• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Ilmu Komputer

Dewi Wening Dwiandari

043124029

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

Presented as Partial Fulfillment of The Requirements

To Obtain The Sarjana Sains Degree

In Computer Science Study Program

Dewi Wening Dwiandari

Student ID : 043124029

COMPUTER SCIENCE STUDY PROGRAM

MATHEMATICS DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)

A. Ibunda tersayang

Terima kasih telah melahirkan, merawat, menjaga dan senantiasa mendoakan ku.

B. Ayahanda terasayang

Terimakasih telah merawat, mejagaku, memberi inpirasi dan senantiasa berdoa untuk ku.

C. Kakak dan adik - adik tersayang

Terimakasih telah memberikan dukungan baik secara materiil maupun formil.

D. Nenek dan Kakek tersayang

Terimakasih telah membesarkan dan mengajariku banyak hal. E. Zahrul Hadi

Terimakasih telah memberikan dukungan, motivasi, inspirasi dan selalu memberikan semangat.

F. Mia Yunita M, Trivonia C, Marta Gita S.P

Terimakasih telah memberikan dukungan, semangat, dan berjuang bersama-sama sampai finish.

(6)

Salah satu cara untuk mengetahui gangguan gejala osteoporosis dalam tubuh manusia adalah dengan menggunakan iridiologi, yaitu suatu ilmu yang menggunakan pola iris mata untuk mengetahui gangguan yang terjadi dalam tubuh manusia. Biasanya analisa iridiologi dilakukan secara manual oleh pakar iridiologi.

Tugas akhir ini bertujuan untuk membuat sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk memprediksi gangguan osteoporosis pada tubuh manusia, dengan menggunakan prinsip dalam iridiologi. Dalam usaha untuk mengenali dan meprediksi ada atau tidaknya gangguan osteoporosis dalam tubuh seseorang dibutuhkan sebuah proses pengenalan pola

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses pengenalan pola yaitu, citra input, preprocessing, ekstraksi ciri, dan kesimpulan. Untuk dapat melihat ciri-ciri (feature) dari inputan pola iris mata, maka diperlukan sebuah proses analisis tekstur. Dengan proses analisis tekstur maka akan didapatkan nilai-nilai entropi, energi, kontras dan homogenitas. Setiap citra iris mata akan mempunyai 4 ciri yang akan digunakan dalam proses pengklasifikasian. Untuk mengklasifikasikan suatu pola, diperlukan suatu proses jaringan saraf tiruan

backpropagation. Dengan proses backpropagation setiap ciri akan dicari nilai

bobot dan biasnya. Nilai-nilai tersebut yang nantinya akan digunakan untuk mengenali dan memprediksi suatu citra input masuk kedalam kelompok tertentu (normal, gejala osteoporosis, osteoporosis subakut, dan osteoporosis akut).

(7)

One of ways to know indication of osteoporosis in human body is using

iridology that is one of knowledge using iris pattern to know the indication of

osteoporosis. Iridology analysis is done manually by iridologist.

This paper is aimed to make software which can be used to predict indication

of osteoporosis in human body by using iridology principal. It needs a pattern

recognition process to know the indication.

Some steps that is used in pattern recognition process is image input,

preprocessing, feature extraction, and conclusion. In order to know the feature of iris

pattern input, it needs a texture analysis process. By using this process, we can get

values that are entropy, energy, contrast and homogeneity. Each image iris will have

four feature that will be used in classification process. To classify the pattern, it

needs a backpropagation neural network imitation. Through this backpropagation

process, each feature will be seek the value and bias. Those values will be involved in

a certain classification (normal, osteoporosis indication, acute sub osteoporosis, and

acute osteoporosis).

(8)
(9)

Nama : Dewi Wening Dwiandari Nomor Mahasiswa : 043124029

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya Ilmiah saya yang berjudul :

Prediksi Osteoporosis melalui Pola Iris Mata menggunakan Algoritma Bacpropagation beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian

saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk manyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internat atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu minta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 10 Oktober 2008

Yang menyatakan

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat, berkat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul PREDIKSI OSTEOPOROSIS MELALUI

POLA IRIS MATA MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

kiranya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai sarana

penelitian bagi siapa saja.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada

Program Studi Ilmu Komputer, Jurusan Matematika , Fakultas MIPA Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penulisan skripsi, penulis menyadari banyak pihak yang telah

memberikan sumbangan baik pikiran, waktu, tenaga, bimbingan dan dorongan pada

penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu dengan segala

kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Y. Joko Nugroho, S.Si. selaku dosen pembimbing, terima kasih atas

segala bimbingan, kritik, saran, dan kesabarannya dalam mengarahkan dan

membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

(11)

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

5.

Mbak Linda, Mas Tukijo, & Mas Susilo selaku staf sekretariat &

Laboratorium FST, terima kasih atas perhatian, bantuan dan kerjasamanya.

6.

Ibu Kristin, dkk selaku staf UPT Perpustakaan Kampus III Paingan, yang

telah membantu menyediakan materi yang dibutuhkan penulis.

7.

Ayah dan Bunda yang tidak lelah selalu memberi semangat dan menemani,

serta doa yang tulus. Kalian adalah spirit utama dalam suka dan duka.

8.

Kakek & Neneku tercinta yang telah memberikan doa dan restu selama

menjalani studi.

9.

Kakak & Kedua adikku tercinta, saudaraku dan sepupuku yang telah

memberikan dukungan moril dan materiil selama penulis menjalani studi di

bangku kuliah.

10.

Gita, Trivo, Mia, Wenggo, Tommy, Yanto terima kasih buat dukungan,

bantuan, dan semangat yang diberikan untukku.

11.

Zahrul Hadi terima kasih atas motivasi, inspirasi, perhatian dan selalu setia

menemaniku selama mengerjakan tugas akhir.

12.

Mbak Niken, Mas Gurit, Kornel, Damianus Beni, Leonardus Beni terima

kasih telah mengajariku pemrograman dengan sabar.

(12)

disebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga terselesaikannya

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Harapan

penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan kita semua.

(13)

HALAMAN JUDUL (bahasa Inggris)... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Tujuan. ... 3

1.5.Mafaat ... 3

1.6. Metodologi ... 3

1.7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II DASAR TEORI 2.1. Jaringan Saraf Biologi... 6

2.2. Jaringan Saraf Tiruan ... 6

2.2.1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan... 8

2.2.1.1. Jaringan Lapis Tunggal (Single-Layer Net) ... 9

(14)

2.2.3.2. Fungsi Aktivasi Bipolar (Symetric Hard Limit) ... 13

2.2.3.3. Fungsi Aktivasi Linear (Identitas) ... 14

2.2.3.4. Fungsi Aktivasi Saturating Linear ... 14

2.2.3.5. Fungsi Aktivasi Symetric Saturating Linear ... 15

2.2.3.6. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner... 16

2.2.3.7. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar... 17

2.3. Backpropagation ... 17

2.3.1. Arsitektur Backpropagation... 18

2.3.2. Fungsi Aktivasi Backpropagation... 19

2.3.3. Pelatihan Standar Backpropagation... 19

2.3.4. Algoritma Pelatihan Backpropagation... 20

2.3.5. Pelatihan Bobot dan Bias ... 22

2.3.6. Jumlah Unit Tersembunyi ... 23

2.3.7. Jumlah Pola Pelatihan ... 23

2.3.8. Jumlah Iterasi ... 24

2.4. Pengenalan Pola ... 24

2.4.1. Elemen Kerja Pengembangan dan Operasi Sistem Pengenalan Pola ... 26

2.4.2 .Model Sistem Pengenalan Pola... 28

2.5. Preprocessing (Pengolahan Awal)... 31

2.6. Analisis Tekstur ... 32

2.6.1. Metoda Statistik dalam Analisis Tekstur ... 33

2.7. Iridiologi... 35

2.8. Karateristik Mata... 37

(15)

