• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS

DI DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH

KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

INTAN FADLILAH NIM : 214 13 015

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYAR

IAH

FAKULTAS

SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada :

Yth. Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Di sampaikan dengan hormat, Setelah dilaksan akan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswi :

Nama : INTAN FADLILAH NIM : 214-13-015

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

dapat diajukan Kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk di ujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 14 Maret 2018 Pembimbing,

(4)

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARIAH

Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN

SURUH KABUPATEN SEMARANG

Oleh : INTAN FADLILAH

21413015

Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Rabu tanggal 28 Maret 2018 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

Susunan Dewan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, M.A. Sekretaris Penguji : Drs. Mahfudz, M.Ag.

Penguji I : Evi Ariyani, S.H., M.H. Penguji II : Yahya, S.Ag., M.H.I

Salatiga, 3 April 2018 Dekan Fakultas Syariah

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN

DAN KESEDIAAN DI PUBLIKASIKA

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :INTAN FADLILAH

NIM :21413015

Fakultas :Syari’ah

Jurusan :Hukum Ekonomi Syari’ah

Judul skripsi :TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAN DENGAN SISTEM NDHODHOS DI DESA CUKILAN

KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG

Menyatakan banwa skripsi ini benar-benar merupakan hasi l karya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini di kutip atau di rujuk berdasarkan kode etik ilmiyah. Skripsi ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh perpustakaan IAIN salatiga.

Salatiga, 14 Maret 2018

Yang menyatakan

INTAN FADLILAH

(6)

MOTTO

Senantiasa bersabar dalam

menghadapi

tantangan maupun cobaan hidup

(7)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilah puji syukur kepada Allah SWT dengan izin-Nya Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang mendukung penulis dalam menuntut ilmu.

1. Bapak Wahyu Gunarto dan ibu Nur Afifah yang telah bersusah payah menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada pada jalan yang di ridhoi Allah SWT.

2. Keluarga besar embah Sunipret dan embah Mahsuri yang telah memberikan dukungan moral maupun material.

3. Bapak kyai Chalim AS dan Bapak kyai Chazim AS yang senantiasi men-charger perjalanan hidupku.

4. Mas Muhammad Edvin Susanto yang selalu bersabar dalam memberikan semangat kepadaku dalam perjalanan menuntut ilmu.

5. Sahabat-sahabat tercinta saya Mulina Handayani, Miftahul Jannah, Tugini, Diena Surianas Tutie, Diana Wulansari, Feri Firdaus, Nurul Azizah, Anida Kumalasari, Ratna Dwi Astuti, Ilham Indrawan, Muhammad Munif, Fahrurozi, Laelatul Hidayah, Zumrotus Sholikhah, Cindi Rohani.

6. Pakdhe Inam dan budhe Inung yang selalu menjadi motifasi buat hidup saya.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi proses pembelajaran akademik di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah IAIN Salatiga.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan.

Dalam penyelesaian penyusunan skripsiini, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah dengan sistem Dhodhos di Desa

Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang” sebagai salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 dalam Hukum Ekonomi Syariah, pada Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, tentunya tidak terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skribsi ini dapat terselesaikan dengan segala kekurangannya. Karenannya patutlah penyusun mengucapkan terimakasih kepada mereka yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada:

(9)

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. 4. Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., selaku dosen pembimbing akademik. 5. Bapak Drs. Mahfudz, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenagannya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.

6. Bapak ibu dosen serta karyawan Institut Agama Islam Negeri Salatigayang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Kepala Desa dan Pamong Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

8. Para Narasumber di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang telah memberikan informasi kepada penulis yang tidak bisa penulis sebut satu persatu

9. Ayahanda Wahyu Gunarto dan Ibunda Nur Afifah serta keluarga besar sayadi rumah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri Salatiga dan penyusunan skripsi dengan penuh kasih saying dan kesabaran.

(10)

Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.

Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiyah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat khususnya bagi peyusun dan para pembaca pada umumnya.atas bantuan yang diberikan kepada penyusu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak, Amin

(11)

ABSTRAK

Fadlilah, Intan. (2018). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Dengan Sistem Dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. Mahfudz, M.Ag.

Kata Kunci : Pembayaran Upah, Dhodhos

Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, yang mayoritas mata pencahariannya adalah patani dan buruh tani. Pada masyarakat desa Cukilan terdapat suatu sistem pengupahan yang di sebut sistem “dhodhos”. Dhodhos (dibaca: ndhodhos) bahasa daerah jawa berarti bagian atau jatah. Pengertian sistem “Dhodhos” adalah sitem upah berupa bagian padi yang di berikan oleh pemilik sawah kepada orang yang disuruh untuk menanam padi, dan ketika datang waktu panen mereka yang disuruh menanam padi itu yang menuai padi. Sistem “Dhodhos” merupakan suatu kebiasaan di desa Cukilan, karena semua orang yang punya sawah pasti memakai sistem ini.

Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan penelitian di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang mengenai bagaimana pelaksanaan dan tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan sistem dhodhos.

Pendekatan yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah (field research) karena informasi dan data yang diperlukan digali serta dikumpulkan dari lapangan yang bersifat deskriptif atau menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang terjadi atau yang ada.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

(13)

6. Pembatalan dan Beakhirnya Ijarah... 24 SEMARANG DAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

1. Sejarah Desa Cukilan ... 37

2. Profil Desa Cukilan ... 38

3. Struktur Pemerintahan ... 43

B. Pelaksanaan Pembayaran Upah Dengan Sistem Dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ... 44 1. Data Narasumber ... 45

2. Akad/Ijab dan Qobul atau Perjanjian Dhodhos ... 47

3. Alasan Perjanjian Dhodhos ... 49

4. Proses Pengelolaan Sawah di Desa Cukilan sampai dengan Sistem Dhodhos sampai Tahap Penjualan ... 50

5. Biaya Penggelolaan Sawah dan Bagi Hasil dengan Sistem Dhodhos ... 53

6. Dampak Pengelolaan Sawah dengan Sistem Dhodhos ... 55

(14)

B. Dilihat Dari Segi Muamalah ... 60

C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Dhodhos ... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran-saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Biografi Penulis

B. Nota Pembimbing Skripsi

C. Surat Permohonan Izin Penelitian D. Lembar Konsultasi

E. Surat Keterangan Kegiatan

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT dengan diberi banyak kelebihan dibandingkan makhluk lainnya, diantaranya adalah akal fikiran.Dengan itu manusia diharapkan bisa memelihara serta memanfaatkan alam dan semua ciptaan-Nya dengan baik. Allah tidak menciptakan manusia dengan derajat dan kedudukan yang sama, ada tinggi dan rendah, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada besar dan juga kecil. Adanya perbedaan ini supaya manusia dapat saling membutuhkan satu sama lain, dan Islam sangat menganjurkan untuk saling tolong menolong dan menghormati sesamanya. Karena pada hakekatnya semua adalah sama dihadapan Allah SWT. yang membedakan hanyalah kadar ketaqwaannya.

(17)

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Menurut Syafi’i (2001:4), Islam adalah agama yang bersifat

syumu’liyyah (sempurna). Dikatakan bersifat syumu’liyyah karena Islam merupakan agama penyempurna dari agama- agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah)

maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Kholiq-nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingat secara kontinyu tugas manusia sebagai kholifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game atau aturan manusia dalam kehidupan sosial.

Islam juga bersifat harakiyah, maksudnya islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman. Kedinamisan ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain cakupannya yang luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh sahabat Ali “Dalam bidang muamalah, kewajiban

mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”.

(18)

keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. Diantara sekian banyak yang termasuk dalam perbuatan muamalah adalah system kerjasama perburuhan dan sistem kerja sama pengupahan. Hal ini dimaksudkan sebagai usaha kerja sama saling mengutungkan dalam rangka meningkatkan taraf hidup bersama baik bagi majikan maupun bagi pekerjanya.

Upah merupakan insrtumen yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana memahami dan mewujudkan karakter sosial. Karena seperti yang telah dijelaskan, bahwa upah pada dasarnya bukan merupaka persoalan yang hanya berhubungan dengan uang. Melainkan merupakan persoalan yang lebih berkaitan dengan penghargaan manusia terhadap sesamanya. Tentang perhargaan berarti tentang bagaimana memandang dan menghargai kehadiran orang lain dalam kehidupan.

Pemberian upah (al-ujrah) adalah berdasarkan perjanjian kerja, karena perjanjian kerja akan menimbulkan hubungan kerja antara buruh dan majikan yang berisi hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak bagi pihak yangsatu menjadi kewajiban bapi pihakyang lainnya, dan kewajiban sebagai majikan adalah memberikan upah yang layak dan sesuai.

(19)

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Allah berfirman dalam QS. As-Syu’ara [26]: 183

dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

Berkaitan dengan hal ini dilakukan penelitian di desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, yang mayoritas mata pencahariannya adalah patani dan buruh tani.Pada masyarakat desa Cukilan terdapat suatu sistem pengupahan yang di sebut sistem “Dhodhos”.

Dhodhos” (dibaca: ndhodhos) bahasa daerah jawa berarti bagian atau

(20)

desa Cukilan, karena semua orang yang punya sawah pasti memakai sistem ini.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membahasnya, yan oleh penulis simpulkan dengan judul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Dengan Sistem Dhodhos Di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pembayaran upah dengan sistem “Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan sistem “Dhodhos” di desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten

Semarang ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem pembayaran upah

(21)

2. Untuk mengetahui bagaimana Tinjauan hukum islam terhadap sistem pembayaran upah ”Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan Suruh

Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan kepada masyarakat guna menjelaskan dan memberi sekumpulan data tentang pelaksanaan pembayaran upah dengan sistem dhodhos Dan juga penelitian ini mempunyai hal-hal yang positif dan bermanfaat. Setelah mendapatkan data-data sebagai alternatif untuk mencari informasi teori yang benar dalam pembayaran upah dengan sistem dhodhos.

1. Bagi Akedemik

a. menambah wawasan dan pengetahuan pada penulis yang ingin mendalami permasalahan ini.

b. penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh civitas akademik sebagai bahan informasi dan rujukan bagi merka yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Bagi Praktisi

a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menjalankan pelaksanaan pembayaran upah.

b. Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai pelaksanaan pembayaran upah.

(22)

Terdapat beberapa konsep dalam judul skripsi ini yang yang perlu di benahi definisinya secara oprasional agar tidak terjadi kesalahpahaman, untuk lebih jelasnya yaitu:

1. Hukum Islam

Menurut Sudarsono (1992: 12), hukum Islam adalah peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berdasarkan atas Al-Qur’an dan Hadits serta pendapat para ulama fiqih, khususnya yang mengenai upah atau ujrah.

2. Upah

Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional dalam (Husnan 1990: 138), upah adalah memberikan sejumlah uang atau yang lainnya yang di berikan kepada buruh tani sebagai ganti jasanya dalam melakukan pekerjaan yang di berikan kepadanya.

3. Dhodhos

“dhodhos” atau “ndhodhos”, sebagaimana dalam wanwancara dengan informan (2 Juni 2017), adalah sistem pengupahan berupa bagian padi dari hasil panen yang diberikan kepada buruh tani sebagai ganti jasa atas pekerjaananya dengan beberapa cara pembagian.

F. Kajian Pustaka

(23)

Warkuk Ranau Selatan Kab. Oku Selatan – Sumatera Selatan” karya Anton Satria (2009) (digilib.uin-suka.ac.id diakses pada 25 Agustus 2017). Jenis penelitian ini adalah field research dengan hasil penelitian bahwa pelaksanaan pengupahan buruh panen padi dengan sistem 9:1 (siwa luar sai) yang terjadi di Desa Pagar Dewa ini apabila dilihat serta dianalisis dengan memperhatikan norma-norma dalam hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al -Hadits, urf dan maslahah mursalah tentang sistem pengupahan buruh panen padi. Baik dari wacana keadilan maupun dari sistem pengupahannya, maka sistem upah buruh panen padi di Desa Pagar Dewa dapat dikategorikan sah dan dapat dibenarkan.

Skripsi karya Afifah Nurul Jannah (2009 ) yang berjudul “ Tinjauan

Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah Karyawan Di Masjid Agung Jawa Tengah” (library.walisaongo.a.id diakses pada 25 Agustus 2017) Jenis

(24)

karyawannya. Sedangkan dilihat dari akad ijarah yang dilakukan oleh pihak Masjid Agung Jawa Tengah sebagai musta'jir dan karyawan sebagai mu'jir sudah sesuai dengan prinsip Islam, yang mana dalam akad atau Surat Keputusan telah menerangkan jenis pekerjaan, waktu, tenaga, serta upah secara jelas.

Kemudian skripsi karya Ika Nur Handayani (2012) yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Bawon (Studi Kasus Di Desa

Gemulung Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen)”

(library.walisaongo.a.id diakses pada 25 Agustus 2017) skripsi ini bahwa praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon yang dilakukan di Desa Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen ini sudah menjadi tradisi. Pemilik sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan diperoleh dan berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Maka upah buruh tani dengan hasil panen ini dibolehkan dalam hukum Islam.

Selain itu terdapat skripsi yang berjudul “Sistem Pengupahan

(25)

yang terkait yang memiliki kekuat hukum yang mengikat yang berlaku di Indonesia (digilib.uin-suka.ac.id diakses pada 26 Agustus 2017).

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem

Pengupahan Buruh Pengrajin Batik di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul Yogyakarta” karya Rahmi Asrih (2015)

(digilib.uin-suka.ac.id diakses pada 26 Agustus 2017). Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field Research) yang bersifat normatif, yakni mengkaji sistem pengupahan berdasarkan hukum Islam. Dengan hasil penelitian bahwa hubungan kerja antara pengelola dan pengrajin batik telah sesuai dengan hukum Islam, sebab hak dan kewajiban kedua belah pihak sudah diterapakan denagn baik. Berkaitan dengan sistem pengupahan, Islam telah mengaturnya denagn menggunakan tiga prinsip, yaitu prinsip keadilan, kelayakan dan kebajikan. Prinsip keadilan mengandung makna kejelasan, transparan dan professional. Sistem pengupahan pengrajin batik dilaksanakan berdasarkan adat, sehingga nominal upah sudah dapat diperkirakan oleh para pengrajin. Upah tersebut sudah proposional sesuai dengan profesi pengrajin, motif batik dan hasil akhir batik. Namun, upah pengrajin batik belum sesuai dengan prinsip kelayakan karena kebutuhan para pengrajin tidak tercukupi dengan baik.

(26)

Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Berdasarkan itulah, penelitian ini baru dan belum ada yang menelitinya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research).dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan pendekatan

Kualitatif dan deskriptif. Menurut Maloeng (2008:6), pendekatan kualitatif adalah penulis melakukan penelitian yang bermaksud untuk memahami tentang apa yang di alami oleh subyek penelitian (petani dan buruh tani) misalnya perilaku, persepsi, motovasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah danmemanfaatkan berbagai metode ilmiah.Sedangkan penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikn gambaran atau uraian atas satu keadaan sejelas mungkin tanpa ada pelakuan terhadap objek yang diteliti. (Kountur: 2004, 105).

2. Lokasi dan Subyek penelitian

Penelitian ini berlokasi di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Loksai tersebut dipilih oleh peneliti dikarenakan di desa tersebut melaksanakan sistem pembayaran upah dengan sistem dhodhos. Dengan subjek penelitian pembayaran upah dengan sistem ndodhos.

(27)

Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh (Moleong, 2000: 114). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sistem Pembayaran upah ndodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2009: 157). Sumber data primer penelitian ini, penulis peroleh dari hasil wawancara dengan pemilik sawah dan buruh tani / pekerja, dan melalui kegiatan observasi dengan terlibat langsung dalam mengamati proses pembayaran upah dengan system ndodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber data yang sudah jadi. Seperti dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan juga buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang benar dan tepat di tempat penelitian, penulis menggunakan tiga metode pengumpulan data sebagai berikut:

(28)

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati (melihat, memperhatikan, mendengarkan dan mencatat secara sistematis obyek yang diteliti) (Achmadi dan Narbu 2007: 70). Teknik ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum obyek penelitian, yaitu: letak geografis, keadaan pendidikan, sosial agama, sosial budaya, sosial ekonomi serta mengamati praktek upah

”Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan SuruhKabupaten Semarang.

b. Interview (Wawancara)

Metode wawancara atau interview yaitu metode ilmiah yang dalam pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau berdialog langsung dengan sumber obyek penelitian. Sebagaimana pendapat Sutrisno Hadi (1991: 193) menjelaskan wawancara sebagai alat pengumpul data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Adapun wawancara yang dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam praktik system “Dhodhos” yaitu antara petani (pemilik sawah) dan buruh tani dan tokoh masyarakat

c. Dokumentasi

(29)

dengan upah atau ujrah yang digunakan penulis sebagai landasan teoritis terhadap permasalahan yang di bahas.

5. Teknik Analisis Data

Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mengumpulkan data tentang Pelaksanaan upah ”Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang disertai analisa untuk diambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode ini karena ingin memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.

Metode pembahasan yang dipakai adalah induktif merupakan metode yang digunakan untuk mengmukakan fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitian di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, kemudian ditinjau menurut hukum islam.

6. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap data itu (Moleong, 2002: 178).

(30)

dari observasi dan wawancara yang sesuai fakta-fakta yang ditemui lapangan. Sehingga kebenaran dari data yang diperoleh dapat dipercaya dan meyakinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab I merupakan bab pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II yaitu merupakan bab pembahsan teoritik yang membahas mengenai konsep upah (ujrah) dalam hukum Islam dan macam-macam akad.

Bab III pada bab ini akan di paparkan mengenai gambaran umum Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dan hasil penelitian mengenai praktek pembayaran upah dengan system “Dhodhos” Desa Cukilan

(31)

Bab IV merupakan bab pembahasan yang didalamnya akan diuraikan mengenai tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan sistem Dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang

(32)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Upah (Iajrah)

1. Pengertian Ijarah

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah

adalah Ijarah. Ijarah sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Kalau

sekiranya kitab-kitab fiqih sering menerjemahkan kata Ijarah dengan

“sewa menyewa”, maka hal tersebut janganlah diartikan menyewa sesuatu

barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus dipahami dalam arti

yang luas. Sebelum dijelaskan pengertian upah atau ijarah, terlebih dahulu

akan dikemukakan mengenai makna operasional itu sendiri. Idris Ahmad

dalam bukunya yang berjudul Fiqh Syafi’i berpendapat bahwa ijarah

berarti upah-mengupah.

Pihak yang menyewakan sesuatu disebut Muajjir, pihak yang

menyewa disebut mustajir dan objek yang dijadikan sasaran yang

berwujud imbalan dalam berijarah disebut al-maqud alaih, serta

imbalanyang di berikan muajjir kepada mustajir di sebut upah (ijarah).

(33)

dan Hanabilah, Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan (Hasan, 2003).

Al- ijarah berasal dari kata al- ajru yang arti menurut bahasanya

ialah al-‘iwadh yang arti dalam bahasa indonesianya ialah ganti dan upah.

Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti “seorang Mahasiswa

menyewa kamar untuk tempat tinggal selama kuliah, sedangkan upah digunakan untuk tenaga, seperti para karyawan bekerja di pabrik dibayar gajinya (upahnya) satu kali dalam dua minggu, atau satu kali dalam sebulan, dalam bahasa Arab upah dan sewa disebut ijarah (Suhendi, 2002:113).

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ijarah atau sewa-menyewa adalah suatu akad atau perjanjian untuk memiliki manfaat tertentu dari suatu barang atau jasa dengan pengganti upah atau imbalan atas pemanfaatan barang atau jasa tersebut.

2. Dasar Hukum Ijrah

Dasar hukum Ijrah dalam Islam bersumber pada al-Qur’an dan al -Hadits (Handayani, 2012: ), sebagai berikut:

(34)

wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan Balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu".

26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S.

Al-Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya (Q.S. Ath-Thalaq [65]: 6).

(35)

Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari

qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu

mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya. (H.R. Bukhari).

“Al-Abbas ibn al-Walid al-Dimasyqiy telah memberitakan kepada

kami, (katanya) Wahb ibn Sa’id ibn Athiyyah al-Salamiy telah memberitakan kepada kami, (katanya) Abdu al-Rahman ibn Zaid ibn Salim telah memberitakan kepada kami, (berita itu berasal) dari ayahnya, dari Abdillah ibn Umar dia berkata: Rasulullah Saw. telah

berkata: “Berikan kepada buruh upahnya sebelum kering

(36)

Ulama Madzhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijarah hanya satu, yaitu Ijab dan Qabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan sewa menyewa) (Hasan. 2003: 231). Rukun – rukun Ijarah antara lain (Suhenda. 2007) sebagai berikut:

a. Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-mengupah.

Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan,

musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai.

b. Shighat ijab qabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab qabul sewa-menyewa dan upah mengupah.

Shighat adalah ucapan dari kedua belah pihak yang melakukan

akad. Ijab menurut ulama’ mazhab Hanafi adalah ucapan pertama dari orang yang berjual beli, baik ucapan pertama itu muncul dari pembeli maupun dari penjual. Sedangkan Kabul adalah ucapan kedua yang muncul dari pihak kedua dalam suatu akad, yang menunjukan persetujuan dan ridhanya terhadap ucapan pihak pertama. (Dahlan. 2002: 225).

(37)

qabul upahmengupah misalnya seseorang berkata, “Kuserahkan kebun

ini kepadamu untuk dicangkul dengan upah setiap hari Rp.5000,00”.

Kemudian musta’jir menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu dengan apa yang engkau ucapkan”.

c. Ujrah (upah)

Upah sebagaimana terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah uang dan sebagainya yang di bayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu. Jadi upah merupakan imbalan dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan. Pembayaran upah ini boleh berupa uang dan boleh berupa benda.

Hukum Islam juga mengatur sejumlah persyaratan yang berkaitan dengan Ijarah (upah atau ongkos sewa) sebagaimana berikut ini. Pertama, upah harus berupa mal mutaqawwim dan upah berdasarkan sabda Rosulullah yang artinya: "Barangsiapa memperkerjakan buruh hendaklah menjelaskan upahnya". Mempekerjakan orang dengan upah makan, merupakan contoh upah yang tidak jelas karena mengandung unsur jahalah (ketidakpastian). Kedua, upah harus berbeda dengan jenis obyeknya.

d. Sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, diisyaratkan dengan beberapa syarat berikut ini.

(38)

2) Hendaklah dan upah mengupah dapat diserahkan kepada dan pekerja

3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).

4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.

4. Syarat sah Ijrah

Untuk sahnya Ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan dengan ‘Aqid (pelaku), Ma’qud Alaih (objek), Ujrah (upah) dan

akadnya sendiri (Haroen, 2007). Syarat-syarat tersebut sebagai berikut: a. Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya untuk

melakukan akad Ijarah.

b. Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga menimbulkan perselisihan, maka ijarah tidak sah.

c. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa barang ataupun dalam upah mengupah.

5. Macam-Macam Ijrah

Ijarah dapat dibagi menjadi dua, yaitu ijarah terhadap benda atau

(39)

a. Ijarah ‘ayan (menyewa barang) ; dalam hal ini terjadi sewa-menyewa dalam bentuk benda atau binatang dimana orang yang menyewakan mendapat imbalan dari penyewa.

b. Ijarah amal ( menyewa jasa) ; dalam hal ini terjadi perikatan tentang pekerjaan atau buruh manusia dimana pihak penyewa memberikan upah kepada pihak yang menyewakan. Dilihat dari segi pekerjaan yang harus dilakukan, maka ajir dapat dibagi menjadi:

1) Ajir Khash.

Ajir khash yaitu pihak yang harus melaksanakan pekerjaan dan sifat pekerjaannya ditentukan dalam hal yang khusus dan dalam waktu tertentu. Ajir khash tidak boleh bekerja kepada pihak lain dalam waktu-waktu tertentu selama terikat dalam pekerjaan. Ataupun bekerja untuk dirinya sendiri kecuali ada izin dari pemberi pekerjaan dan apabila ada ketentuan adat (kebiasaan), seperti melakukan ibadah. Obyek di dalam perjanjian kerja ajir khash adalah waktu dan tenaga ajir secara individual. Oleh sebab itu lamanya waktu perjanjian kerja harus dijelaskan, apabila tidak dijelaskan maka perjanjian kerja dapat dinilai tidak sah. Demikian juga pekerjaan yang diterima ajir khash tidak dapat diserahterimakan/diwakilkan kepada orang lain.

2) Ajir Musytarak.

(40)

terbatas pada hal-hal (pekerjaan) tertentu yang bersifat khusus. Obyek perjanjian kerja dalam ajir umum ialah pekerjaan dan hasilnya. Pembayarannya didasarkan atas ada tidaknya pekerjaan yang telah dilakukan oleh ajir sebagai penerima pekerjaan dan sesuai tidaknya hasil pekerjaan dengan kesepakatan bersama antara ajir dengan penyewa. Dan kedua belah pihak dapat menuntut apabila salah satu pihak tidak atau lalai memenuhi isi perjanjian yang telah ditetapkan oleh keduanya. Apabila dalam ajir musytarak kedua belah pihak tidak memberi batas waktu, maka perjanjian tetap sah. Tetapi apabila kedua belah pihak memberi/menetapkan batas waktu, maka perjanjian dianggap sah apabila batas waktu disebutkan dalam perjanjian.

6. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Pembatalan perjanjian (fasakh) oleh salah satu pihak jika alasan atau dasar yang kuat untuk itu, adapun hal-hal yang menyebabkan batal dan berakhirnya upah (Ya’qub, 1992: 334) adalah :

a. Terjadinya aib pada barang sewaan

Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian pihak penyewa sendiri.

(41)

Maksudnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Misalnya yang menjadi obyek sewa-menyewa adalah rumah, kemudian rumah tersebut terbakar atau roboh, sehingga rumah tersebut tidak dapat digunakan kembali.

c. Rusanya barang yang diupahkan (ma’jur a’laih)

Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadi hubungan sewa-menyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka akad tidak akan mungkin terpenuhi lagi. Misalnya : si A mengupahkan kepada si B untuk menjahit bakal baju, dan kemudian bakal baju itu mengalami kerusakan, maka perjanjian sewa-menyewa akan berakhir sendirinya.

d. Terpenuhi manfaat yang diakadkan

Dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa apa yang menjadi tujuan perjanjian telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh para pihak. Misalnya : “Dalam hal persewaan tenaga (perburuhan), apabila buruh telah melaksanakan pekerjaannya dan mendapatkan upah sepatutnya, dan masa kontrak telah berakhir, maka dengan sendirinya berakhirlah perjanjian sewa-menyewa”.

(42)

Adanya uzur merupakan salah satu penyebab putus dan berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud dengan uzur di sini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Misalnya : “seorang menyewa toko untuk berdagang, kemudian barang dagangannya musnah terbakar, atau dicuri orang sebelum toko itu dipergunakan, maka pihak penyewa dapat membatalkan perjanjian sewa menyewa toko yang telah diadakan sebelumnya”.

B. Macam-Macam Akad

1. Akad Muzara’ah a. Pengertian

Akad muzara’ah secara bahasa nuzaraah artinya penanaman

lahan. Sedangkan secara istilah muzara’ah adalah suatu usaha

kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan buruh tani atau pekerja yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan, dimana benih tanaman dari si pemilik tanah.

Al- Muzara’ah memiliki dua arti, yang pertama al-muzara’ah yang berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal (al-hadzar). Makna pertama adalah makna majaz dan makna yang kedua adalah makna hakiki. (Suhendi, 2002: 153).

(43)

Dasar hukum akad muzaraah ini sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits, adalah sebagai berikut:

adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan.

34. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,

35. Supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS. Yasiin [36]: 33-35)

Sabda Rasulullah SAW yang diriwatkan oleh Imam Bukhari, (Rahman, 1995:284) sebagai berikut:

Barang siapa yang memiliki tanah, penggarapannya harus dilakukan sendiri atau menyerahkan secara sukarela kepada saudara sesama muslim untuk melakukan kedua hal tersebut, maka tanah itu harus tetap dipegangnya sendiri. (HR. Bukhari)

c. Syarat Muzara’ah

Syarat akad muzara’ah menurut Abu Yusuf dan Muhammad

(sahabat Abu Hanifah), berpendapat bahwa muzara’ah memiliki

(44)

melangsungkan akad), tanaman, tanah yang di tanami, sesuatu yang keluar dari tanah, tempat akad, alat cocok tanam dan waktu bercocok tanam.

1) Syarat aqid (orang yang melangsungkan akad) a) Mumazzis, tetapi tidak disyaratkan baligh

b) Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi ulama Hanafiyah tidak mensyaratkannya.

2) Syarat tanaman

Diantara para ulama terjadi beberapa perbedaan pendapat, tetapi kebanyakan menganggap lebih baik jika diserahkan kepada pekerja.

3) Syarat dengan garapan

a) Memungkinkan untuk digarap, yakni apabila ditanami tanah tersebut akan menghasilkan.

b) Jelas

c) Ada penyerahan tanah

4) Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan a) Jelas ketika akad

b) Diharuskan atas kerja sama dua orang yang akad

(45)

d) Hasil tanaman harus menyeluruh di Antara dua orang yang akan melangsungkan akad. Tidak dibolehkan mensyaratkan bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mendapatkan sekedar pengganti biji.

5) Tujuan akad

Akad dalam muzara’ah harus didasarkan pada tujuan

syara‟yaitu untuk memanfaatkan tanah.

6) Syarat alat cocok tanam

Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern dengan maksud sebagai konsekuensi atas akad.

7) Syarat muzara’ah

Dalam muzara’ah diharuskan menetapkan waktu. Jika

waktu tidak di tetapkan, muzara’ah dipandang tidak sah (Suhendi,

2002). 2. Akad Musaqoh

a. Pengertian

(46)

Disyaratkan juga jenis tanaman yang menjadi objek perjanjian adalah tanaman keras.

b. Rukun dan Syarat

Adapun rukun musaqah yaitu:

1) Ada dua orang / pihak yang melakukan transaksi. 2) Ada lahan yang dijadikan objek dalam perjanjian. 3) Menyangkut jenis usaha yang akan dilakukan.

4) Ada ketentuan mengenai bagian masing-masing dan hasilnya. 5) Ada perjanjian, baik tertulis maupun lisan (sigath).

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap rukun, yaitu sebagai berikut.

1) Pihak-pihak yang melakukan transaksi harus orang yang cakap bertindak hukum, yakni balig dan berakal

2) Menjelaskan bagian penggarap. Benda yang dijadikan objek perjanjian bersifat pasti, dikemukakan sifat dan keadaannya sehingga tidak ada kemungkinan berbeda dengan keadaan yang telah dijelaskan.

3) Hasil panen yang dihasilkan dari kebun tersebut merupakan hak mereka bersama sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. 4) Bentuk usaha yang dilakukan oleh pengelola harus yang berkaitan

(47)

5) Ada kesediaan setiap pihak untuk melakukan perjanjian musaqah berupa ungkapan lisan atau tertulis (Suhendi, 2002: 214-215). 3. Akad Ju’alah

a. Pengertian

Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah.

Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh//ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah.

b. Dasar Hukum

Dasar hukum akad Ju’alah ini berdasarkan fatwa Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah, antara lain sebagai berikut:

1) Al-Qur’an

(48)

akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya (Q.S. al-Maidah [5]: 1).

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (Q.S. al-Nisa [4]: 58).

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q S.

al-Baqarah [2]: 275).

(49)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. (QS. al-Maidah [5]: 2).

Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".

(Q.S. Yusuf [12]: 72).

2) Al-Hadits

Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

(50)

Setiap amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya. (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab)

3) Kaidah fiqh yang menegaskan

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

c. Ketentuan Hukum dan Akad

Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah. Akad Ju’alah boleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

jasa sebagaimana dimaksud dalam konsideran di atas dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Pihak Ja’il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan (muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad;

2) Objek Ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syari’ah;

3) Hasil pekerjaan (natijah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran;

4) Imbalan Ju’alah (reward/’iwadh//ju’l) harus ditentukan besarannya oleh Ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; dan 5) Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum

(51)

Ketentuan hukum Ju’alah ada 2 yaitu antara lain sebagai

berikut:

1) Imbalan Ju’alah hanya berhak diterima oleh pihak maj’ul lahu apabila hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi;

2) Pihak Ja’il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika pihak maj’ul lah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil pekerjaan/natijah) yang ditawarkan.

d. Rukun dan Syarat Jualah

1) Aqidain (dua orang yang berakad)

2) Shighat (lafal), mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jualah tanpa seizing orang yang menyuruh maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan.

3) Pekerjaan, yaitu perbuatan yang diharapkan hasilnya harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut pandangan syara’.

4) Upah

Sedangkan syarat ju’alah ialah sebagai berikut:

1) Pekerjaan yang diminta dikerjakan adalah mubah. Tidak sah transaksi jualah pada sesuatu yang tidak mubah, seperti khamar. 2) Upah dalam jualah berupa harta yang diketahui jenis dan

(52)

3) Upah dalam jualah harus suci, dapat diserahkan, dan dimiliki oleh peminta jualah.

4) Pekerja menyelesaikan pekerjaan yang diminta dalam jualah dan menyerahkannya kepada yang menyuruh.

e. Pembatalan Jualah

(53)

BAB III

DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH

KABUPATEN SEMARANG DAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN

UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah

Desa cukilan dalam legendanya tidak lepas dari seorang prajurit keraton Yogyakarta yang bernama Ki Ageng Cukil. Ki Ageng Cukil merupakan sosok pejuang yang berasal dari daerah Tuluh Watu Magelang. Pada abad ke-18, sebelum sampai di Desa Cukilan, Cukil muda banyak membantu masyarakat di daerahnya melawan penjajah Belanda. Tak lama kemudian, Cukil meninggalkan pekerjaannya sebagai prajurit dengan alas an ingin berjuang membantu rakyat. Cukil tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda.

(54)

pesanggrahan tersebut. Asal usulan para pengikut, akhirnya diputuskan pesanggrahan yang mereka tempati tersebut diberi nama Cukilan.

2. Profil

Desa Cukilan merupakan salah satu bagian dari wilayah Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Desa Cukilan terbagi dalam 7 Dusun diantaranya Dusun Salak, Dusun Krajan, Dusun Patran, Dusun Pakelan, Dusun Banjaran Gunung, Dusun Baanjaran Cengklik dan Dusun Gejugan dengan luas wilayah : 621,18 Ha. Adapun batasbatas wilayahnya adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Dadapayan dan Kabupaten Boyolali b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Tumpang dan Reksosari c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kedung Ringin dan Kabupaten

Boyolali

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Krandon Lor dan Kecamatan Pabelan Secara umum kondisi Desa Cukilan baik secara demografi maupun geografis dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Jumlah Penduduk (Data SMARD) Tabel. 1

Jumlah Penduduk

No Jumlah Menurut Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Jenis Kelamin 3.220 3.149 6.369

(55)

b. Tingkat Pendidikan

Tabel. 2

Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Tidak/Belum Sekolah 755 807 1.562

2 Belum Tamat SD / Sederajat 254 245 499

3 SD / Sederajat 1.172 1.249 2.421

4 SLTP / Sederajat 619 528 1.147

5 SLTA / Sederajat 351 264 615

6 Diploma 1 / 2 4 6 10

7 Diploma 3 / Sarjana Muda

18 14 32

8 Diploma 4 / Strata 1 44 36 80

9 Strata 2 3 0 3

c. Jenis Pekerjaan

Tabel. 3

Jenis Pekerjaan

No Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Belum / Tidak Bekerja 669 661 1.330

2 Mengurus Rumah Tangga 453 453

3 Pelajar / Mahasiswa 461 374 835

4 Pensiunan 17 6 23

5 Pegawai Negeri Sipil 21 12 33

(56)

7 Kepolisian RI 1 1 2

8 Perdagangan 10 18 28

9 Petani / Pekebun 732 645 1.377

10 Nelayan / Perikanan 1

11 Karyawan Swasta 367 284 651

12 Buruh Harian Lepas 301 219 520

13 Buruh Tani / Perkebunan 16 14 30

14 Buruh Peternakan 1 1

15 Pembantu Rumah Tangga 2 2

16 Tukang Kayu 2 2

d. Agama

Tabel. 4

A g a m a

No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Islam 3.186 3.114 6.300

2 Kristen 32 31 63

3 Katholik 2 3 5

4 Budha 1 1

(57)

Tabel. 5 U m u r

No Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0 – 14 684 610 1.294

2 15 – 29 789 707 1.496

3 30 – 44 794 808 1.602

4 45 – 59 569 616 1.185

5 60 – 74 275 284 559

6 ≥ 75 109 124 233

f. Status Perkawinan

Tabel. 6 Status Perkawinan

No Status Perkawinan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Belum Kawin 1.475 1.107 2.582

2 Kawin 1.659 1.772 3.381

3 Cerai Hidup 33 49 82

4 Cerai Mati 53 271 324

g. Jumlah Tempat Pendidikan

Tabel. 7

Tempat Pendidikan

No Sekolah Jumlah

1. PAUD 2

2. TK/RA 3

(58)

4. SMP/MTs 1

4. SMA/SMK/MA -

5. Madrasah Diniyah/TPQ 5

6. Pondok Pesantren -

h. Jumlah Tempat Ibadah

Tabel. 8

Tempat Ibadah

No Nama Tempat Ibadah Jumlah

1. Masjid 16

2. Gereja 2

3. Pura -

4. Vihara -

5. Klenteng -

i. Kegiatan kegamaan dan adat

Agama Islam menjadi masyoritas di desa Cukilan sehingga kegiatan-kegiatan yang sangat dominan di masyarakat antara lain seperi, pembacaan mauled dziba’ dan berzanji, pengajian,

mujahadah, muslimatan, yasinan, dan sebagainya. Selain itu juga terdapat tradisi sadranan, merti deso dan saparan.

(59)

Berikut penulis tunjukkan struktur organisasi pemerintahan Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang sampai sekarang masih memiliki kewajiban di Kantor Desa.

B. Pelaksanaan Pembayaran Upah Dengan Sistem Perjanjian Dhodhos di

(60)

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak interaksi yang dilakukan agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal balik antara individu satu dengan yang lainnya dapat terjalin dengan baik. Pada prinsipnya setiap orang yang bekerja pasti akan mendapatkan imbalan dari apa yang dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan.

Pemilk sawah merupakan seorang yang memiliki lahan pertanian, sedangkan buruh tani adalah yang menggarap lahan pertanian yang bukan miliknya. Seperti halnya yang terjadi di desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang rata-rata masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani.

Tabel. 9

Data yang menggunakan sistem Dhodhos

No Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Pemilik Sawah 177 93 210

2. Pekerja / Buruh 251 76 327

3. Buruh Harian Lepas 301 219 520

(61)

1. Data Narasumber

Pemilik sawah adalah orang yang memiliki hak penuh atas tanah sawahnya untuk ditanami padi, kacang, jagung ataupun tanaman palawija lainnya. Pada saat tanah sawah siap untuk ditanami ataupun siap untuk memanen itu pemilik sawah biasanya meminta bantuan kepada buruh tani untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya di sawah. Karena pemilik sawah tidak mungkin bisa menyelesaikan sendiri baik pada saat menanam ataupun memanen.

Dalam penelitian ini terdapat informan atau narasumber terkait dengan pelaksanaan pembayaran upah dengan sistem dhodhos di desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, ada tiga narasumber atau informan dari pihak pemilik sawah antara lain sebagai berikut:

Tabel. 10

Data Informan Pemilik Sawah

No Nama Usia Pekerjaan

1. Bapak Diyono 50 Tahun PNS

2. Bapak Eko 37 Tahun Wiraswasta

3. Bapak Sardjono 45 Tahun PNS

(62)

membutuhkan waktu 3-4 hari tergantung luas lahan sawahnya dan jumlah buruh tani yang bekerja. Semakin banyak buruh tani yang bekerja semakin cepat pula memanen padinya.

Terdapat 8 (delapan) informan atau narasumber dari para buruh tani atau pekerja yan terlibat dalam pekerjaan mengelola sawah menggunakan sistem pembayaran upah dengan sistem dhodhos, antara lain sebagai berikut:

Tabel. 11

Data Informan Buruh Tani/Pekerja

No Nama Usia

1. Ibu Siti Aminah 33 Tahun

2. Bapak Rebin 50 Tahun

3. Bapak Syamsudin 40 Tahun

4. Ibu Tuminah 45 Tahun

5. Bapak Pardjono 50 Tahun

6. Bapak Komaruddin 35 Tahun

7. Ibu Siti Jamilah 30 Tahun

8. Bapak Mujito 35 Tahun

Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perjanjian pembayaran upah dengan system dhodhos ini masih dilakukan di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.

(63)

Perjanjian yang dilakukan oleh pemilik sawah dengan para buruh tani atau pekerja di desa Cukilan Kecamatan Suruh kabupaten Semarang dengan sistem dhodhos ini sebenaranya bukan merupakan kebiasaan dari masyarakat desa Cukilan. Kebiasaan tersebut dibawa oleh seorang dari daerah Bogor Jawa Barat yang pernah tinggal di desa Cukilan, sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara dengan informan.

“Sistem pembayaran upah dhodhos ini bukan dari masyarakat desa Cukilan mbak, sistem ini dulu katanya (orang tua) dibawa oleh seorang pendatang dari daerah Bogor Jawa Barat dan akhirnya digunakan oleh masyarakat desa Cukilan ”. (Wawancara dengan Bapak Diyono Pemilik Sawah pada tanggal 27 November 2017).

Sistem pembayaran upah yang dilakukan pemilik sawah kepada para buruh tani atau pekerja bahwa sistem yang digunakan oleh kedua belah pihak adalah menggunakan sistem dhodhos.

“Sistem pembayaran upah disini dari dulu menggunakan sistem

dhodhos mbak, dimana pembayaran dibayarkan setelah semua

pekerjaan selesai” (Wawancara dengan Bapak Sardjono Pemilik Sawah pada tanggal 7 Januari 2018).

Mengenai perjanjian atau akad yang dibuat oleh kedua belah pihak, bahwa telah terjadi ijab dan qobul antara pemilik sawah dengan buruh tani atau pekerja dari awal sebelum dilakukan perkerjaanan dan telah dianggap sah dan memenui unsur perjanjian, sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara dengan informan.

(64)

menggarap sawah. Di dalam perjanjian tersebut dijelaskan pula mengenai pekerjaan dan pembayaran upah atau bagi hasil dan perjanjian ini sudah sah mbak”. (Wawancara dengan Bapak Eko Pemilik Sawah pada tanggal 6 Januari 2018).

Perjanjian pembayaran upah dengan sistem dhodhos, dilakukan kesepakatan antara pemilik sawah dengan buruh tani atau pekerja. Dalam perjanjian tersebut dibahas mengenai sistem pembayaran upah dengan bagi hasil dan mengenai pengelolaan sawahnya, sebagaimana hasil wawancara dengan informan.

“Mengenai perjanjiannya mbak, itu sudah ada kesepakatan diawal mengenai pembayaran upah bagi hasil dengan sistem dhodhos, dan mengenai pengelolaan sawahnya” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 29 November 2017).

“Perjanjiannya dengan sistem dhodhos mbak, diawal sebelum mengolah sawah dengan pembayaran upahnya bagi hasil setelah panen” (Wawancara dengan Bapak Komarudin Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 9 Januari 2018).

Kekuatan hukum menurut para pemilik sawah terkait dengan sistem dhodhos ini, bahwa sistem ini sudah sesuai dengan hukum karena telah terjadi kesepakatan antara pemilik sawah dengan para pekerja atau buruh tani dan tidak ada paksaan atau tekanan dan sudah memenuhi unsur perjanjian atau akad, sebagaimana hasil wawancara dengan informan.

“Menurut saya ya mbak, sistem pembayaran dhodhos ini sudah sesuai dengan hukum, karena sudah ada kesepakatan antara pemilik sawah dengan para buruh tani atau pekerja. Jadi ya sistem ini tidak bertentangan dengan hukum dan sah sah saja mbak”. (Wawancara dengan Bapak Eko pada tanggal 6 Januari 2018).

(65)

Pemilik sawah yang mempunyai sawah yang sangat luas biasanya dilakukan dengan perjanjian dengan sistem dhodhos, atau oleh kebayanyakan masyarakat di desa Cukilan disebut juga dengan bagi hasil panen. Rata-rata yang melakukan dengan sistem dhodhos oleh pemilik sawah karena sawahnya besar dan tidak bisa mengerjakan sendiri yang kemudian diharuskan pemilik sawah menawarkan atau diminta oleh para Buruh tani atau pekerja dengan sistem dhodhos. Seperti yang di temukan oleh peneliti ketika mewawancara narasumber:

“Sawah saya sangat luas sekitar 2 hektar yang semuanya hanya bisa dibuat menananam padi. Karena saya kurang mampu mengelola sendiri maka saya tawarkan kepada para buruh untuk mengerjakan sawah dengan sistem dhodhos atau bisa dibilang bagi hasil setelah panen tiba.” (Wawancara dengan Bapak Diyono Pemilik Sawah pada tanggal 27 November 2017).

“Karena saya PNS mbak jadi tidak memiliki bisa membagi waktu dalam mengurus sawah. Dan mengenai perjanjian pembayaran buruh biasanya disini perjanjian dilakukan di awal mengenai pembayaran upah dan penjualan, serta lain-lain terkait pengelolaan sawah dengan sistem dhodhos ini mbak.” (Wawancara dengan Bapak Sardjono Pemilik Sawah pada tanggal 7 Januari 2018).

Pada umumnya para buruh tani atau pekerja ini melakukan pekerjaanya adalah tidak memiliki sawah yang luas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka. Alasan lainnya dikarenakan tidak ada pekerjaan lain. Sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara dengan informan.

(66)

“Karena tidak ada pekerjaan lain mbak, mau kerja lain ya ndak ada mbak”. (Wawancara dengan Bapak Mujito dan Ibu Siti Jamilah Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 28 November 2017).

“Awalnya dulu ditawari oleh Bapak Sardjono mbak, dan kebetulan saya juga butuh tambahan ya akhirnya saya terima tawaran beliau” (Wawancara dengan Bapak Pardjono Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 8 Januari 2018).

Dapat disimpulkan bahwa buruh tani atau pekerja melakukan pelaksanaan sistem bagi hasil pengelolaan sawah karena sebagai berikut: a. Pemilik sawah tidak ada waktu

b. Pemilik sawah tidak mampu mengelola sendiri

c. Buruh tani atau pekerja mempunyai sawah berdekatan dengan pemilik sawah garapan

d. Buruh tani atau pekerja tidak memiliki pekerjaan tetap e. Buruh tani atau pekerja tidak mempunyai sawah sendiri

f. Buruh tani atau pekerja melakukan pekerjaannya karena faktor ekonomi.

4. Proses Pengelolaan Sawah di Desa Cukilan Dengan Sistem Dhodhos Sampai Tahap Penjualan

(67)

Proses pertama yang dilakukan para buruh tani atau pekerja adalah mencangkul sawah atau bisa dengan brujul (sejenis mengolah sawah dengan traktor tetapi dengan menggunakan tenaga sapi). Kemudian membuat penyemaian bibit padi, setelah sekian dikira sudah layak untuk dipindahkan kesawah baru bisa langsung ditanam di sawah yang sudah digemburkan dengan brujul. Sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara dengan buruh tani atau pekerja.

“Proses pertama adalah mencangkul dan brujul mbak. Membuat semaian padi, setelah itu dipindahkan ke sawah yang sudah digemburkan mbak.”(Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari 2018).

Tahap yang kedua adalah merawat padi dengan pengairan secukupnya, membersihkan atau mencabuti rumput-rumput liar, kemudian pemberian pupuk dan menyemprot padi dengan pestisida untuk menghilangkan hama belalang dan sejenisnya serta mengusir hama tikus dan burung yang memakan padi. Kegiatan tersebut dilakukan sampai sekiranya padi mulai menguning dan siap untuk dipanen. Sebagaimana temuan peneliti dengan narasumber:

“Pengairan secukupnya, mencabuti suket (rumput-rumput liar), pemberian pupuk, menyemprot pestisida untuk menghilangkan hama belalang dan sejenisnya dan mengusir hama tikus dan burung mbak” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari 2018).

(68)

tani tidak kesusahan, karena pada saat itu para pencari damen (tanaman padi) yang nantinya akan dibuat untuk memberi makan pada hewan ternak mereka. Setelah selesai memanen padi yaitu dilakukan pemisahan biji padi dengan menggunakan alat tradisional ngedos (alat untu memisahkan padi dari tangkainya yang dibuat secara tradisional). Kemudian dilakukan proses pengirikan (memisahkan padi yang berisi dan yang tidak berisi). Sebagaimana wawancara dengan narasumber:

“Yang saya tunggu-tunggu ketika panen mbak. Kalau panen saya biasanya dibantu orang ngarit damen (mencari rumput dari tanaman padi). Setelah selesai memanen padi yaitu ngedos. Kemudian pengirikan mbak” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari 2018).

Tahap berikutnya adalah proses penjemuran, proses tersebut dilakukan untuk menghindari biji padi yang sudah dipanen tumbuh lagi. Setelah kering padi di timbang untuk mengetahui berapa hasil dari panen tersebut. Setelah itu baru dibawa ke pemilik sawah untuk bisa dijual secara bersama-sama dengan buruh tani atau pekerja. Sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara.

“Setalah panen padi dijemur mbak, biar biji padi yang sudah dipanen tidak tumbuh lagi. Setelah kering padi di timbang kemudian dibawa ke pemilik sawah untuk bisa dijual secara bersama-sama” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari 2018).

(69)

Rincian biaya pengelolaan sawah yang dilakukan di desa Cukilan dengan sistem dhodhos, berdasarkan wawancara dengan salah satu narasumber Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani/pekerja pada tanggal 23 Januari 2018, sebagai berikut:

Tabel. 11

Biaya Pengelolaan Sawah dan Bagi Hasil Modal

No Uraian Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1. Benih 30 Kg Rp. 8.000,- Rp. 240.000,-

2. Pupuk Kandang 1000 Kg Rp. 1.000,- Rp. 1.000.000,- 3. Pupuk Urea 150 Kg Rp. 1.300,- Rp. 195.000,- 4. Pupuk SP36 100 Kg Rp. 2.200,- Rp. 220.000,- 5. Pupuk NPK Ponska 300 Kg Rp. 2.300,- Rp. 690.000,- 6. Petrogaik 1000 Kg Rp. 500,- Rp. 500.000,- 7. Pestisida/Insektisida 2 liter Rp. 75.000,- Rp. 150.000,-

Jumlah Modal Rp. 2.995.000,-

Biaya Operasional/Upah Kerja

No Uraian Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

1. Pengolahan Lahan 30 Orang Rp. 30.000,- Rp. 900.000,- 2. Pencabutan dan Penanaman

Bibit 20 Orang

Rp. 17.500,- Rp. 350.000,-

3. Penyiangan dan Pemupukan ke 1 16 Orang

Gambar

Tabel. 1 Jumlah Penduduk
Tabel. 3 Jenis Pekerjaan
Tabel. 4 A g a m a
Tabel. 7
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sistem dinding perkuatan dengan blok beton bersegmen terdiri dari blok beton pracetak yang disusun untuk membentuk penutup dinding, dengan tanah timbunan dibelakangnya yang

(1) menghitung besar persentase penurunan jumlah peserta didik yang mengalami miskonsepsi, untuk mengetahui persentase penurunan jumlah peserta didik yang mengalami

Bentuk dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rahma Nurvidiana dkk (2015) “Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Minat Beli Serta Dampaknya Pada

Dalam referensi standar astronomi, sudut altitude untuk waktu Subuh danlsya' adalah 18 derajat di bawah ufuk, atau sama dengan minus 18 derajat. Namun demikian ada beberapa

Adriani menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan

Ketiga, hubungan antara pengangguran, la- ma mencari kerja, dan reservation wage me- nunjukkan: tenaga kerja terdidik cenderung menjadi penganggur, lama mencari kerja le- bih

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Peran Unit Pelaksana Teknis

Untuk itu dilakukan program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Praktik Pengalalaman Lapangan merupakan suatu program akademik yang wajib dilaksanakan setiap mahasiswa