• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECEMASAN AKAN MENGHADAPI UJIAN LISAN DENGAN EMOTION-FOCUSED COPING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN KECEMASAN AKAN MENGHADAPI UJIAN LISAN DENGAN EMOTION-FOCUSED COPING"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SAN

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Conrad V Pandiangan 039114109

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2009

(2)
(3)
(4)

iv

melainkan..

Apa yang di Hadapi & Berani BANGKIT Dari Kalah

Untuk BERJUANG melewati arus keHIDUPan!!!

(5)

v

(6)
(7)

vii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping. Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused copinglebih tinggi daripada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari universitas-universitas di Yogyakarta yang berjumlah 100 mahasiswa. Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert yang di bagikan kepada subjek, yaitu skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan, skala emotion-focused copingdan skala problem-focused coping.

Hasil estimasi realibilitas skala menghasilkan koefisien realibilitas untuk skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan sebesar .943, untuk skala emotion-focused coping .931, dan untuk skala problem-emotion-focused coping.937.

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan tehnik uji beda koefisien korelasi. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping(r=0.758,p<0.01) lebih tinggi daripada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping(r=0.573,p<0.01) dengan t=4.902(t>2.626)

(8)

viii

Exam and Emotion-Focused Coping: Department of Psychology, Psychology Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

The purpose of current research was to indentify whether there was a correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping. Hypotesis in this research was correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping is higher than correlation between anxiety of oral exam and problem-focused coping.

100 university students in Yogyakarta were the subject in this research. The data collecting method was used a Likert rating scales by giving to the subject. There are an anxiety of oral exam scale, emotion-focused coping scale and problem-focused coping scale.

The results of reliability scale test for anxiety of oral exam scale are .943, .931 for emotion-focused coping and 937 for problem focused coping.

Research data was analyzed using difference test of correlation coefficient. The results was: there is a significant correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping(r=.758,p<.01) is higher than correlation between anxiety or oral exam and problem focused coping(r=.573 ,p < .01) with t=4.902(t>2.626)

(9)
(10)

x

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa dimana kuasanya bekerja atas diri semua manusia sehingga atas berkat serta penyertaan-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis merasa tidak akan mampu meyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan orang lain, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

1. Allah Bapa di surga, terimakasih atas segala rahmat yang telah Kau berikan kepada hamba-Mu ini.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak V.Didik Suryo H, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing saya, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, waktu, pikiran serta tenaga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Maaf ya Pak kalo saya termasuk anak bimbingan bapak yang malas.

4. Ibu Ratri Sunar Astuti S.Psi., M.Si dan ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan.

5. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi, yang telah memberi petunjuk mencari solusi persoalan statistik.

(11)

xi

8. My only one sister Melania Lidwina, terimakasih atas dukungan dan kepercayaannya kepadaku akan menyelesaikan kuliah… It’s your turn now!!

9. Fransisca ela-elo Nuri, yang selalu sabar menemani proses pembuatan skripsi dan semua suportnya sampai skripsi ini selesai.

10. Marina Octhalina S.Psi, yang sudah meluangkan waktu untuk membantu saya menulis skripsi.

11. Beatrik Novianti, yang telah membantu dalam proses pembuatan, penyebaran dan pengumpulan angket penelitian, hingga pengumpulan data berjalan lancar.

12. Tika,Widi, mas Ary. Terimakasih atas printernya di saat terdesak…

13. Semua cinta dan pada “cerita singkat” yang telah berlalu, kalian memang sekejap, namun berkesan…. maaf merk-nya tidak saya sebutkan satu-persatu hehehe..

14. Si biru KR150, yang telah setia menemani perjalananku kapanpun, dengan siapapun dan dalam keadaan apapun selama di Yogyakarta.

(12)

xii

SPSS, serta penjelasan-penjelasan statistik yang diberikan.

17. Teman-teman Psikologi’03 baik yang sudah lulus maupun yang sedang masih berusaha untuk lulus, terima kasih buat pengalaman, dinamika ataupun hubungan interdependensi yang pernah terjadi.

18. Anak-anak Jogja Punya Ninja, terimakasih atas semua asam manis yang kita nikmati bersama di setiap perjalanan kita memutar roda dari kota ke kota pokoknya gas poolllll…..

19. Jogja Automotive community, atas kepercayaan yang pernah kalian berikan.

20. Nonex’z speed line crew,terimakasih atas semua dinamika yang kita lalui. 21. Maaf buat nama yang belum disebutkan, tidak ada maksud untuk

melupakan, hanya keterbatasan peneliti saja. You all always in my heart. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, maka berbagai saran dan kritikan akan senantiasa diterima dengan senang hati. It’s start from here…

Yogyakarta, 23 Mei 2009

(13)
(14)

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Permasalahan

Kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang banyak dialami individu dalam keadaan stres (Bolger, dalam Widyayulianti, 2006). Kecemasan adalah suatu keadaan yang umum dialami dalam

kehidupan seseorang dan dapat muncul pada situasi tertentu, terlebih pada situasi yang memiliki tantangan seperti berbicara didepan umum, tekanan

pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat

memicu munculnya kecemasan.Tantangan dapat dimaknai secara positif atau negatif tergantung dari individu dalam menghadapinya. Tantangan bermakna

positif membuat seseorang bergairah menghadapi tantangan tersebut dan bermakna negatif yang membuat seseorang menjadi putus asa, demikian

halnya dengan para mahasiswa.

Kondisi mahasiswa penuh tantangan dan tuntutan. Mahasiswa yang telah diterima di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat menyelesaikan

pendidikan tepat waktu. Dalam kenyataannya mereka tidak selalu lancar dalam belajar. Mahasiswa seringkali tidak mampu menunjukkan prestasi

akademiknya secara optimal sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebabnya, salah satunya adalah mereka sering merasa rendah diri dan tidak yakin dirinya akan mampu menyelesaikan

(15)

cemas dalam menghadapi tugas-tugas dan ujian-ujian yang diselenggarakan.

Menurut Sudrajat (dalam Widyayulianti, 1996), kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat,

pembentukan konsep dan pemecahan masalah.