3.2.4. Proses Testing ... 47

3.3. Perancangan User Interface ... 48

3.4. Analisa Kebutuhan Hardware dan Software... 53

BAB IV IMPLEMENTASI SISTEM 4.1. Alur Kerja Sistem Secara Umum ... 54

4.2. Implementasi Antar Muka yang digunakan dalam Sistem ... 55

4.3. Algoritma yang digunakan dalam Sistem ... 60

4.4. Hasil Analisa Program ... 64

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 68

5.2. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(16)

xvi

Tabel 3.1. Tabel Target ... 40

Tabel 4.1. Tabel Data Mata Sebagai Referensi ... 57

Tabel 4.2. Tabel Training dan Nilai Matrix Intensitas Co-Occurence ... 66

Tabel 4.3. Tabel Hasil Pengujian ... 67

Tabel 4.4. Tabel Pengujian Template... 67

(17)

Gambar 2.2. Jaringan Saraf Tiruan Layar Tunggal... 9

Gambar 2.3. Jaringan Saraf Tiruan Layar Banyak... 10

Gambar 2.4. Jaringan Saraf Tiruan Berulang... 11

Gambar 2.5. Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan ... 12

Gambar 2.6. Fungsi Aktivasi Hard Limit... 13

Gambar 2.7. Fungsi Aktivasi Bipolar ... 13

Gambar 2.8. Fungsi Aktivasi LInear... 14

Gambar 2.9. Fungsi Aktivasi Saturating Linear... 15

Gambar 2.10. Fungsi Aktivasi Saturating Symetric Linear... 15

Gambar 2.11. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ... 16

Gambar 2.12. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ... 17

Gambar 2.13. Arsitektur Jaringan Backpropagation ... 18

Gambar 2.14.Elemen Kerja Pengembangan Sistem Pengenalan Pola... 27

Gambar 2.15. Proses Pengenalan Syntactic Approach... 29

Gambar 2.16. Pendekatan Geometri atau Statistik... 30

Gambar 2.17. Ignatz Von Peczely... 36

Gambar 2.18. Diagram Iridiologi beserta gambaran Fisiologi ... 37

Gambar 2.19. Skema Mata... 38

Gambar 2.20. Iridology Chart... 38

Gambar 3.1. Model Jaringan ... 40

Gambar 3.2. Proses Pengenalan Pola... 42

Gambar 3.3. Diagram Alir Perangkat Lunak ... 43

Gambar 3.4. Diagram Alir Proses Pengolahan Citra ... 45

Gambar 3.5. Perancangan Menu untuk Form Testing dan Form Training ... 48

Gambar 3.6. Perancangan Menu Utama untuk Form Help ... 49

Gambar 3.7. Perancangan From Pembuka ... 49

(18)

Gambar 4.3. Tampilan Form Training ... 56

Gambar 4.4. Tampilan Form Testing ... 58

Gambar 4.5. Tampilan Form Help ... 59

Gambar 4.6. Tampilan Form Hasil Training ... 68

Gambar 4.7. Tampilan Form Hasil Testing ... 69

Gambar 4.8. Tampilan untuk Membuka File Citra ... 70

(19)

Saat ini kesehatan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Banyaknya polusi, pola makan yang buruk dan gaya hidup manusia saat ini, manyebabkan seseorang mudah terkena gangguan dalam tubuh. Salah satu penyakit yang banyak diderita adalah osteoporosis.

Osteoporosis secara harafiah dapat diartikan tulang porous (berongga), yaitu keadaan di mana masa tulang berkurang dan menjadi rapuh. Dalam kondisi tersebut komposisi tulang tidak berubah, tetapi berat tulang berkurang per unit volume menjadi berkurang. Pada stadium lanjut penderita osteopoosis akan mudah mengalami patah tulang jika terbentur atau jatuh, terutama pada bagian tangan, pinggang, dan tulang belakang.

Berdasarkan hasil analisa data resiko osteoporosis pada tahun 2005 yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi dan Makanan Depkes yang bekerja sama dengan salah satu perusahaan nutrisi di 16 wilayah Indonesia, prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) di Indonesia sebesar 41,7 persen. Data ini berarti bahwa dua dari lima penduduk Indonesia memiliki resiko untuk terkena osteoporosis. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi dunia, yakni satu dari tiga orang beresiko osteoporosis (Republika Online, 5 Desember 2006)

(20)

direfleksikan pada iris mata manusia. Ilmu pengetahuan dan praktik yang dapat mengungkapkan adanya peradangan, penimbunan toksin dalam jaringan, bendungan kelenjar, di mana lokasinya (pada organ sebelah mana), dan seberapa tingkat keparahan kondisinya adalah Iridiologi. Dengan mengamati iris mata, kondisi tubuh seseorang dapat diketahui, misalnya tingkat kesehatan.

Kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran memungkinkan proses iridiologi dapat dikomputerisasi. Pada tugas akhir ini akan mencoba membuat sebuah perangkat lunak sesuai dengan prinsip iridiologi yang dapat mengidentifikasi adanya gangguan osteoporosis dan jika program tersebut jadi, diharapkan bisa membantu check-up iridiologi yang masih dilakukan secara manual dan membutuhkan biaya mahal karena harus medatangkan seorang pakar iridiologi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan yang harus dipecahkan yaitu:

-Bagaimana mengembangkan jaringan saraf tiruan sebagai alat bantu untuk mengenali pola iris mata.

(21)

1.3 Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini batasan masalah yang akan diambil dalam pembahasan adalah sebagai berikut:

1. Input sistem berupa file gambar (*.jpg) secara offline.

2. Citra iris mata yang akan diproses dalam hal ini adalah citra diam. 3. Iris mata yang akan diproses dianggap memiliki luas yang sama. 4. Identifikasi perkiraan osteoporosis menggunakan pola iris mata yang

digunakan dalam iridiologi.

5. Gangguan tubuh yang dideteksi hanya osteoporosis saja.

1.4 Tujuan

Tujuan pembuatan tugas akhir ini adalah:

- Membuat prediksi gangguan osteoporosis menggunakan pola iris mata secara otomatis atau terkomputerisasi.

- Mengembangkan perangkat lunak sebagai alat bantu untuk mendeteksi ada dan tidaknya gangguan osteoporosis.

1.5 Manfaat

Hasil tugas akhir ini diharapkan bisa digunakan untuk membantu memprediksi gangguan osteoporosis dalam dunia kedokteran.

1.6 Metodologi

(22)

1. Mempelajari karateristik mata yang nantinya akan diproses dalam perangkat lunak.

2. Mempelajari pengolahan citra (image processing), iridiologi yang merupakan dasar sistem yang akan digunakan dalam proses pengenalan pola.

3. Perancanaan perangkat lunak

4. Realisasi dan hasil implementasi dari hasil rancangan. 5. Pengujian perangkat lunak.

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari beberapa bagian diantaranya sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan masalah, metodologi dan sistematika penulisan. BAB II Dasar Teori

Bab ini berisi tentang teori – teori yang bersangkutan dengan pembuatan skripsi ini, dimana teori – teori ini sebagai landasan atau dasar dalam penulisan.

BAB III Analisis Dan Perancangan Sistem

(23)

BAB IV Implementasi

Dalam bab ini menuangkan hasil analisa dan perancangan ke dalam program.

BAB V Kesimpulan dan Saran

(24)

2.1 Jaringan Saraf Biologi

Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak manusia berisi sel-sel saraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiap-tiap sel bekerja seperti sebuah processor sederhana. Masing-masing sel tersebut saling berinteraksi sehingga mendukung kemampuan kerja otak manusia. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis. Neuron bekerja berdasarkan impuls atau sinyal yang diberikan kepada neuron. Neuron meneruskannya pada neuron lain.

Gambar2.1. Susunan saraf manusia

2.2 Jaringan Saraf Tiruan

(25)

untuk mereplika otak manusia secara persis ke dalam teknologi, namun usaha ini merupakan pedekatan maksimum yang melalui penelitian selama bertahun-tahun.

Tulisan ilmiah tentang teori Jaringan Saraf Tiruan pertama kali dibuat oleh Warren S.McCulloh, seorang ahli neurophysiologist, dan Waler Pitts, seorang ahli matematika (1943), yang membuat suatu model matematika dari Jaringan Saraf Tiruan. Tulisan ilmiah inilah yang memberi dasar teoritis bagi pengembangan Jaringan Saraf Tiruan selanjutnya. Hal ini kemudian diusulkan oleh Hebb (1949), Rosenblat (1957) dan Widrow–Hoff (1960). Pada tahun 1951, Marvin Minsky membangun sebuah konsep saraf dan membuatnya mampu memecahkan suatu pembelajaran dengan cara yang rumit. Hal inilah yang menandai bidang Artificial

Intelegence (Kecerdasan Buatan) dan Dr. Minsky dianggap sebagai ‘Bapak

Sistem Pakar’.

Pada perkembangan selanjutnya, di tahun 1986 Rumelhart menciptakan algoritma belajar yang dikenal sebagai BackPropagation, yang dapat memungkinkan penggunaan Jaringan Saraf Tiruan untuk dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmiah, bisnis maupun bidang industri.

(26)

nilai bobot ini maka dapat meningkatkan kinerja jaringan dalam mempelajari berbagai macam pola jaringan yang dinyatakan oleh setiap pasangan input-output. Jaringan Saraf Tiruan ditentukan oleh 3 hal :

Sebuah neuron adalah unit pemrosesan informasi yang merupakan komponen penting dalam operasi Jaringan Saraf Tiruan. Ada tiga elemen dasar model neuron, yaitu :

1. Pola penghubung antar neuron (Jaringan)

Suatu himpunan sinapsis atau sambungan, yang masing-masing menunjukkan kekuatan atau bobot sambungan itu sendiri.

2. Metode untuk menjumlahkan bobot penghubung (metode

trining/learning/algoritma ).

Suatu penjumlahan untuk penjumlahan sinyal-sinyal masukan, diberi bobot oleh sinapsis neuran, operasi yang terjadi digambarkan sebagai penjumlahan linear.

3. Fungsi aktivasi.

Suatu fungsi aktivasi untuk membatasi simpangan jangkauan keluar dari neuron dalam suatu jaringan tertentu dengan nilai batas tertentu.

2.2.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

(27)

dan pola hubungan diantara neuron layer serta hubungan–hubungannyadi dalam layar. Pada dasarnya arsitektur jaringan dibedakan menjadi beberapa macam bentuk, yaitu :

2.2.1.1 Jaringan Lapis Tunggal (Single-Layer Net)

Jaringan neuron berlapis (layered neural network) adalah jaringan yang neuron-neuronnya dibuat dalam bentu lapisan-lapisan. Dalam arsitektur lapisan tunggal (single-layer) ini, terdapat dua lapis kumpulan neuron, yaitu lapisan masukan dan lapisan keluaran, sedangkan lapisan masukan hanya berfungsi sebagi lapisan sumber. Jaringan yang mempunyai arsitektur lapisan tunggal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2. Jaringan Saraf Tiruan Layar Tunggal (A Single-Layer neuran net)

2.2.1.2 Jaringan Lapis Banyak (Multilayer net).

(28)

dari satu, disesuaikan dengan permasalahn yang dihadapi dan berbagai pertimbangan efektifitasnya. Semakin banyak layar tersembunyi yang digunakan, maka jaringan semakin mampu menangani jangkauan statistik yang lebih luas dan lebih tinggi. Komputasi, selain dilakukan pada lapisan keluaran, juga dilakukan pada layar tersembunyi. Namun sama seperti halnya pada arsitektur lapisan tunggal, pada lapisan masukan tidak terjadi proses komputasi. Lapisan masukan hanya berfungsi sebagai sumber masukan. Jaringan yang mempunyai arsitektur lapisan banyak, dapat terlihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

(29)

2.2.1.3 Jaringan Berulang (Recurrent Network)

Jaringan berulang berbeda dengan dua jaringan sebelumnya, yang koputasinya hanya dilakukan secara merambat maju. Pada jaringan ini, selain melakukan komputasi dengan merambat maju, juga dilakukan proses komputasi komparasi yang menghasilkan umpan balik ke bagian input jaringan. Jaringan dengan arsitektur semacam ini dapat terdiri hanya satu lapis neuron, tanpa lapisan tersembunyi, atau juga dapat digunakan beberapa lapisan tersembunyi yang diletakkan setelah lapisan masukan. Komputasi dilakukan pada lapisan-lapisan sesudah lapisan masukan (jika terdapat lapisan tersembunyi), hasil dari komputasi akan diumpanbalikkan langsung ke lapisan masukan. Biasanya pada jaringan ini, digunakan unit tambahan yang berupa suatu fungsi tunda yang berfungsi sebagai fungsi penunjang proses umpan balik. Jaringan berulang dapat dilihat pada Gambar 2.4 :

(30)

2.2.2 Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan

Gambar 2.5 Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan

Y menerima input dari neuron x1, x2, dan x3 dengan bobot hubungan

masing-masing adalah w1, w2 dan w3.

net = x1 w1 + x2 w2 + x3 w3 (2.1)

keluaran y = f(net)

Fungsi aktivasi ( f(net) ) nantinya akan digunakan oleh neuron untuk mengambil suatu keputusan dalam pengklasifikasian dan pengenalan pola.

2.2.3 Fungsi Aktivasi

Fungsi aktivasi merupakan sebuah gambaran matematis dari hubungan antara input dan output pada linear time-invariant system.

2.2.3.1 Fungsi Aktivasi Undak Biner (Hard Limit)

Fungsi aktivasi dengan jaringan lapis tunggal untuk mengkonversi input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi aktivasi hard limit dirumuskan :

y = 0 , jika x < 0 (2.2)

(31)

Persamaan (2.2) dan (2.1) diilustrasikan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Fungsi aktivasi Hard Limit

2.2.3.2 Fungsi Aktivasi Bipolar (Symetric Hard Limit)

Fungsi aktivasi bipolar hampir sama dengan fungsi undak biner, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1. Fungsi aktivasi bipolar dirumuskan:

y = 1 , jika x 0 (2.4)

y = -1 , jika x < 0 (2.5)

Persamaan (2.4) dan (2.5) diilustrasikan pada gambar 2.7

(32)

2.2.3.3 Fungsi Aktivasi Linear (Identitas)

Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai input. Fungsi aktivasi linear dirumuskan:

y = x (2.6)

Persamaan (2.6) diilustrasikan pada gambar 2.8

Gambar 2.8 Fungsi Aktivasi Linear

2.2.3.4 Fungsi Aktivasi Saturating Linear

Fungsi aktivasi akan bernilai 0 jika input kurang dari -0,5, dan akan bernilai 1 jika input lebih dari 0,5. Sedangkan jika nilai input terletak antara -0,5 dan 0,5 maka output akan bernilai sama dengan nilai input ditambah 0,5.

Fungsi aktivasi saturating linear dirumuskan:

y = 1 , jika x ≥ 0,5 (2.7)

y = x + 0,5 , jika -0,5 x 0,5 (2.8)

y = 0 , jika x 0,5 (2.9)

(33)

Gambar 2.9 Fungsi Aktivasi Saturating Linear

2.2.3.5 Fungsi Aktivasi Symetric Saturating Linear

Fungsi aktivasi ini akan bernilai -1 jika input kurang dari -1, dan akan bernilai 1 jika input lebih dari 1. Sedangkan jika nilai input terletak antara -1 dan 1, maka output akan bernilai sama dengan nilai input.

Fungsi aktivasi symetric saturating linear dirumuskan:

y = 1 , jika x 1 (2.9)

y = x , jika -1 x 1 (2.10)

y = -1 , jika x ≤ -1 (2.11)

Persamaan (2.9), (2.10) dan (2.11) diilustrasikan pada gambar 2.10

(34)

2.2.3.6 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner

Fungsi ini digunakan untuk jaringan saraf tiruan yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Funsi sigmoid biner memiliki nilai range 0 sampai 1. Nilai ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Fungsi ini bisa digunakan oleh jaringan saraf yang nilai output 0 atau 1.

Fungsi sigmaoid biner dirumuskan:

( )

x

e x

f

+ =

1 1

(2.12)

dan fungsi turunannya adalah :

( ) ( )

x f x

(

f

( )

x

)

f′ = 1− (2.13)

Persamaan (2.12), dan (2.13) diilustrasikan pada gambar 2.11

(35)

2.2.3.7 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1.

