• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

(2)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

PERBANDINGAN TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)

DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH (UPTD) PENGEMBANGAN TERNAK WONGGAHU

By

Salmiyati Paune, Fahrul Ilham, S. Pt, M. Si and drh. Tri Ananda Erwin Nugroho, M. Sc COMPARISON OF SUCCESS RATE OF ARTIFICIAL INSEMINATION IN BEEF CATTLE

BALI AND PERANAKAN ONGOLE (PO) IN THE REGIONAL TECHNICAL IMPLEMENTATION UNIT (RTIU) WONGGAHU LIVESTOCK DEVELOPMENT

The purpose of this study was to determine the success rate of artificial insemination in cattle Bali and Ongole cattle breed in the Regional Technical Implementation Unit (RTIU) Wonggahu Livestock Development. Research methods of observation and interviews were conducted to obtain information about the success of the IB in Bali cattle and cows in RTIU PO Wonggahu livestock development. This study uses 64 head of cattle and 42 head of cattle bali PO Artificial Insemination program in RTIU Wonggahu for 4 Year of the Year 2010 - 2013 The primary data obtained from interviews directly to the inseminator and secondary data were analyzed descriptively by calculating the value of Services per Conception (S / C), Conception Rate (CR), Calving Rate (CaR), Non-Return Rate (NRR). Based on the success of IB research found that Bali cattle S / C is 1.27, CR is 93.75%, CaR is 75%, NRR is 89.1%, in cattle PO namely S / C is 1.43, CR is 88.1%, CaR is 88.1%, NRR is 80.95%. The final conclusion is that the success of the IB in Bali cattle better than cow PO (Peranakan Ongole) in the Regional Technical Implementation Unit (RTIU) Wonggahu Livestock Development. Keywords: Bali cattle, cows Peranakan Ongole (PO), Service per Conception,

Conception Rate, Calving Rate, Non Return Rate ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada sapi bali dan sapi peranakan ongole di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu. Metode penelitian observasi dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keberhasilan IB pada sapi bali dan Sapi PO di UPTD pengembangan ternak Wonggahu. Penelitian ini menggunakan 64 ekor sapi bali dan 42 ekor sapi PO yang mengikuti program Inseminasi Buatan di UPTD Wonggahu selama 4 Tahun dari Tahun 2010 - 2013. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada inseminator dan data sekunder dianalisis secara deskriptif dengan menghitung nilai Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Rate (CaR), Non-Return Rate (NRR). Berdasarkan penelitian didapatkan keberhasilan IB pada sapi Bali yaitu S/C adalah 1,27, CR adalah 93,75% , CaR adalah 75%, NRR adalah 89,1%, pada sapi PO yaitu S/C adalah 1,43, CR adalah 88,1%, CaR adalah 88,1%, NRR adalah 80,95%. Hasil penelitian disimpulkan bahwa keberhasilan IB pada sapi Bali lebih baik dari sapi PO (Peranakan Ongole) di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu.

Kata Kunci: Sapi Bali, sapi Peranakan Ongole (PO), Service per Conception, Conception Rate,Calving Rate, Non Return Rate

(3)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

PENDAHULUAN

Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani (semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Inseminasi Buatan merupakan teknologi reproduksi yang paling tua dibandingkan dengan teknologi reproduksi lainnya seperti transfer embrio atau kloning.

Sampai saat ini inseminasi buatan masih merupakan pilihan utama untuk mengembangbiakkan hewan ternak terutama sapi potong dibandingkan teknologi reproduksi lainnya. Sistem perkawinan melalui IB telah diterapkan pada beberapa daerah di Indonesia baik peternakan dengan sistem peternakan rakyat maupun yang dikelola oleh perusahaan. Sistem peternakan yang diterapkan dalam pemeliharaan ternak sapi potong yang berbeda-beda mengakibatkan tingkat keberhasilan IB berbeda pula antara bangsa sapi potong disetiap daerah di Indonesia.

Sapi bali maupun sapi peranakan ongole (PO) merupakan sapi lokal Indonesia. Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia dan sapi PO merupakan turunan dari hasil persilangan sapi jawa dan sapi ongole dari India. Perbedaan asal-usul kedua bangsa sapi ini menyebabkan perbedaan pula dalam hal kemampuan reproduksinya baik dalam hal ukuran sistem reproduksi, siklus birahi, kebuntingan, kelahiran. Beberapa perbedaan yang dimiliki kedua bangsa sapi tersebut, sehingga apabila diberikan perlakuan teknologi reproduksi IB diduga akan memberikan respon yang berbeda pula.