Tugas dan ujian merupakan hal yang harus dihadapi mahasiswa dalam

perkuliahan. Sebenarnya tugas dan ujian adalah tolak-ukur pendidik melihat sejauh mana seorang peserta didiknya memahami bahan pelajaran yang telah diajarkannya, namun sayang terkadang tugas dan ujian tersebut menjadi

stressor bagi peserta didik, khususnya ujian. Bagi peserta didik yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa, ujian dianggap sebagai perjuangan terakhir

untuk menentukan studi selanjutnya. Banyak hal yang mempengaruhi mahasiswa merasa cemas dalam menghadapi ujian. Salah satunya adalah faktor administrasi ujian. administrasi ujian yang dikenal selama ini ada dua

jenis, yaitu klasikal dan individual. administrasi ujian yang klasikal atau berkelompok biasanya tidak terlampau mempengaruhi perasaan cemas

mereka, tetapi administrasi ujian yang individual (seorang diri menghadapi dosen penguji) sangat mempengaruhi kecemasan mereka (Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis, 2008). Dalam penelitian ini peneliti mengambil

administrasi ujian yang individual dengan tipe lisan dengan alasan di dalam tipe ujian lisan mahasiswa dihadapkan dua hal, yang pertama mereka dituntut

(16)

Kedua hal inilah yang biasanya membuat mahasiswa merasa cemas terhadap

keadaan yang akan terjadi pada saat ujian tersebut diselenggarakan. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety (kecemasan) menjadi

stress(Widyayulianti, 2006).

Ketika berhadapan dengan suatu peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan suatu tindakan untuk

mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut (Sarafino, 1990). Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping

yang menurut Lazarus (1976) coping ini selanjutnya akan diwujudkan dalam

bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan

konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres. Coping inilah yang membedakan individu dalam beradaptasi dengan stres. Sebagian individu berhasil mengatasi stres karena menggunakan coping tertentu, sedangkan

sebagian lain gagal mengatasi stres karena menggunakan coping yang lain. Jadi keberhasilan seseorang dalam mengatasi stres juga dipengaruhi oleh jenis

copingyang digunakan (Sadiyati dalam Wulandari 2002).

Passer dan Smith (2004) mengemukakan tiga bentuk umum strategi

coping yaitu emotion-focused coping yang merupakan suatu usaha untuk

mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres, problem-focused coping yaitu suatu usaha untuk

(17)

pengelolaan stres dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh

bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, yang dapat berupa bimbingan, dukungan emosional, dukungan moril, atau bantuan materi seperti uang.

Banyak penelitian tentang coping yang menekankan bahwa sebenarnya tidak ada satu metode yang sempurna untuk mengatasi semua

situasi stres. Rutter ( dalam Wulandari, 2002) menyatakan bahwa copingyang paling efektif bagi individu adalah yang sesuai dengan jenis stres dan situasi yang dihadapi individu bersangkutan. Hasil penelitian Herwindharti (dalam

Wulandari, 2002) pada sejumlah mahasiswa menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan ciri sifat antara mahasiswa yang menggunakan problem-focused

coping dengan mahasiswa yang menggunakan emotion-focused coping. Mahasiswa yang menggunakan problem-focused coping memiliki ciri sifat

emotional stability dominance, impulsivity, conformity dan boldness yang

lebih tinggi daripada mahasiswa yang menggunakan emotion-focused coping. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa yang menggunakan problem-focused

copingmempunyai ciri sifat lebih stabil emosinya ketika menghadapi masalah yang mengandung stres; mempunyai daya tahan lebih tinggi terhadap pengaruh-pengaruh sosial, lebih berani mengambil resiko, lebih efektif dalam

menyelesaikan masalah.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang ada serta teori-teori yang

(18)

coping. Dengan adanya copingini orang akan mengendalikan, meminimalkan

dan mengurangi stress sehingga stress berkurang. Begitu pula mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika berhadapan dengan masalah akademik, dalam hal ini peneliti berfokus pada situasi menjelang ujian khususnya ujian

lisan. Jenis coping yang cendrung sesuai dengan masalah-masalah akademik adalah problem-focused coping.

Namun menurut teori yang telah dipaparkan sebelumnya dijelaskan bahwa kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang dialami individu dalam keadaan stres. Bertolak dari teori tersebut peneliti

mencoba melihat coping kecemasan akan menghadapi ujian lisan dari sudut pandang emotion-focused coping yang berfokus pada usaha untuk mengatur

respon-respon emosional yang muncul dalam keadaan stres. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan

(19)

B. Perumusan Permasalahan

Masalah yang dirumuskan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi

ujian lisan dan emotion-focused coping.

2. Antara problem-focused copingdengan emotion-focused

coping, manakah yang lebih berhubungan dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat

hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan emotion-focused coping.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara teoritis dapat

menambah kepustakaan dalam bidang psikologi khususnya dalam permasalahan yang berkaitan dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan strategi coping khususnya Emotion Focused Coping. Selain itu juga

bermanfaat bagi pengembangan teori-teori di bidang psikologi klinis dan psikologi pendidikan. Serta memberi kontribusi bagi pengembangan

(20)

sebagai sumber acuan penelitian-penelitian lain yang berminat pada penelitian

(21)
(22)

LANDASAN TEORI

A. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan 1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan pada umumnya didefinisikan sebagai suatu perasaan

ketakutan atau ketidaknyamanan yang tidak jelas akibat dan

sumber-sumber internalnya (Lazarus, 1986). Kecemasan merupakan karakteristik

pengalaman emosional yang banyak dialami individu dalam keadaan stres

(Bolger, dalam Widyayulianti, 2006). Perilaku yang sering muncul seiring

dengan munculnya rasa cemas adalah ketakutan akan kalah, kekhawatiran

atas performa diri, prestasi dan sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli

sering mengganti istilah anxiety menjadi stress (Widyayulianti, 2006). Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan

merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas

kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy dalam wulandari, 2002)

Priest (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang

dialami ketika seseorang berpikiran tentang sesuatu yang tidak

menyenangkan akan terjadi atau akan timbul karena berbagai alasan dan

situasi. Kecemasan menimbulkan rasa tidak enak, sehingga membuat

seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu.

(23)

dicemaskan. Kecemasan ditandai dengan simptom-simptom fisik yang

tidak menyenangkan dari tingkat yang rendah hingga ke tingkat yang

lebih tinggi, sehingga seseorang akan berusaha untuk mengurangi

perkembangan tingkat kecemasannya.

Menurut Freud (dalam Sarason, 1984) kecemasan muncul ketika

individu mendapatkan ancaman dari dalam, luar atau penilaian terhadap

diri sendiri (self esteem). Situasi yang menimbulkan kecemasan biasanya akibat pengalaman masa lalunya. Rasa cemas dapat timbul karena rasa

cinta, benci atau ketidakacuhan terhadap “siapa” seseorang melakukan

kontak.

Berdasarkan banyaknya pendapat dari para ahli di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu pengalaman

keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang timbul akibat berbagai

situasi dan alasan, dimana obyek dari kecemasan tersebut tidak jelas atau

tanpa sebab yang dimengerti. Perasaan yang tidak menyenangkan tersebut

disertai dengan simptom-simptom fisik yang tidak menyenangkan pula,

sehingga individu akan berusaha untuk meredam kecemasan tersebut.

2. Indikasi Kecemasan

Kecemasan memiliki elemen untuk merespon, seperti yang

dikemukakan oleh Rosenhan dan Seligman (dalam Prasbowo, 2005),

(24)

a. Kognitif; respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia.

Misalnya ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat

keputusan, susah tidur, dan sebagainya.

b. Somatik; reaksi tubuh terhadap bahaya. Misalnya tangan dan

kaki dingin, diare, sering buang air kecil, berdebar-debar,

keringat berlebihan,gelisah, gangguan pernafasan, mulut

kering, pingsan, menggigit bibir, tekanan darah naik, otot

tegang, sakit pencernaan.

c. Emosi; reaksi perasaan manusia, dimana individu secara

terus-menerus khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang

mengancam.

Secara emosional seseorang yang mengalami kecemasan akan

memiliki ketakutan yang berlebihan dan disadari. Ketakutan yang timbul

tersebut meluas dan mempengaruhi pada kemampuan untuk berpikir

jernih, memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan. Rasa

takut itu juga mempengaruhi keadaan tubuh, yaitu syaraf otonom

menyebabkan tubuh bereaksi seperti jantung berdetak lebih keras, tekanan

darah meningkat, gangguan pada proses pencernaan, nafsu makan

menurun, keringat lebih banyak, frekuensi kencing meningkat dan

kelenjar adrinal melepas adrenalin ke dalam darah sehingga otot tegang.

Priest (1991) mengatakan bahwa gejala-gejala fisik yang muncul

yaitu jantung berdebar, gemetar, tangan atau lutut gemetar dan

(25)

tangan dan kaki, ketegangan, tidak bisa rileks, ketegangan syaraf-syaraf

pada kulit kepala merupakan salah satu penyebab timbulnya “pusing”.

Kecemasan memiliki efek yang tidak menyenangkan, dapat

menimbulkan kesalahan psikomotor dan intelektual, dapat merusak fungsi

psikologis dan dapat mengganggu konsentrasi atau memori. Untuk

melawan kecemasan, individu harus dapat menyadari situasi yang

berbahaya dengan cepat dan memberi reaksi secara tepat. Jika terlalu

panjang waktu antara proses menyadari dan reaksi, dapat membahayakan

kelangsungan hidup manusia (Widyayulianti, 2006).

3. Pengertian Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan

Mahasiswa sering mengalami masalah yang berkaitan dengan

akademis, salah satunya ujian lisan. Hanya pada masing-masing individu

berbeda tingkat permasalahan dan responnya terhadap masalah itu.

Kurangnya pemahaman tentang materi yang akan diuji, perasaan tidak

mampu menjawab pertanyaan dari dosen penguji, takut gagal, dan

sebagainya merupakan masalah bagi mahasiswa. Ujian khususnya ujian

lisan merupakan masalah bagi mahasiswa. Ujian lisan adalah pemeriksaan

atau ujian yang dilakukan dengan lisan (Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis, 2008). Didalam ujian lisan mahasiswa dituntut harus dapat menguasai bahan yang telah mereka pelajari selama kuliah, mengingat

kembali materi-materi yang telah diajarkan dan menuangkannya kembali

ke dalam bentuk jawaban langsung dari pertanyaan-pertanyaan dosen

(26)

Berdasarkan pendapat Jersild (dalam Jung, 1993), dalam kasus

kecemasan menghadapi ujian lisan, rasa cemas (worry) meliputi komponen kognitif seperti ketakutan yang berlebihan tentang

kemungkinan gagal dalam ujian, serta emotionality) yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal

yang berhubungan dengan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk

yang dirasakan mungkin terjadi, termasuk disini adalah reaksi faali seperti

tubuh berkeringat, badan gemetar, atau jantung berdebar kencang.

Dalam proses pendidikan pemberian ujian ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat kecakapan baru yang dicapai mahasiswa setelah

mengikuti proses perkuliahan. Tetapi banyak mahasiswa yang

menganggap ujian lisan sebagai sesuatu yang menakutkan sehingga

timbul kecemasan ketika harus mengahadapi ujian tersebut.

Dalam kasus kecemasan akan menghadapi ujian lisan, obyeknya

tentu saja ujian lisan itu sendiri. Kebutuhan yang dirasakan ialah dapat

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sedemikian rupa

sehingga memenuhi standar dan aspirasinya. Keragu-raguan timbul karena

tidak tahu pertanyaan-pertanyaan diajukan dan sejauh mana pertanyaan

tersebut dapat dijawab.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

kecemasan menghadapi ujian lisan dalam penelitian ini adalah reaksi

ketakutan akan ketidakmampuan menjawab pernyataan atau pertanyaan

(27)

individu. Reaksi ketakutan akan ketidakmampuan itu meliputi beberapa

aspek yaitu:

a. Kognitif; respon kecemasan akan menghadapi ujian lisan

berupa pikiran subjek, misalnya:

- Sulit berkonsentrasi menjelang hari ujian.

- Muncul pikiran-pikiran negatif dari dalam diri ketika akan

menghadapi ujian lisan.

- Waktu tidur yang tidak teratur menjelang ujian.

b. Afeksi, reaksi perasaan subjek ketika mengalami kecemasan

akan ujian lisan, misalnya :

- Perasaan kekhawatiran akan sulitnya bahan yang harus

dipelajari sehingga dapat mempengaruhi hasil dari ujian itu

sendiri.

- Perasaan ketakutan akan pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan.

c. Somatik, reaksi tubuh subjek ketika mengalami kecemasan

akan ujian lisan, misalnya :

- Sering buang air beberapa saat menjelang ujian.

(28)

B. Emotion-focused coping

1. Pengertian emotion-focused coping

Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan

situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba melakukan

usaha-usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi

stres. Adaptasi ini dilakukan dengan coping yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk strategi coping, yaitu suatu usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal

dan konflik-konflik yang timbul dalam situasi stres, serta dinilai

mengganggu atau di luar batas kemampuan individu (Lazarus, 1976).

Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi stres

yang dialami, seperti membicarakan permasalahan yang dialaminya

kepada orang lain, mengambil tindakan langsung dan meningkatkan

berbagai aktivitas yang dapat membantu mengatasi stres yang dialami.

Menurut Passer dan Smith (2004), tiga bentuk umum upaya

mengelola stres adalah :

a. Problem-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi

stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres.