Fungsi aktivasi sigmoid biner dirumuskan:

( )

1

1 2

− + = x

e x

f (2.14)

dan fungsi turunannya adalah :

( )

(

( )

)

(

( )

)

2 1

1 f x f x

x

f′ = + − (2.15)

Persamaan (2.14) dan (2.15) diilustrasikan pada gambar 2.12

Gambar 2.12.Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar

2.3 Backpropagation

Backpropagation merupakan salah satu metode pembelajaran yang

terawasi (supervised training). Backpropagation melatih jaringan, sehingga jaringan mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai pada saat pelatihan. Algoritma Backpropagation yang menggunakan

(36)

(backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward

propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju,

neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi.

2.3.1 Arsitektur Backpropagation

Gambar 2.13. Arsitektur jaringan Backpropagation

Gambar 2.13 di atas merupakan gambar arsitektur jaringan

Backpropagation dengan sebuah layar input dan n unit masukan ditambah dengan

sebuah bias. Dalam gambar tersebut juga terdapat sebuah layar tersembunyi dengan p unit ditambah dengan sebuah bias, serta layar output dengan m unit keluaran.

(37)

Layar tersembunyi merupakan layar dari jaringan dimana layar ini tidak menerima input dari luar jaringan dan tidak mengirimkan output ke luar jaringan. Disebut hidden layer karena layar ini hanya menerima input internal (output ke unit processing lain).

2.3.2 Fungsi Aktivasi Backpropagation

Dalam Backpropagation, fungsi aktivasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinu, terdeferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi aktivasi sigmoid biner (persamaan 2.12 dan 2.13) dan fungsi aktivasi sigmoid bipolar (persamaan 2.14 dan 2.15).

2.3.3 Pelatihan standar Backpropagation

(38)

2.3.4 Algoritma Pelatihan Backpropagation

Metode belajar yang digunakan adalah metode belajar terbimbing (supervised learning) yang terdiri dari tiga fase yaitu: propagasi maju, propagasi mundur, dan perubahan bobot.

Algoritma backpropagation adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi semua bobot-bobot dengan bilangan acak kecil.

2. Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah berikut : Fase I : Propagasi maju

Tiap unit masukan (xi) menerima sinyal dan meneruskannya ke

unit tersembunyi (zj) diatasnya hingga diperoleh keluaran jaringan

(yk).

i. Hitung semua keluaran di unit tersembunyi zj (j=1,2,3,...,p)

= + = n i ji i j

j v xv

net z

1 0

_ (2.16)

(

j

)

z netj j e net z f z _ 1 1 _ + = = (2.17)

ii. Hitung semua keluaran jaringan di unit yk (k=1,2,...,m)

= + = p j kj j k

k w z w

net y

1 0

_ (2.18)

(

k

)

y netk

k e net y f y _ 1 1 _ + = = (2.19)

Fase II : Propagasi mundur

(39)

δk = (t k – y k) f ’(y_netk) = (t k – y k) yk (1 – yk ) (2.20)

k

δ merupakan unit kesalahan yang akan dipakai dalam

perubahan bobot layar dibawahnya (langkah v)

Hitung suku perubahan bobot w (yang akan dipakai nanti kj

untuk merubah bobot w ) dengan laju percepatan kj α

∆wkj = αδk zj (k = 1, ..., m ; j = 0, ..., p) (2.21)

iv. Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan disetiap unit tersembunyi zj (j=1,2,...,p)

= = m k kj k j w net 1 _ δ δ (2.22)

Faktor δ unit tersembunyi :

(

j

)

j j

(

j

)

j

j =δ _net fz_net =δ _net z 1−z

δ (2.23)

Hitung suku perubahan bobot v (yang akan dipakai nanti ij

untuk merubah bobot v ) ij

i j ij x v =αδ

∆ ; j=1,2,...,p;i=0,1,...,n (2.24)

Fase III : Perubahan bobot

v. Hitung semua perubahan bobot

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran1

(

)

kj

(

)

kj

kj baru w lama w

w = +∆ (2.25)

dengan (k=1, 2, ...,m ;j=0, 1, ..., p)

Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi :

(

)

ij

(

)

ji

ij baru v lama v

(40)

dengan (j=1, 2, ..., p ; i=0, 1, ...,n)

Setelah proses pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk mengenali pola. Dalam hal ini, hanya propagasi maju saja yang digunakan untuk pengujian (testing) yang bertujuan untuk menentukan keluaran jaringan. Selain itu proses pengujian ini juga bertujuan untuk mengetahui keakuratan jaringan syaraf tiruan yang sebelumnya dilatih.

2.3.5 Pelatihan Bobot dan Bias

Bobot awal akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai titik minimum lokal atau global terhadap nilai error, dan cepat tidaknya proses pelatihan menuju kekonvergenan. Apabila nilai bobot awal terlalu besar, maka input ke setiap lapisan tersembunyi atau lapisan output akan jatuh pada daerah dimana turunan sigmoidnya sangat kecil. Dan jka bobot awal terlalu kecil, maka proses pelatihan akan menjadi lambat. Oleh karena itu dalam standar backpropagation, bobot dan bias diisi dengan bilangan acak kecil.

Prosedur umum untuk menginisialisasi bobot dan bias adalah nilai acak antara -0.5 dan 0.5. Cara ini untuk membuat inisialisasi bobot dan bias awal ke unit tersembunyi dapat dilakukan dengan menggunakan metode Nguyen-Widrow.

Algoritma inisialisasi Nguyen-Widrow adalah sebagai berikut : Misal : n = jumlah unit masukan

(41)

a. Inisialisasi semua bobot (vji (lama)) dengan bilangan acak dalam

interval [-0.5, 0.5]

b. Hitung vj = v2j1+v2j2+...+v2jn

c. Bobot yang dipakai sebagai inisialisasi =

(

)

j ji ji

v lama v v = β

d. Bias yang dipakai sebagai inisialisasi = vj0=bilangan acak antara -β

dan β

2.3.6 Jumlah Unit Tersembunyi

Pada dasarnya tidak ada aturan khusus untuk menetapkan jumlah layar tersembunyi yang akan digunakan. Jaringan dengan sebuah layar tersembunyi sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali sembarang perkawanan atara masukan dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan. Akan tetapi penambahan jumlah layar tersembunyi dapat membuat pelatihan menjadi lebih mudah.

2.3.7 Jumlah Pola Pelatihan

(42)

2.3.8 Jumlah Iterasi

Jumlah iterasi digunakan sebagai kondisi penghentian dari pelatihan

Backpropagation. Jumlah iterasi ditentukan oleh user sendiri, karena tidak ada

aturan untuk menentukan jumlah iterasi. Dalam pelatihan backpropagation, iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimal iterasi yang sudah ditetapkan, atau kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.

2.4 Pengenalan Pola

Pola adalah suatu entitas yang dapat didefinisikan (secara samar) dan dapat diberikan suatu identifikasi atau nama. Contoh : tandatangan, sidik jari, raut wajah, dll.

Untuk membedakan suatu pola dengan pola lain digunakan Object

descriptor / features / ciri yang merupakan suatu ukuran yang sifatnya kuantitatif,

merupakan deskriptor suatu obyek tertentu pada citra, dan juga merupakan kumpulan deskriptor (feature / ciri) suatu obyek pada citra.

Suatu ciri pola yang bagus adalah ciri yang memiliki daya pembeda yang tinggi, sehingga pada saat dilakukan pengelompokan pola berdasarkan ciri yang dimiliki akan mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi.

Cara memperoleh ciri pada suatu pola dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap objek uji. Khususnya pada pola citra, ciri – ciri yang diperoleh berasal dari informasi :

(43)

b. Tepi (arah, kekuatan)

c. Kontur (garis, elips, lingkaran)

d. Wilayah / bentuk (keliling, luas, pusat massa) e. Hasil tranformasi Fourier (frekuensi)

Kategori objek (kelas pola) adalah sekumpulan pola yang mempunyai ciri / sifat / propertis yang sama. Contoh : pola – pola pada kelas hutan, pola – pola pada kelas air dan sebagainya.

Pengenalan pola adalah proses pengenalan suatu objek dengan menggunakan berbagai metode sehingga proses pengenalan pola tersebut mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, dengan pengertian suatu objek yang secara manual (oleh manusia) tidak dapat dikenali dengan baik, tetapi bila menggunakan salah suatu metoda pengenalan pola yang sudah diaplikasikan pada komputer masih dapat dikenali.

Teknik pengenalan pola secara umum bertujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek yang komplek melalui pengukuran sifat – sifat atau ciri – ciri yang dimiliki oleh objek tersebut. Dengan kata lain, pengenalan pola dapat membedakan suatu objek dengan objek yang lain.

Suatu sistem pengenalan pola melakukan akuisi data melalui alat pengindera atau sensor, mengatur bentuk representasi data, serta melakukan proses analisa dan proses klasifikasi data. Data bisa berupa gambar, data juga dapat berupa sinyal satu dimanesi menurut perubahan waktu.

(44)

i. Clustering atau klasifikasi yang tidak terawasi

Proses memasukkan pola kedalam suatu kelas pola yang belum dikenal.

ii. Klasifikasi terawasi

Proses mengidentifikasi pola sebagai anggotaa dari kelas yang sudah dikenal.

Beberapa contoh Sistem Pengenalan Pola :

• Prosedur berbasis komputer yang secara otomatis mengolongkan objek

dan keputusan pembuatan.

• Sistem pengenalan pola yang digunakan untuk mengenali: sel darah merah,

sidik jari, pengenalan kata dan suara

Industrial machine vision system: identifikasi untuk penyortiran sebuah

objek perakitan dan pemeriksaan.

2.4.1 Elemen Kerja Pengembangan dan Operasi Sistem Pengenalan Pola

Elemen kerja pengembangan dan operasi sistem pengenalan pola adalah sebagai berikut :

1. Definisi masalah 2. Analisa kebutuhan data 3. Akuisisi data

4. Pembentukan ciri

(45)

Alur elemen kerja pengembangan dan operasi sistem penggenalan pola dapat dilihat pada gambar 2.14

Gambar 2.14. Elemen kerja Pengembangan sistem pengenalan pola

Operasi Sistem Pengenalan Pola terdiri dari 3 tahap, yaitu : a. Tahap Latihan

Pada tahap latihan terdiri dari rancangan ekstraksi ciri, rancangan aturan keputusan, evaluasi hasil penganalan pola, dan pembentukan data pengetahuan.

b. Tahap Pengenalan (Opersional)

(46)

c. Tahap Evaluasi

Pada tahap evaluasi akan diketahui apakah hasil pengenalan (dengan

real-world pattern) sudah optimal, ataukah masih perlu untuk

memperbaiki dengan mencari ciri yang lebih efektif dan aturan keputusan yang lebih akurat.

2.4.2 Model Sistem Pengenalan Pola

Dalam Sistem Pengenalan Pola terdapat beberapa model yang sering digunakan untuk mengenali pola, yaitu :

2.4.2.1 Structural / Syntactic Approach (Pendekatan Struktural / Sintatik )

(47)

Gambar 2.15. Proses pengenalan Syntactic Approach

2.4.2.2 Geometric / Statistical Approach (Pendekatan Geometrik atau Statistik)

(48)

Gambar 2.16. Pendekatan Geometrik atau Statistik

Tabel 1.1 Analogi pendekatan Sintatik dan Statistik

Pendekatan Sintatik Pendekatan Statistik Ciri / feature (warna, tekstur) Primitif (garis lurus, orientasi)

Density Function (probabilitas) Grammar (natural language)

Estimation (mean, variance) Inference (aplikasi primitif

pada grammar)

Classification (kategori obyek) Description (kategori obyek)

Dalam sistem pengenalan pola terdiri dari dua fase yaitu: i. Fase Latihan

(49)

ii. Fase Pengenalan

Pada fase pengenalan pengklasifikasi menentukan suatu pola masukan sebagai salah satu kategori obyek yang telah dispesifikasikan menurut ciri – ciri pengukuran obyek.

Bila dalam pelaksanaan fase latih masih belum atau kurang memadai, maka proses klasifikasi pada fase pengembangan dapat dikategorikan sebagai proses klasifikasi terawasi. Sebaliknya, bila fase latih sudah mapan maka proses klasifikasi pada fase pengembangan dapat dikategorikan sebagai fase validasi pada pengembangan sistem pengenalan pola.

2.5 Preproccessing (Pengolahan Awal)

Citra adalah sebuah gambar pada bidang dua dimensi. Dilihat dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. (Munir, 2004).

Preproccesing merupakan proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki

kualitas citra dengan meggunakan teknik-teknik pengolahan citra. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasikan oleh manusia atau mesin komputer.

Ada beberapa macam-macam operasi pengolahan citra, diantaranya : a. Pengubahan ukuran gambar (resize)

(50)

b. Pemotongan gambar (cropping)

Cropping atau pemotongan gambar merupakan salah satu operasi dari

pengolahan citra dimana operasi-operasi ini bertujuan untuk mengubah gambar menjadi ukuran yang lebih spesifik.

c. Konversi citra warna menjadi citra biner (binerisasi)

Citra biner merupakan citra yang hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan yaitu hitam dan putih. Pixel-pixel objek bernilai 1 dan

pixel-pixel latar belakang bernilai 0. Pada waktu penampilan gambar, 0

adalah putih, dan 1 adalah hitam. Citra biner banyak diaplikasikan di berbagai operasi pemrosesan pengenalan objek.

2.6 Analisis Tekstur

Tekstur merupakan sifat-sifat atau karateristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga secara alami sifat-sifat tersebut dapat berulang dalam daerah tersebut. Dengan kata lain tekstur merupakan keteraturan pola-pola tertentu yang terbantuk dari susunan pixel-pixel dalam citra digital. Suatu permukaan tak berwarna dalam citra dapat mengandung informasi tekstur apabila permukaan tersebut mempunyai pola-pola tertentu.

Syarat terbentuknya tekstur setidaknya ada dua hal:

(51)

2. Pola-pola primitif muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat diprediksi atau ditenmukan karateristik pengulangannya.

2.6.1 Metoda Statistik dalam Analisis Tekstur

Informasi tekstur menyangkut sifat-sifat citra yang berkaitan dengan lokasi, histogram satu dimensi tidak bermanfaat dalam usaha melihat karateristik tekstur. Sebagai contoh papan catur yang mempunyai dua intensitas yang berbeda, yaitu hitam dan putih, dan papan lain yang berukuran sama dan mempunyai warna yang sama tetapi warna hitam berada separuh di atas dan warna putih berada separuh di bawah. Bila histogram keduanya digambar, maka hasilnya sama persis, yaitu jumlah pixel-pixel dan jumlah pixel-pixel putih hampir sama, sekitar setengah dari jumlah pixel-pixel penyusun citra tersebut. Hal tersebut membuktikan bahwa dalam analisis tekstur, matirk keterkaitan dua dimensi yang disebut matrik pasangan intensitas merupakan hal yang sangat penting.

2.6.2 Matrik Intensitas Co-occurrence

(52)

1. Menentukan jarak antara dua titik dalam arah vertikal dan horisontal (vektor d = (dx,dy)), di mana besaran dx dan dy dinyatakan dengan pixel

sebagai unit terkecil dalam citra digital.

2. Menghitung pasangan pixel-pixel yang mempunyai nilai intensitas ii

dan i2. Hasil perhitungan setiap pasang nilai intensitas pada matrik

sesuai dengan koordinatnya, di mana absis untuk nilai intensitas i1 dan

ordinat untuk nilai intensitas i2.

2.6.3 Fitur-fitur Tekstur

Setelah matrik oc-occurrence dibentuk, sifat-sifat tekstur dapat dihitung berdasarkan matrik tersebut. Perhitungan sifat-sifat tekstur menggunakan nilai-nilai yang sudah dibentuk dalam matrik co-ocurrence.

1. Entropi

Entropi digunakan untuk mengukur keteracakan dari distribusi intensitas. Didefinisikan dalam persamaan (2.27)

(

)

(

)

∑ ∑

− 1 2 1 2 2

1, log ,

i i i i p i i

p (2.27)

2. Energi

Energi digunakan untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada matrik co-occurrence, didefinisikan dalam persamaan (2.28).

(53)

3. Kontras

Kontras digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra, didefinisikan dalam persamaan (2.29)

(

) (

)

∑ ∑

− 1 2 2 1 2 2 1 , i i i i p i i (2.29) 4. Homogenitas

Homogenitas digunakan untuk mengukur nilai homogen variasi intensitas suatu citra, didefinisikan dalam persamaan (2.30)

(

)

∑ ∑

− +

1 2 2 2 1

1 , 1 i i ii i

i p

(2.30)

2.7 Iridiologi

Iridiologi/iridology ditemukan oleh seorang anak muda yang bernama Ignatz Von Peczely pada tahun 1861. Pada saat berjalan – jalan di taman, ada seekor burung hantu yang hinggap dilengannya. Burung itu mencengkeram erat lengan Ignatz sehingga ia kesakitan, Ignatz mencoba untuk melepaskan cengkeraman burung hantu tersebut, tetapi gagal. Akhirnya Ignatz memutuskan untuk memotong kaki burung hantu tersebut, saat kaki burung tersebut dipotong pada mata burung hantu tersebut nampak suatu tanda yang aneh.

(54)

Ignatz juga menganalisa setiap kelemahan organ, kelemahan saraf dan kerusakan saraf yang berbeda pada setiap korban perang. Akhirnya Ignatz menyimpulkan bahwa setiap kelemahan organ berkaitan dengan susunan saraf pada iris mata. (Ignatz Von Peczely adalah bapak Iridiologi)

Gambar 2.17. Ignatz Von Peczely

(sumber: www.menjaro.com/k_iridology.htm)

Iridiologi adalah suatu ilmu kedokteran alternatif yang bersifat preventif, menggunakan pola, warna, keadaan fisik dan iris mata untuk memberikan informasi tentang beragam penyakit yang mungkin ada didalam tubuh seseorang.

Lewat iridiologi, diharapkan penyakti dapat ditangkal sejak dini karena bisa menelusuri gangguan kesehatan yang sedang dialami seseorang. Kondisi semua organ tubuh berhubungan langsung dengan keadaan iris mata. Iris mata adalah perpanjangan dari otak yang diliputi ribuan ujung saraf, pembuluh darah rambut, termasuk otot – otot dan jaringan ikat.

“Setiap organ tubuh yang dihubungkan dengan iris melalui sistem urat

saraf dan serabut saraf juga menjadi refleksi dari kondisi tubuh

(55)

Iris bagian kanan mewakili organ – organ tubuh yang berada di bagian kanan, begitu juga untuk iris bagian kiri mewakili organ – organ tubuh bagian kiri. Tapi ada juga organ yang diwakili di kedua iris mata atau di satu iris mata saja (misal limpa). Gambar 2.18 mengambarkan hubungan antara iris mata dengan organ tubuh manusia.

Gambar 2.18. Diagram Iridiologi beserta gambaran Fisiologi

(dari: sumber)

Dalam memprediksi osteoporosis bagian mata yang digunakan adalah pada bagian iris mata. Pada tubuh yang terkena gangguan osteoporosis biasanya terdapat lingkaran berwarna putih pada bagian luar iris mata.

2.7.1 Karakteristik Mata

(56)

Gambar 2.19 Skema Mata

Dari Gambar 2.19 diatas dapat diketahui bahwa kornea adalah bagian di luar iris mata yang tampak putih. Sedangkan iris tampak lebih gelap dari kornea tetapi tidak sehitam pupil. Pupil merupakan bagian lingkaran hitam di tengah iris.

Gambar 2.20 adalah gambar chart iridiologi merupakan gambaran hubungan iris mata dengan keadaan dalam tubuh manusia. Dalam ilmu kedokteran bagian iris mata dibagi menjadi 80 – 90 zona, yang masing-masing mengambarkan bagian organ dalam tubuh manusia. Zona-zona tersebut akan berubah polanya saat bagian tubuh manusia terjadi perubahan, misalnya dari kondisi tubuh normal menjadi kondisi tubuh yang kelebihan lemak.

Gambar 2.20 Iridology Chart

(57)

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Program prediksi osteoporosis menggunakan pola iris mata ini bertujuan membantu dalam memprediksi penyakit osteoporosis. Dalam proses pengenalan osteoporosis ini, menggunakan algoritma pembelajaran backpropagation standar.

Pola masukan gambar iris mata akan dibandingkan dengan target yang ingin dicapai. Iris mata yang sudah dipilih sebagai data pelatihan, akan dikenakan proses training agar jaringan mampu mengenalinya. Hasil proses training yang berupa matrik bobot akan disimpan dan akan dipanggil atau dibuka ketika melakukan proses testing. Pada proses testing akan menghasilkan suatu output iris mata hasil testing dengan nilai error tertentu dan jika dikenali sistem akan memberikan informasi apakah iris mata masukan merupakan mata dengan kondisi badan normal, terkena gejala osteoporosis, terkena osteoporosis sub akut atau osteoporosis akut.

3.1 Perancangan Model Jaringan Saraf Tiruan

(58)

Tabel 3.1 Tabel target

Gambar Target Keterangan Pola1 [0 0] Normal

Pola2 [0 1] Gejala osteoporosis Pola3 [1 0] Osteoporosis subakut Pola4 [1 1] Osteoporosis akut

(59)

3.2 Perancangan Proses Pengenalan Pola

Sistem yang dibuat adalah sistem untuk prediksi osteoporosis yang menggunakan pengenalan pola iris mata. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah dan meringankan biaya check-up iridiologi, dengan menggunakan algoritma pembelajaran Jaringan Saraf Tiruan.

Dalam sistem ini akan digunakan algoritma pembelajaran

backpropagation standard, dimana dalam pembelajaran ini akan dicari

penyelesaian yang paling optimal untuk prediksi osteoporosis. Alur kerja dari Jaringan Saraf Tiruan untuk prediksi osteoporosis - Input

Merupakan masukan berupa gambar iris mata dengan format .jpg, dan sudah diubah menjadi citra digital dengan ukuran pixel 200x200.

- Image Processing

Proses ini merupakan proses pengolahan citra, dimana citra yang diolah adalah gambar iris mata yang sudah di-scan sebelumnya. Citra awal berupa citra RGB 3 dimensi. Analisis citra dilakukan untuk menhitung nilai citra

grayscale, yang nantinya hasil perhitungan tersebut akan digunakan sebagai

nilai masukan dalam backpropagation - Neural Network

(60)

Gambar 3.2 adalah proses pengenalan pola, inpui berupa gambar iris mata dengan ukuran 200x200 pixel kemudian gambar tersebut akan dikenakan

prepocessing. Prepocessing meliputi proses grayscale dan penghitungan

nilai-nilai pada analisis tekstur.

Gambar 3.2 Proses pengenalan pola

3.2.1 Algoritma Perangkat Lunak

Pada proses ini memerlukan algoritma-algoritma pengolahan citra sehingga tujuan akhir dari perangkat lunak dapat tercapai.

Algoritma perangkat lunak adalah sebagai berikut:

1. Capture gambar mata dari kamera dan simpan di hard disk.

2. Citra yang sudah disimpan diambil bagian irisnya dengan menggunakan adobe photoshop ver.7. Kemudian disimpan pada hard

disk dengan ukuran 200x200 pixel.

(61)

4. Citra iris mata tersebut akan melalui proses grayscale dan binerisasi. 5. Hasil citra iris mata yang sudah dikenai proses grayscale dan binerisasi,

akan dites dengan menggunakan metode jaringan saraf tiruan

backpropagation.

6. Dari proses no.5 dapat diketahui citra iris mata tersebut masuk pada kelompok kategori yang mana.

Diagram alir algoritma perangkat lunak dapat dilihat pada gambar 3.3.

(62)

3.2.2 Proses Pengolahan Awal (Preproccessing)

Pada bagian ini akan dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengolahan citra untuk mendapatkan bagian iris mata.

1. Ambil Gambar

Proses pengambilan citra iris mata pada tugas akhir ini melalui input gambar dari file gambar (*.jpg).

