Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SAN
i SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Conrad V Pandiangan 039114109
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
iv
melainkan..
Apa yang di Hadapi & Berani BANGKIT Dari Kalah
Untuk BERJUANG melewati arus keHIDUPan!!!
v
vii
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping. Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused copinglebih tinggi daripada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping.
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari universitas-universitas di Yogyakarta yang berjumlah 100 mahasiswa. Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert yang di bagikan kepada subjek, yaitu skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan, skala emotion-focused copingdan skala problem-focused coping.
Hasil estimasi realibilitas skala menghasilkan koefisien realibilitas untuk skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan sebesar .943, untuk skala emotion-focused coping .931, dan untuk skala problem-emotion-focused coping.937.
Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan tehnik uji beda koefisien korelasi. Hasilnya menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping(r=0.758,p<0.01) lebih tinggi daripada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping(r=0.573,p<0.01) dengan t=4.902(t>2.626)
viii
Exam and Emotion-Focused Coping: Department of Psychology, Psychology Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
The purpose of current research was to indentify whether there was a correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping. Hypotesis in this research was correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping is higher than correlation between anxiety of oral exam and problem-focused coping.
100 university students in Yogyakarta were the subject in this research. The data collecting method was used a Likert rating scales by giving to the subject. There are an anxiety of oral exam scale, emotion-focused coping scale and problem-focused coping scale.
The results of reliability scale test for anxiety of oral exam scale are .943, .931 for emotion-focused coping and 937 for problem focused coping.
Research data was analyzed using difference test of correlation coefficient. The results was: there is a significant correlation between anxiety of oral exam and emotion-focused coping(r=.758,p<.01) is higher than correlation between anxiety or oral exam and problem focused coping(r=.573 ,p < .01) with t=4.902(t>2.626)
x
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa dimana kuasanya bekerja atas diri semua manusia sehingga atas berkat serta penyertaan-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis merasa tidak akan mampu meyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan orang lain, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:
1. Allah Bapa di surga, terimakasih atas segala rahmat yang telah Kau berikan kepada hamba-Mu ini.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak V.Didik Suryo H, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing saya, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, waktu, pikiran serta tenaga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Maaf ya Pak kalo saya termasuk anak bimbingan bapak yang malas.
4. Ibu Ratri Sunar Astuti S.Psi., M.Si dan ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi, yang telah memberi petunjuk mencari solusi persoalan statistik.
xi
8. My only one sister Melania Lidwina, terimakasih atas dukungan dan kepercayaannya kepadaku akan menyelesaikan kuliah… It’s your turn now!!
9. Fransisca ela-elo Nuri, yang selalu sabar menemani proses pembuatan skripsi dan semua suportnya sampai skripsi ini selesai.
10. Marina Octhalina S.Psi, yang sudah meluangkan waktu untuk membantu saya menulis skripsi.
11. Beatrik Novianti, yang telah membantu dalam proses pembuatan, penyebaran dan pengumpulan angket penelitian, hingga pengumpulan data berjalan lancar.
12. Tika,Widi, mas Ary. Terimakasih atas printernya di saat terdesak…
13. Semua cinta dan pada “cerita singkat” yang telah berlalu, kalian memang sekejap, namun berkesan…. maaf merk-nya tidak saya sebutkan satu-persatu hehehe..
14. Si biru KR150, yang telah setia menemani perjalananku kapanpun, dengan siapapun dan dalam keadaan apapun selama di Yogyakarta.
xii
SPSS, serta penjelasan-penjelasan statistik yang diberikan.
17. Teman-teman Psikologi’03 baik yang sudah lulus maupun yang sedang masih berusaha untuk lulus, terima kasih buat pengalaman, dinamika ataupun hubungan interdependensi yang pernah terjadi.
18. Anak-anak Jogja Punya Ninja, terimakasih atas semua asam manis yang kita nikmati bersama di setiap perjalanan kita memutar roda dari kota ke kota pokoknya gas poolllll…..
19. Jogja Automotive community, atas kepercayaan yang pernah kalian berikan.
20. Nonex’z speed line crew,terimakasih atas semua dinamika yang kita lalui. 21. Maaf buat nama yang belum disebutkan, tidak ada maksud untuk
melupakan, hanya keterbatasan peneliti saja. You all always in my heart. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, maka berbagai saran dan kritikan akan senantiasa diterima dengan senang hati. It’s start from here…
Yogyakarta, 23 Mei 2009
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Permasalahan
Kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang banyak dialami individu dalam keadaan stres (Bolger, dalam Widyayulianti, 2006). Kecemasan adalah suatu keadaan yang umum dialami dalam
kehidupan seseorang dan dapat muncul pada situasi tertentu, terlebih pada situasi yang memiliki tantangan seperti berbicara didepan umum, tekanan
pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat
memicu munculnya kecemasan.Tantangan dapat dimaknai secara positif atau negatif tergantung dari individu dalam menghadapinya. Tantangan bermakna
positif membuat seseorang bergairah menghadapi tantangan tersebut dan bermakna negatif yang membuat seseorang menjadi putus asa, demikian
halnya dengan para mahasiswa.
Kondisi mahasiswa penuh tantangan dan tuntutan. Mahasiswa yang telah diterima di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat menyelesaikan
pendidikan tepat waktu. Dalam kenyataannya mereka tidak selalu lancar dalam belajar. Mahasiswa seringkali tidak mampu menunjukkan prestasi
akademiknya secara optimal sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebabnya, salah satunya adalah mereka sering merasa rendah diri dan tidak yakin dirinya akan mampu menyelesaikan
cemas dalam menghadapi tugas-tugas dan ujian-ujian yang diselenggarakan.
Menurut Sudrajat (dalam Widyayulianti, 1996), kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat,
pembentukan konsep dan pemecahan masalah.