Tindakan yang termasuk di dalamnya adalah perencanaan,

penanganan secara aktif dan pemecahan masalah, mengurangi

aktivitas yang bersifat persaingan dan melatih cara menahan

(29)

b. Emotion-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat

situasi yang menimbulkan stres dan tindakan yang bisa

dilakukan adalah melakukan interpretasi ulang terhadap suatu

situasi secara positif, penerimaan, penyangkalan, represi,

melarikan diri-menghindar, berkhayal (wishful thinking) dan mengontrol perasaan.

c. Seeking social support, yaitu suatu upaya coping dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan

dukungan emosional pada situasi stres, antara lain dengan

mencari bantuan dan bimbingan dari orang lain, mencari

dukungan emosional, dukungan moril dan bantuan materi

seperti uang.

Emotion-focused coping menurut Folkman & Lazarus (1986), yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional

dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan

oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Folkman dkk. (1986) menyebutkan bahwa perbedaan antara

emotion-focused coping dan problem-focused coping terletak pada cara yang digunakan untuk menghadapi stres. Pemecahan masalah dalam

problem-focused coping adalah dengan membuat rencana dan melakukan tindakan langsung terhadap sumber masalah hingga mendapatkan hasil

(30)

coping dilakukan individu dengan mengarahkan perilakunya pada pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan melalui usaha mencari sisi

baik dari masalah yang dihadapi, mencari pengertian dari orang lain atau

dengan cara mencoba menghindar untuk melupakan semuanya.

Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa emotion-focused coping dalam penelitian ini adalah segala usaha untuk mengatasi kecemasan, dapat berupa kognitif berupa pikiran dan

usaha respon tingkah laku berupa tindakan untuk mengurangi tekanan

emosi yang menyertai kecemasan.

2. Aspek-aspek Emotion-focused coping

Menurut Aldwin dan Revenson (1987) aspek-aspek dalam

emotion-focused copingterdiri dari:

a. Escapism atau pelarian diri dari masalah. Individu berusaha menghindari masalah dengan makan, tidur, merokok

berlebihan, atau mengandaikan dirinya berada pada situasi

yang lebih menyenangkan.

b. Minimization atau pengurangan beban masalah, meliputi usaha coping yang disadari untuk tidak memikirkan masalah atau

bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.

c. Self-blame atau menyalahkan diri, merupakan bentuk coping pasif yang lebih diarahkan kedalam daripada berusaha untuk

(31)

d. Seeking meaning, berupa usaha mencari makna kegagalan yang dialami dan mencoba untuk menemukan jawaban dari

masalah dengan melihat segi-segi penting dalam kehidupan.

Menurut Rusli (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

aspek seeking meaning tidak termasuk dalam emotion-focused coping, disebabkan karena seeking meaning dapat menurunkan realibilitas

emotion-focused coping.

Perlu diketahui pula aspek-aspek dalam Problem-focused coping

terdiri dari:

a. Exercised caution (cautiouness), yaitu tindakan menahan diri atau berhati-hati dalam mengambil keputusan yang tepat untuk

menyelesaikan masalah. Dalam hal ini individu

mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah yang ada.

b. Instrumental action, meliputi usaha-usaha langsung individu menemukan solusi problemnya, misalnya dengan menyusun

suatu rencana dan kemudian melaksanakan langkah-langkah

yang telah direncanakan itu.

c. negotiation, merupakan usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang

(32)

C. Hubungan Emotion Focused Coping Dengan Kecemasan akan Menghadapi Ujian Lisan

Menghadapi masalah, apalagi yang mengakibatkan stres adalah suatu

keadaan yang tidak menyenangkan bagi siapapun. Ujian lisan sebagai salah

satu proses akademik yang wajib dilaksanakan mahasiswa, memungkinkan

pula terjadinya masalah-masalah yang berakibat munculnya stres. Fenomena

ini dapat berimplikasi pada munculnya macam-macam reaksi mahasiswa

terhadap ujian lisan seperti cemas, sulit berkonsentrasi, dan menghindar.

Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan suatu

peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan

suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun

meminimalkan stres tersebut. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika

akan menghadapi ujian lisan.

Terdapat beberapa studi tentang coping pada mahasiswa yang mengambil masalah-masalah akademik sebagai contoh kasus (Jung, 1993),

Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukan bahwa mahasiswa mengalami

kecemasan dan tekanan yang meningkat ketika sejumlah tugas harus

diselesaikan atau ketika menjelang ujian. Tekanan-tekanan yang dialami akan

direspon oleh mahasiswa dengan coping tertentu. Jung (1993) menyimpulkan bahwa copingmerupakan pilihan cara untuk mengurangi stres dan kecemasan.

Menurut Passer dan Smith (2004) ada tiga bentuk umum upaya

(33)

seeking social suport. Beberapa penelitian menunjukan baik emotion-focused coping maupun problem-focused coping digunakan individu untuk menghadapi setiap situasi yang mengandung stres (Folkman dkk., 1986). Hal

ini berarti bahwa masing-masing individu memiliki sifat relatif dalam

menentukan coping mana yang sesuai dengan dirinya berdasarkan keadaan yang dialaminya. Individu cendrung menggunakan problem-focused coping

jika situasi tersebut dinilai dapat diubah menjadi lebih baik, sedangkan

emotion-focused coping digunakan pada situasi yang tidak memungkinkan untuk dirubah.

Kegiatan akademis sehari-hari seperti kuliah, tugas harian,

pemahaman materi, quiz merupakan situasi yang dapat di kendalikan oleh mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa cendrung menggunakan problem-focused coping untuk menghadapi kecemasan dan stres yang ditimbulkan oleh kegiatan akademis sehari-hari. Namun ujian lisan merupakan salah satu

bentuk situasi yang tidak bisa dirubah, dan mahasiswa cendrung mengalami

kecemasan, kecemasan merupakan suatu pengalaman emosional pada saat

individu dalam keadaan stres. Emotion-focused coping sebagai salah satu bentuk coping yang cendrung lebih baik digunakan dalam situasi yang tidak dapat dikendalikan dan usahanya berupa pikiran untuk mengurangi tekanan

emosi yang menyertai stres dan berupa respon tingkah laku untuk melakukan

tindakan untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres, dinilai sangat

(34)

D. Hipotesis

Kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berkorelasi dengan

(35)
(36)

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode korelasi yang bertujuan

menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi

pada satu atau lebih variabel lain. Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif (terukur).