Pelaksanaan Inseminasi Buatan di UPTD Wonggahu telah lama diterapkan yaitu sejak pertama kali didirikan pada tahun 2002 hingga saat ini. Pelaksanaan program IB pada sapi-sapi induk di UPTD Wonggahu diharapkan mampu menghasilkan turunan dengan kualitas tinggi yang nantinya akan disebarkan keseluruh peternak sapi di provinsi Gorontalo. Berdasarkan pengamatan penulis dilokasi penelitian, informasi tentang kesuburan induk dan keberhasilan IB pada sapi

(4)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Bali dan sapi PO masih sangat kurang sehingga sangat penting untuk melakukan penelitian sejauh mana perbedaan tingkat keberhasilan pelaksanaan IB antara sapi Bali dan Peranakan Ongole di UPTD Wonggahu kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo. Informasi ini sangat berharga dalam rangka menentukan kebijakan untuk perbaikan dan pengembangan sapi potong di Provinsi Gorontalo.

METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo.

Alat Dan Bahan Penelitian

1. Alat tulis menulis 2. Kamera Digital

3. Ternak (Sapi Bali 64 ekor dan sapi peranakan ongole 42 ekor)

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara langsung dengan inseminator di UPTD Wonggahu. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung kepada inseminator. Data sekunder merupakan data selama 4 tahun terakhir sejak tahun 2010 sampai tahun 2013 yang merupakan hasil recording IB pada setiap ternak sapi yang di IB baik Bali maupun PO. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Service per Conception (S/C): jumlah pelayanan IB (jumlah straw) yang diperlukan untuk menghasilkan kebuntingan seekor sapi, Conception Rate (CR): jumlah sapi betina positif bunting dibagi akseptor yang di IB dikali 100%, Calving Rate (CaR): jumlah kelahiran dibagi jumlah bunting dikali 100%, Non-Return Rate (NRR): jumlah sapi-sapi diinseminasi dengan jumlah sapi-sapi-sapi-sapi tersebut yang kembali minta diinseminasi (repeat breeder) dibagi jumlah sapi yang di IB di kali 100%.

(5)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan rumus (Toelihere, 1993): 1. Service per conception (S/C)

S/C = Jumlah dosis IB jumlah betina yang bunting

2. conception Rate (C/R)

CR (%) =Jumlah betina bunting pada IB pertama

Jumlah seluruh betina yang di IB × 100%

3. calving Rate (CaR)

CaR (%) = Jumlah anak lahir sehat

Jumlah seluruh betina yang di IB× 100%

4. Non-Return Rate

NR (%) =(Jumlah sapi di IB) − (jumlah sapi yang kembali di IB

Jumlah seluruh betina yang di IB × 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Service per Conception (S/C)

Berdasarkan Tabel 1 hasil analisis nilai S/C pada Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole di UPTD Ternak Wonggahu yang diperoleh hasil induk Sapi Bali yang diinseminasi memiliki nilai S/C yang lebih rendah (1,27) dibandingkan dengan Sapi Peranakan Ongole (1,43). Nilai S/C pada kedua bangsa sapi ini dapat dianggap baik sebab nilai S/C yang normal berkisar 1,6 sampai 2,0 (Toelihere, 1993). Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok

(6)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

tersebut dan sebaliknya makin tinggi nilai S/C makin rendah nilai kesuburan kelompok betina tersebut.

Tabel 1 Service per Conception (S/C), Conception Rate (CR), Calving Rate (CaR),

Non Return Rate (NRR) Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole di Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Ternak Wonggahu

No Jenis Sapi Potong N Nilai keberhasilan IB Service per conception (S/C) Conception Rate (CR) Calving Rate (CaR) Non Return Rate (NRR) 1 2 Bali Peranakan Ongole (PO) 64 42 1,27 1,43 93,75 % 88,1 % 75 % 88,1 % 89,1 % 80,95 %