Tugas dan ujian merupakan hal yang harus dihadapi mahasiswa dalam
perkuliahan. Sebenarnya tugas dan ujian adalah tolak-ukur pendidik melihat sejauh mana seorang peserta didiknya memahami bahan pelajaran yang telah diajarkannya, namun sayang terkadang tugas dan ujian tersebut menjadi
stressor bagi peserta didik, khususnya ujian. Bagi peserta didik yang dalam penelitian ini adalah mahasiswa, ujian dianggap sebagai perjuangan terakhir
untuk menentukan studi selanjutnya. Banyak hal yang mempengaruhi mahasiswa merasa cemas dalam menghadapi ujian. Salah satunya adalah faktor administrasi ujian. administrasi ujian yang dikenal selama ini ada dua
jenis, yaitu klasikal dan individual. administrasi ujian yang klasikal atau berkelompok biasanya tidak terlampau mempengaruhi perasaan cemas
mereka, tetapi administrasi ujian yang individual (seorang diri menghadapi dosen penguji) sangat mempengaruhi kecemasan mereka (Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis, 2008). Dalam penelitian ini peneliti mengambil
administrasi ujian yang individual dengan tipe lisan dengan alasan di dalam tipe ujian lisan mahasiswa dihadapkan dua hal, yang pertama mereka dituntut
Kedua hal inilah yang biasanya membuat mahasiswa merasa cemas terhadap
keadaan yang akan terjadi pada saat ujian tersebut diselenggarakan. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety (kecemasan) menjadi
stress(Widyayulianti, 2006).
Ketika berhadapan dengan suatu peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan suatu tindakan untuk
mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut (Sarafino, 1990). Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping
yang menurut Lazarus (1976) coping ini selanjutnya akan diwujudkan dalam
bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan
konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres. Coping inilah yang membedakan individu dalam beradaptasi dengan stres. Sebagian individu berhasil mengatasi stres karena menggunakan coping tertentu, sedangkan
sebagian lain gagal mengatasi stres karena menggunakan coping yang lain. Jadi keberhasilan seseorang dalam mengatasi stres juga dipengaruhi oleh jenis
copingyang digunakan (Sadiyati dalam Wulandari 2002).
Passer dan Smith (2004) mengemukakan tiga bentuk umum strategi
coping yaitu emotion-focused coping yang merupakan suatu usaha untuk
mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres, problem-focused coping yaitu suatu usaha untuk
pengelolaan stres dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh
bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, yang dapat berupa bimbingan, dukungan emosional, dukungan moril, atau bantuan materi seperti uang.
Banyak penelitian tentang coping yang menekankan bahwa sebenarnya tidak ada satu metode yang sempurna untuk mengatasi semua
situasi stres. Rutter ( dalam Wulandari, 2002) menyatakan bahwa copingyang paling efektif bagi individu adalah yang sesuai dengan jenis stres dan situasi yang dihadapi individu bersangkutan. Hasil penelitian Herwindharti (dalam
Wulandari, 2002) pada sejumlah mahasiswa menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan ciri sifat antara mahasiswa yang menggunakan problem-focused
coping dengan mahasiswa yang menggunakan emotion-focused coping. Mahasiswa yang menggunakan problem-focused coping memiliki ciri sifat
emotional stability dominance, impulsivity, conformity dan boldness yang
lebih tinggi daripada mahasiswa yang menggunakan emotion-focused coping. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa yang menggunakan problem-focused
copingmempunyai ciri sifat lebih stabil emosinya ketika menghadapi masalah yang mengandung stres; mempunyai daya tahan lebih tinggi terhadap pengaruh-pengaruh sosial, lebih berani mengambil resiko, lebih efektif dalam
menyelesaikan masalah.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang ada serta teori-teori yang
coping. Dengan adanya copingini orang akan mengendalikan, meminimalkan
dan mengurangi stress sehingga stress berkurang. Begitu pula mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika berhadapan dengan masalah akademik, dalam hal ini peneliti berfokus pada situasi menjelang ujian khususnya ujian
lisan. Jenis coping yang cendrung sesuai dengan masalah-masalah akademik adalah problem-focused coping.
Namun menurut teori yang telah dipaparkan sebelumnya dijelaskan bahwa kecemasan merupakan karakteristik pengalaman emosional yang dialami individu dalam keadaan stres. Bertolak dari teori tersebut peneliti
mencoba melihat coping kecemasan akan menghadapi ujian lisan dari sudut pandang emotion-focused coping yang berfokus pada usaha untuk mengatur
respon-respon emosional yang muncul dalam keadaan stres. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan
B. Perumusan Permasalahan
Masalah yang dirumuskan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu :
1. Apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi
ujian lisan dan emotion-focused coping.
2. Antara problem-focused copingdengan emotion-focused
coping, manakah yang lebih berhubungan dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat
hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan emotion-focused coping.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara teoritis dapat
menambah kepustakaan dalam bidang psikologi khususnya dalam permasalahan yang berkaitan dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan strategi coping khususnya Emotion Focused Coping. Selain itu juga
bermanfaat bagi pengembangan teori-teori di bidang psikologi klinis dan psikologi pendidikan. Serta memberi kontribusi bagi pengembangan
sebagai sumber acuan penelitian-penelitian lain yang berminat pada penelitian
LANDASAN TEORI
A. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan 1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan pada umumnya didefinisikan sebagai suatu perasaan
ketakutan atau ketidaknyamanan yang tidak jelas akibat dan
sumber-sumber internalnya (Lazarus, 1986). Kecemasan merupakan karakteristik
pengalaman emosional yang banyak dialami individu dalam keadaan stres
(Bolger, dalam Widyayulianti, 2006). Perilaku yang sering muncul seiring
dengan munculnya rasa cemas adalah ketakutan akan kalah, kekhawatiran
atas performa diri, prestasi dan sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli
sering mengganti istilah anxiety menjadi stress (Widyayulianti, 2006). Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan
merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas
kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy dalam wulandari, 2002)
Priest (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang
dialami ketika seseorang berpikiran tentang sesuatu yang tidak
menyenangkan akan terjadi atau akan timbul karena berbagai alasan dan
situasi. Kecemasan menimbulkan rasa tidak enak, sehingga membuat
seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu.
dicemaskan. Kecemasan ditandai dengan simptom-simptom fisik yang
tidak menyenangkan dari tingkat yang rendah hingga ke tingkat yang
lebih tinggi, sehingga seseorang akan berusaha untuk mengurangi
perkembangan tingkat kecemasannya.
Menurut Freud (dalam Sarason, 1984) kecemasan muncul ketika
individu mendapatkan ancaman dari dalam, luar atau penilaian terhadap
diri sendiri (self esteem). Situasi yang menimbulkan kecemasan biasanya akibat pengalaman masa lalunya. Rasa cemas dapat timbul karena rasa
cinta, benci atau ketidakacuhan terhadap “siapa” seseorang melakukan
kontak.
Berdasarkan banyaknya pendapat dari para ahli di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kecemasan merupakan suatu pengalaman
keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang timbul akibat berbagai
situasi dan alasan, dimana obyek dari kecemasan tersebut tidak jelas atau
tanpa sebab yang dimengerti. Perasaan yang tidak menyenangkan tersebut
disertai dengan simptom-simptom fisik yang tidak menyenangkan pula,
sehingga individu akan berusaha untuk meredam kecemasan tersebut.
2. Indikasi Kecemasan
Kecemasan memiliki elemen untuk merespon, seperti yang
dikemukakan oleh Rosenhan dan Seligman (dalam Prasbowo, 2005),
a. Kognitif; respon terhadap kecemasan dalam pikiran manusia.
Misalnya ketidakmampuan berkonsentrasi atau membuat
keputusan, susah tidur, dan sebagainya.
b. Somatik; reaksi tubuh terhadap bahaya. Misalnya tangan dan
kaki dingin, diare, sering buang air kecil, berdebar-debar,
keringat berlebihan,gelisah, gangguan pernafasan, mulut
kering, pingsan, menggigit bibir, tekanan darah naik, otot
tegang, sakit pencernaan.
c. Emosi; reaksi perasaan manusia, dimana individu secara
terus-menerus khawatir, merasa takut terhadap bahaya yang
mengancam.
Secara emosional seseorang yang mengalami kecemasan akan
memiliki ketakutan yang berlebihan dan disadari. Ketakutan yang timbul
tersebut meluas dan mempengaruhi pada kemampuan untuk berpikir
jernih, memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan. Rasa
takut itu juga mempengaruhi keadaan tubuh, yaitu syaraf otonom
menyebabkan tubuh bereaksi seperti jantung berdetak lebih keras, tekanan
darah meningkat, gangguan pada proses pencernaan, nafsu makan
menurun, keringat lebih banyak, frekuensi kencing meningkat dan
kelenjar adrinal melepas adrenalin ke dalam darah sehingga otot tegang.
Priest (1991) mengatakan bahwa gejala-gejala fisik yang muncul
yaitu jantung berdebar, gemetar, tangan atau lutut gemetar dan
tangan dan kaki, ketegangan, tidak bisa rileks, ketegangan syaraf-syaraf
pada kulit kepala merupakan salah satu penyebab timbulnya “pusing”.
Kecemasan memiliki efek yang tidak menyenangkan, dapat
menimbulkan kesalahan psikomotor dan intelektual, dapat merusak fungsi
psikologis dan dapat mengganggu konsentrasi atau memori. Untuk
melawan kecemasan, individu harus dapat menyadari situasi yang
berbahaya dengan cepat dan memberi reaksi secara tepat. Jika terlalu
panjang waktu antara proses menyadari dan reaksi, dapat membahayakan
kelangsungan hidup manusia (Widyayulianti, 2006).
3. Pengertian Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan
Mahasiswa sering mengalami masalah yang berkaitan dengan
akademis, salah satunya ujian lisan. Hanya pada masing-masing individu
berbeda tingkat permasalahan dan responnya terhadap masalah itu.
Kurangnya pemahaman tentang materi yang akan diuji, perasaan tidak
mampu menjawab pertanyaan dari dosen penguji, takut gagal, dan
sebagainya merupakan masalah bagi mahasiswa. Ujian khususnya ujian
lisan merupakan masalah bagi mahasiswa. Ujian lisan adalah pemeriksaan
atau ujian yang dilakukan dengan lisan (Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis, 2008). Didalam ujian lisan mahasiswa dituntut harus dapat menguasai bahan yang telah mereka pelajari selama kuliah, mengingat
kembali materi-materi yang telah diajarkan dan menuangkannya kembali
ke dalam bentuk jawaban langsung dari pertanyaan-pertanyaan dosen
Berdasarkan pendapat Jersild (dalam Jung, 1993), dalam kasus
kecemasan menghadapi ujian lisan, rasa cemas (worry) meliputi komponen kognitif seperti ketakutan yang berlebihan tentang
kemungkinan gagal dalam ujian, serta emotionality) yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan reaksi-reaksi emosi terhadap hal-hal buruk
yang dirasakan mungkin terjadi, termasuk disini adalah reaksi faali seperti
tubuh berkeringat, badan gemetar, atau jantung berdebar kencang.
Dalam proses pendidikan pemberian ujian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat kecakapan baru yang dicapai mahasiswa setelah
mengikuti proses perkuliahan. Tetapi banyak mahasiswa yang
menganggap ujian lisan sebagai sesuatu yang menakutkan sehingga
timbul kecemasan ketika harus mengahadapi ujian tersebut.
Dalam kasus kecemasan akan menghadapi ujian lisan, obyeknya
tentu saja ujian lisan itu sendiri. Kebutuhan yang dirasakan ialah dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sedemikian rupa
sehingga memenuhi standar dan aspirasinya. Keragu-raguan timbul karena
tidak tahu pertanyaan-pertanyaan diajukan dan sejauh mana pertanyaan
tersebut dapat dijawab.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
kecemasan menghadapi ujian lisan dalam penelitian ini adalah reaksi
ketakutan akan ketidakmampuan menjawab pernyataan atau pertanyaan
individu. Reaksi ketakutan akan ketidakmampuan itu meliputi beberapa
aspek yaitu:
a. Kognitif; respon kecemasan akan menghadapi ujian lisan
berupa pikiran subjek, misalnya:
- Sulit berkonsentrasi menjelang hari ujian.
- Muncul pikiran-pikiran negatif dari dalam diri ketika akan
menghadapi ujian lisan.
- Waktu tidur yang tidak teratur menjelang ujian.
b. Afeksi, reaksi perasaan subjek ketika mengalami kecemasan
akan ujian lisan, misalnya :
- Perasaan kekhawatiran akan sulitnya bahan yang harus
dipelajari sehingga dapat mempengaruhi hasil dari ujian itu
sendiri.
- Perasaan ketakutan akan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan.
c. Somatik, reaksi tubuh subjek ketika mengalami kecemasan
akan ujian lisan, misalnya :
- Sering buang air beberapa saat menjelang ujian.
B. Emotion-focused coping
1. Pengertian emotion-focused coping
Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan
situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba melakukan
usaha-usaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi
stres. Adaptasi ini dilakukan dengan coping yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk strategi coping, yaitu suatu usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal
dan konflik-konflik yang timbul dalam situasi stres, serta dinilai
mengganggu atau di luar batas kemampuan individu (Lazarus, 1976).
Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi stres
yang dialami, seperti membicarakan permasalahan yang dialaminya
kepada orang lain, mengambil tindakan langsung dan meningkatkan
berbagai aktivitas yang dapat membantu mengatasi stres yang dialami.
Menurut Passer dan Smith (2004), tiga bentuk umum upaya
mengelola stres adalah :
a. Problem-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi
stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres.
Tindakan yang termasuk di dalamnya adalah perencanaan,
penanganan secara aktif dan pemecahan masalah, mengurangi
aktivitas yang bersifat persaingan dan melatih cara menahan
b. Emotion-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat
situasi yang menimbulkan stres dan tindakan yang bisa
dilakukan adalah melakukan interpretasi ulang terhadap suatu
situasi secara positif, penerimaan, penyangkalan, represi,
melarikan diri-menghindar, berkhayal (wishful thinking) dan mengontrol perasaan.
c. Seeking social support, yaitu suatu upaya coping dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan
dukungan emosional pada situasi stres, antara lain dengan
mencari bantuan dan bimbingan dari orang lain, mencari
dukungan emosional, dukungan moril dan bantuan materi
seperti uang.
Emotion-focused coping menurut Folkman & Lazarus (1986), yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional
dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan
oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Folkman dkk. (1986) menyebutkan bahwa perbedaan antara
emotion-focused coping dan problem-focused coping terletak pada cara yang digunakan untuk menghadapi stres. Pemecahan masalah dalam
problem-focused coping adalah dengan membuat rencana dan melakukan tindakan langsung terhadap sumber masalah hingga mendapatkan hasil
coping dilakukan individu dengan mengarahkan perilakunya pada pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan melalui usaha mencari sisi
baik dari masalah yang dihadapi, mencari pengertian dari orang lain atau
dengan cara mencoba menghindar untuk melupakan semuanya.
Berdasarkan beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa emotion-focused coping dalam penelitian ini adalah segala usaha untuk mengatasi kecemasan, dapat berupa kognitif berupa pikiran dan
usaha respon tingkah laku berupa tindakan untuk mengurangi tekanan
emosi yang menyertai kecemasan.
2. Aspek-aspek Emotion-focused coping
Menurut Aldwin dan Revenson (1987) aspek-aspek dalam
emotion-focused copingterdiri dari:
a. Escapism atau pelarian diri dari masalah. Individu berusaha menghindari masalah dengan makan, tidur, merokok
berlebihan, atau mengandaikan dirinya berada pada situasi
yang lebih menyenangkan.
b. Minimization atau pengurangan beban masalah, meliputi usaha coping yang disadari untuk tidak memikirkan masalah atau
bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi.
c. Self-blame atau menyalahkan diri, merupakan bentuk coping pasif yang lebih diarahkan kedalam daripada berusaha untuk
d. Seeking meaning, berupa usaha mencari makna kegagalan yang dialami dan mencoba untuk menemukan jawaban dari
masalah dengan melihat segi-segi penting dalam kehidupan.
Menurut Rusli (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
aspek seeking meaning tidak termasuk dalam emotion-focused coping, disebabkan karena seeking meaning dapat menurunkan realibilitas
emotion-focused coping.
Perlu diketahui pula aspek-aspek dalam Problem-focused coping
terdiri dari:
a. Exercised caution (cautiouness), yaitu tindakan menahan diri atau berhati-hati dalam mengambil keputusan yang tepat untuk
menyelesaikan masalah. Dalam hal ini individu
mempertimbangkan alternatif pemecahan masalah yang ada.
b. Instrumental action, meliputi usaha-usaha langsung individu menemukan solusi problemnya, misalnya dengan menyusun
suatu rencana dan kemudian melaksanakan langkah-langkah
yang telah direncanakan itu.
c. negotiation, merupakan usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang
C. Hubungan Emotion Focused Coping Dengan Kecemasan akan Menghadapi Ujian Lisan
Menghadapi masalah, apalagi yang mengakibatkan stres adalah suatu
keadaan yang tidak menyenangkan bagi siapapun. Ujian lisan sebagai salah
satu proses akademik yang wajib dilaksanakan mahasiswa, memungkinkan
pula terjadinya masalah-masalah yang berakibat munculnya stres. Fenomena
ini dapat berimplikasi pada munculnya macam-macam reaksi mahasiswa
terhadap ujian lisan seperti cemas, sulit berkonsentrasi, dan menghindar.
Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan suatu
peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan
suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun
meminimalkan stres tersebut. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang mengalami kecemasan ketika
akan menghadapi ujian lisan.
Terdapat beberapa studi tentang coping pada mahasiswa yang mengambil masalah-masalah akademik sebagai contoh kasus (Jung, 1993),
Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukan bahwa mahasiswa mengalami
kecemasan dan tekanan yang meningkat ketika sejumlah tugas harus
diselesaikan atau ketika menjelang ujian. Tekanan-tekanan yang dialami akan
direspon oleh mahasiswa dengan coping tertentu. Jung (1993) menyimpulkan bahwa copingmerupakan pilihan cara untuk mengurangi stres dan kecemasan.
Menurut Passer dan Smith (2004) ada tiga bentuk umum upaya
seeking social suport. Beberapa penelitian menunjukan baik emotion-focused coping maupun problem-focused coping digunakan individu untuk menghadapi setiap situasi yang mengandung stres (Folkman dkk., 1986). Hal
ini berarti bahwa masing-masing individu memiliki sifat relatif dalam
menentukan coping mana yang sesuai dengan dirinya berdasarkan keadaan yang dialaminya. Individu cendrung menggunakan problem-focused coping
jika situasi tersebut dinilai dapat diubah menjadi lebih baik, sedangkan
emotion-focused coping digunakan pada situasi yang tidak memungkinkan untuk dirubah.
Kegiatan akademis sehari-hari seperti kuliah, tugas harian,
pemahaman materi, quiz merupakan situasi yang dapat di kendalikan oleh mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa cendrung menggunakan problem-focused coping untuk menghadapi kecemasan dan stres yang ditimbulkan oleh kegiatan akademis sehari-hari. Namun ujian lisan merupakan salah satu
bentuk situasi yang tidak bisa dirubah, dan mahasiswa cendrung mengalami
kecemasan, kecemasan merupakan suatu pengalaman emosional pada saat
individu dalam keadaan stres. Emotion-focused coping sebagai salah satu bentuk coping yang cendrung lebih baik digunakan dalam situasi yang tidak dapat dikendalikan dan usahanya berupa pikiran untuk mengurangi tekanan
emosi yang menyertai stres dan berupa respon tingkah laku untuk melakukan
tindakan untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres, dinilai sangat
D. Hipotesis
Kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berkorelasi dengan
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode korelasi yang bertujuan
menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi
pada satu atau lebih variabel lain. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif (terukur).
B. Identifikasi Variabel
variabel merupakan gejala yang menjadi fokus bagi peneliti untuk
diteliti. Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas
Adalah variabel yang mempengaruhi, disebut sebagai variabel
penyebab atau independent variabel. Dalam penelitian ini adalah
kecemasan akan menghadapi ujian lisan.
2. Variabel Tergantung
Adalah variabel akibat yang keadaannya akan tergantung pada
variabel penyebab. Disebut juga variabel tidak bebas atau variabel terkait.
Dalam penelitian ini adalah:
a. emotion-focused coping.
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah batasan atau spesifikasi dati
variabel-variabel penelitian secara konkret berhubungan dengan realitas yang akan di
ukur dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan di amati dari suatu
penelitian. Defenisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Kecemasan akan menghadapi ujian lisan
Kecemasan akan menghadapi ujian lisan merupakan reaksi dari
kekhawatiran yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada diri
individu, baik sebelum dan ketika berhadapan langsung dengan
pertanyaan-pertanyaan lisan dan dosen penguji seorang diri. Kecemasan
akan menghadapi ujian lisan ini terdiri dari berberapa aspek yaitu:
a. Kognitif ; respon terhadap kecemasan dalam pikiran.
b. Afeksi ; reaksi perasaan terhadap kecemasan.
c. Somatik ; reaksi kecemasan dalam bentuk kondisi fisik dan
perilaku
Kecemasan akan menghadapi ujian lisan dalam penelitian ini akan
diukur dengan menggunakan skala kecemasan menghadapi ujian lisan.
Semakin tinggi nilai skor yang diperoleh, semakin tinggi pula tingkat
kecemasan akan menghadapi ujian lisan.
2. Emotion-Focused Coping akan menghadapi ujian lisan
Emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa
stres yang digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi kecemasan
ketika mereka akan menghadapi ujian lisan. Terdiri dari aspek-aspek :
a. Pelarian diri dari masalah (Escapism)
b. Pengurangan beban (Minimization)
c. Self-blame; menyalahkan diri
Emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan dalam
penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala emotion-focused
coping akan menghadapi ujian lisan. Peneliti mempunyai asumsi nilai
tinggi dalam skala emotion-focused coping akan menghadapi ujian lisan
menunjukan frekuensi penggunaan emotion-focused coping yang sering
pada mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.
3. Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan
Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa
pikiran dan perilaku secara langsung untuk menghilangkan atau
mengubah stresor yang digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi
kecemasan ketika mereka akan menghadapi ujian lisan. Meliputi beberapa
aspek :
a. Kehati-hatian (cautiousness)
b. instrumental action
c. Negotiation
Problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan dalam
coping akan menghadapi ujian lisan. Peneliti mempunyai asumsi nilai
tinggi dalam skala problem-focused coping akan menghadapi ujian lisan
menunjukan frekuensi penggunaan problem-focused coping yang sering
pada mahasiswa ketika akan menghadapi ujian lisan.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menjalani jenjang
pendidikan sarjana(S1) pada universitas di Yogyakarta dengan karakteristik
mahasiswa yang pernah menghadapi ujian lisan dalam kurun waktu maksimal
satu semester sebelum penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini adalah metode angket, dengan alat ukur berbentuk skala. Data yang
dikumpulkan melalui skala adalah data coping dan data kecemasan akan
menghadapi ujian lisan. Skala digunakan untuk mengungkap kesesuaian atau
ketidaksesuaian subjek terhadap objek penelitian. Item-item dalam skala ini
disusun melalui indikator-indikator prilaku yang telah diidentifikasi
sebelumnya. Skala tersebut akan dibagikan kepada subyek selaku responden
untuk diisi sehingga akan menghasilkan atau memberikan respon jawaban
tertulis terhadap sejumlah pernyataan yang telah disusun sebelumnya.
Item-item dalam skala penelitian ini terdiri dari pernyataan-pernyataan
mendukung secara teknis atau memihak obyek (sikap) yang akan diukur,
sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang tidak mendukung
atau berlawanan terhadap obyek (sikap) yang hendak diukur.
Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini
adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan
empat kategori jawaban, yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak
Setuju” (TS), ”Sangat Tidak Setuju” (STS).
Skala-skala dalam penelitian ini tidak menyediakan alternatif jawaban
tengah atau netral dengan tujuan yaitu (Azwar, 2004a) :
a) Untuk menghindari adanya responden yang ragu-ragu dalam
menjawab, sebab ada kemungkinan terjadi bahwa responden
belum dapat memutuskan jawaban, sehingga untuk
mendapatkan posisi yang aman kemudian memilih jawaban
tengah atau netral.
Keadaan ragu-ragu (undecided) itu memiliki arti
adanya jawaban ganda, yaitu bias diartikan belum memutuskan
atau memberi jawaban yang sesuai dengan kondisi yang
dirasakan atau dapat juga diartikan memihak pada kondisi
netral, yaitu tidak mampu membedakan munculnya
kondisi-kondisi yang tertulis dalam masing-masing butir pernyataan,
sehingga memberikan jawaban ke arah ragu-ragu. Alternatif
jawaban ganda-arti (multi-interpretable) ini tentu saja tidak
b) Agar responden lebih tegas dalam memilih dan menentukan
jawaban. Hal tersebut dimaksudkan karena tersedianya
alternatif jawaban tengah dapat menggiring kebebasan subyek
dalam menjawab kecenderungan ke arah jawaban tengah
(central tendency effect), terutama bagi subyek yang ragu-ragu
untuk menentukan arah kecenderungan jawabannya.
Alternatif jawaban beserta nilai atau skor dalam pernyataan favorabel
dan unfavorabel dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Skor penlaian skala
”Sangat Tidak Setuju” (STS) 1 4
Jawaban pada tiap item diskor berdasarkan nilai kategori jawaban
yang telah ditetapkan dalam tabel di atas, kemudian seluruh skor tersebut
dijumlahkan sehingga didapat nilai skor total subyek pada skala.
Skala yang yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga buah
skala yaitu :
1. Skala kecemasan
Skala kecemasan yang digunakan dalam penelitian ini disusun
a. Aspek kognitif :
- Daya konsentrasi menurun akibat cemas.
- Muncul pikiran-pikiran negatif menngenai situasi ujian.
- Pikiran yang menjadi beban akan ketidakmampuan
menghadapi ujian.
b. Aspek afektif :
- Perasaan kekhawatiran akan sulitnya bahan yang harus
dipelajari sehingga dapat mempengaruhi hasil dari ujian itu
sendiri.
- Perasaan takut akan menghadapi ujian itu sendiri.
- Ketidaknyamanan dalam menunggu ujian meliputi situasi
ujian.
c. Aspek somatik :
- Prilaku tak terkendali akibat rasa cemas.
- Kondisi fisik.
Skala ini bertujuan untuk mengungkap tingkat kecemasan akan
menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam skala ini,
semakin tinggi pula tingkat kecemasan saat akan menghadapi ujian
lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor total subyek,
Tabel 3.1
Blueprint Skala Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan
Sebelum Uji Coba
Kecemasan Nomor item jml
Favorabel Unfavorabel
Aspek kognitif 1, 8, 16, 21, 24, 28,
32
6, 12, 18, 26, 34 12
Aspek afektif 4, 10, 15, 17, 23, 29 2, 7, 13, 20, 25, 31 12
Aspek somatik 3, 9, 14, 19, 30, 33 5, 11, 22, 27 10
total 19 15 34
2. Skala Emotion-Focused Coping
Skala strategi emotion-focused coping yang digunakan dalam
penelitian ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan pada aspek-aspek
emotion-focused coping, meliputi :
a. Pelarian (Escapism) :
- Berusaha menghindari masalah dengan meningkatkan
kegiatan lain
- Mengandaikan dirinya pada situasi yang lebih
menyenangkan
- penggunaan alkohol atau obat-obatan
- meningkatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
b. Pengurangan beban (Minimization) :
- Usaha untuk menyalurkan atau menlampiaskan perasaan
- Bersikap seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi
- Melakukan Humormengenai stresor
c. Self-blame:
- Menganggap diri adalah penyebab stresor
- Menghentikan usaha menghadapi masalah
Skala ini bertujuan untuk mengungkap emotion-focused coping
akan menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam
skala ini, semakin tinggi pula kecendrungan penggunaan emotion-focused
coping akan menghadapi ujian lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin
rendah skor total subyek, semakin rendah pula kecendrungan penggunaan
Tabel 3.2
Blueprint Skala Emotion-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Sebelum Uji Coba
Minimization 38, 41, 44, 49, 56,
63
Skala strategi problem-focused coping yang digunakan dalam
penelitian ini disusun oleh penulis sendiri berdasarkan pada aspek-aspek
problem-focused coping, meliputi :
a. Exercised caution (coutiouness):
- Menganalisa permasalahan yang dihadapi
- Berhati-hati dalam membuat keputusan
- Mencari alternatif pemecahan masalah
b. Instrumental action:
- Merencanakan hal-hal yang akan dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
- Memperhitungkan waktu dan kemampuan yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan masalah
c. Negotiation :
- Melaksanakan solusi yang sesuai dengan masalahnya
- Mencari bantuan dari orang lain (profesional person)
Skala ini bertujuan untuk mengungkap problem-focused coping
akan menghadapi ujian lisan. Semakin tinggi skor total subyek dalam
skala ini, semakin tinggi pula kecendrungan penggunaan problem-focused
coping akan menghadapi ujian lisannya. Begitu pula sebaliknya, semakin
rendah skor total subyek, semakin rendah pula kecendrungan penggunaan
Tabel 3.3
Blueprint Skala Problem-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Sebelum Uji Coba
Problem-Focused Coping
Nomor item jml
Favorabel Unfavorabel
coutiouness 73, 78, 86, 90 80, 84, 88, 93 8
Instrumental action 76, 79, 83, 87 74, 81, 92, 95 8
Negotiation 75, 82, 89, 94 77, 85, 91, 96 8
Total 12 12 24
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas (Azwar,2004b) adalah sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang baik jika alat tes atau
alat ukur tersebut memiliki validitas yang tinggi dan dapat menjalankan
fungsinya dengan tepat dan juga akurat sesuai dengan maksud yang akan
dilihat atau dikenakan dari tes tersebut. Jika sutatu tes memiliki validitas
yang tinggi berarti tes tersebut juga memiliki kecermatan yang tinggi juga,
yaitu kecermatan dalam mendeteksi perbedaan-perbedaan yang kecil pada
atribut yang di ukur. Pada penelitian ini, pengukuran validitas tes
Validitas isi adalah validitas yang dipandang dari segi isi skala,
yaitu sejauh mana skala tersebut isinya telah dianggap dapat mengukur
hal-hal yang mewakili keseluruhan tentang hal-hal yang hendak diukur.
Validitas isi diukur melalui estimasi dari pengujian terhadap isi tes dengan
analisis rasional atau professional judgement yang bersifat subyektif dan
validitas ini disebut validitas non-empirik (Azwar,2004b). Pengujian
validitas isi bertujuan hendak melihat sejauh mana pernyataan dalam skala
telah mewakili komponen variabel yang hendak diukur (Azwar,2004b).
Jenis validitas yang dikenakan dalam validitas isi, yaitu :
a. Validitas tampang atau kondisi penampilan skala
Validitas tampang diselidiki dengan cara satu orang
atau lebih, baik pakar maupun subyek yang hendak dites
diminta memeriksa alat ukur tersebut dan menyimpulkan
apakah tes tersebut memberi kesan mengukur sifat yang mau
diukur. Validitas tampang hendak melihat segi penampilan
skala itu sendiri sehingga mampu menimbulkan respek atau
apresiasi dari responden atau subyeknya (Azwar,2004b).
Skala pengukuran yang dibuat oleh peneliti dikemas
dengan tampilan sederhana. Walaupun demikian dari segi
format penampilan diupayakan dengan pengemasan secara rapi
dan pengetikan serta tata letak yang jelas. Hal ini bertujuan
untuk meyakinkan sekaligus memberi motivasi pada responden
sehingga diharapkan data yang diperoleh merupakan data yang
valid.
b. Validitas logis
Peneliti dalam membuat alat ukur sebelumnya telah
menyusun blue print (kisi-kisi atau tabel spesifikasi) sehingga
menjadi acuan dalam membuat pernyataan-pernyataan untuk
dijadikan item pada alat ukur. Blue-print yang dibuat telah sesuai
dengan batasan domain ukur yang telah ditetapkan dan
mengandung aspek-aspek dan komponen-komponen dari
variable psikologis yang ingin diukur. Selain itu, agar tidak
terjadi bias subyektivitas dalam analisis rasional, maka analisis
rasional juga dilakukan oleh penilai lainnya yaitu Dosen
Pembimbing.
2. Seleksi item
Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang berkualitas,
sehingga sungguh-sungguh mampu mengukur apa yang ingin diukur
dalam penelitian. Seleksi item dilakukan dengan melaksanakan uji coba
terhadap item-item yang telah dibuat sesuai dengan blue-print.