B. Identifikasi Variabel

variabel merupakan gejala yang menjadi fokus bagi peneliti untuk

diteliti. Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas

Adalah variabel yang mempengaruhi, disebut sebagai variabel

penyebab atau independent variabel. Dalam penelitian ini adalah

kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

2. Variabel Tergantung

Adalah variabel akibat yang keadaannya akan tergantung pada

variabel penyebab. Disebut juga variabel tidak bebas atau variabel terkait.

Dalam penelitian ini adalah:

a. emotion-focused coping.

(37)

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah batasan atau spesifikasi dati

variabel-variabel penelitian secara konkret berhubungan dengan realitas yang akan di

ukur dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan di amati dari suatu

penelitian. Defenisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan

Kecemasan akan menghadapi ujian lisan merupakan reaksi dari

kekhawatiran yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada diri

individu, baik sebelum dan ketika berhadapan langsung dengan

pertanyaan-pertanyaan lisan dan dosen penguji seorang diri. Kecemasan

akan menghadapi ujian lisan ini terdiri dari berberapa aspek yaitu:

a. Kognitif ; respon terhadap kecemasan dalam pikiran.

b. Afeksi ; reaksi perasaan terhadap kecemasan.

c. Somatik ; reaksi kecemasan dalam bentuk kondisi fisik dan

perilaku

Kecemasan akan menghadapi ujian lisan dalam penelitian ini akan

diukur dengan menggunakan skala kecemasan menghadapi ujian lisan.

Semakin tinggi nilai skor yang diperoleh, semakin tinggi pula tingkat

kecemasan akan menghadapi ujian lisan.

2. Emotion-Focused Coping akan menghadapi ujian lisan

Emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa

(38)

stres yang digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi kecemasan

ketika mereka akan menghadapi ujian lisan. Terdiri dari aspek-aspek :

a. Pelarian diri dari masalah (Escapism)

b. Pengurangan beban (Minimization)

c. Self-blame; menyalahkan diri

Emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan dalam

penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala emotion-focused

coping akan menghadapi ujian lisan. Peneliti mempunyai asumsi nilai

tinggi dalam skala emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan

menunjukan frekuensi penggunaan emotion-focused coping yang sering

pada mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.

3. Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan

Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa

pikiran dan perilaku secara langsung untuk menghilangkan atau

mengubah stresor yang digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi

kecemasan ketika mereka akan menghadapi ujian lisan. Meliputi beberapa

aspek :

a. Kehati-hatian (cautiousness)

b. instrumental action

c. Negotiation

Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan dalam

(39)

coping akan menghadapi ujian lisan. Peneliti mempunyai asumsi nilai

tinggi dalam skala problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan

menunjukan frekuensi penggunaan problem-focused coping yang sering

pada mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menjalani jenjang

pendidikan sarjana(S1) pada universitas di Yogyakarta dengan karakteristik

mahasiswa yang pernah menghadapi ujian lisan dalam kurun waktu maksimal

satu semester sebelum penelitian.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian

ini adalah metode angket, dengan alat ukur berbentuk skala. Data yang

dikumpulkan melalui skala adalah data coping dan data kecemasan akan

menghadapi ujian lisan. Skala digunakan untuk mengungkap kesesuaian atau

ketidaksesuaian subjek terhadap objek penelitian. Item-item dalam skala ini

disusun melalui indikator-indikator prilaku yang telah diidentifikasi

sebelumnya. Skala tersebut akan dibagikan kepada subyek selaku responden

untuk diisi sehingga akan menghasilkan atau memberikan respon jawaban

tertulis terhadap sejumlah pernyataan yang telah disusun sebelumnya.

Item-item dalam skala penelitian ini terdiri dari pernyataan-pernyataan

(40)

mendukung secara teknis atau memihak obyek (sikap) yang akan diukur,

sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang tidak mendukung

atau berlawanan terhadap obyek (sikap) yang hendak diukur.

Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini

adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan

empat kategori jawaban, yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak

Setuju” (TS), ”Sangat Tidak Setuju” (STS).

Skala-skala dalam penelitian ini tidak menyediakan alternatif jawaban

tengah atau netral dengan tujuan yaitu (Azwar, 2004a) :

a) Untuk menghindari adanya responden yang ragu-ragu dalam

menjawab, sebab ada kemungkinan terjadi bahwa responden

belum dapat memutuskan jawaban, sehingga untuk

mendapatkan posisi yang aman kemudian memilih jawaban

tengah atau netral.

Keadaan ragu-ragu (undecided) itu memiliki arti

adanya jawaban ganda, yaitu bias diartikan belum memutuskan

atau memberi jawaban yang sesuai dengan kondisi yang

dirasakan atau dapat juga diartikan memihak pada kondisi

netral, yaitu tidak mampu membedakan munculnya

kondisi-kondisi yang tertulis dalam masing-masing butir pernyataan,

sehingga memberikan jawaban ke arah ragu-ragu. Alternatif

jawaban ganda-arti (multi-interpretable) ini tentu saja tidak

(41)

b) Agar responden lebih tegas dalam memilih dan menentukan

jawaban. Hal tersebut dimaksudkan karena tersedianya

alternatif jawaban tengah dapat menggiring kebebasan subyek

dalam menjawab kecenderungan ke arah jawaban tengah

(central tendency effect), terutama bagi subyek yang ragu-ragu

untuk menentukan arah kecenderungan jawabannya.

Alternatif jawaban beserta nilai atau skor dalam pernyataan favorabel

dan unfavorabel dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Skor penlaian skala

”Sangat Tidak Setuju” (STS) 1 4

Jawaban pada tiap item diskor berdasarkan nilai kategori jawaban

yang telah ditetapkan dalam tabel di atas, kemudian seluruh skor tersebut

dijumlahkan sehingga didapat nilai skor total subyek pada skala.

Skala yang yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga buah

skala yaitu :

1. Skala kecemasan

Skala kecemasan yang digunakan dalam penelitian ini disusun

(42)

a. Aspek kognitif :

- Daya konsentrasi menurun akibat cemas.

- Muncul pikiran-pikiran negatif menngenai situasi ujian.

- Pikiran yang menjadi beban akan ketidakmampuan

menghadapi ujian.

b. Aspek afektif :

- Perasaan kekhawatiran akan sulitnya bahan yang harus

dipelajari sehingga dapat mempengaruhi hasil dari ujian itu

sendiri.

- Perasaan takut akan menghadapi ujian itu sendiri.

- Ketidaknyamanan dalam menunggu ujian meliputi situasi

ujian.

c. Aspek somatik :

- Prilaku tak terkendali akibat rasa cemas.

- Kondisi fisik.

Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan akan

menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam skala ini,

semakin tinggi pula tingkat kecemasan saat akan menghadapi ujian

lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total subyek,

(43)

Tabel 3.1

Blueprint Skala Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan

Sebelum Uji Coba

Kecemasan Nomor item jml

Favorabel Unfavorabel

Aspek kognitif 1, 8, 16, 21, 24, 28,

32

6, 12, 18, 26, 34 12

Aspek afektif 4, 10, 15, 17, 23, 29 2, 7, 13, 20, 25, 31 12

Aspek somatik 3, 9, 14, 19, 30, 33 5, 11, 22, 27 10

total 19 15 34

2. Skala Emotion-Focused Coping

Skala strategi emotion-focused coping yang digunakan dalam

penelitian ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan pada aspek-aspek

emotion-focused coping, meliputi :

a. Pelarian (Escapism) :

- Berusaha menghindari masalah dengan meningkatkan

kegiatan lain

- Mengandaikan dirinya pada situasi yang lebih

menyenangkan

- penggunaan alkohol atau obat-obatan

- meningkatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan

(44)

b. Pengurangan beban (Minimization) :

- Usaha untuk menyalurkan atau menlampiaskan perasaan

- Bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi

- Melakukan Humormengenai stresor

c. Self-blame:

- Menganggap diri adalah penyebab stresor

- Menghentikan usaha menghadapi masalah

Skala ini bertujuan untuk mengungkap emotion-focused coping

akan menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam

skala ini, semakin tinggi pula kecendrungan penggunaan emotion-focused

coping akan menghadapi ujian lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin

rendah skor total subyek, semakin rendah pula kecendrungan penggunaan

(45)

Tabel 3.2

Blueprint Skala Emotion-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Sebelum Uji Coba

Minimization 38, 41, 44, 49, 56,

63

Skala strategi problem-focused coping yang digunakan dalam

penelitian ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan pada aspek-aspek

problem-focused coping, meliputi :

a. Exercised caution (coutiouness):

- Menganalisa permasalahan yang dihadapi

- Berhati-hati dalam membuat keputusan

- Mencari alternatif pemecahan masalah

(46)

b. Instrumental action:

- Merencanakan hal-hal yang akan dilakukan untuk

menyelesaikan masalah

- Memperhitungkan waktu dan kemampuan yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan masalah

c. Negotiation :

- Melaksanakan solusi yang sesuai dengan masalahnya

- Mencari bantuan dari orang lain (profesional person)

Skala ini bertujuan untuk mengungkap problem-focused coping

akan menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam

skala ini, semakin tinggi pula kecendrungan penggunaan problem-focused

coping akan menghadapi ujian lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin

rendah skor total subyek, semakin rendah pula kecendrungan penggunaan

(47)

Tabel 3.3

Blueprint Skala Problem-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Sebelum Uji Coba

Problem-Focused Coping

Nomor item jml

Favorabel Unfavorabel

coutiouness 73, 78, 86, 90 80, 84, 88, 93 8

Instrumental action 76, 79, 83, 87 74, 81, 92, 95 8

Negotiation 75, 82, 89, 94 77, 85, 91, 96 8

Total 12 12 24

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas (Azwar,2004b) adalah sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang baik jika alat tes atau

alat ukur tersebut memiliki validitas yang tinggi dan dapat menjalankan

fungsinya dengan tepat dan juga akurat sesuai dengan maksud yang akan

dilihat atau dikenakan dari tes tersebut. Jika sutatu tes memiliki validitas

yang tinggi berarti tes tersebut juga memiliki kecermatan yang tinggi juga,

yaitu kecermatan dalam mendeteksi perbedaan-perbedaan yang kecil pada

atribut yang di ukur. Pada penelitian ini, pengukuran validitas tes

(48)

Validitas isi adalah validitas yang dipandang dari segi isi skala,

yaitu sejauh mana skala tersebut isinya telah dianggap dapat mengukur

hal-hal yang mewakili keseluruhan tentang hal-hal yang hendak diukur.

Validitas isi diukur melalui estimasi dari pengujian terhadap isi tes dengan

analisis rasional atau professional judgement yang bersifat subyektif dan

validitas ini disebut validitas non-empirik (Azwar,2004b). Pengujian

validitas isi bertujuan hendak melihat sejauh mana pernyataan dalam skala

telah mewakili komponen variabel yang hendak diukur (Azwar,2004b).

Jenis validitas yang dikenakan dalam validitas isi, yaitu :

a. Validitas tampang atau kondisi penampilan skala

Validitas tampang diselidiki dengan cara satu orang

atau lebih, baik pakar maupun subyek yang hendak dites

diminta memeriksa alat ukur tersebut dan menyimpulkan

apakah tes tersebut memberi kesan mengukur sifat yang mau

diukur. Validitas tampang hendak melihat segi penampilan

skala itu sendiri sehingga mampu menimbulkan respek atau

apresiasi dari responden atau subyeknya (Azwar,2004b).

Skala pengukuran yang dibuat oleh peneliti dikemas

dengan tampilan sederhana. Walaupun demikian dari segi

format penampilan diupayakan dengan pengemasan secara rapi

dan pengetikan serta tata letak yang jelas. Hal ini bertujuan

untuk meyakinkan sekaligus memberi motivasi pada responden

(49)

sehingga diharapkan data yang diperoleh merupakan data yang

valid.

b. Validitas logis

Peneliti dalam membuat alat ukur sebelumnya telah

menyusun blue print (kisi-kisi atau tabel spesifikasi) sehingga

menjadi acuan dalam membuat pernyataan-pernyataan untuk

dijadikan item pada alat ukur. Blue-print yang dibuat telah sesuai

dengan batasan domain ukur yang telah ditetapkan dan

mengandung aspek-aspek dan komponen-komponen dari

variable psikologis yang ingin diukur. Selain itu, agar tidak

terjadi bias subyektivitas dalam analisis rasional, maka analisis

rasional juga dilakukan oleh penilai lainnya yaitu Dosen

Pembimbing.

2. Seleksi item

Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang berkualitas,

sehingga sungguh-sungguh mampu mengukur apa yang ingin diukur

dalam penelitian. Seleksi item dilakukan dengan melaksanakan uji coba

terhadap item-item yang telah dibuat sesuai dengan blue-print.

Teknik yang dipakai dalam menyeleksi item dalam penelitian ini

adalah penggunaan koefisien korelasi dengan mengkorelasikan skor item

dengan skor item total. Pengkorelasian antara skor item dengan skor item

total akan menghasilkan koefisien korelasi item total (r

(50)

korelasi yang baik adalah ≥0.3, jadi item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0.3 dinyatakan gugur (Azwar, 2004b).

