni dan gaya hidup.

 

Gambar 5 Warung apung  

      

8http://www.gloriana.buluaro.org/2011/12/arsitektur-ekologis.html 

(11)

Sumber Survey Penulis 2013 

Dengan adanya fasilitas kuliner berupa food court dapat memberikan suasana baru dalam wisata kuliner sehingga pengunjung dapat tertarik untuk mencoba hal baru tersebut.

2. Pentingnya Pengolahan Limbah

Kondisi perairan rawa yang tercemar dapat menimbulkan masalah baru yang berakibat pada menurunya tingkat pengunjung wisata sehingga perlu adanya penanganan khusus untuk permasalahan limbah.

 

Gambar 6 Pencemaran di rawa jombor  Sumber Survey Penulis 2013 

Kawasan perairan di rawa jombor sangat rentan akan pencemaran seiring banyaknya pengunjung dan adanya warung apung di sekitar rawa terlihat banyaknya sampah yang tergenang di permukaan air serta mulai mendangkalnya rawa karena sistem pengolahan limbah warung apung yang tidak berjalan semestinya.

3. Pentingnya Arsitektur Ekologi Dalam Penataan Lansekap

Konsep ekologis merupakan konsep penataan lingkungan dengan memanfaatkan potensi atau sumberdaya alam dan penggunaan teknologi berdasarkan manajemen etis yang ramah lingkungan. Pola perencanaan dan perancangan Arsitektur Ekologis (Eko-Arsitektur) adalah sebagai berikut:

1. Elemen-elemen arsitektur mampu seoptimal mungkin memberikan

perlindungan terhadap sinar panas, angin dan hujan.

2. Intensitas energi yang terkandung dalam material yang digunakan saat

pembangunan harus seminimal mungkin.

(12)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan 

Menurut Yeang (2006), pendekatan ekologi dalam arsitektur didefinisikan dengan Ecological design is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design. Dengan demikian terdapat integrasi antara kondisi ekologi lokal, iklim mikro dan makro, kondisi tapak, program bangunan atau kawasan, konsep, dan sistem yang tanggap terhadap iklim, serta penggunaan energi yang rendah. Integrasi dapat dilakukan pada tiga tingkatan:

1. Integrasi fisik dan karakter fisik ekologi setempat (tanah, topografi, air tanah, vegetasi, iklim, dsb.)

2. Integrasi sistem-sistem dengan proses alam (cara penggunaan air,

pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistem pembuangan dari bangunan, pelepasan panas dari bangunan, dsb.)

3. Integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber

daya alam yang berkelanjutan

Pendekatan ekologi dalam arsitektur yang lain yaitu menurut Frick (1998) adalah bahwa eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga dimensi waktu, alam, sosio kultural, ruang dan teknik bangunan. Eko-arsitektur bersifat kompleks, mengandung bagian-bagian Eko-arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh sebab itu eko-arsitektur bersifat holistik dan mengandung semua bidang.

 

Gambar 7 Kondisi kawasan rawa jombor   Sumber Google Earth 

Pada konteks kawasan rawa jombor ini pengolahan lansekap masih belum terlihat dan khususnya pada area warung apung yang dimana pengunjung banyak terkosentrasi pada area tersebut. Untuk itu perlu adanya perencanaan untuk menata lansekap kawasan tersebut sehingga lebih menarik dan memiliki dampak terhadap lingkungan. Melalui penerapan

(13)

konsep arsitektur ekologi padaintegrasi sistim-sistim dengan proses alam, mengenai pengolahan dan pembuangan limbah cair, penggunaan sistem pre-treatment untuk pengelolaan limbah dari foodcourt dengan enceng gondok sebagai biofilter alami dalam penyerapan kadar logam berat pada air serta konsep bangunan yang menekankan pada penghawaan dan pencahayaan alami.

1. Rumusan Masalah

1. Permasalahan

1. Bagaimana merancang penataan lansekap berbasis arsitektur ekologi yang dapat memberikan kontribusi untuk kawasan Rowo Jombor secara berkelanjutan.

2. Bagaimana merancang Food Court di atas air yang dapat berintegrasi dengan konsep ekologi.

1. Tujuan dan Sasaran

1. Tujuan

Merancang Food Court di Rowo Jombor dengan arsitektur ekologi sebagai dasar penataan lansekap yang berwawasan lingkungan.

2. Sasaran

Pencapaian dari perancangan Food Court di Rowo Jombor dengan penataan lansekap berbasis arsitektur ekologi yang dapat memberikan kontribusi untuk kawasan Rowo Jombor yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Antara lain dengan:

1. Penataan lansekap berbasis arsitektur ekologi yang dapat memberikan kontribusi untuk kawasan Rowo Jombor secara berkelanjutan.

2. Merancang Food Court di atas air yang dapat berintegrasi dengan konsep Wisata Ekologi.

1. Keaslian Penulisan

1. Penulis : Dyah Hendrawati

(14)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan 

Judul : Taman Wisata Alam di kawasan Green Belt Waduk Gajah

Mungkur Wonogiri

Penekanan : Penekanan pada penataan fasilitas wisata dengan pendekatan arsitektur organik sebagai penunjang

Persamaan : Pendekatan arsitektur organik pada konsep perancangan

Perbedaan : Pada Wisata Ekologi di Rowo Jombor menekankan pada pengolahan lansekap yang berwawasan lingkungan

2. Penulis : Paksi Fajar Ruwanto

Tahun : Tugas Akhir UII Tahun 2011

Judul : Green Foodcourt

Penekanan : Penataan landscape dengan mempertimbangkan ekosistem air

Persamaan : Perancangan food court terapung

Perbedaan : Pada Wisata Ekologi di Rowo Jombor penataan lansekap tidak

hanya pada skala bangunan namun kawasan rawa.

3. Penulis : Isag Nabela P

Tahun : Tugas Akhir UII Tahun 2010

Judul : Pavillion Apung

Penekanan : Penekanan pada arsitekur ekologis sebagai dasar perancangan Persamaan : Merancang bangunan terapung

(15)

Perbedaan : Pada Wisata Ekologi di Rowo Jombor menekankan pada pengolahan lansekap yang berwawasan lingkungan.

4. Penulis : Candra Dian Lukita

Tahun : Tugas Akhir UNDIP Tahun 2009

Judul : Pengembangan kawasan wisata rowo jombor klaten

Penekanan : Penekanan pada ekoarsitektur

Persamaan : Penekanan ekoarsitektur pada bangunan

Perbedaan : Pada Wisata Ekologi di Rowo Jombor menekankan pada pengolahan lansekap yang berwawasan lingkungan serta memunculkan wisata ekologi sebagai alternatif wisata yang akan dikembangkan.

5. Penulis : Septiani Ganjarsari

Tahun : Tugas Akhir UNDIP Tahun 2008

Judul : Karakteristik pemberdayaan masyarakat lokal dalam

keberlanjutan pengembangan kawasan rawa jombor kabupaten klaten

Penekanan : Penekanan pada karakteristik pemberdayaan masyarakat

Persamaan : Lokasi di kawasan Rowo Jombor

Perbedaan : Pada Wisata Ekologi di Rowo Jombor menekankan pada pengolahan lansekap yang berwawasan lingkungan.

(16)

Arsitektur Ekologi Sebagai Dasar Penataan Lansekap yang Berwawasan Lingkungan 

1. Kerangka Pola Pikir

FOODCOURT TERAPUNG

1. Pengelolaan sistem water treatment dengan memanfaatkan enceng gondok untuk filtrasi 

PENATAAN LANSEKAP BERBASIS ARSITEKTUR EKOLOGI

2. Taman terapung sebagai solusi untuk membuat lansekap hijau buatan di atas air 

INTEGRASI

KONDISI SITE

1. Kondisi site memiliki potensi pariwisata yang menarik. 

2. Kondisi site didominasi oleh perairan rawa. 

3. Sistem pengolahan limbah dan sampah yang belum baik.  4. Terdapat banyak tanaman enceng

gondok dan kurangnya pemanfaatan

ARSITEKTUR  LANSEKAP  Pendekatan Arsitektur Ekologi dalam Pendekatan Lansekap yang Berwawasan

(17)

Gambar

Tabel 1 Data Pengunjung Rawa Jombor 
Tabel 2 Genus Fitoplankton yang Ditemukan di Rowo Jombor  Sumber Penelitian Produktifitas Primer Rawa Jombor,  Belinda Dian Anggraeni, Fakultas Biologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta    Tabel 3 Densitas Fitoplankton Ditiap Titik Pengamatan  Sumber Penel

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, motivasi pemeliharaan maupun pengembangan individu- individu dalam organisasi perlu senantiasa diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik. Manajemen sumber

Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian karena pemasangan instalasi listrik yang tidak didasari oleh pengetahuan yang benar berpotensi untuk menimbulkan bahaya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jumlah alokasi tenaga kerja yang sesuai setiap elemen pekerjaan di unit galangan kapal (UGK) dengan metode human factor

Perbedaan skripsi ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa titik tekan dalam skripsi ini adalah kajian terkait perbedaan pendapat dan metode Istinbāṭ Ibnu

Potensi padang lamun sebagai daerah asuhan berbagai jenis biota laut dalam penelitian ini dikategorikan tinggi yang ditunjukkan oleh banyaknya juvenil biota laut yang ditemukan

informasi diperoleh dari analisis kebutuhan guru dan siswa terhadap media POP UP berbasis kearifan lokal. Data yang diperoleh setelah melakukan observasi dan

Katakanlah jasa dari institusi keuangan untuk menawarkan cara pembayaran secara elektronik, jasa dari vendor aplikasi yang menawarkan cara melakukan transaksi secara

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, peneliti merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimalisasi Manajemen Dana Zakat Infak Sedekah Pada