Teknik yang dipakai dalam menyeleksi item dalam penelitian ini
adalah penggunaan koefisien korelasi dengan mengkorelasikan skor item
dengan skor item total. Pengkorelasian antara skor item dengan skor item
total akan menghasilkan koefisien korelasi item total (r
korelasi yang baik adalah ≥0.3, jadi item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0.3 dinyatakan gugur (Azwar, 2004b).
Uji coba alat ukur dilakukan pada bulan April – Maret 2009 di
daerah Yogyakarta. Dalam pengambilan data peneliti menyebarkan skala
kepada mahasiswa S1 dari berbagai jurusan yang sudah pernah dan yang
sedang akan mengalami ujian lisan. Selain mencari sendiri subjek
penelitian, peneliti juga meminta beberapa teman untuk menyebarkan
skala.
Tabel 3.4
Distribusi Item Skala Kecemasan Akan Menghadapi Ujian Lisan
Setelah Uji Coba
no Kecemasan Nomor item jml
Favorabel Unfavorabel
1. Aspek kognitif 1, 8, 16, 21*, 24, 28,
32*
6, 12, 18, 26, 34 10
2. Aspek afektif 4, 10, 15*, 17, 23, 29 2*, 7, 13, 20, 25,
31*
9
3. Aspek somatik 3, 9*, 14, 19, 30, 33 5*, 11, 22, 27 8
Total 15 12 27
* ) item-item yang gugur setelah uji coba
Tabel 3.5
Distribusi Item Skala Emotion-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Setelah Uji Coba
* ) item-item yang gugur setelah uji coba
Item-item yang dipertahankan berkisar 0.385 < r < 0.721
Tabel 3.6
Distribusi Item Skala Problem-Focused CopingAkan Menghadapi Ujian Lisan Setelah Uji Coba
2. Instrumental action 76, 79, 83, 87 74, 81, 92*, 95 7
3. Active coping 75, 82, 89, 94 77, 85*, 91, 96 7
Total 11 10 21
Item-item yang dipertahankan berkisar 0.374 < r < 0.789
3. Reliabilitas
Reliabilitas (Azwar,2004b) adalah sejauh mana hasil dari suatu
pengukuran dapat dipercaya. Hasil ukur dapat dipercaya apabila dalam
beberapa kali pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh
hasil yang relatif sama, jika aspek yang diukur dalam subyek memang
belum berubah.
Tinggi rendahnya reliabilitas dalam penelitian ini akan diukur
menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu dengan melakukan
satu kali pengujian alat ukur pada sejumlah subyek. Pengukuran
reliabilitas dilakukan terhadap item yang telah lolos seleksi berdasarkan
perhitungan koefisiensi korelasi item total (rix). Teknik estimasi yang
digunakan adalah Alfa Cronbach. (Azwar,2004b). Alat tes dinyatakan
reliabel apabila nilai r yang diperoleh paling tidak mendekati 0.90.
Berdasarkan perhitungan Alfa Cronbach, diperoleh realibilitas
item valid dari skala kecemasan akan menghadapi ujian lisan sebesar
0,943. Reliabilitas item valid dari skala emotion-focused coping akan
menghadapi ujian lisan sebesar 0,931. Sedang realibilitas item valid dari
skala problem-focused copingakan menghadapi ujian lisan sebesar 0,937.
Angka koefisien alpha hasil uji coba tersebut menunjukan bahwa
G. Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
statistik kuantitatif. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping, serta
antara kecemasan dengan problem-focused coping digunakan uji korelasi. uji
hipotesis yang digunakan oleh peneliti adalah uji beda koefisien korelasi,
yang bertujuan untuk mengungkap daya beda koefisien korelasi yang
dihasilkan skor total antar variable yaitu kecemasan akan menghadapi ujian
lisan dengan emotion-focused coping dan kecemasan akan menghadapi ujian
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April – Maret 2009 di daerah Yogyakarta. Dalam pengambilan data peneliti menyebarkan skala kepada mahasiswa S1 dari berbagai jurusan yang sudah pernah dan yang sedang akan mengalami ujian lisan. Selain mencari sendiri subjek penelitian, peneliti juga meminta beberapa teman untuk menyebarkan skala.
Informasi mengenai subjek diperoleh pada bagian identitas yang terdapat dalam skala yang disebarkan oleh peneliti. Dalam skala tersebut terdapat beberapa hal yang harus di isi oleh subjek berkaitan dengan informasi subjek penelitian, diantaranya adalah jenis kelamin, usia, universitas, fakultas, smester. Penelitian ini menggunakan uji coba terpakai, subjek dalam penelitian ini menggunakan subjek pada uji coba.
Skala penelitian terdiri dari 80 item yang sahih, terdiri dari 44 item favourabledan 36 item unfavourable.
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini terkumpul sampel sejumlah 100 mahasiswa, 54 laki-laki dan 46 perempuan dengan rentang umur 19 s/d 25 tahun dari berbagai jurusan pada universitas-universitas di Yogyakarta.
C. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi
Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk melihat apakah data yang diperoleh memenuhi syarat untuk di analisis. Uji asumsi dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada kelompok sample mengikuti distribusi normal atau tidak. Metode yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah kolmogorov-smirnov test dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows. Distribusi data normal apabila Asymp.sig.(p) lebih besar dari 0,05 (Santoso, 2005)
Tabel 4.1
Hasil Uji Normalitas
b. Uji linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel kecmasan akan menghadapi ujian lisan, variabel emotion-focused coping dan variabel problem-focused coping bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dalam penelitian ini menggunakan test for linearity dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows.
Table 4.2
Hasil Uji Linearitas
F sig Kecemasan akan menghadapi ujian lisan
*Emotion-focused coping
1,011 0,480
Kecemasan akan menghadapi ujian lisan *Problem-focused coping
1,062 0,408
pada Kecemasan akan menghadapi ujian lisandengan emotion-focused coping, 0,408 pada Kecemasan akan menghadapi ujian lisandengan problem-focused coping.
2. Uji Hipotesis
a. Uji Korelasi antar variabel
Uji korelasi antar variable ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan, emotion-focused coping dan problem-focused coping. Apabila hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan maka uji hipotesis berikutnya dapat dilakukan. Metode yang digunakan dalam uji korelasi ini adalah Pearson product-moment dengan bantuan SPSS 15.0 for Windows.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.
- Ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping. Hasil analisis menunjukan korelasi Pearson sebesar 0,758 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01).
- Ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping. Hasil analisis menunjukan korelasi Pearson sebesar 0,573 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01)
b. Uji Beda Koefisien Korelasi
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji beda koefisien korelasi. Uji beda koefisien korelasi dilakukan untuk melihat perbedaan koefisien korelasi kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dan koefisien korelasi kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping. Karena berdasarkan besarnya angka koefisien korelasi Pearson, tidak dapat langsung disimpulkan bahwa hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping.
kecemasaan akan ujian lisan. Penghitungan uji beda korfisien korelasi ini menggunakan rumus dari Steiger (dalam Cohen 1983). Dengan rincian sebagai berikut :
dimana
dan
Maka
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan koefisien korelasi antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping sebesar 0,758 sedangkan koefisien korelasi antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping sebesar 0,573. Hal tersebut menunjukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dan problem-focused coping.
Hasil dari uji beda koefisien koerelasi didapatkan t sebesar 4.902 (t >2.626), menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara hubungan kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dibanding kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping. Bertolak dari hasil pearson’s product moment correlationsebelumnya maka dapat dikatakan bahwa kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping.
pengalaman emosional seseorang dalam keadaan stres di sebut kecemasan , dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress, secara umum kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan merujuk defenisi yang sama (Bolger, dalam Widyayulianti,2006).
Menghadapi ujian lisan merupakan salah satu bentuk situasi yang tidak bisa dirubah, mahasiswa seorang diri dituntut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung dihadapan dosen-dosen penguji dan untuk hal itu mahasiswa cendrung mengalami kecemasan (Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis, 2008).
Kecemasan merupakan suatu pengalaman emosional pada saat individu dalam keadaan stres (Bolger, dalam widyayulianti, 2006). Emotion-focused coping sebagai salah satu bentuk coping yang usahanya berupa pikiran untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres dan berupa respon tingkah laku untuk melakukan tindakan untuk mengurangi tekanan emosi yang menyertai stres, di pandang lebih erat hubungannya dengan kecemasan akan menghadapi ujian lisan yang dialami oleh mahasiswa bila dibandingkan dengan hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dan problem-focused coping, yang lebih berfokus untuk mengatasi situasi serta faktor-faktor lainnya yang menyebabkan kecemasan.
atau dirubah, sementara kecemasan akan menghadapi ujian lisan merupakan situasi yang tidak dapat dikendalikan atau dirubah. Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa hunbungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan emotion-focused coping dibandingkan dengan hubungan antara kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping.
A. Kesimpulan
Terdapat perbedaan yang signifikan setelah melakukan uji beda
koefisien korelasi untuk koefisien korelasi(r) pada kecemasan akan
menghadapi ujian lisan dengan emotion-focused coping dan koefisien
korelasi(r) pada kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan
problem-focused copingdengan tsebesar 4.902 (t >2.626).
Setelah melakukan uji beda koefisien korelasi di dapatkan bahwa
kecemasan akan menghadapi ujian lisan lebih berhubungan dengan
emotion-focused coping dibandingkan dengan problem-focused coping. Hal itu terlihat
dari koefisien korelasi(r) pada kecemasan akan menghadapi ujian lisan
dengan emotion-focused coping sebesar .758 sedangkan koefisien korelasi(r)
pada kecemasan akan menghadapi ujian lisan dengan problem-focused coping
sebesar .573. dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa yang akan menghadapi ujian lisan
Bagi mahasiswa yang akan menghadapi ujian lisan hendaknya
mental ketika akan menghadapi ujian lisan supaya dapat meminimalisir
kecemasan yang timbul serta mendapatkan hasil yang maksimal.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dikembangkan lagi untuk memperkaya hasil
yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini belum dibahas atau diteliti lebih
dalam bagaimana pengaruh emotion-focused coping dan problem-focused
coping terhadap kecemasan akan menghadapi ujian lisan, serta
faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi timbulnya kecemasan akan
Azwar, S. 2004a. Metodologi Penelitian. Yogyakarta. Pustaka pelajar
________. 2004b. Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta. Pustaka pelajar
Aldwin, C.M. and Revenson, T.A. 1987. Does Coping Help? A Reexamination of
The Relation Between Coping And Mental Health. Journal of Personality and
social Psychology. 63. 6. 989 - 1003
Cohen, J.& Cohen, P. 1983. Applied Multiple Regression/Correlation Analysis for
The Behavioral Sciences. New Jersey. Lawrence Erlbaum Associates
Publishers.
Folkman, S.& Lazarus, R.S.; Gruen, R.J.; and Delongis, A. 1986. Appraisal Coping,
Health Status, and Psychological Symptoms. Journal of Personality and
Social Psychology. 50 . 3. 571-579.
Jung, J. 1993. The Relationship of Worrying, Coping and Simptoms Among College
Man and Woman. Journal of General Psychology.
Lazarus, R.S. 1976. Patterns of Adjustment 32ndedition. Tokyo. McGraw – Hill
Kogakusha,ltd.
Passer M. W. & Smith R. W. (2004). Psychology In Mind and Behavior. New York:
McGraw-Hill Companies.
Prabasworo, Monica A. 2005. Hubungan Antara Frekuensi Waktu Menyaksikan
Tayangan Misteri dengan Kecemasan Akibat Menyaksikan Tayangan Misteri
Pada Anak Usia 9-10 Tahun di SD Kanisius Yogyakarta. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Priest, R. 1991. Bagaimana Cara Mengatasi dan Mencegah Cemas dan Depresi,
disadur dari Anxiety and Depression. Semarang. Dahara Prize.
Rusli, S. 2009. Coping Stress Pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran
Dalam Keluarga. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Sarafino, E.P 1990.Health Psychology. Canada: John Willey & Sons, Inc.
Santoso, S.,2005. Menguasai statistic di era informasi dengan SPSS 12. Jakarta. PT
Sarason, L.G. 1984. Stress, Anxiety and Cognitive Interference : Reaction To Test.
Journal of Personality and Social Psychology.
Ujian Lisan Dan Sidang Karya Tulis. 2008. www.ubb.ac.id. Diakses bulan Agustus
2009
Widyayulianti, Shinta. 2006. Hubungan Antara Kecemasan Menghadapi
Penghentian Kontrak Kerja dengan Motvasi Berprestasi Pada Karyawan
Kontrak di PT>Bank Mandiri(persero)Tbk. Yogyakarta. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Wulandari, Lestari C.W. 2002. Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Problem
Focused Coping Menghadapi Masalah Skripsi. Skripsi (Tidak Diterbitkan).