Uji coba alat ukur dilakukan pada bulan April – Maret 2009 di

daerah Yogyakarta. Dalam pengambilan data peneliti menyebarkan skala

kepada mahasiswa S1 dari berbagai jurusan yang sudah pernah dan yang

sedang akan mengalami ujian lisan. Selain mencari sendiri subjek

penelitian, peneliti juga meminta beberapa teman untuk menyebarkan

skala.

Tabel 3.4

Distribusi Item Skala Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan

Setelah Uji Coba

no Kecemasan Nomor item jml

Favorabel Unfavorabel

1. Aspek kognitif 1, 8, 16, 21*, 24, 28,

32*

6, 12, 18, 26, 34 10

2. Aspek afektif 4, 10, 15*, 17, 23, 29 2*, 7, 13, 20, 25,

31*

9

3. Aspek somatik 3, 9*, 14, 19, 30, 33 5*, 11, 22, 27 8

Total 15 12 27

* ) item-item yang gugur setelah uji coba

(51)

Tabel 3.5

Distribusi Item Skala Emotion-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Setelah Uji Coba

* ) item-item yang gugur setelah uji coba

Item-item yang dipertahankan berkisar 0.385 < r < 0.721

Tabel 3.6

Distribusi Item Skala Problem-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Setelah Uji Coba

2. Instrumental action 76, 79, 83, 87 74, 81, 92*, 95 7

3. Active coping 75, 82, 89, 94 77, 85*, 91, 96 7

Total 11 10 21

(52)

Item-item yang dipertahankan berkisar 0.374 < r < 0.789

3. Reliabilitas

Reliabilitas (Azwar,2004b) adalah sejauh mana hasil dari suatu

pengukuran dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam

beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh

hasil yang relatif sama, jika aspek yang diukur dalam subyek memang

belum berubah.

Tinggi rendahnya reliabilitas dalam penelitian ini akan diukur

menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu dengan melakukan

satu kali pengujian alat ukur pada sejumlah subyek. Pengukuran

reliabilitas dilakukan terhadap item yang telah lolos seleksi berdasarkan

perhitungan koefisiensi korelasi item total (rix). Teknik estimasi yang

digunakan adalah Alfa Cronbach. (Azwar,2004b). Alat tes dinyatakan

reliabel apabila nilai r yang diperoleh paling tidak mendekati 0.90.

Berdasarkan perhitungan Alfa Cronbach, diperoleh realibilitas

item valid dari skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan sebesar

0,943. Reliabilitas item valid dari skala emotion-focused coping akan

menghadapi ujian lisan sebesar 0,931. Sedang realibilitas item valid dari

skala problem-focused copingakan menghadapi ujian lisan sebesar 0,937.

Angka koefisien alpha hasil uji coba tersebut menunjukan bahwa

(53)

G. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

statistik kuantitatif. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping, serta

antara kecemasan dengan problem-focused coping digunakan uji korelasi. uji

hipotesis yang digunakan oleh peneliti adalah uji beda koefisien korelasi,

yang bertujuan untuk mengungkap daya beda koefisien korelasi yang

dihasilkan skor total antar variable yaitu kecemasan akan menghadapi ujian

lisan dengan emotion-focused coping dan kecemasan akan menghadapi ujian

(54)
(55)

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April – Maret 2009 di daerah Yogyakarta. Dalam pengambilan data peneliti menyebarkan skala kepada mahasiswa S1 dari berbagai jurusan yang sudah pernah dan yang sedang akan mengalami ujian lisan. Selain mencari sendiri subjek penelitian, peneliti juga meminta beberapa teman untuk menyebarkan skala.

Informasi mengenai subjek diperoleh pada bagian identitas yang terdapat dalam skala yang disebarkan oleh peneliti. Dalam skala tersebut terdapat beberapa hal yang harus di isi oleh subjek berkaitan dengan informasi subjek penelitian, diantaranya adalah jenis kelamin, usia, universitas, fakultas, smester. Penelitian ini menggunakan uji coba terpakai, subjek dalam penelitian ini menggunakan subjek pada uji coba.

Skala penelitian terdiri dari 80 item yang sahih, terdiri dari 44 item favourabledan 36 item unfavourable.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

(56)

Dalam penelitian ini terkumpul sampel sejumlah 100 mahasiswa, 54 laki-laki dan 46 perempuan dengan rentang umur 19 s/d 25 tahun dari berbagai jurusan pada universitas-universitas di Yogyakarta.

C. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk melihat apakah data yang diperoleh memenuhi syarat untuk di analisis. Uji asumsi dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji linearitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada kelompok sample mengikuti distribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah kolmogorov-smirnov test dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows. Distribusi data normal apabila Asymp.sig.(p) lebih besar dari 0,05 (Santoso, 2005)

Tabel 4.1

Hasil Uji Normalitas

(57)

b. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel kecmasan akan menghadapi ujian lisan, variabel emotion-focused coping dan variabel problem-focused coping bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dalam penelitian ini menggunakan test for linearity dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows.

Table 4.2

Hasil Uji Linearitas

F sig Kecemasan akan menghadapi ujian lisan

*Emotion-focused coping

1,011 0,480

Kecemasan akan menghadapi ujian lisan *Problem-focused coping

1,062 0,408

(58)

pada Kecemasan akan menghadapi ujian lisandengan emotion-focused coping, 0,408 pada Kecemasan akan menghadapi ujian lisandengan problem-focused coping.

2. Uji Hipotesis

a. Uji Korelasi antar variabel

Uji korelasi antar variable ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan, emotion-focused coping dan problem-focused coping. Apabila hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan maka uji hipotesis berikutnya dapat dilakukan. Metode yang digunakan dalam uji korelasi ini adalah Pearson product-moment dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows.

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

(59)

- Ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping. Hasil analisis menunjukan korelasi Pearson sebesar 0,758 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01).

- Ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping. Hasil analisis menunjukan korelasi Pearson sebesar 0,573 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01)

b. Uji Beda Koefisien Korelasi

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji beda koefisien korelasi. Uji beda koefisien korelasi dilakukan untuk melihat perbedaan koefisien korelasi kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dan koefisien korelasi kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping. Karena berdasarkan besarnya angka koefisien korelasi Pearson, tidak dapat langsung disimpulkan bahwa hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping.

(60)

kecemasaan akan ujian lisan. Penghitungan uji beda korfisien korelasi ini menggunakan rumus dari Steiger (dalam Cohen 1983). Dengan rincian sebagai berikut :

dimana

dan

Maka

(61)

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan koefisien korelasi antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping sebesar 0,758 sedangkan koefisien korelasi antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping sebesar 0,573. Hal tersebut menunjukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dan problem-focused coping.

Hasil dari uji beda koefisien koerelasi didapatkan t sebesar 4.902 (t >2.626), menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dibanding kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping. Bertolak dari hasil pearson’s product moment correlationsebelumnya maka dapat dikatakan bahwa kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping.

(62)

pengalaman emosional seseorang dalam keadaan stres di sebut kecemasan , dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress, secara umum kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan merujuk defenisi yang sama (Bolger, dalam Widyayulianti,2006).

Menghadapi ujian lisan merupakan salah satu bentuk situasi yang tidak bisa dirubah, mahasiswa seorang diri dituntut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung dihadapan dosen-dosen penguji dan untuk hal itu mahasiswa cendrung mengalami kecemasan (Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis, 2008).

Kecemasan merupakan suatu pengalaman emosional pada saat individu dalam keadaan stres (Bolger, dalam widyayulianti, 2006). Emotion-focused coping sebagai salah satu bentuk coping yang usahanya berupa pikiran untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres dan berupa respon tingkah laku untuk melakukan tindakan untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres, di pandang lebih erat hubungannya dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan yang dialami oleh mahasiswa bila dibandingkan dengan hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan problem-focused coping, yang lebih berfokus untuk mengatasi situasi serta faktor-faktor lainnya yang menyebabkan kecemasan.

(63)

atau dirubah, sementara kecemasan akan menghadapi ujian lisan merupakan situasi yang tidak dapat dikendalikan atau dirubah. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa hunbungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping.

(64)
(65)

A. Kesimpulan

Terdapat perbedaan yang signifikan setelah melakukan uji beda

koefisien korelasi untuk koefisien korelasi(r) pada kecemasan akan

menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dan koefisien

korelasi(r) pada kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan

problem-focused copingdengan tsebesar 4.902 (t >2.626).

Setelah melakukan uji beda koefisien korelasi di dapatkan bahwa

kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan

emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping. Hal itu terlihat

dari koefisien korelasi(r) pada kecemasan akan menghadapi ujian lisan

dengan emotion-focused coping sebesar .758 sedangkan koefisien korelasi(r)

pada kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping

sebesar .573. dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

diterima.

B. Saran

1. Bagi mahasiswa yang akan menghadapi ujian lisan

Bagi mahasiswa yang akan menghadapi ujian lisan hendaknya

(66)

mental ketika akan menghadapi ujian lisan supaya dapat meminimalisir

kecemasan yang timbul serta mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat dikembangkan lagi untuk memperkaya hasil

yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini belum dibahas atau diteliti lebih

dalam bagaimana pengaruh emotion-focused coping dan problem-focused

coping terhadap kecemasan akan menghadapi ujian lisan, serta

faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi timbulnya kecemasan akan

(67)
(68)

Azwar, S. 2004a. Metodologi Penelitian. Yogyakarta. Pustaka pelajar

________. 2004b. Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta. Pustaka pelajar

Aldwin, C.M. and Revenson, T.A. 1987. Does Coping Help? A Reexamination of

The Relation Between Coping And Mental Health. Journal of Personality and

social Psychology. 63. 6. 989 - 1003

Cohen, J.& Cohen, P. 1983. Applied Multiple Regression/Correlation Analysis for

The Behavioral Sciences. New Jersey. Lawrence Erlbaum Associates

Publishers.

Folkman, S.& Lazarus, R.S.; Gruen, R.J.; and Delongis, A. 1986. Appraisal Coping,

Health Status, and Psychological Symptoms. Journal of Personality and

Social Psychology. 50 . 3. 571-579.

Jung, J. 1993. The Relationship of Worrying, Coping and Simptoms Among College

Man and Woman. Journal of General Psychology.

Lazarus, R.S. 1976. Patterns of Adjustment 32ndedition. Tokyo. McGraw – Hill

Kogakusha,ltd.

Passer M. W. & Smith R. W. (2004). Psychology In Mind and Behavior. New York:

McGraw-Hill Companies.

Prabasworo, Monica A. 2005. Hubungan Antara Frekuensi Waktu Menyaksikan

Tayangan Misteri dengan Kecemasan Akibat Menyaksikan Tayangan Misteri

Pada Anak Usia 9-10 Tahun di SD Kanisius Yogyakarta. Skripsi (Tidak

Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Priest, R. 1991. Bagaimana Cara Mengatasi dan Mencegah Cemas dan Depresi,

disadur dari Anxiety and Depression. Semarang. Dahara Prize.

Rusli, S. 2009. Coping Stress Pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran

Dalam Keluarga. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

Sarafino, E.P 1990.Health Psychology. Canada: John Willey & Sons, Inc.

Santoso, S.,2005. Menguasai statistic di era informasi dengan SPSS 12. Jakarta. PT

(69)

Sarason, L.G. 1984. Stress, Anxiety and Cognitive Interference : Reaction To Test.

Journal of Personality and Social Psychology.

Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis. 2008. www.ubb.ac.id. Diakses bulan Agustus

2009

Widyayulianti, Shinta. 2006. Hubungan Antara Kecemasan Menghadapi

Penghentian Kontrak Kerja dengan Motvasi Berprestasi Pada Karyawan

Kontrak di PT>Bank Mandiri(persero)Tbk. Yogyakarta. Skripsi (Tidak

Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Wulandari, Lestari C.W. 2002. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Problem

Focused Coping Menghadapi Masalah Skripsi. Skripsi (Tidak Diterbitkan).

(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Arsitektur Sistem Pemantauan Aktivitas Pengguna Pada Jaringan Client-Server Komputer client berisi aplikasi viewer/ client bertugas mengendalikan kerja seluruh sistem

Koefisien parameter dan persen signifikansi kelarutan sodium lignosulfonat disajikan dalam Tabel4. Konsentrasi sodium bisulfit berpengaruh positif dengan persen

[r]

Selanjutnya dari praktik baik ( best practice ) tersebut dikembangkan draf model implementasi kebijakan sistem pelayanan perijinan terpadu satu loket yang efektif yang

Melihat hasil rilis Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah kondisi Februari 2014 dengan usia kerja sebanyak 24,98 juta orang dan jumlah angkatan kerja ada sebanyak 17,72

Skripsi yang berjudul, “Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan dengan Perilaku Anten atal Care di Puskesmas Kassi Kassi Makassar” yang disusun oleh

APM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen, yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata

Hasil pada run 5 dengan kondisi operasi waktu ozonasi 40 menit, pH reaksi 4 dan laju alir gas ozon 2 liter / menit menunjukkan bahwa perlakuan ozonasi mampu mendegradasi kadar