Nilai S/C baik pada sapi Bali maupun sapi PO di UPTD Wonggahu yang berkisar antara 1,6-2,0 menandakan bahwa efisiensi reproduksi sapi potong yang ada di UPTD Wonggahu cukup baik. Berdasarkan hasil penelitian Mantongi (2013) di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo dengan jumlah ternak 37 ekor nilai S/C pada bangsa sapi potong di Kecamatan Telaga Biru yang diamati diperoleh hasil induk sapi Bali yang diinseminasi memilki nilai S/C 1,22 dan sapi Lokal 1,46. Sapi potong di UPTD Wonggahu memiliki nilai S/C yang cukup baik dari nilai S/C yang berada dibeberapa daerah dipulau Jawa seperti di Jawa Timur memiliki nilai S/C sapi PO 2,0-2,2. Nilai S/C baik pada sapi Bali maupun sapi PO yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa daerah lain menandakan bahwa efisiensi reproduksi sapi potong yang ada di UPTD Wonggahu cukup baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB adalah pakan. Pemberian pakan kepada ternak sapi ditujukan untuk perawatan tubuh atau kebutuhan pokok hidup dan keperluan bereproduksi (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(7)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Conception Rate (CR)

Perhitungan Conception Rate (CR) berdasarkan jumlah sapi yang berhasil bunting pada inseminasi pertama melalui pemeriksaan kebuntingan dengan cara eksplorasi rektal pasca inseminasi selama 40-60 hari (Toelihere, 1993). Angka kebuntingan atau conception rate (CR) merupakan informasi berapa persen sapi yang menjadi bunting dari sejumlah sapi yang diinseminasi pertama secara bersama-sama (Jaenudeen dan Hafez, 1993).

Berdasarkan Tabel 1 nilai CR sapi bali lebih tinggi yaitu 93,75%, dibandingkan dengan sapi peranakan ongole yaitu 88,1%. Nilai CR sapi bali yang lebih tinggi dari sapi peranakan ongole sebab secara genetik sapi bali memiliki efesiensi reproduksi yang cukup baik bila dibandingkan dengan sapi impor. Nilai CR sapi Bali yang mencapai 93,37% lebih tinggi yang dikemukakan oleh Mantongi (2013). Menurut Jaenudeen dan Hafez (1993) CR sapi potong dengan manajemen yang baik bisa mencapai 70% sedangkan Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa CR ideal adalah 70% tetapi secara umum sebesar 40%. Nilai CR sapi Bali dalam penelitian ini lebih baik bila dibandingkan sapi Peranakan Ongole. Phlilips (2001) menyatakan bahwa CR pada sapi yang dikawinkan dengan Inseminasi Buatan dapat mencapai 65%. Kemampuan sapi betina untuk bunting pada inseminasi pertama sangat dipengaruhi oleh variasi lingkungan. Nutrisi pakan yang diterima oleh sapi sebelum dan sesudah beranak juga berpengaruh terhadap CR, sebab kekurangan nutrisi sebelum melahirkan dapat menyebabkan tertundanya siklus estrus (Bormann dkk., 2006).

Kebutuhan pakan untuk menjaga integritas jaringan tubuh dan mencakupi kebutuhan energi untuk proses esensial organisme hidup disebut dengan kebutuhan untuk hidup pokok. Setiap hewan ternak membutuhkan unsur pakan yang mempengaruhi syarat. Unsur-unsur pakan yang dimaksud meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air.

(8)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Caving Rate (CaR)

Calving Rate (CaR) merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari jumlah induk yang diinseminasi. Berdasarkan Tabel 1 nilai CaR sapi Bali di UPTD Wonggahu lebih rendah yaitu 75% dibandingkan dengan sapi peranakan ongole yaitu 88,1%. Nilai CaR sapi Bali yang mencapai 75% cukup tinggi dari yang dikemukakan oleh Wiryosuhanto (1990) bahwa ternak yang mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi nilai CaR bisa mencapi 60% sampai 70% dan apabila CaR setelah inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% dapat diindikasikan kesuburan ternak terganggu atau tidak normal.

Menurut Jainudeen dan Hafez (1993) CaR sapi potong dengan manajemen yang baik bisa mencapai 70%, sedangkan Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa CaR ideal adalah 70% tetapi secara umum sebesar 40%. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai CaR antara lain yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Faktor yang dapat berpengaruh terhadap nilai CaR yakni mortalitas embrio pada saat awal sapi bunting, pakan yang kekurangan mineral.

Non Return Rate (NRR)

Non Return Rate (NRR) merupakan alat deteksi kebuntingan berupa presentase jumlah betina yang tidak menunjukkan birahi kembali setelah di IB dalam observasi antara waktu 40 – 60 hari setelah penginseminasian (Hartati, 2005). Kembali menunjukkan tingkah laku birahi dapat digunakan sebagai kriteria tingkat kebuntingan yang dihasilkan oleh ternak. Ternak yang bunting tidak akan menunjukkan tingkah laku birahi pada siklus birahi berikutnya, sedangkan ternak yang tidak bunting akan mengalami siklus birahi dan akan menunjukkan birahi pada siklus berikutnya.

Berdasarkan Tabel 1 nilai NRR sapi Bali lebih rendah 89,1% dibandingkan dengan sapi peranakan ongole 80,95% di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wonggahu. Beberapa negara yang telah maju peternakannya beranggapan efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik bila angka kebuntingan dapat mencapai 65 -75%, jarak antar melahirkan tidak melebihi 12 bulan, waktu melahirkan sampai terjadinya

(9)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

kebuntingan kembali 60–90 hari, angka perkawinan per kebuntingan 1,65 dan angka kelahiran 45%-65% (Hardjopranjoto, 1995).

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kesimpulan yang dapat diambil yaitu :

1. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu secara umum pada sapi bali lebih baik dibandingkan sapi PO.

2. Nilai Service per Conception Rate pada sapi Bali 1,27 dan sapi PO 1,43, nilai Conception Rate pada sapi Bali 93,75% dan sapi PO 88,1%, nilai Calving Rate pada sapi Bali 75% dan sapi PO 81%, dan nilai Non Return Rate pada sapi Bali 89,1% dan sapi PO 80,95%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada ternak yang ada di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Ternak Wonggahu kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo.

DAFTAR PUSTAKA

Bormann, J.M., L.R. Totir, S.D. Kachman, R.L. Fernando, and D.E. Wilson 2006. Pregnancy Rate and First-Service Conception Rate In Angus Heifers. J. Anim. Science. 84:2022-2025. Http://www.equinereproduction. com/articles/moni.htm Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press.

Surabaya.

Hartati.,2005. Aplikasi Inseminasi Semen Hasil Sexing pada Sapi Induk Peranakan Ongole. http: //balitnak. litbang. deptan. go. id/ index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=3:prosidingsemin ar&download=80:3&Itemid=1

(10)

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Jainudeen MR dan Hafez ESE. 1993. Cattle and Water Buffalo. Dalam: Hafez ESE (Ed). Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Lea And Febiger. Philadelphia. Mantongi R, 2013. Evaluasi Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapu Potong

dikecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Skripsi Universitas Negeri Gorontalo.

Partodiharjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan Ketiga. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penerbit Mutiara Sumber wijaya, Jakarta Pusat

Philips, C.J.C. 2001. Principle Of Catle Production. CABI Piblishing. London. UK. Sudarmono, AS dan Bambang S. 2008. Sapi Potong + Pemeliharaan, Perbaikan

Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya : Jakarta Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa : Bandung.

Wiryosuhanto, D. S., 1990. Teknik dan Pengembangan Peternakan. Buletin Peternakan Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Perkebunan Nusantara III ( PERSERO ) Medan telah dapat menentukan harga pokok produksi kelapa sawit dengan baik, sehingga biaya yang diperoleh akurat dan telah sesuai

Jurnal atau yang lebih sering dikenal jurnal umum adalah catatan akuntansi yang pertama kali dibuat yang gunanya untuk melakukan pencatatan seluruh

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasi

arti memiliki cukup memiliki motif untuk menolong orang lain (merasa sedih dan iba melihat orang yang membutuhkan pertolongan namun hanya ingin menolong orang tertentu

TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK – PRINGAPUS)..

Disimpulkan bahwa secara in vitro ekstrak daun wudani berkhasiat sebagai anthelmintik yang memiliki efek ovisidal sehingga dapat dikembangkan penggunaanya untuk pengendalian

Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu atas prinsip saling rela. Objek wisata pantai batu lapis di Kalianda tidak pernah berlebihan dalam menetukan laba. Setelah menganalisis

merangkum hasil regresi model aliran ekspor komoditas kakao Indonesia, dimana dari hasil regresi diperoleh nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,836 yang