PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI
KHUSUS
TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL
(Studi Kasus pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat tahun 2001-2010)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Christina Narulita Puspitasari NIM : 082114144
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS
TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL
(Studi Kasus Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat tahun 2001-2010)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Christina Narulita Puspitasari NIM : 082114144
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku memulai dari titik nol
dengan doa, perjuangan & kerja keras
menguras waktu, tenaga, serta pikiran
sempat terpikir untuk menyerah
dan butuh waktu sampai akhirnya mampu untuk memulai lagi
namun berkat semua dukungan, doa, serta perhatian dari orang-orang
tersayang
sampai akhirnya bisa sampai pada titik ini, dan semua selesai
“TERIMA KASIH UNTUK KALIAN YANG LUAR BIASA”
Kupersembahkan untuk :
v
MOTTO
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah
dalam doa & permohonan dengan ucapan syukur (Filifi 4:6)
Dream, believe, make it happen
(Agnes Monica)
Song :
Dan bila, aku berdiri. Tegar, sampai hari ini.
Bukan karena kuat & hebatku. Semua karena cinta, semua karena cinta.
Tak mampu diriku, dapat berdiri tegar.
Trimakasih Cinta
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
syarat pemerolehan gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan serta
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
1. Romo Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan
untuk belajar dan mengembangkan kepribadian penulis.
2. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA. selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Firma Sulistyowati, S.E., M.Si., QIA selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak membantu, membimbing, serta memberikan semangat penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Josephine Wuri, S.E., M.Si dan Dr. FA. Joko Siswanto, M.M., Akt., QIA selaku
ix
hasil penelitian saya, serta banyak membantu saya dalam menyelesaikan revisi
penelitian saya.
6. Ismail Thomas, S.H., M.Si. selaku Bupati Kabupaten Kutai Barat yang telah
memberikan ijin dan kesempatan untuk melakukan penelitian pada Kabupaten
Kutai Barat.
7. Ir. Finsen Allotodang, M.Si. selaku kepala BAPPEDA yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian. Dan segenap pegawai kantor BAPPEDA yang
telah banyak membantu dalam pemerolehan data yang dibutuhkan.
8. Dosen-dosen tercinta serta staf-staf Fakultas Ekonomi, yang telah banyak
membantu selama masa-masa kuliah.
9. Mama dan Papa yang selalu mencintaiku, memberikan aku kasih sayang,
perhatian, mendukungku, dan tidak pernah berhenti untuk memberikan aku
semangat serta doa.
10. Adikku Tian yang selalu siap sedia membantuku, memberi dukungan, semangat,
dan doanya.
11. Seluruh keluarga besarku, yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan
doa.
12. Sahabatku-sahabatku Lola, Ita, Vera, Glow, Reski, Pent, Arya, Jojo, Deny, Eci
dan Sita, yang tidak pernah berhenti memberikan doa, perhatian, dan dukungan.
Serta persahabatan yang telah kita jalin dan juga suka duka yang telah kita lewati
x
13. Teman-teman BEM FE periode 2011, Jo, Arta, Dherma, Sari, Leo, Elsa, Septi,
Okta, Neng, Tina, Dhimas, dan Ferry, untuk perjuangan dan kebersamaannya
selama setahun lebih.
14. Teman-teman kelas MPT, Dita, Kety, Angel, Arsen, Andre, Dona, Tiwi, Robert,
Novia, dan Uty, untuk bantuan dan kerjasama yang telah diberikan. Akhirnya
kerja keras kita selama ini terbayar juga.
15. Seluruh teman-teman Akuntansi angkatan 2008, dan semua teman-teman yang
selalu memberikan dukungan dan kebersamaan selama kuliah di Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 28 Desember 2012
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTO ... ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... vi
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN DAFTAR ISI ... xi
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiv
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xvi
ABSTRAK……. ... xvii
ABSTRACT ………. xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 7
xii
A. Anggaran Daerah Sektor Publik ... 10
B. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia ... 12
C. Teori Keagenan ... 13
D. Belanja Modal Dalam Anggaran Daerah ... 15
E. Produk Domestik Regional Bruto ... 18
F. Pendapatan Asli Daerah ... 20
G. Dana Alokasi Umum ... 24
H. Dana Alokasi Khusus ... 25
I. Review Penelitian Terdahulu ... 27
J. Kerangka Pikir ... 28
K. Pengembangan Hipotesis Penelitian ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 32
D. Data yang diperlukan ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 34
F. Variabel Penelitian ... 34
G. Teknik Analisis Data ... 37
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUTAI BARAT ... 45
A. Kutai Barat ... 45
xiii
C. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Kutai Barat... 53
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Deskripsi Data ... 57
B. Analisis Data... 59
1. Analisis Statistik Deskriptif ... 59
2. Uji Asumsi Klasik ... 62
3. Pengujian Hipotesis ... 70
C. Hasil Penelitian dan Interpretasi ... 79
BAB VI PENUTUP ... 86
A. Kesimpulan ... 86
B. Keterbatasan ... 87
C. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu………. 27
Tabel 4.1 Luas Wilayah, Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, Dan Kepadatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Kutai Barat Tahun 2010 ... 48
Tabel 4.2 Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan ... 49
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan ... 50
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Tahun 2010 ... 52
Tabel 4.5 Banyaknya Penempatan Pencari Kerja Yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan Dan Jenis Kelamin Tahun 2010 ... 53
Tabel 4.6 Rekapitulasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Kutai Barat ... 55
Tabel 4.7 Rekapitulasi Jumlah Belanja Modal Kabupaten Kutai Barat Tahun 2001-2010 ... 56
Tabel 5.1 Data Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, dan DAK di Kabupaten Kutai Barat tahun 2001-2010 ... 58
Tabel 5.2 Statistik Deskriptif ... 59
Tabel 5.3 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test ... 64
Tabel 5.4.1 Hasil pengujian Multikolinearitas ... 65
xv
Tabel 5.5 Uji Glesjer ... 68
Tabel 5.6 Hasil pengujian Run Test ... 70
Tabel 5.7 Hasil Uji F ... 71
Tabel 5.8 Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda ... 72
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ... 28
Gambar 5.1 Grafik P-P Plot ... 63
xvii
ABSTRAK
PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS
TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL
(Studi Kasus Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat tahun 2001-2010)
Christina Narulita Puspitasari Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal pada kabupaten Kutai Barat.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen.
xviii
ABSTRACT
THE INFLUENCES OF GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT, LOCAL OWN REVENUE, GENERAL ALLOCATION FUND, AND SPECIAL
ALLOCATION FUND TO THE CAPITAL EXPENDITURE BUDGET (A Case Study at the Regional Development Planning Board of West Kutai
Regency during the period 2001-2010)
Christina Narulita Puspitasari Sanata Dharma University
Yogyakarta 2012
This research was aimed to analyze whether Gross Regional Domestic Product, Local Own Revenue, General Allocation Fund, and Special Allocation Fund had positive influences to the Capital Expenditure in West Kutai Regency.
The analysis method used in this research is quantitative with multiple linier regression and using classical assumption test before finding out the best linier model. The variable used in this research are Gross Regional Domestic Product, Local Own Revenue, General Allocation Fund, and Special Allocation Fund as independent variable and the Capital Expenditure as dependent variable.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia didasarkan pada UU
No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004.
Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa pemerintah daerah memisahkan fungsi
eksekutif dengan fungsi legislatif, perbedaan fungsi tersebut menunjukkan
adanya Agency Teory (Halim,2006).
UU tersebut memberikan penegasan bahwa daerah memiliki
kewenangan untuk menentukan alokasi sumber daya ke dalam belanja modal
dengan menganut asas kepatutan, kebutuhan dan kemampuan daerah.
Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan Kebijakan Umum APBD
(KUA) dan Prioritas & Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebagai pedoman
dalam pengalokasian sumber daya dalam APBD.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
Anggaran sektor publik pemerintah daerah sebenarnya merupakan output pengalokasian sumberdaya dan pengalokasian sumberdaya merupakan
Keterbatasan sumberdaya sebagai akar masalah utama dalam pengalokasian
anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi
melalui berbagai teori. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi
semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas
fiskal rendah (Halim, 2001).
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran
belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja
modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik
untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas
publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
public pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya.
Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang
relatif kurang produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan
belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal yang produktif seperti untuk
melakukan aktivitas pembangunan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stine
(1994) dalam Darwanto dan Yustikasari (2006) menyatakan bahwa
penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program
pelayanan publik. Kedua pendapat ini menyiratkan pentingnya
mengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai
tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian
di suatu daerah. Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
tahun bersangkutan, sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung
dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar PDRB
mencerminkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dimana hal ini
merupakan bukti nyata dari pemerintah daerah dalam upaya memajukan
daerahnya melalui pemaksimalan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut
sehingga manunjukkan kemandirian daerah dari pemerintah pusat. Kenyataan
yang terjadi dalam Pemerintah Daerah saat ini adalah peningkatan PDRB
tidak selalu diikuti dengan peningkatan belanja modal, hal tersebut dapat
dilihat dari kecilnya jumlah belanja modal yang dianggarkan dengan total
anggaran belanja daerah.
Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada
pemerintah daerah untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai sumber
pendapatan daerah dalam rangka pelayanan publik. Menurut UU 32/2004,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan
Pemerintah Daerah. PAD terdiri dari hasil pajak daerah, retribusi daerah,
pendapatan dari laba perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Dengan adanya peningkatan PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi
belanja modal pemerintah daerah sehingga pemerintah dapat memberikan
kualitas pelayanan publik yang baik.
Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama
dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan
mengatasi ketimpangan fiskal ini pemerintah mengalokasikan dana yang
bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi (UU 32/2004). Salah satu dana perimbangan dari pemerintah
ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan
aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan
pemerintahan. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya
penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dengan dana tersebut pemerintah daerah menngunakannya untuk memberi
pelayanan yang lebih baik kepada publik.
Berdasarkan UU 33/2004, Dana Alokasi Khusus merupakan dana
yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pemanfaatan DAK diarahkan
pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan
perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang,
termasuk pengadaan sarana fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan
modal. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat mempengaruhi
belanja modal, karena DAK cenderung akan menambah asset tetap yang
dimiliki pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.
Kabupaten Kutai Barat merupakan salah satu wilayah pemekaran
dari Kabupaten Kutai, pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor
pembangunan terhadap fasilitas publik merupakan suatu hal yang wajib
dilakukan. Hal ini dilakukan guna memaksimalkan pelayanan pemerintah
daerah terhadap masyarakat. Anggaran untuk melaksanakan pembangunan
tiap tahunnya selalu dianggarkan melalui Anggaran Belanja Modal, namun
minimnya anggaran tersebut menghambat lajunya pembangunan terutama
pada daerah-daerah yang terisolir. Anggaran tersebut diperlukan untuk
membangun sarana dan infrastruktur, seperti : gedung kantor, jalan, jembatan,
sarana mobilitas, listrik, air bersih, gedung sekolah, serta sarana serta
prasarana lainnya untuk menunjang pelayanan publik.
Berdasarkan teori dan uraian diatas diketahui bahwa PDRB, PAD,
DAU, dan DAK memiliki pengaruh terhadap pengalokasian Anggaran
Belanja Modal. Oleh sebab itu, penulis termotivasi lebih jauh untuk meneliti
pengaruh PDRB, PAD, DAU, dan DAK terhadap Anggaran Belanja Modal
pada Kabupaten Kutai Barat periode 2001-2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal (2001-2010) ?
2. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif
3. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap
Anggaran Belanja Modal (2001-2010) ?
4. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap
Anggaran Belanja Modal (2001-2010) ?
5. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif terhadap
Anggaran Belanja Modal (2001-2010) ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis :
1. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus
(DAK) terhadap Anggaran Belanja Modal (2001-2010).
2. Pengaruh positif Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
Anggaran Belanja Modal (2001-2010).
3. Pengaruh positif Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran
Belanja Modal (2001-2010).
4. Pengaruh positif Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Anggaran
Belanja Modal (2001-2010).
5. Pengaruh positif Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Anggaran
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah Kutai Barat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pentingnya
mengoptimalkan potensi lokal yang dimiliki daerah untuk peningkatan
kualitas pelayanan publik demi kemajuan daerah.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan,
wawasan, dan pengetahuanbaik bagi mahasiswa Universitas Sanata
Dharma maupun pihak lain yang berkepentingan terhadap topik yang
diteliti oleh penulis.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan teori-teori
yang telah diterima selama berada di bangku kuliah dan menambah
wawasan dengan terjun langsung ke lapangan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini penulis mencoba menjelaskan tentang
hubungan PDRB, PAD, DAU, dan DAK terhadap
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Pada bab ini akan dikemukakan teori-teori yang mendukung
permasalahan dan pembahasan dari hasil studi pustaka.
Uraian yang terdapat pada bab ini nanti akan dijadikan
sebagai landasan berpikir bagi penulis dalam mengelola
data yang diperoleh, dan menganalisa permasalahan untuk
mendapatkan pemecahan atas permasalahan yang diajukan.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi metode penelitian yang digunakan penulis
meliputi jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian,
teknik pengumpulan data dan analisis teknik data yang
digunakan penulis untuk menjawab permasalahan yang ada.
Bab IV Gambaran Umum Daerah Kabupaten Kutai Barat
Bab ini berisi tentang keadaan Pemerintah Daerah Kutai
Barat meliputi sejarah pembentukan, letak geografis dan
luas wilayah, penduduk dan tenaga kerja, hasil utama
daerah, sosial dan organisasi pemerintahan daerah.
Bab V Analisis Data Dan Pembahasan
Bab ini membahas analisis data yang diperoleh dari
Pemerintah Daerah Kutai Barat dengan menggunakan
Bab VI Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari seluruh langkah-langkah
dalam pembahasan dan analisis data dari hasil penelitian,
keterbatasan dalam penelitian dan beberapa saran yang
diharapkan dapat berguna bagi penelitian ini dan penelitian
selanjutnya.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anggaran Daerah Sektor Publik
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan
penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran. Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang
peranan penting dalam meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya
tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan
sumber-sumber kekayaan daerah.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, anggaran daerah
merupakan salah satu alat yang memegang peranan penting karena di
dalamnya tercermin kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi
dan sumber-sumber kekayaan daerah. Tujuan utama proses perumusan
anggaran adalah menterjemahkan perencanaan ekonomi pemerintah, yang
terdiri dari perencanaan input dan output dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat menggali dan mengendalikan
sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu tahun anggaran tersebut
dikenal dengan istilah penganggaran.
Penganggaran mempunyai tiga tahapan, yaitu (1) perumusan
pengimplementasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai produk hukum
(Samuels, 2000). Von Hagen (2002) dalam Darwanto (2007) menyatakan
bahwa penganggaran dibagi ke dalam empat tahapan, yaitu executive planning, legislative approval, executive implementation, and ex post accountability. Pada tahapan executive planning dan legislative approval terjadi interaksi antara eksekutif dengan legislatif dimana politik anggaran
paling mendominasi, sementara pada tahapan executive implementation dan ex post accountability hanya melibatkan birokrasi sebagai agent.
Menurut Mardiasmo (2004), anggaran sektor publik dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Anggaran operasional
Anggaran operasional merupakan anggaran yang digunakan untuk
merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan.
Pengeluaran yang termasuk anggaran operasional antara lain belanja
umum, belanja operasi dan belanja pemeliharaan.
2. Anggaran modal
Anggaran modal merupakan anggaran yang menunjukkan
anggaran jangka panjang dan pembelajaran atas aktiva tetap seperti
gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Belanja modal
adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun dan
akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, selanjutnya akan
menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan biaya
B. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia
Perubahan paradigma baru dalam pengelolaan dan penganggaran
daerah merupakan akibat dari penerapan otonomi daerah di Indonesia.
Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian
sumberdaya dengan pencapaian hasil yang dapat diukur.
Proses penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), selanjutnya RPJMD
dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1
tahun. Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah menyusun Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) yang dijadikan dasar dalam penyusunan APBD.
Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menerima penyerahan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang sebelumnya disusun
oleh Pemda untuk disetujui. Setelah Pemda menyetujui PPAS, selanjutnya
disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
yang kemudian disahkan menjadi APBD.
Mardiasmo (2002) proses penyusunan anggaran mempunyai empat
tujuan yaitu:
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan
koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transparansi dan tanggung jawab pemerintah kepada
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
C. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan
antara prinsipal sebagai pihak pertama dengan agen sebagai pihak lainnya
yang terikat kontrak perjanjian. Pihak prinsipal merupakan pihak yang
bertugas membuat suatu kontrak, mengawasi, dan memberikan perintah atas
kontrak tersebut. Sedangkan pihak agen bertugas menerima dan menjalankan
kontrak yang sesuai dengan keinginan pihak prinsipal.
1. Hubungan Keagenan antara Eksekutif dan Legislatif
Dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislatif,
eksekutif (Pemda) bertindak sebagai agen dan legislatif (DPRD) bertindak
sebagai prinsipal. Pemda menyusun anggaran daerah dalam bentuk
RAPBD yang selanjutnya diserahkan kepada DPRD untuk diperiksa. Jika
RAPBD telah sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
maka pihak legislatif (DPRD) akan melakukan pengesahan RAPBD
menjadi APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah oleh pihak
legislatif (DPRD) dijadikan alat kontrol untuk mengawasi kinerja pihak
2. Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Publik
Dalam hubungan antara legislatif dan publik, legislatif (DPRD)
bertindak sebagai agen dan publik bertindak sebagai prinsipal. Menurut
Von Hagen (2003) bahwa hubungan yang terjadi antara publik dan
legislatif pada dasarnya menunjukkan bagaimana publik memilih politisi
untuk membuat keputusan-keputusan tentang belanja publik dan
memberikan dana dengan membayar pajak. Kemudian legislatif terlibat
dalam pembuatan keputusan atas pengalokasian belanja dalam anggaran,
maka DPRD diharapkan mewakili kepentingan publik. Jadi walaupun
legislatif menjadi pihak prinsipal, disisi lain dapat bertindak senagai agen
dalam hubungannya dengan publik. Sehingga legislatif menempatkan
dirinya sebagai pihak yang menerima tugas dari publik, dan melakukan
pendelegasian kepada eksekutif untuk menjalankan penganggaran.
3. Hubungan Keagenan dalam Penyusunan Anggaran Daerah di Indonesia
Penyusunan APBD yang dibuat antara eksekutif dan legislatif
berpedoman pada Kebijakan Umum APBD dan Plafon Anggaran. Pihak
eksekutif membuat rancangan APBD yang kemudian diserahkan kepada
legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan
sebagai Perda. Dalam perspektif keagenan, APBD merupakan bentuk
kontrak yang dijadikan alat oleh legislatif untuk mengawasi pelaksanaan
D. Belanja Modal Dalam Anggaran Daerah
Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah
yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan,
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak serta mengembangkan jaminan sosial dengan mempertimbangkan
analisis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja dan standar
pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (UU 32/2004). Kewajiban daerah tersebut tertuang dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung
mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan
belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan
akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah
belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja
administrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap
pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.
Cara mendapatkan belanja modal dengan membeli melalui proses lelang atau
tender.
Aset tetap yang dimiliki pemerintah daerah sebagai akibat adanya
belanja modal merupakan syarat utama dalam memberikan pelayanan publik.
bentuk anggaran belanja modal dalam APBD. Setiap tahun diadakan
pengadaan aset tetap oleh pemerintah daerah sesuai dengan prioritas anggaran
dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara
finansial.
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui
perbaikan manajemen kualitas jasa (service quality management), yakni upaya meminimasi kesenjangan (gap) antara tingkat layanan dengan harapan konsumen (Bastian, 2006). Dengan demikian, Pemerintah Daerah harus
mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena belanja
modal merupakan salah satu langkah bagi Pemerintah Daerah untuk
memberikan pelayanan kepada publik.
Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan
sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah,
pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan
perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan peningkatan
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai
gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya
yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/
peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk
pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi
dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan
pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang
tidak dapat dikategorikan kedalam criteria belanja modal tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk
barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,
hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
E. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai barang dan
jasa (komoditas) yang diproduksi pada suatu wilayah domestik/regional tanpa
memperhatikan pemilikan faktor-faktor produksinya. Nilai PDRB atas harga
pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (gross value
added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah
domestik/regional. Nilai tambah adalah produksi (output) dikurangi biaya
antara, perhitungan nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen
faktor pendapatan (berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan),
penyusutan dan pajak tidak langsung netto.
Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu
PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB
atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung dengan menggunakan harga berlaku tahun berjalan setiap tahun,
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk
melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga
konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke
Menurut Arsyad (1999) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
merupakan output atau nilai tambah seluruh produksi barang dan jasa yang
dihasilkan dari beberapa sektor ekonomi yaitu : Pertanian, Pertambangan dan
penggalian, Industri pengolahan, Listrik, gas dan air, Bangunan / konstruksi,
Perdagangan, restoran dan hotel, Pengangkutan dan telekomunikasi,
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta Jasa-jasa.
Dari pengertian tersebut diatas maka PDRB identik dengan
pendapatan, yaitu pendapatan suatu rumah tangga negara atau dalam hal ini
adalah daerah. Data PDRB tersebut menggambarkan suatu daerah dalam
mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya.
PDRB juga digunakan sebagai indikator untuk mengukur besarnya laju
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono, 1985).
Sesuai dengan konsep ekonomi makro, Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) menurut penggunaan terbagi menjadi empat kelompok
pengeluaran utama, yaitu pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga,
pengeluaran untuk kegiatan investasi, pengeluaran atau belanja sektor
pemerintah dan ekspor netto (ekspor dikurangi impor). Untuk lebih jelasnya,
PDRB dapat dilihat dari tiga pendekatan sebagai berikut :
1. Segi Produksi
2. Segi Pendapatan
F. Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU 33/2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber
pendapatan daerah asli yang bersumber dari daerah tersebut yang kemudian
digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan
dana dari pemerintah pusat.
Daerah yang ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai akan
berpengaruh pada tingkat produktivitas masyarakatnya dan akan menarik
investor untuk menanamkan modalnya pada daerah tersebut yang pada
akhirnya akan menambah pendapatan asli daerah. Peningkatan PAD
diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian
anggaran belanja modal oleh pemerintah. Peningkatan investasi modal
(belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik
dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi)
publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD
(Mardiasmo, 2002). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas sektor
publik akan berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Pelaksanaan
desentralisasi membuat pembangunan menjadi prioritas utama pemerintah
Kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan :
1. Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota
terdiri dari :
a. Pajak hotel
b. Pajak restoran
c. Pajak hiburan
d. Pajak reklame
e. Pajak penerangan jalan
f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C
g. Pajak parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah
yang bersumber dari retribusi. Sesuai dengan UU 28/2009 jenis
pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan
yang terdiri dari 30 objek yang dikelompokkan kedalam tiga golongan
retribusi, yaitu : retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi
3. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek
pendapatan yang mencakup :
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD.
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
negara/BUMN.
c. Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain PAD yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari
lain-lain milik pemerintah daerah. Rekening ini disediakan untuk
mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang di atas. Jenis
pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :
a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah
e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
f. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing.
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
h. Pendapatan denda pajak.
i. Pendapatan denda retribusi.
j. Pendapatan eksekusi atas jaminan.
k. Pendapatan dari pengembalian
l. Fasilitas sosial dann umum.
m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pembiayaan
untuk anggaran belanja modal. PAD didapatkan dari iuran langsung dari
masyarakat, seperti pajak, restribusi, dan lain sebagainya. Tanggung jawab
agen (pemerintah daerah) kepada prinsipal (masyarakat) adalah memberikan
pelayanan publik (public service) yang baik kepada masyarakat melalui anggaran belanja modal, karena masyarakat telah memberikan sebagian
uangnya kepada pemerintah daerah. Bentuk pelayanan publik yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang
memadai di daerahnya. Pengadaan infrastruktur atau sarana prasana tersebut
dibiayai dari alokasi anggaran belanja modal dalam APBD tiap tahunnya.
Dengan demian, ada hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
G. Dana Alokasi Umum
Dalam pengaturan keuangan menurut UU 32/2004 dana
perimbangan adalah provorsi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke
kabupaten dan kota, yang disebut dengan dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi (UU 33/2004). Hal ini berkaitan dengan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah dan merupakan konsekuensi adanya
penyerahan kewenangan pusat kepada daerah. Transfer dari pusat ini cukup
signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat
menggunakannya untuk memberi pelayanan publik yang lebih baik atau
untuk keperluan lain.
Pemerintah pusat mengharapkan dengan adanya desentralisasi
fiskal pemerintah daerah lebih mengoptimalkan kemampuannya dalam
mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan
DAU. Dengan adanya transfer DAU dari Pemerintah Pusat maka daerah bisa
lebih fokus untuk menggunakan PAD yang dimilikinya untuk membiayai
belanja modal yang menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan
H. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan pada daerah tertentu untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan kegiatan daerah dan merupakan
bagian dari program yang menjadi prioritas nasional (UU 33/2004).
Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan
dibawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan
sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Program yang
menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun
anggaran bersangkutan. Daerah tertentu adalah daerah yang dapat
memperoleh alokasi DAK, berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan
kriteria teknis.
Kebijakan Dana Alokasi Khusus secara spesifik
(www.depkeu.djpk.go.id) :
a. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan
keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan
penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang
telah merupakan urusan daerah;
b. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah
pesisir danpulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain,
daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk
c. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan
diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di
bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur;
d. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan
prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur;
e. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan
lingkungan hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan
khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta
meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana
dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus
di bidang infrastruktur;
f. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak
pemekaran pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan
khusus di bidang prasarana pemerintahan;
g. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari
DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran
Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD;
h. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan
yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi
urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran
Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan
Pemanfaatan DAK diarahkan pada kegiatan investasi
pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana
fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik
penunjang. Dengan adanya pengalokasian DAK diharapkan dapat
mempengaruhi pengalokasian anggaran belanja modal, karena DAK
cenderung akan menambah aset tetap yang dimiliki pemerintah guna
meningkatkan pelayanan publik.
I. Review Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu
Peneliti (Tahun) Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Darwanto dan
terhadap belanja modal. Sedangkan
Pertumbuhan Ekonomi tidak
berpengaruh terhadap belanja modal.
pengaruh dan hubungan yang positif
Anggiat
Pertumbuhan Ekonomi tidak
berpengaruh signifikan terhadap
anggaran Belanja Modal. Sedangkan
PAD, DAU, dan DAK berpengaruh
signifikan positif terhadap anggaran
Belanja Modal.
Sumber: Review dari beberapa artikel.
J. Kerangka Pikir
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah mengenai
Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Anggaran Belanja
Modal. Gambar 2.1 menyajikan kerangka pemikiran untuk pengembangan
hipotesis pada penelitian ini.
(+)
(+)
(+)
(+)
Gambar 2.1. : Kerangka Pikir Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana Akolasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal
Setiap pemerintahan kabupaten/kota pasti menginginkan adanya
pertumbuhan ekonomi di daerah yang ada di bawah wewenangnya. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan ekonomi merupakan suatu bukti nyata hasil usaha
dari pemerintah daerah dalam upaya memajukan daerahnya, pertumbuhan
ekonomi ini diproksikan melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
PDRB suatu daerah dapat diciptakan apabila didukung oleh infrastruktur atau
sarana prasarana daerah yang baik. Infrastruktur atau sarana prasarana
tersebut bisa didapat dari belanja modal yang dianggarkan pemerintah daerah
setiap tahunnya. Bila PDRB suatu daerah baik maka berpengaruh pula pada
alokasi belanja modal pemerintah daerah tersebut, semakin baik PDRB
daerah tersebut maka semakin menuntut pemerintahan daerah untuk
mengalokasikan belanja modalnya semakin banyak lagi.
Kemampuan daerah dalam merealisasikan potensi ekonomi daerah
menjadi sumber penerimaan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai
pembangunan daerah. Untuk itu, dalam masa desentralisasi seperti ini,
pemerintah daerah dituntut untuk bisa mengembangkan dan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada daerahnya masing-masing dengan
memaksimalkan sumberdaya yang dimiliki agar dapat membiayai segala
kegiatan penciptaan infrastruktur atau sarana prasarana daerah melalui alokasi
belanja modal pada APBD. Semakin baik PAD suatu daerah maka semakin
besar pula alokasi belanja modalnya.
DAU merupakan salah satu dari Dana Perimbangan yang
berutujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pemerintah daerah yang kemampuan keuangannya lemah akan mengandalkan
DAU untuk membiayai segala kegiatan pemerintahan, karena DAU juga
merupakan salah satu sumber pendanaan bagi daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi. Oleh karena itu, semakin besar DAU yang diperoleh semakin
besar pula alokasi belanja modal daerah tersebut.
DAK merupakan transfer yang bersifat khusus untuk mengatasi
masalah khusus dengan dana pendampingan dari APBN dengan tujuan utama
pembangunan nasional. Salah satu kebijakan DAK yaitu mendukung
penyediaan sarana dan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran
(www.depkeu.djpk.go.id). Dari kebijakan tersebut terlihat jelas bahwa DAK
memiliki pengaruh terhadap belanja modal.
Anggaran Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Pemerintah kabupaten mengalokasikan dana dalam bentuk
anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi
belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan
prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun
untuk kualitas pelayanan publik. Besarnya belanja modal yang dialokasikan
pemerintah kabupaten dalam APBD tentu sangat dipengaruhi oleh posisi
K. Pengembangan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hubungan antara tujuan penelitian serta kerangka
pemikiran teoritis terhadap rumusan masalah penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan adalah sebagai berikut :
H1 : Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap
anggaran Belanja Modal
H2 : Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif terhadap anggaran
Belanja Modal
H3 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap anggaran Belanja
Modal.
H4 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap anggaran Belanja
Modal
H5 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap anggaran Belanja
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus, yaitu penelitian terhadap suatu objek tertentu dengan mengambil data tertentu pada waktu tertentu.
Hasil pengujian data digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan
penelitian, mendukung atau menolak hipotesis yang dikembangkan dari
landasan teori. Kesimpulan dari hasil penelitian hanya berlaku pada objek
yang diteliti dan dalam waktu tertentu.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah Kabupaten Kutai
Barat dimana penelitian ini mengarah pada pengaruh pertumbuhan ekonomi,
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus
terhadap anggaran belanja modal di Kabupaten Kutai Barat. Penelitian ini
menggunakan data time series tahun 2001-2010. Waktu penelitian dilaksanakan awal Januari 2012 sampai dengan Maret 2012.
C. Subjek Dan Objek
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tempat dimana variabel penelitian
melekat sebagai pemberi informasi yang berhubungan dengan penelitian.
a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
b. Badan Pusat Statistik
2. Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan sesuatu hal yang akan di teliti dengan
mendapatkan data untuk tujuan tertentu dan kemudian dapat ditarik
kesimpulan. Objek pada penelitian ini adalah :
a. Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
b. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
D. Data Yang Diperlukan
Sebelum memasuki uraian tentang analisis yang dilakukan akan
dijelaskan terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini. Hal yang berhubungan dengan data
tersebut adalah data yang diperlukan dan sumber data itu sendiri. Adapun
data yang diperlukan dalam dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari beberapa instansi pemerintah di Kabupaten Kutai Barat, yaitu
yang meliputi data :
1. Data laporan APBD tahun 2001-2010, dimana dari dokumen ini diperoleh
data mengenai jumlah realisasi Anggaran Belanja Modal, Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Sumber data berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan
2. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita tahun
2001-2010, data ini berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Barat.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan di dalam pengumpulan data untuk
keperluan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data melalui
literartur-literatur dan dengan meneliti semua dokumen-dokumen, buku-buku,
catatan-catan dan arsip serta refrensi lain yang ada hubungannya dengan
penelitian ini.
2. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung ke objek yang
menjadi pusat penelitian guna mendapatkan dan mengumpulkan
data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
3. Wawancara, merupakan kominikasi dua arah untuk mendapatkan data
dari instansi-instansi terkait mengenai Kabupaten Kutai Barat.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi variabel
independen / bebas. Dalam penelitian ini variabel dependen yang
digunakan adalah belanja modal. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010,
belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
akuntansi. Belanja modal meliputi belanja modal untuk perolehan tanah,
gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud. Belanja modal
dapat diukur dengan :
2. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen, yaitu
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen yang
digunakan dalam penelitian inidilambangkan dengan X yang terdiri dari :
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) X1
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah nilai
barang dan jasa (komoditas) yang diproduksi pada suatu wilayah
domestik/regional tanpa memperhatikan pemilikan faktor-faktor
produksinya. Penyajian angka-angka dalam PDRB dibedakan
menjadi dua, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas
dasar harga konstan. Dalam penelitian ini menggunakan data dari
PDRB atas dasar harga konstan, dimana PDRB atas dasar harga
konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai
dasar sehingga dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun.
b. Pendapatan Asli Daerah (PAD) X2
Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah
adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di
dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli
yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar
pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha
daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah
pusat. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah. Variabel Pendapatan Asli
daerah diukur dengan rumus :
c. Dana Alokasi Umum (DAU) X3
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer yang bersifat
umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi
ketimpangan horizontal dengan tujuan utama pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah. Dana Alokasi Umum untuk
masing-masing Kabupaten/Kota dapat dilihat dari pos dana
perimbangan dalam Laporan Realisasi APBD.
d. Dana Alokasi Khusus (DAK) X4
Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus
untuk masing-masing Kabupaten / Kota dapat dilihat dari pos dana
perimbangan dalam Laporan Realisasi APBD.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan teknik yang penting dalam metode
ilmiah karena dengan analisis, data diberi arti dan makna yang berguna dalam
memecahkan masalah penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Sebelum melakukan analisis
regresi berganda terlebih dahulu dilakukan analisis statistik deskriptif dan uji
asumsi klasik kemudian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Penyajian statistif deskriptif bertujuan untuk melihat profil dari
data penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang
digunakan dalam penelitian tersebut. Analisis statistik deskriptif ini
digunakan untuk mengetahui gambaran menegenai responden atau data
variabel yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata
dan nilai standar deviasi.
Pengujian Asumsi Klasik merupakan pengujian terhadap ada
tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang merupakan
dasar dalam model regresi linier berganda. Ada empat uji asumsi yang
harus dilakukan terhadap suatu model regresi tersebut yaitu :
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam
variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak
digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi
normal (Nugroho, 2005). Untuk menguji apakah distribusi normal
atau tidak dapat dilihat melalui probability plot dengan
membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Data
normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data
akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan
mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005). Selain itu untuk
menguji normalitas residual dapat juga dengan menggunakan uji
statistik non-parametrikKolmogorov Smirnov. Jika hasil Kolmogorov Smirnov menunjukkan hasil signifikan > 0,05 maka data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Kolmogorov Smirnov menunjukkan nilai signifikan < 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal (Ghozali, 2005).
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah terdapat
korelasi antara variabel independen dalam regresi. Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen.
Multikolonieritas akan mengakibatkan koefisien regresi tidak pasti
atau mengakibatkan kesalahan standarnya menjadi tidak terhingga
sehingga bisa menimbulkan bias spesifikasi. Menurut Ghozali (2005),
salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolonieritas dapat
dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflasi Factor (VIF). Variabel bebas mengalami multikolonieritas jika tolerance (α) hitung < α dan VIF hitung > VIF. Semua variabel yang akan dimasukkan dalam
perhitungan regresi harus mempunyai tolerance di atas 0,1. Pada
umumnya jika VIF lebih besar daripada 0,1 maka variabel tersebut
mempunyai persoalan multikolonieritas dengan variabel independen
lainnya.
c. Uji Heteroskedasitas
Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi perbedaan varians residual suatu periode
pengamatan ke periode pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Jika
varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya
Pengujian model dalam penelitian ini dilakukan melalui Uji Glejser
dan melihat scatter plot. Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003).
Jika variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen,
maka terdapat indikasi terjadi heteroskedastisitas. Hal ini terlihat dari
probabilitas signifikansinya > 0,05 (Ghozali, 2005).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastiitas dapat terlihat dengan ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatteplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu
X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) telah di-studentized. Jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola
tertentu yang teratur, maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu, maka tidak
terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2005).
d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dan dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
untuk mendeteksi gejala autokorelasi yaitu uji Durbin Watson (DW test), uji Langrage Multiplier (LM test), uji statistik Q, dan Run Test.
Dalam penelitian ini pengujian dilakukan dengan menggunakan uji
Run Test, yaitu untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dapat
dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Suatu residual
dikatakan acak atau random apabila tingkat signifikansinya > 0.05.
3. Pengujian Hipotesis
a. Melakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis
regresi berganda yang bertujuan untuk memprediksi kekuatan
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, hal ini
sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan hipotesis dari penelitian
ini. Metode regresi berganda menghubungkan satu variabel dependen
dengan beberapa variabel independen dalam suatu model prediktif
tunggal. Uji regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh
pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,
dan dana alokasi khusus terhadap anggaran belanja modal.
1) Menghitung apakah variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji
F
2) Mencari koefisien regresi setiap variabel independen dengan
BM = α + β1PDRB + β2PAD + β3DAU + ß4DAK + e
Dimana :
BM = Belanja Modal ( BM )
α = Konstanta
β1, β2, β3, β4 = koefisien regresi variabel independen
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DAK = Dana Alokasi Khusus e = error
3) Menghitung seberapa besar variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen
b. Menentukan Rumusan Hipotesis
1) Merumuskan hipotesis
Pengujian simultan
H01:β1 = 0, Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus
tidak berpengaruh terhadap anggaran Belanja Modal
Ha1:β1 ≠ 0 atau minimal 1 β1 ≠ 0, Produk Domestik Regional
Bruto, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan
Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap anggaran
Belanja Modal
a) Menentukan level of significance (α)
Tingkat signifikansi dengan (α) sebesar 5% dan tingkat
keyakinan 95%, dengan pengujian satu sisi.
b) Menentukan kriteria penerimaan