2. Grayscale

Proses grayscale digunakan untuk meng-konversi citra barwarna (RGB) menjadi citra hitam putih untuk mempermudah proses pengolahan citra.

3. Analisa Tekstur

(63)

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pengolahan Citra

3.2.3 Proses Jaringan Saraf Tiruan

Proses jaringan saraf tiruan terdiri dari beberapa proses yaitu proses inisialisasi, proses pelatihan (training), proses mapping data, dan proses proses implementasi (pengenalan)

i. Fase inisialisasi

(64)

ii. Fase Pelatihan

Pada fase ini dipilih teknik pelatihan supervised learning. Vektor input akan dibandingkan dengan vektor target agar mendapatkan output yang sesuai dengan vektor target, jika hasil pembandingan tidak sama maka akan menghasilkan error yang dipergunakan untuk memperbaiki pembobot sehingga pada pembelajaran berikutnya hasilnya akan sama dengan target.

Dalam proses training data yang digunakan adalah sebanyak 12 data yang berupa citra iris mata. Proses ini dibagi menjadi dua bagian utama yaitu proses maju dan proses mundur.

Algoritma proses training program jaringan saraf tiruan sebagai berikut :

1. Menentukan bobot awal secara acak

Bobot awal akan diambil secara acak dengan fungsi

random. Bobot awal ini merupakan bobot input (Wiij) yang

menghubungkan lapisan input dengan lapisan tersembunyi (hidden layer) dan bobot output (W0jk) yang

menghubungkan hidden layer dengan lapisan output. Hal ini hanya dilakukan jika proses training dimulai dari awal artinya tidak melanjutkan proses training sebelumnya. 2. Proses maju

Menghubungkan setiap neuron lapisan input dengan setiap

(65)

cara mengalikan vektor input

(

x

1,...,

x

n

)

dengan matrik

bobot, sehingga akan menghasilkan nilai sesuai dengan jumlah banyaknya neuron pada lapisan tersembunyi. Sebelum hasil perkalian vektor input dengan bobot digunakan untuk proses komputasi selanjutnya, nilai-nilai tersebut akan ditambahkan dengan nilai threshold, penambahan nilai threshold bertujuan untuk meningkatkan nilai aktivasi pada hasil komputasi sebelumnya. Fungsi aktivasi yang akan digunakan untuk menghubungkan lapisan tersembunyi dengan lapisan selanjutnya yaitu lapisan output.

iii. Fase Perbaikan Bobot

Proses ini dilakukan untuk memperbaiki nilai bobot pada pembelajaran berikutnya agar sesuai dengan pola input yang diberikan, sehingga jaringan dapat melakukan proses pengambilan keputusan.

3.2.4 Proses Testing

Setelah melakukan training langkah selanjutnya yang dilakukan adalah membuat suatu testing, dengan menggunakan bobot yang didapatkan dari proses

training. Data yang digunakan untuk testing adalah sebanyak 136 data.

(66)

melambangkan pola yang berwarna hitam (mempunyai tingkat warna keabuan diatas 255/2), sedangkan nilai 0 melambangkan pola yang berwarna putih (mempunyai tingkat warna keabuan dibawah 255/2).

Algoritma testing data adalah sebagai berikut: i. Memilih file data yang digunakan untuk testing.

ii. Meload file bobot input (Wi) dan file bobot output (Wo).

Bobot yang digunakan adalah bobot yang telah didapatkan dari

training yang telah disimpan dalam file.

iii. Melakukan proses testing berupa fase maju. iv. Selesai.

Output testing berupa informasi mengenai kondisi tubuh seseorang, yaitu

ada 4 kemungkinan normal, terkena gejala osteoporosis, terkena osteoporosis, dan terkena osteoporosis.

3.3 Perancangan User Interface

Program dirancang dengan menggunakan GUI (Graphical User Interface) dari Matlab 6.5.1.

1. Perancangan Menu Utama Program untuk form Training dan

testing.

(67)

Form menu utama terdiri dari menu file dan menu help. Di dalam

menu file terdapat sub menu exit.

2. Perancangan Menu Utama Program untuk form Help.

Gambar 3.6 Perancangan Menu Utama untuk form Help

Menu utama pada form help terdapat 1 tambahan submenu pada menu utama file yaitu sub menu awal yang digunakan untuk kembali ke form

training.

3. Perancangan From Pembuka

Gambar 3.7 Perancangan From Pembuka

(68)

kedalam form menu utama dan tombol exit digunakan untuk keluar dari

form pembuka.

4. Perancangan Form Training

Gambar 3.8 Perancangan From Training

Form data baru terdiri dari dua buah axes, dan tiga push button.

a. 4 buah axes digunakan untuk menampilkan template iris mata . b. 2 push button yaitu ambil gambar, training, dan testing.

Tombol ambil gambar digunakan untuk mengambil gambar iris mata, tombol training digunakan untuk menjalankan proses

training, tombol testing digunakan untuk melangkah ke form

testing.

c. 8 buah static text

(69)

Pop up digunakan untuk memasukkan jumlah epoch, batas

toleransi, laju pemahaman, dan jumlah unit hidden. Pada form

input gambar training akan active setelah proses pengambilan

gambar.

5. Perancangan Form Testing

Gambar 3.9 Perancangan From Testing

Pada form testing terdiri dari 1 buah axes, 2 buah push button, 2

static text, dan 1 buah edit text

a. 1 buah axes

Axes digunakan untuk menampilkan gambar yang akan diuji

(70)

Push button ambil gambar digunakan untuk menginputkan

gambar yang akan diuji, sedangkan push button testing digunakan untuk melakukan proses pengujian gambar.

c. 3 buah static text

Static text hanya digunakan untuk menampilkan kalimat dan

digunakan untuk menampilkan hasil pengujian gambar berupa keterangan gambar (kondisi tubuh normal, kondisi tubuh mengalami gejala osteoporosis, kondisi tubuh mengalami osteoporosis subakut, dan kondisi tubuh mengalami osteoporosis akut)

6. Perancangan Form Help

Gambar 3.10 Perancangan From Help

Form help hanya terdiri dari static text yang berisi tentang cara

(71)

3.4 Analisa Kebutuhan Hardware dan Software

1. Analisa kebutuhan Hardware

Kebutuhan hardware merupakan kebutuhan akan perangkat keras komputer untuk mendukung sistem yang akan dibuat. Yang dibutuhkan untuk membangun sistem ini antara lain :

1. Main board : Intel 856PE P4TSE Biostar 2. Prosesor : Intel P4 2.4 GHz

3. Memori : RAM 256 MB

4. Hard disk : HDD 40 Gbyte

5. VGA Card : Gforce 4 MX440 64 Mb

6. Monitor : GTC 15’

7. Disk Drive : Samsung 52x

2. Analisa kebutuhan Software

Analisa kebutuhan software untuk mendukung pengoperasian dan pengembangan sistem.

(72)

Bab ini akan menguraikan mengenai alur kerja sistem secara umum, implementasi antar muka yang digunakan dalam sistem, algoritma yang digunakan dalam sistem, dan hasil analisa program

4.1. Alur Kerja Sistem Secara Umum

Sebelum menjalankan program, pastikan software Matlab7 sudah terinstall didalam komputer. Pertama kali jalankan terlebih dahulu software Matlab. Beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum menjalankan program: 1. Persiapkan berkas yang akan digunakan dalam program. Hal ini perlu

dilakukan karena dalam Matlab pengaksesan antar berkas tidak dapat dilakukan apabila berkas tersebut berada dalam folder yang berbeda. 2. Setelah software Matlab aktif, direktori dalam atlab perlu dirubah

dengang menggunakan Current Directory, seperti gambar 4.1

(73)

Direktori yang aktif diubah ke work \akhir, karena semua berkas diletakkan dalam 1 folder yaitu folder akhir. Untuk menjalankan program pada jendela comman windows Matlab diketik >>depan yang berarti menampikan form depan (awal program). Kemudian tekan push button untuk menuju ke proses berikutnya.

4.2. Implementasi Antar Muka yang digunakan dalam Sistem

4.2.1 Form Depan (awal program)

Gambar 4.2 Form awal program

Form awal merupakan form untuk halaman sampul (halaman depan) dari program ini. Fungsi form ini untuk menampilkan identitas dari penulis dan dosen pembimbing, dan sebagai form pembuka. Dalam form ini terdiri dari 3 push

(74)

form berikutnya yaitu form training, push button Exit digunakan untuk

menghentikan program.

4.2.2 Form Training

Gambar 4.3 Form Training

Form training merupakan form untuk melatih template berupa citra iris

mata yang sudah ada (dapat dilihat pada tabel 4.1). Dalam form ini terdapat 2 menu utama, 4 pop up menu, 2 push button, dan 8 static text.

(75)

- empat pop up menu

Pop up menu pertama digunakan untuk memasukan nilai epochs, pop

up menu kedua digunakan untuk memasukan nilai batas toleransi, pop

up menu ketiga digunakan untuk memasukan nilai laju pemahaman,

pop up menu keempat digunakan untuk memasukan jumlah unit pada

layar tersembunyi. - dua push button

Push button training digunakan untuk menjalankan program training,

push button testing digunakan untuk menjalankan form testing.

Tabel 4.1 adalah tabel data mata sebagai referensi pola iris mata yang digunakan dalam training.

(76)

4.2.3 Form Testing

Gambar 4.4 From Testing

Form testing merupakan form yang digunakan untuk menguji citra iris

mata. Pada form ini terdapat 2 menu utama, 2 push button, dan 3 static text. - dua menu utama

2 menu utama yaitu file dan help. Dalam menu file terdapat sub menu

exit digunakan untuk keluar dari program, help digunakan untuk

melihat cara penggunaan program - dua push button

Push button ambil gambar digunakan untuk mengambil gambar yang

akan diuji, push button training digunakan untuk menjalankan form

(77)

4.2.4 Form Help

Gambar 4.5 Form Help

Form help terdiri dari 2 menu utama, yaitu menu File dan menu Help.

- Menu File

Terdiri dari 2 sub menu, yaitu submenu awal yang digunakan untuk kembali ke from training dan submenu exit yang digunkan untuk menghentikan program.

- Menu Help

(78)

4.3. Algoritma yang digunakan dalam Sistem

Beberapa algoritma yang digunakan dalam program. 4.3.1. Algoritma Training

pola1 = imread('normal.jpg');

[countall_n,micc_n,treshtexture_n]=MICC(pola1);

[entropi_n,energi_n,homo_n,kontras_n]=ana_texture(micc_n,cou ntall_n);

p1=[entropi_n energi_n homo_n kontras_n];

pola2 = imread('gejala.jpg');

[countall_g,micc_g,treshtexture_g]=MICC(pola2);

[entropi_g,energi_g,homo_g,kontras_g]=ana_texture(micc_g,cou ntall_g);

p2 = [entropi_g energi_g homo_g kontras_g];

pola3 = imread('sub_akut.jpg');

[countall_s,micc_s,treshtexture_s]=MICC(pola3);

[entropi_s,energi_s,homo_s,kontras_s]=ana_texture(micc_s,cou ntall_s);

p3 = [entropi_s energi_s homo_s kontras_s];

pola4 = imread('akut.jpg');

[countall_a,micc_a,treshtexture_a]=MICC(pola4);

[entropi_a,energi_a,homo_a,kontras_a]=ana_texture(micc_a,cou ntall_a);

p4 = [entropi_a energi_a homo_a kontras_a];

p=[p1;p2;p3;p4]; pt=p';

global t; t1 = [0 0]; t2 = [0 1]; t3 = [1 0]; t4 = [1 1]; %target

t=[t1;t2;t3;t4]'; %pembentuk jaringan

global unit unit = unitHid;

net=newff(minmax(pt),[unit,2],{'logsig','logsig'},'traingdx' );

%global net; net=init(net)

(79)

lj=laju; net.trainParam.epochs=epoch; net.trainParam.goal=tol; net.trainParam.lr=lj; tic net=train(net,pt,t); toc save('datatraining.txt','net'); bobot1=net.IW{1,1} bobot2=net.LW{2,1} bias1=net.b{1} bias2=net.b{2} waktu=toc;

Inputan diperoleh dari hasil hitungan pada analisis citra. Setiap citra mempunyai 4 ciri, yang digunakan sebagai masukan dalam proses training. Nilai-nilai epoch, goal ,learning rate, dan unit hidden layer diperoleh dari inputan user.

4.3.2. Algoritma Testing

[fname, pname]=uigetfile(...

{'*.jpg','File Citra(*.jpg)'},... 'Buka File Citra');

asli=fname;

uji = imread(asli);

position = get(hObject, 'Position'); axes(handles.axes1);

imshow(uji);

polauji = uji;

[countall_u,micc_u,treshtexture_u]=MICC(uji);

[entropi_u,energi_u,homo_u,kontras_u]=ana_texture(micc_u,cou ntall_u);

p_uji=[entropi_u energi_u homo_u kontras_u]'; load('-mat','datatraining.txt');

y=sim(net,p_uji); y1 = round(y);

(80)

if y1 == t1'

set(handles.eGambar,'String','Kondisi Tubuh Normal'); else if y1 == t2'

set(handles.eGambar,'String','Kondisi Tubuh Mengalami Gejala Osteoporosis');

else if y1 == t3'

set(handles.eGambar,'String','Kondisi Tubuh Mengalami Osteoporosis Sub Akut');

else if y1 ==t4'

set(handles.eGambar,'String','Kondisi Tubuh Mengalami Osteoporosis Akut');

end end end end

Pada proses testing, citra input akan dibentuk matrik intensitas

co-occurrence, kemudian dihitung nilai entropi, energi, homogenitas dan

kontras. Hasil perhitungan tersebut akan dibandinkan dengan nilai-nilai citra template yang sudah ditraining. Kesimpulan hasil uji akan ditampilkan dalam static text.

4.3.3. Algoritma Analisis Citra

4.3.3.1Algoritma untuk pembentukan matrik Intensitas Co-occurrence

graytexture = rgb2gray(citra); [Bbin Kbin] = size(graytexture); for i=1:Bbin for j=1:Kbin if graytexture(i,j)<=85 treshtexture(i,j)=0; %treshtexture2(i,j)=43; end if ((graytexture(i,j)>=86)&(graytexture(i,j)<=170)) treshtexture(i,j)=1; end if graytexture(i,j)>=171; treshtexture(i,j)=2; end end end

(81)

count00=0; count01=0; count02=0; count10=0; count11=0; count12=0; count20=0; count21=0; count22=0; countall=0; for i=1:Btr-1

Gambar

Gambar 2.3. Jaringan Saraf Tiruan Layar Banyak (A Multi-layer  neuran net)
Gambar 2.4 :
Gambar 2.5 Pembentuk Jaringan Saraf Tiruan
Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Bipolar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengenalan pola pada jaringan saraf tiruan dapat dilakukan dengan metode backpropagation dan metode perceptron.. Pada metode backpropagation jaringan dilatih melalui tiga fase

Aplikasi identifikasi penurunan kondisi organ ginjal melalui iris mata menggunakan metode jaringan syaraf tiruan learning vector quantization memiliki kinerja yang

Penelitian ini menggunakan jaringan syaraf tiruan propagasi balik (backpropagation) sebagai metode pelatihan untuk teknik prediksi yang akan dikembangkan, karena

Program identifikasi dengan media biometrik citra iris mata yang menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) terdiri dari dua tahap, yaitu proses pelatihan

Data yang diperlukan dalam prediksi kemampuan peserta didik menggunakan jaringan saraf tiruan ini adalah data hasil penelitian murni dengan mengambil variable input berupa

Penulis memiliki inisiatif untuk melakukan penelitian mengenai pengenalan pola wayang kulit menggunakan metode jaringan saraf tiruan dengan Algoritma Backpropagation.. Tujuan utama

Data yang diperlukan dalam prediksi kemampuan peserta didik menggunakan jaringan saraf tiruan ini adalah data hasil penelitian murni dengan mengambil variable input berupa

DETEKSI GANGGUAN PADA ORGAN LAMBUNG MELALUI CITRA IRIS MATA DENGAN MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF