1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan
Untuk memahami Tata Kelola Perusahaan maka digunakan dasar
perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan
bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer dengan
investor. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena
kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal,
sehingga memicu biaya keagenan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab
secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dengan
memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat
dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing
–
masing
pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran
yang dikehendaki (Ali, 2002).
Eisenhardt (1989) dalam Darmawati (2005) menggunakan tiga asumsi
sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu : (1) manusia
pada umumnya mementingkan diri sendiri, (2) manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepsi masa mendatang, dan (3) manusia selalu
sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat
opportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004).
Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu manajer sudah
seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik. Sinyal yang dapat diberikan oleh manajer yakni melalui
pengungkapan informasi akuntani seperti laporan keuangan. Laporan
Keuangan merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna eksternal
terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar
ketidakpastiannya (Ali, 2002).
Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu
muculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Dengan adanya
asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik akan memberi
kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba sehingga akan
menyesatkan pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Tata Kelola Perusahaan merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas
dana yang telah mereka investasikan. Tata Kelola Perusahaan sangat
berkaitan dengan bagaimana membuat para investor yakin bahwa manajer
akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan
menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah ditanamkan oleh
investor. Selain itu Tata Kelola Peusahaan juga berkaitan dengan bagaimana
para investor mengontrol para manajer (Shleifer danVishny, 1997). Dengan
kata lain yakni Tata Kelola Perusahaan diharapkan akan dapat berfungsi
untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan.
2.1.2 Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang
dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba
(Sucipto, 2003). Menurut Febryani dan Zulfadin (2003) dalam Cornelius
(2007) kinerja perusahaan merupakan hal penting yang harus dicapai oleh
setiap perusahaan dimana pun, karena kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber
dayanya. Kinerjaperusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam
menjelaskan operasionalnya (Payatma, 2001).
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas
operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan
sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian
kinerja perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari
segi perubahan harga saham.
Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku
diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana
formal yang dituangkan dalam anggaran.
Penilaian kinerja menurut Sucipto (2003) dalam Indriastiti (2009)
dimanfaatkan oleh manajer untuk hal-hal berikut:
a.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimal.
b.
Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
c.
Menyediakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
d.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
e.
Menyediakan suatu dasar bagi distribusi menilai kinerja mereka.
Menurut Brigham dan Houston (2006) mengemukakan bahwa
“pen
gukuran kinerja perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan
yangdikeluarkan secara periodik. Laporan keuangan berupa neraca, rugi-laba,
arus kas, dan perubahan modal yang secara bersama-sama memberikansuatu
gambaran
tentang posisi keuangan perusahaan”. I
nformasi yang terkandung
dalam laporan keuangan digunakan investor untuk memperoleh perkiraan
tentang laba dan dividen dimasa mendatang dan resikoatas penilaian tersebut.
dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan kekayaan pemegang saham
(investor).
Menurut Munawir (2010) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja
keuangan perusahaan mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a.
Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi
pada saat ditagih.
b.
Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut
dilikuidasi.
c.
Untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan rentabilitas, yaitu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu
yang dibandingkan dengan penggunaan aset atau ekuitas secara produktif.
d.
Untuk mengetahui tingkat aktivitas usaha, yaitu kemampuan
perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan usahanya agar tetap
stabil, yang diukur dari kemampuan perusahaan dalam membayar pokok
utang dan beban bunga tepat waktu, serta pembayaran dividen secara
teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami kesulitan atau
krisis keuangan.
Menurut Ang (2008) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja
keuangan berdasarkan analisis rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi
5 jenis berdasarkan ruang lingkupnya, yaitu:
Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajibannya dalam jangka pendek. Rasio likuiditas terdiri dari
current
ratio, quick ratio,
dan
net working capital.
2.
Rasio Solvabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas terdiri dari
debt ratio, debt
to equity ratio, long term debt to equity ratio, long term debt to
capitalization ratio, times interest earned, cash flow interest coverage,
cash flow interest coverage, cash flow to net income
dan
cash return on
sales.
3.
Rasio Aktivitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
harta yang dimilikinya. Rasio Aktivitas terdiri dari
total asset turnover,
fixed asset turnover, account receivable turnover, inventory turnover,
average collection period
dan
day’s sales ininventory
.
4.
Rasio Rentabilitas atau Profitabilitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Rasio profitabilitas terdiri dari
gross profit margin, net profit
margin, return on assets, return on equity
dan
operating ratio.
Menurut Mamduh M Hanafi (2007) menyebutkan bahwa rasio
profitabilitas merupakan rasio yang melakukan analisis dengan mengukur
kemampun perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dimasa yang akan
sangat bermanfaat bagi kelangsungan perusahaan karena dapat membantu
perusahaan untuk mengetahui kontribusi keuntungan perusahaan dalam
jangka pendek atau jangka panjang.
Tujuan profitabilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba yang memuaskan sehingga pemodal dan pemegang saham
akan meneruskan untuk menyediakan modal bagi perusahaan. Seorang
investor akan lebih menekankan referensi pada return yang akan didapat dari
investasi yang ditanamkan. Jika Investor mengharapkan untuk mendapatkan
tingkat kembalian (return) baik berupa dividen maupun capital gain
(Andinata, 2010).
Rasio profitabilitas (profitability ratio) akan menunjukkan kombinasi
efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan hutang pada hasil-hasil operasi.
Efektifitas manajemen di sisni dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap
penjualan dan investasi perusahaan. Profitabilitas adalah tolak ukur sebuah
perusahaan dalam mencari keuntungan dari modal atau dana yang mereka
investasikan dalam suatu penjualan. Profitabilitas yang tinggi akan
menunjukkan keberhasilan suatu perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas
maka diharapkan juga dividen yang akan dibagikan tinggi juga.
Profitabilitas merupakan gambaran hasil akhir dari berbagai kebijakan
dan keputusan dalam mengoperasikan perusahaan, maka profitabilitas
biasanya dijadikan sebagai alat ukur untuk mengetahui efektivitas
manajemen melalui laba atau keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat
keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun
investasi”. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik
menggambarkan kemampuan tingginya peroleh keuntungan perusahaan.
Di dalam buku pengantar manajemen keuangan (Irham Fahmi,2013)
Rasio Profitabilitas secara umum ada 4, yaitu :
1)
Gross Profit Margin
Gross profit margin
merupakan persentase laba kotor dibandingkan
dengan
sales
. Semakin tinggi
gross profit margin
maka semakin baik
keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga
pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
sales
,
demikian pula sebaliknya, semakin rendah
gross profit margin
maka
semakin kurang baik
operasi perusahaan (Syamsuddin, 2009). Rumus
untuk menghitung
gross profit margin
:
2)
Net Profit Margin
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
Semakin tinggi
net profit margin
maka semakin baik operasional suatu
perusahaan karena menunjukkan bahwa keuntungan yang didapatkan
perusahaan semakin tinggi. Rumus untuk menghitung
net profit margin
3)
Return On Asset
(ROA)
Return on asset
merupakan rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan
dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan
(Syamsuddin, 2009). Rumus untuk menghitung
return on asset
:
4)
Return On Equity
(ROE)
Return on equity
merupakan rasio yang memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan dalam mengelola modal sendiri (
net worth
) secara efektif,
mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan
pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan (Sawir, 2009).
Rumus untuk menghitung
return on equity
:
2.1.3 Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan muncul karena terjadi pemisahan antara
kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau sering kali dikenal
dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam
sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak
diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan
sehingga tidak mendatangkan return. Tata Kelola Perusahaan diperlukan
untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Tata
Kelola Perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan
dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan.
Beberapa konsep tentan Tata Kelola Peusahaan antara lain yang
dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) yang menyatakan Tata Kelola
Perusahaan berkaitan dengan cara atau mekanisme untuk meyakinkan para
pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang
telah ditanam. Iskandar, dkk (1999) menyatakan bahwa Tata Kelola
Perusahaan merujuk
pada kerangka
aturan dan peraturan
yang
memungkinkan stakeholders untuk membuat perusahaan memaksimalkan
nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu Tata Kelola Perusahaan
merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer agar bertindak yang
terbaik bagi kepentingan investor (Prowson, 1998)
Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal dengan pengendalian
oleh agemdalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik
keagenan diantara prinsipal dengan agen. Jensen dan Meckling (1976), Watts
dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat
dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik
diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang
prinsipal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen
tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan
kompensasi kepada agen.
Laporan keuangan digunakan prinsipal untuk memberikan kompensasi
kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan dapat
dimanfaatkan oleh agen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual merupakan subjek
pertimbangan manajerial, karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP
memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan
keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan,
meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Watts dan
Zimmerman, 1986). Salah satu cara yang diharapkan dapat digunakan untuk
mengontrol biaya keagenan yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan
yang baik.
Kaen (2003) menyatakan Tata Kelola Perusahaan pada dasarnya
menyangkut masalah siapa yang seharusnya mengendalikan jalannya
kegiatan korporasi dan mengapa harus dilakukan pengendalian terhadap
jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan ”siapa” adalah para
pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya hubungan
antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan. Penelitian yang pernah dilakukan Jensen dan Meckling
(1976) menunjukkan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah
al (1999) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam
perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk
meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk
kepentingannya sendiri.
Mekanisme Tata Kelola Perusahaan dijadikan sebagai kontrol bagi
perusahaan agar tetap pada batasan yang seharusnya. Untuk mendukung dan
mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa indikator pendukung
mekanisme Tata Kelola Perusahaan, diantaranya Komite Audit, Kepemilikan
Manajerial, Dewan Direksi, dan Dewan Komisaris, seperti pada penelitian
yang dilakukan oleh Gayatri dan Dharma (2013) yang menyatakan bahwa
mekanisme Tata Kelola Perusahaan yang diproksikan dengan menggunakan
tiga variabel bebas yaitu dewan komisaris independen, komite audit dan
kepemilikan institusional.
Dewan direksi dalam suatu perusahaan berperan sebagai agent atau
pengelola perusahaan yang kedudukannya bertanggung jawab secara penuh
atas kegiatan operasional perusahaan. Dewan direksi merupakan sekelompok
direktur-direktur yang diketahui oleh presiden direktur. Dewan direksi juga
harus memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal
yang diajukan oleh dewan komisaris (Effendi, 2016:26- 27). Dewan
komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi atau berhubungan dengan pemegang saham pengendali, dewan
komisaris independen memegang peranan yang sangat penting dalam
Perusahaan. Dewan komisaris merupakan inti dari Tata Kelola Perusahaan
yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas. Dewan komisaris merupakan pusat ketahanan
dan kesuksesan perusahaan. Mengingat tugas komisaris dalam mengawasi
jalannya perusahaan cukup berat, maka komisaris dapat dibantu oleh
beberapa komite, salah satunya yaitu komite audit.
1)
Komite Audit
Komite audit merupakan komite yang bertugas mengawasi dan mengelola
pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penerapan prinsip
akuntansi yang diterima umum, serta mengawasi proses secara
keseluruhan. Variabel komite audit diukur dengan melihat jumlah
anggota komite audit yang dimiliki perusahaan. Rumus menghitung
komite audit.
Sumber: Shabibah (2017)
2)
Dewan Direksi
Dewan direksi adalah dewan yang bertugas mengawasi perusahaan dan
memiliki peranan yang sangat vital dalam suatu perusahaan. Dewan
direksi diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan direksi pada
suatu perusahaan.
Rumus menghitung jumlah dewan direksi:
Sumber: Shabibah (2017)
3)
Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah jumlah total anggota dewan komisaris, baik
yang berasal internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan.
Dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan
komisaris pada suatu perusahaan.
Rumus menghitung dewan komisaris :
Sumber: Thesarani (2016)
2.1.3.1 Prinsip Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan diterbitkan oleh Komite Nasional
terdapat 5 prinsip yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan, yaitu:
1)
Transparancy
(Transparansi)
Untuk mewujudkan dan mempertahankan objektivitas dalam praktek
bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan
material yang mudah diakses dan mudah dipahami bagi stakeholder.
Perusahaan harus mempunyai inisiatif untuk mengungkapkan
informasi tidak hanya yang diwajibkan oleh hukum dan regulasi,
tetapi juga informasi lain yang dianggap penting bagi pemegang
saham, kreditur dan stakeholder lain untuk pembuatan keputusan.
DD = In ∑ Anggota dewan direksi
2)
Accountability
(Akuntabilitas)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan
wajar dan transparan. Jadi, perusahaan harus mengatur cara agar
kepentingan perusahaan sejalan dengan kepentingan pemegang
saham dan stakeholder lain. Akuntabilitas adalah salah satu prasyarat
untuk memperoleh kinerja berkelanjutan.
3)
Responsibility
(Tanggung Jawab)
Perusahaan harus mematuhi hukum dan aturan dan memenuhi
tanggung jawab kepada komunitas dan lingkungan dengan tujuan
mempertahankan kelangsungan bisnis jangka panjang dan dikenal
sebagai perusahaan yang baik.
4)
Independency
(Kemandirian)
Untuk mendukung implementasi prinsip-prinsip Tata Kelola
Perusahaan, perusahaan harus diatur secara independen oleh
kekuasaan yang seimbang, dimana tidak ada salah satu organ
perusahaan yang mendominasi organ lain dan tidak ada intervensi
dari pihak lain.
5)
Fairness
(Kewajaran)
Dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan harus mengutamakan
kepentingan pemegang saham dan stakeholder lain berdasarkan
2.1.3.2 Manfaat Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Esensi dari Tata Kelola Perusahaan adalah peningkatan kinerja
perusahaan melalui pemantauan kinerja manajemen dan adanya
akuntabilitas
manajemen
terhadap
stakeholder
dan
pemangku
kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan berlaku.
Selain itu, mekanisme Tata Kelola Perusahaan juga dapat membawa
beberapa manfaat, antara lain:
1)
Mengurangi agency cost yang merupakan biaya yang harus
ditanggung pemegang saham karena penyalahgunaan wewenang
sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
2)
Mengurangi biaya modal (cost of capital) sebagai dampak dari
menurunnya tingkat bunga atas dana dan sumber daya yang dipinjam
oleh perusahaan seiring dengan turunnya tingkat risiko perusahaan.
3)
Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan
perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan
kebijakan yang ditempuh perusahaan.
Listyorini (2001) menyebutkan manfaat penerapan Tata Kelola
Perusahaan adalah:
1)
Meningkatkan efisiensi produktivitas
Hal ini dikarenakan seluruh individu dalam perusahaan memiliki
komitmen untuk memajukan perusahaan. Semua individu di
perusahaan pada setiap level dan departemen akan berusaha
dan bukan atas dasar mencari keuntungan secara pribadi atau
kelompok. Dengan demikian tidak terjadi pemborosan yang
diakibatkan penggunaan sumber daya perusahaan yang dipergunakan
untuk kepentingan pihak-pihak tertentu yang tidak sejalan dengan
kepentingan perusahaan.
2)
Meningkatkan kepercayaan publik
Publik dalam hal ini dapat berupa mitra baik sebagai investor,
pemasok, pelanggan, kreditor, pemerintah maupun konsumen akhir.
Bagi investor dan kreditor penerapan Tata Kelola Perusahaan adalah
suatu hal yang dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan pelepasan dana investasi maupun kreditnya.
Jadi kreditor dan investor akan merasa lebih aman karena perusahaan
dijalankan dengan prinsip yang mengutamakan kepentingan semua
pihak dan bukan hanya pihak tertentu saja.
3)
Menjaga kelangsungan hidup perusahaan
4)
Dapat mengukur target kinerja perusahaan
Dalam hal ini manajemen lebih terarah dalam mencapai
sasaran-sasaran manajemen dan tidak disibukkan untuk hal-hal yang bukan
menjadi sasaran pencapaian kinerja manajemen.
2.1.4 Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang
memegang saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri,
dan institusi swasta. Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori.
Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh
institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual
domestik. Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam
memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur
kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya
perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency
problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur
kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara
manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2005). Jensen dan Meckling (1976)
dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional adalah dua mekanisme Tata Kelola Perusahaan
yang dapat mengendalikan masalah keagenan.
Proporsi jumlah kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat
mengindikasikan ada kesamaan kepentingan antara manajemen dengan
pemegang saham (Faisal, 2005). Sedangkan pemegang saham institusional
memiliki keahlian yang lebih dibandingkan dengan investor individu,
terutama pemegang saham institusional mayoritas atau diatas 5%. Pemegang
saham institusional besar diasumsikan memiliki orientasi investasi jangka
panjang. Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan (Faisal, 2005). Wahyudi dan Pawestri (2006) yang
menguji pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan dengan
kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajer dan
pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari
keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari
pengambilan keputusan yang salah. Tetapi penelitian ini tidak menemukan
adanya pengaruh struktur kepemilikan institusional terhadap keputusan
keuangan maupun nilai perusahaan.
2.1.4.1 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh
manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham
yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro, 2007). Menurut
Mehran et al., (1992) dalam Aida (2004) kepemilikan saham manajerial
adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen. Menurut
Itturiaga dan Sanz (2000) struktur kepemilikan manajerial dapat
dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency
approach) dan pendekatan ketidakseimbangan (asymmetric information
approach). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan
manajerial sebagai sebuah instrument atau alat utnuk mengurangi konflik
keagenan diantara beberapa klaim (claim holder) terhadap perusahaan.
Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme
struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui
Gunarsih (2004) menyatakan bahwa kepemilikan perusahaan
merupakan salah satu mekanisme yang dapat dipergunakan agar
pengelola melakukan aktivitas sesuai dengan kepentingan pemilik
perusahaan. Meningkatkan kepemilikan manajerial dapat digunakan
sebagai cara untuk mengatasi masalah keagenan. Manajer akan
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya yang juga merupakan
keinginan dari para pemegang saham, Ross et. al (2004) dalam Putri
(2006) menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan saham
pada perusahaan maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk
kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri.
Kepemilikan saham manajerial akan membantu penyatuan kepentingan
antara manajer dan pemegangsaham, sehingga manajer ikut merasakan
secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut pula
menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan
yang salah. Kepemilikan manajerial dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Kepemilikan Manajerial = Jumlah Saham yang dimiliki Direksi dan
Komisaris / Jumlah Total Saham Biasa
2.1.4.2 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh
pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar
et.al. 2006) dalam Winanda (2009). Menurut Wening (2007),
kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor
institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih
optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham
mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen.
Brous dan Kini (1994) menyatakan bahwa ketatnya pengawasan
yang dilakukan oleh investor institusional sangat tergantung pada
besarnya investasi yang dilakukan. Bathala et al., (1994) juga
menemukan bahwa kepemilikan institusional menggantikan kepemilikan
manajerial dalam mengontrol agency cost. Semakin besar kepemilikan
oleh institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan
dorongan institusi keuangan untuk mengawasi manajemen dan akibatnya
akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai
perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga akan meningkat.
Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan mekanisme
Tata Kelola Perusahaan yang kuat yang dapat digunakan untuk
memonitor manajemen perusahaan. Pengaruh investor institusional
terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat
digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan para
pemegang saham (Solomon dan Solomon, 2004 dalam Sutojo, 2005). Hal
berdampak buruk terhadap perusahaan karena dapat menimbulkan
masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi,
mereka memiliki posisi yang kuat untuk melakukan kontrol terhadap
perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami
kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan
tingginya hak voting yang dimiliki manajer (Gunarsih, 2004). Adanya
pengawasan yang optimal terhadap kinerja manajer maka akan lebih
berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Masalah Tata Kelola Perusahaan merupakan masalah yang timbul
sebagai akibat pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan mempunyai
kepentingan yangberbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain karena
karakteristik kepemilikan dalam perusahaan, seperti:
Kepemilikan Institusional = Jumlah yang dimiliki oleh Institusi / Jumlah
Total Saham Biasa
2.2 Pengembangan Hipotesis
2.2.1 Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan
Teori keagenan dapat menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat
dalam perusahaan akan berperilaku, karena pada dasarnya mereka memiliki
kepentingan yang berbeda. Dengan kepentingan yang berbeda itu, antara
agen dan prinsipal terjadi konflik yang potensial. Konflik kepentingan yang
muncul disebut konflik keagenan. Pada dasarnya, konflik keagenan terjadi
Adanya konflik tersebut mengakibatkan perlunya check dan balance untuk
mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh manajemen.
Tata Kelola Perusahaan sebagai mekanisme untuk mengarahkan dan
mengendalikan suatu perusahaan, bertujuan untuk mengurangi kepentingan
pemegang saham dan stakeholder lain. Adanya prinsip-prinsip Tata Kelola
Peusahaan seperti
transparency, accountability, responsibility
dan
fairness
yang dilakukan oleh perusahaan dan mekanisme Tata Kelola Perusahaan
dapat meminimalisasi konflik kepentingan antara manajer dan para
pemegang saham perusahaan. Adanya transparansi dan pengawasan yang
baik dapat mencegah manajer dalam melakukan ekspropriasi. Sistem yang
baik akan memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham
untuk memperoleh kembali investasinya dengan wajar, tepat dan efisien,
serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaiknya untuk kepentingan
perusahaan. Berdasarkan teori keagenan, adanya Tata Keloal Perusahaan
manajer dapat diawasi dengan baik dan
agency cost
dapat dikurangi.
Kinerja keuangan suatu perusahaan ditentukan oleh sejauh mana
keseriusan menerapkan Tata Kelola Perusahaan. Secara teoritis, jika praktik
Tata Kelola Perusahaan berjalan dengan efektif dan efisien maka seluruh
proses aktivitas perusahaan akan berjalan dengan baik yang selanjutnya dapat
meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko yang mungkin
dilakukan dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri sendiri. Tata
Kelola Perusahaan juga dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk
Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005) menemukan bahwa
terdapat hubungan positif antara Tata Kelola Perusahaan yang diproksikan
dengan transparansi dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan
menggunakan Tobin’s Q. Hal ini didukung oleh penelitian Klapper dan Love
(2002) seperti yang dikutip dalam Darmawati, dkk (2005) yang menemukan
adanya hubungan positif antara Tata Kelola Perusahaan dengan kinerja
perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q.
Berdasarkan teori dan dukungan
hasil penelitian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,
yaitu:
H
1: Tata kelola perusahaan secara parsial berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan manufaktur sub sektor aneka industri yang terdaftar
di BEI periode 2014-2017.
2.2.2 Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kinerja Perusahaan
Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting terkait
pengendalian operasional perusahaan. Struktur kepemilikan dipandang
sebagai suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara
manajer dan pemegang saham. Struktur kepemilikan juga dipercaya dapat
berpengaruh pada jalannya perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi
kinerja perusahaan.
Salah satu mekanisme yang dapat mengurangi masalah keagenan
adalah dengan memperbesar kepemilikan saham oleh manajemen. Hal
tersebut didasarkan pada logika bahwa peningkatan proporsi saham yang
tindakan yang berlebihan. Dengan proporsi kepemilikan yang cukup tinggi
maka manajer akan merasa ikut memiliki perusahaan sehingga akan berusaha
semaksimal
mungkin
melakukan
tindakan-tindakan
yang
dapat
memaksimalkan
kemakmurannya.
Dengan
demikian
maka
akan
mempersatukan kepentingan manajer dengan pemegang saham, hal ini
berdampak positif bagi kinerja perusahaan dan meningkatkan kinerja
perusahaan.
Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi oleh institusi akan
memudahkan pengendalian terhadap perusahaan, sehingga akan berdampak
pada peningkatan kinerja perusahaan. Mamduh (2003) dalam Putri (2006)
menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional semakin baik
kinerja perusahaan, mempunyai kemampuan untuk mengontrol kinerja
perusahaan sehingga semakin hati-hati manajemen dalam menjalankan
perusahaan. Husnan (2001) menemukan bahwa perusahaan yang
kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar
kepada manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya
lebih terkonsentrasi.
Kepemilikan institusional bertindak sebagai pihak yang memonitor
perusahaan pada umumnya dan manajer sehingga pengelola perusahaan pada
khususnya. Investor institusional akan memantau secara profesional
perkembangan investasi yang ditanamkan pada perusahaan dan memiliki
tingkat pengendalian yang tinggi terhadap tindakan manajemen. Hal ini
demikian maka dapat menyelaraskan kepentingan manajemen dan
kepentingan stakeholders lainnya untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
Institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik
keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer.
Keberadaan Investor Institusional dianggap mampu mengoptimalkan
pengawasan kinerja manajemen selaku pengelola perusahaan. Dengan
investor institusional memegang saham yang semakin tinggi maka pihak
institusional dapat memonitoring penuh setiap kinerja manajer, dengan ini
maka dapat mengurangi masalah keagenan yang biasa terjadi antara
pemegang saham dengan manajer. Dengan hal tersebut maka sesuai dengan
teori keagenan bahwa hubungan antara pemegang saham dengan manajer
akan mempengaruhi kinerja dari perusahaan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Luo dan Hachiya (2005) dan
Christina dan Ekawati (2014), yang menemukan bahwa kepemilikan investor
institusi berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, karena
kepemilikan institusional berkaitan dengan transparansi dalam pengelolaan
perusahaan, yang merupakan salah satu prinsip penerapan tata kelola
perusahaan yang baik. Berdasarkan teori dan dukungan hasil penelitian
tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
H
2: Struktur kepemilikan secara parsial berpengaruh negatif terhadap
kinerja perusahaan manufaktur sub sektor aneka industri yang terdaftar
2.3
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh tata kelola perusahaan yang
diproksikan dengan Komite Audit (KA) dan struktur kepemilikan yang
diproksikan dengan Kepemilikan Institusional (KI) terhadap kinerja perusahaan
yang diproksikan dengan
Net Profit Margin
(NPM).
Penelitian ini mengambil perusahaan-perusahaan manufaktur sub sektor
aneka industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun
2014-2017. Dalam menentukan sampel pada penelitian ini, peneliti menggunakan
purposive sampling
, yaitu sampel yang dipilih secara cermat dengan karakteristik
populasi yang dicari oleh peneliti sehingga relevan dengan rancangan penelitian
yang diharapkan. Alat analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
analisis regresi berganda.
Adapun kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini
dituangkan seperti dalam gambar 2.1 berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Tata Kelola Perusahaan
(Komite Audit)
Struktur Kepemilikan
(Kepemilikan Institusional)
Kinerja Perusahaan
(
Net Profit Margin
)
H
1H
22.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori serta kajian empiris yang
telah dilakukan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H
1: Tata kelola perusahaan secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan manufaktur sub sektor aneka industri yang terdaftar di BEI
periode 2014-2017.
H
2: Struktur kepemilikan secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja
perusahaan manufaktur sub sektor aneka industri yang terdaftar di BEI
periode 2014-2017.
H
3: Tata kelola perusahaan dan struktur kepemilikan secara simultan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan manufaktur sub sektor aneka