• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA OLEH: YUSLINDA LESTARI D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA OLEH: YUSLINDA LESTARI D1A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA OLEH: YUSLINDA LESTARI D1A010340 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dan akibat hukum objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara terhadap perjanjian jaminan fidusia. Jenis penelian mengunakan penelitian hukum Normatif. Berdasarkan hasil penelitian status objek jaminan fidusia beralih kepada Negara karena melanggar ketentuan perundang-undangan, akibat beralihnya status kepemilikan tersebut adalah berakhirnya/hapusnya perjanjian jaminan fidusia karena sifatnya perjanjian tambahan. Solusi yang dapat diberikan adalah perlu adanya pengaturan tentang objek Jaminan Fidusia khususnya terkait dengan masalah perampasan oleh Negara dan perlu juga diperhatikan kepentingan-kepentingan kreditur atas perampasan tersebut.

Kata kunci: status objek jaminan, jaminan fidusia, perampasan oleh Negara.

JUDICIAL REVIEW FIDUCIARY OBJECTS SEIZED BY STATE Abstract

This research aims to determine the status of assurance fiduciary objects were seized by the state and legal consequences assurance fiduciary objects were seized by the State against the fiduciary agreement. Type of this research is using Normative legal research. Based on the results of the research object fiduciary status is transferred to the State for violating statutory provisions, due to the transfer of the ownership status is a termination/abolishment of fiduciary agreement because of the additional agreements. That solutions can given is a needed regulated of the objects Fiduciary issues particularly related to deprivation by the State and it also pays to the interests of creditors over the appropriation.

(2)

I. PENDAHULUAN

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia (debitur) sebagai angunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia (kreditur) terhadap kreditur lainnya.

Pemahaman mengenai Fidusia ini adalah hanya hak kepemilikannya saja yang beralih kepada kreditur, namun penguasaan bendanya tetap ditangan debitur. Namun ketika penguasaan benda tersebut sudah tidak lagi berada ditangan debitur karena dirampas oleh Negara akibat perbuatan melawan hukum, contonya kasus

illegal logging.

Dalam Undang-undang Jaminan Fidusia sama sekali tidak mengatur tentang akibat hukum terhadap objek jaminan fidusia jika benda jaminan fidusia dirampas oleh Negara karena perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan benda jaminan dirampas oleh Negara. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara serta akibat dari perampasan tersebut terhadap perjanjian jaminan fidusia. Sehingga rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah bagaimanakah status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, dan apakah dengan dirampasnya objek jaminan fidusia dapat menghapuskan perjanjian jaminan fidusia.

(3)

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui status dari objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dan untuk mengetahui akibat hukum dirampasnya objek jaminan fidusia terhadap perjanjian jaminan fidusia. Adapun manfaat Penelitian ini, secara keilmuan, yaitu sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui perkembangan hukum jaminan di Indonesia, khususnya masalah objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, dan secara praktik, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan solusi yang tepat bagi pengambil kebijakan apabila timbul masalah terhadap objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Hukum Normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books).1 Metode pendekatan yang digunakan adalah 1. Pendekatan Perundang-undangan (Satute Approach). 2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). 3. Pendekatan analisis (Analysis

Approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, adalah bahan

hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku atau literatur-literatur karangan para sarjana dan jurnal ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, dan bahan hukum tertier, yaitu bahan

1Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.118.

(4)

hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. Untuk memperoleh bahan hukum yang diperlukan, menggunakan Data kepustakaan (data skunder), penggumpulan data dengan study dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara menghimpun dan mengkaji data kepustakaan yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur-literatur serta pendapat para sarjana yang terkait dengan pokok permasalahan yang dibahas. Pada penelitian ini ditemukan adanya kekosongan norma, sehingga alat analisis yang digunakan adalah dengan cara Analogi. Yaitu penafsiran dengan memberi kiasan atau analogi terhadap suatu aturan Hukum, sehingga suatu peristiwa dianggap sama artinya dengan ketentuan Pasal tersebut.

(5)

II. PEMBAHASAN

Status Objek Jaminan Fidusia yang Di Rampas Oleh Negara

Perjanjian Jaminan Fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya Perjanjian Pembiayaan Konsumen/Perjanjian Kredit Bank (sebagai perjanjian pokok). Karena Perjanjian Pokok/obligatoir ini merupakan perjanjian dimana pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan), perjanjian pokok berdiri sendiri tampa bergantung pada adanya perjanjian.

Dalam hal terjadinya perampasan oleh Negara terhadap objek jaminan fidusia yang mengakibatkan berpindah atau beralihnya penguasaan barang dari tangan pemberi fidusia karena dirampas oleh Negara akibat suatu perbuatan melawan hukum (kejahatan illegal loging) yang dilakukan pemberi fidusia.

Keadaan tersebut, menjadikan penerima jaminan fidusia tidak dapat pemenuhan dari pelunasan piutangnya. Dengan demikian kepastian untuk mendapatkan jaminan dalam hal pelusanan piutang bagi kreditur tentu harus diperhatikan. Karena pengikatan benda jaminan akan mengamankan kepentingan kreditur, begitu pula pengikatan benda jaminan fidusia akan mengamankan kepentingan pihak perusahaan pembiayaan sebagaimana kreditur atau penerima fidusia apabila kreditur wanprestasi.

Sehingga dalam mengkaji permasalahan status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, penyusun akan menjabarkan pembahasan ini melalui merupakan hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

(6)

Perbedaan hak-hak kebendaan yang diatur dalam buku II KUH Perdata dibedakan menjadi dua macam, yaitu hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) ada dua yaitu, benda yang memberi kenikmatan atas bendanya sendiri (contohnya hak besit dan eigendom). Dan hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain (contohnya hak postal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak mendiami). Hak benda yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht) contonya hak gadai, hipotik dan fidusia.

Hak kebendaan yang melekat pada pemberi fidusia/debitur adalah hak

eigendom/hak milik, hak yang paling sempurna atas suatu benda. Itu berarti

debitur sebagai pemilik benda/obek jaminan berhak untuk menikmati kegunaan kebendaan dengan leluasa (zakelijk genotsrecht) dan untuk berbuat bebas terhadap benda itu dengan kedaulatan penuh, asal tidak bertentangan dengan Undang-undang, dan tidak mengganggu hak orang lain,

Sedangkan hak kebendaan yang melekat pada kreditur/lembaga pembiayaan adalah hanya sebatas hak untuk menguasai benda tersebut sebagai penjaminan suatu pelunasan piutang dari debitur, karena sifatnya yang hanya memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht).

Dengan adanya perampasan oleh Negara akibat debitur cidera janji atau perbuatan melawan hukum debitur. status/keadaan/kedudukan dari objek jaminan fidusia itu menjadi tidak pasti.

Dalam perampasan oleh Negara terhadap objek jaminan fidusia ini terdapat 2 (dua) penafsiran untuk menentukan status objek jaminan fidusia yang

(7)

dirampas oleh Negara. Penafsiran pertama dapat dilihat berdasarkan sifat-sifat objek jaminan fidusia yang mempunyai sifat Droite De Suite, kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim tetap dan jaminan fidusia ini telah didaftarkan sehingga mempunyai kepastian hukum atas suatu perjanjian fidusia termasuk objek jaminannya. Berdasarkan hal tersebut pada penafsiran pertama ini, status kepemilikan objek jaminan fidusia tetap pada penerima fidusia karena hak kebendaannya terhadap objek jaminan fidusia dapat dipertahankan. Sedangkan pada penafsiran kedua, akibat dari perbuatan pidana yang dilakukan pemberi fidusia sehingga dirampasnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut oleh Negara maka status kepemilikan objek jaminan ini beralih kepada Negara. Untuk mengatasi perbedaan penafsiran ini. Penyusun akan menjelaskan terlebih dahulu maksud dari status jaminan fidusia tersebut.

Seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) status berarti suatu keadaan atau kedudukan. Dengan kata lain, kedudukan objek jaminan fidusia dalam hal ini dapat disamakan dengan status objek jaminan fidusia.

Beranjak dari pengertian Fidusia tersebut, dengan adanya fidusia ini, maka hak kepemilikan dari suatu objek jaminan fidusia beralih kepada penerima fidusia. Namun, hak milik disini terbatas hanyalah untuk pelusanan hutang debitur saja.

Dalam hal terjadinya perampasan oleh Negara terhadap objek jaminan fidusia maka penguasaan dan hak milik terhadap objek jaminan fidusia beralih

(8)

kepada Negara dan menghilangkan hak dari penerima fidusia untuk mengeksekusi benda jaminan tersebut apabila debitur wanpretasi.

Akibat Hukum Dirampasnya Objek Jaminan Fidusia Terhadap Perjanjian Jaminan Fidusia

Sejalan dengan hal tersebut, perampasan barang yang menjadi objek jaminan fidusia yang dimaksud dalam hal ini adalah dalam hal pihak pemberi fidusia melakukan perbuatan melawan hukum (kasus illegal logging), diaman debitur menggunakan barang jaminan tersebut untuk mengangkut hasil hutan secara illegal.

Kemudian atas barang yang dipergunakan sebagai alat melakukan kejahatan dan pelanggaran tersebut disita oleh penyidik yang ditunjuk oleh pengadilan negeri setempat untuk dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan. Dalam hal debitur terbukti melakukan tindak pidana illegal logging maka barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sekaligus merupakan barang yang berstatus objek jaminan fidusia tersebut diserahkan kepada pihak kejaksaan setempat untuk dilakukannya pengeksekusian sesuai dengan putusan pengadilan.

Akibat adanya perampasan tersebut membuat perjanjian dari jaminan fidusia menjadi hapus karena dalam perjanjian jaminan fidusia objek jaminan fidusia merupakan salah satu unsur penting dari perjanjian fidusia, yang dimana terdapat suatu konsekuensi hukum apabila suatu objek jaminan fidusia tersebut kehilangan hak kebendaannya.

(9)

Berdasarkan hal tersebut, dalam mengkaji akibat hukum dirampasnya objek jaminan fidusia penulis akan membahasnya melalui cara-cara hilangnya hak kebendaan dalam jaminan fidusia.

Salah satu cara hilang/hapusnya hak-hak kebendaan dapat terjadi karena musnahnya benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap dan pencabutan hak, penguasa public dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tersebut dengan syarat harus didasari oleh Undang-undang. Dalam perikatan, hal yang dapat menghapuskan perikatan, yaitu hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Menurut Pasal 1444 bahwa jika suatu barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar kesalahan debitur dan sebelum dia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan barang tersebut, dia pun akan bebas dari perikatan apabila dia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya.2

Melihat dari penjelasan diatas, bahwa cara-cara hilangnya hak kebendaan dari jaminan fidusia ini akibat dari cidera janji yang dilakukan debitur yang telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum. mengakibatkan benda/objek jaminan tersebut dirampas oleh Negara untuk dilelang demi kepentingan umum, karena dilelangnya objek jaminan ini membuat musnah/lenyapnya hak kebendaan dari debitur.

(10)

Terhadap penerima fidusia/kreditur hak untuk mengeksekusi benda tersebut apabila debitur cidera janji menjadi hilang/hapus juga. Karena status hak miliknya hanya sebagai pelunasan piutang saja dan hak milik dalam pasal 570 KUH Perdata adalah hak milik yang dibatasi oleh ketentuan undang-undang, serta dapat dilihat berdasarkan kepentingannya. Bahwa Negara/aparat yang berwenang hanya menjalankan peraturan perundang-undangan dimana yang didahulukan adalah kepentingan public dari pada kepentingan privat. Namun hal ini tidak menghapuskan hak-hak dari kreditur untuk menagih/meminta pelunasan dari beditr (hak tagih) karena hak dan kewajiban para pihak telah tertuang dalam akta perjanjian pembiayaan dimana debitur berkewajiban untuk melunasi hutang-hutangnya apabila objek jaminan hilang/beralih kepemilikan.

Dalam hak kedudukan hukum perjanjian jaminan fidusia akibat dirampasnya objek jaminan oleh Negara, penyusun akan mengkaitkannya dengan syarat sahnya suatu perjanjian dan syarat penghapusan Jaminan fidusia dalam Pasal 25 Ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah dengan adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu (objek perikatan), dan suatu sebab yang tidak dilarang. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak disebut sebagai syarat subyektif karena, sedangkan syarat adanya objek tertentu dan perjanjian harus halal disebut sebagai syarat obyektif. Jika yang tidak

(11)

dipenuhi syarat subyektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.

Sedangkan dalam Pasal 25 Ayat (1) tersebut, terdapat salah satu syarat yaitu Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Namun Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia tidak menerangkan secara jelas terkait dengan musnahnya barang yang menjadi objek jaminan fidusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian kata musnah sebagai sesuatu yang lenyap, binasa, dan hilang.3Hilang dalam arti tidak diketahuinya objek jaminan tersebut berada dimana, bisa juga karena bencana alam yang mengakibatkan barang tersebut musnah dan hak kebendaan atas benda tersebut hilang/musnah.

Berdasarkan hal tersebut, dengan beralihnya status kepemilikan dari objek jaminan fidusia mengakibatkan musnahnya hak kebendaan atas objek jaminan fidusia maka dapat dianalogikan bahwa benda yang hak kepemilikannya telah musnah tersebut membuat benda jaminan fidusia menjadi musnah. Maka tidaklah disebut suatu perjanjian jaminan fidusia, apabila objek dari perjanjian tersebut hilang/musnah. Sehingga, dengan musnahnya objek jaminan fidusia, maka hapuslah perjanjian jaminan fidusia.

Walaupun perjanjian fidusia terhapus, namun perjanjian pokok dari perjanjian jaminan fidusia tersebut tidak berakhir, karena sifat suatu perjanjian

(12)

ikutan atau yang bersifat accesoir ini akan mengikuti perjanjian pokoknya, apabila perjanjian pokoknya berakhir maka perjanjian ikutan akan berakhir pula, namun dengan berakhirnya perjanjian ikutan tidak akan secara otomatis megakhiri perjanjian pokoknya.

(13)

III. PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas penyusun dalam hal ini memberikan kesimpulan bahwa, status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, berdasarkan pada apa yang telah dijelaskan dalam uraian diatas, hak kebendaan yang dimiliki oleh penerima fidusia tidaklah sama dengan hak kebendaan yang dimiliki oleh pemberi fidusia. Hak kebendaan yang melekat pada pemberi fidusia merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan terhadap benda miliknya sendiri maupun milik orang lain. sedangkan hak kebendaan yang sifatnya memberi jaminan dimiliki oleh kreditur. Jika debitur wanprestasi, melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan melanggar ketentuan dalam Pasal 570 KUH Perdata, pihak yang berwenang/aparat penegak hukum dapat melakukan perampasan tersebut sebagai alat bukti dipersidangan. Jika tidak terbukti bersalah maka barang bukti akan dikembalikan kepada pemilik yang sebenarnya namun jika terbukti bersalah dengan putusan bahwa benda tersebut dirampas untuk Negara, dengan demikian Negaralah yang berhak atas kepemilikan benda tersebut dengan kata lain status/kedudukan dari benda/objek jaminan tersebut beralih kepada Negara.

Akibat dari perampasan yang dilakukan Negara dapat menghapuskan perjanjian fidusia. Hal ini didukung dengan penjelasan Pasal 4 Undang-undang Fidusia yang menyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pemahaman bahwa sifat suatu perjanjian ikutan atau

(14)

yang bersifat accesoir ini akan mengikuti perjanjian pokoknya, apabila perjanjian pokoknya berakhir maka perjanjian ikutan akan berakhir pula, namun dengan berakhirnya perjanjian ikutan tidak akan secara otomatis megakhiri perjanjian pokoknya. Maka dengan demikian apabila suatu objek jaminan fidusia dirampas oleh Negara, dan perjanjian pokok belum berakhir berarti kreditur/penerima fidusia masih berhak untuk mendapatkan pembayaran dari debitur. Hal ini dikarenakan pihak perusahaan masih mempuyai hak tagih yaitu perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dapat menuntut pelunasan utang debitur dari barang yang dijadikan sebagai jaminan pembiayaan. Sehingga untuk mendapatkan kepastian dari status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dalam hal ini dirasa perlu adanya pengaturan tentang objek jaminan dengan jelas dalam Undang-undang Jamian Fidusia khususnya terkait dengan masalah perampasan oleh Negara, dan perlu juga diperhatikan kepentingan-kepentingan kreditur atas perampasan tersebut, dan sangat diperlukan adanya pengaturan tentang pertanggungjawaban debitur untuk mengganti objek jaminan yang dirampas oleh Negara tersebut dengan benda yang setara dengan objek jaminan sebelumnya.

(15)

Daftar Pustaka

1. Buku-buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.

Sofwan Sri Soedewi Masjhoen, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga

Jaminan Khususnya Fidusia Didalam Praktek Dan Pelaksanaan Diindonesia, Liberty, Yogyakarta, 1977.

2. Peraturan-peraturan

Indonesia, Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, tentang Jaminan Fidusia, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3889.

Indonesia, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167.

3. Peraturan Lain

Referensi

Dokumen terkait

seorang perempuan usia 26 th datang keklinik telah melahirkan 6 bulan lalu, belum Kb, ingin memakai alat kontrasepsi dan sedang menyusui.. Hasil pemeriksaaan

yang spontan, yang sudah menjadi kodratnya, dan tidak karena digerakkan oleh pihak lain, pun pula bukan karena Tao sendiri yang menghendaki untuk mengadakan

Hal ini berkaitan erat dengan isi naskah SPT yaitu berisi tentang kisah peperangan yang berarti dalam situasi buruk agar menjadi situasi yang lebih baik (Arif, wawancara 24

Sedangkan menyangkut aparatur hukum adalah Sumber Daya Manusia yang merupakan salah satu permasalahan dalam penerapan dan penegakan hukum di Mahkamah Syar’iyah.. Hal mana

Pendapatan ini merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi

Pembagian tugas dimaksudkan agar memudahkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang bertujuan melaksanakan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan,

Umumnya sifat-sifat farmakologis tanaman ini adalah diuretik (peluruh kencing) dan antiradang, karena dalam pengobatan modern pun, sifat-sifat obat sintetik yang dimanfaatkan

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor