• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT KARKAS DAN NON KARKAS SAPI SILANGAN LOKAL FRIESIAN HOLSTEIN SERTA KERBAU RAWA JANTAN LIA JULIANTY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT KARKAS DAN NON KARKAS SAPI SILANGAN LOKAL FRIESIAN HOLSTEIN SERTA KERBAU RAWA JANTAN LIA JULIANTY"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT KARKAS DAN NON KARKAS SAPI SILANGAN

LOKAL FRIESIAN HOLSTEIN SERTA

KERBAU RAWA JANTAN

LIA JULIANTY

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal Sapi Friesian Holstein serta Kerbau Rawa Jantan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013 Lia Julianty NIM D14090025

(4)

ABSTRAK

LIA JULIANTY. Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal Sapi Friesian Holstein serta Kerbau Rawa Jantan. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO dan MULADNO.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sifat karkas dan non karkas pada ternak ruminansia besar yang dipotong di empat Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang berbeda. Sebanyak 25 ekor ternak jantan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 10 ekor sapi silangan lokal, 8 ekor sapi Friesian Holstein (FH) dan 7 ekor kerbau rawa. Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), selanjutnya jika terdapat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe ternak berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap sifat karkas dan non karkas. Sapi FH memiliki bobot potong dan bobot karkas nyata lebih tinggi (P<0.05) daripada sapi silangan lokal dan kerbau rawa. Namun demikian, sapi silangan lokal memiliki persentase karkas yang nyata lebih tinggi (P<0.05) daripada sapi FH dan kerbau rawa. Bobot non karkas FH (jeroan merah, jeroan hijau kosong, kaki dan ekor) secara umum nyata lebih tinggi (P<0.05) daripada sapi silangan lokal dan kerbau rawa. Kerbau rawa memiliki persentase kulit dan kepala yang paling tinggi, sementara FH memiliki persentase jeroan merah dan jeroan hijau kosong yang paling tinggi dan sapi silangan lokal memiliki persentase ekor tertinggi. Kata kunci : FH, karkas, kerbau, non karkas, sapi silangan lokal

ABSTRACT

LIA JULIANTY. Traits of Carcass and Non Carcass Crossbred Beef Cattle Friesian Holstein and Swamp Buffalo Male. Supervised by RUDY PRIYANTO and MULADNO.

This study was aimed to compare the carcass and non carcass types of large ruminant in four slaughter houses. Twenty five male animals comprised 10 heads of crossbred cattle, 8 heads of Friesian Holstein and 7 heads of swamp buffalo. The data were obtained and analyzed by using analysis of variance (ANOVA), further between treatment where then tested by Duncan Multiple Range Test. The results showed that different types of large ruminant produced significantly different (P<0.05) carcass and non carcass traits. The bulls of Friesian Holstein had significantly higher (P<0.05) slaughter weight and carcass weight. However, crossbred beef cattle yielded significantly higher (P<0.05) dressing percentage compare to dairy type cattle and swamp buffalo. In general, the Frisian Holstein yielded significantly higher (P<0.05) non carcass weight (viscera, head, feet and tail) relatived to thus of crosbred beef cattle and swamp buffalo. In persentage basis, swamp buffalo had the higher skin and head, while viscera was the highest in dairy cattle and the tail of crossbred beef cattle was the highest.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SIFAT KARKAS DAN NON KARKAS SAPI SILANGAN

LOKAL FRIESIAN HOLSTEIN SERTA

KERBAU RAWA JANTAN

LIA JULIANTY

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal Sapi Friesian Holstein serta Kerbau Rawa Jantan

Nama : Lia Julianty NIM : D14090025

Disetujui oleh

Dr Ir Rudy Priyanto Pembimbing I

Prof Dr Ir Muladno, MSA Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah Sifat Karkas dan Non Karkas Sapi Silangan Lokal Sapi Friesian Holstein serta Kerbau Rawa Jantan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Rudy Priyanto dan Bapak Prof Dr Ir Muladno, MSA selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Henny Nuraeni, MSi yang telah banyak memberi saran. Terima kasih penulis ucapkan kepada para dosen penguji Bapak Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi, Ibu Ir Lucia Cyrilla, MSi dan Bapak M. Baihaqi, SPt MSc. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas terlaksananya penelitian ini.

Penulis juga sampaikan penghargaan kepada Zulham Mirza Prabowo, Achmad Ubaidillah, Irmawan Purpranoto dan Muhammad Ismail SPt yang telah membantu selama pengumpulan data dan berlangsungnya penelitian. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada tim Laboratorium Ruminansia Besar (pak Cucu, pak Eko, mba Indah, kak Dudi, kak Sugma, pak Tatang, pak Ujang) atas bantuan dan dukungan selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada keluarga tercinta yaitu ayah, ibu, abang Eris Fajar Setiawan dan kak Raela Ismawati Dewi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman kosan pelangi (Trisa, Triana, kak Delfi, kak Isya, kak Leli, dan kak Yasinta) serta sahabat IPTP 46, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013 Lia Julianty

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

MATERI DAN METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Keadaan Umum Penelitian 5

Sifat Karkas 5

Sifat Non Karkas 7

SIMPULAN DAN SARAN 9

Simpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Sifat karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau 6 2 Bobot non karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau 7 3 Persentase non karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji analisis ragam bobot potong 12

2 Hasil uji analisis ragam bobot karkas 12

3 Hasil uji analisis ragam bobot lemak 12

4 Hasil uji analisis ragam persentase karkas 12

5 Hasil uji analisis ragam persentase lemak 12

6 Hasil uji analisis ragam bobot kulit 12

7 Hasil uji analisis ragam bobot jeroan merah 13

8 Hasil uji analisis ragam bobot jeroan hijau kosong 13

9 Hasil uji analisis ragam bobot kaki 13

10 Hasil uji analisis ragam bobot kepala 13

11 Hasil uji analisis ragam bobot ekor 13

12 Hasil uji analisis ragam persentase kulit 13

13 Hasil uji analisis ragam persentase jeroan merah 14 14 Hasil Uji analisis ragam persentase jeroan hijau kosong 14

15 Hasil uji analisis ragam persentase kaki 14

16 Hasil uji analisis ragam persentase kepala 14

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak ruminansia besar merupakan ternak yang sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan daging di Indonesia. Pemenuhan kebutuhan ini dapat tercapai dengan adanya ketersediaan daging yang mencukupi dari ternak ruminansia besar seperti sapi dan kerbau. Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014 merupakan kemampuan pemerintah sebagai regulator menyediakan 90% dari total kebutuhan daging lokal di dalam negeri dan 10% sisanya berasal dari luar negeri atau impor ternak bakalan dan impor daging (Departemen Pertanian 2011).

Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012) konsumsi daging tahun 2009 sebesar 1.939 kg/kapita/tahun meningkat menjadi 2.029 kg/kapita/tahun pada tahun 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi daging di masyarakat mengalami peningkatan. Konsumsi daging yang tinggi perlu diimbangi dengan produksi daging yang dapat disediakan di dalam negeri. Jumlah produksi daging sapi 2012 sebesar 505 477 ton dan daging kerbau sebesar 35 290 ton, angka ini menyumbang sebesar 20.1 % dari total produksi daging nasional yaitu 2 690 900 ton (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012). Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012) menunjukkan bahwa hasil survei karkas tahun 2012 tentang ketersediaan sapi dan kerbau dalam konstribusi pemenuhan daging adalah sapi silangan lokal (59.11%), sapi perah (9.97%) dan kerbau (1.72%). Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sapi silangan lokal mempunyai kontribusi yang tinggi dalam pemenuhan dan program swasembada daging secara nasional. Sapi perah dan kerbau belum banyak dikembangkan untuk menghasilkan daging, sehingga perlu adanya perbaikan mutu genetik dan usaha penggemukan.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2011 populasi sapi potong mencapai 14 824 373 ekor, sapi perah 597 123 ekor dan kerbau 1 305 078 ekor. Selain populasi, menurut Muhibbah (2007) faktor yang mempengaruhi produksi daging yaitu tipe ternak yang berbeda. Berdasarkan tipe, ternak ruminansia terdiri atas, sapi potong, sapi perah dan kerbau. Sapi potong memiliki potensi yang tinggi untuk dipelihara sebagai penghasil daging. Sapi silangan lokal merupakan sapi potong yang banyak disukai dan dipelihara oleh peternak rakyat. Sapi simpo (Simmental X Peranakan Ongole) dan limpo (Limousin X Peranakan Ongole) merupakan hasil persilangan sapi PO lokal dengan bangsa Bos taurus dari daerah dengan temperatur udara dingin seperti Simmental atau Limousin (Astuti et al. 2002). Sapi silangan lokal termasuk sapi yang memiliki kerangka besar sehingga secara genetik mempunyai laju pertumbuhan yang cepat (Sarwono dan Arianto 2003). Ternak perah memiliki tujuan utama sebagai penghasil susu, selain itu sapi perah jantan dapat dimanfaatkan juga sebagai penghasil daging. Sapi perah banyak digemukkan di daerah beriklim dingin (Sudono et al. 2003). Sementara itu, ternak kerbau merupakan ternak yang banyak dimanfaatkan sebagai ternak pekerja, pembajak sawah dan penghasil daging (Darminto et al. 2010).

Umumnya ternak yang dipotong di peternakan rakyat berasal dari berbagai tipe dan kondisi tubuh. Perbedaan tipe ternak ini didasarkan pada tujuan produksi

(12)

2

dan sistem pemeliharaan ternaknya. Sapi dan kerbau pada kondisi tubuh sedang menjadi perhatian karena diharapkan masih dapat ditingkatkan untuk mencapai bobot potong yang optimal. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui sifat karkas dan non karkas yang dihasilkan dari masing-masing tipe ternak ruminansia besar.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji pengaruh tipe ternak ruminansia besar terhadap produktivitas karkas dan non karkas yang dihasilkan

2. Memberikan informasi sifat karkas dan non karkas ternak ruminansia besar yaitu sapi silangan lokal, sapi FH dan kerbau rawa.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah produktivitas karkas sapi silangan lokal, sapi FH dan kerbau rawa di beberapa Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Pengelompokkan berdasarkan pada tipe ternak yang berbeda kemudian dihitung data karkas dan non karkasnya.

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan (Juni – Agustus 2012). Pengambilan data dilakukan di empat propinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Lokasi Rumah Pemotongan Hewan yaitu: RPH Elders Bogor, RPH Kota Semarang, RPH Kota Salatiga, RPH Kota Surabaya, RPH Pegirian dan RPH Banjarmasin.

Bahan

Data diperoleh dari ternak yang dipotong di Rumah Pemotongan Hewan yaitu 25 ekor ternak jantan yang terdiri atas sapi silangan lokal, sapi FH dan kerbau rwa dengan pembagian umur sebagai berikut :

a. 10 ekor sapi silangan lokal berumur I0 (4 ekor), I1 (5 ekor) dan I2 (1 ekor) b. 8 ekor sapi Friesian Holstein berumur I1 (6 ekor) dan I2 (2 ekor)

(13)

3

Gambar 1 Sapi silangan lokal, FH, dan kerbau rawa Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi peralatan RPH, timbangan bobot potong, bobot karkas dan bobot non karkas. Selain itu digunakan juga form identifikasi ternak dan form identifikasi sifat-sifat karkas.

Prosedur Penelitian

Pengambilan data dilakukan di beberapa propinsi. Sebelum proses pengambilan data, perlu dilakukan perizinan ke dinas peternakan setempat dan rumah pemotongan hewan yang dituju. Setelah memperoleh izin, kemudian dilakukan survey lapangan. Ternak diidentifikasi terlebih dahulu. Identifikasi ternak meliputi : bangsa, umur potong, jenis kelamin dan kondisi. Penentuan umur ruminansia dilakukan dengan melihat pergantian gigi, dari gigi susu ke gigi permanen pada gigi seri. Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan Torell et al. (2003) penentuan umur sapi menjadi I0 hingga I4 dengan ketentuan yaitu I0 (umur sapi kurang dari 2 tahun), I1 (umur sapi sekitar 2-2.5 tahun), I2 (umur sapi sekitar 2.5-3.5 tahun), I3 (umur sapi sekitar 3.5-4.5 tahun) dan I4 (umur sapi lebih dari 5 tahun). Ternak yang diamati yaitu sapi silangan lokal, sapi FH dan kerbau rawa berjenis kelamin jantan dengan kondisi tubuh sedang. Menurut Rutter et al. (2000) ternak dengan kondisi sedang memiliki ciri-ciri yaitu tulang rusuk dapat dirasakan dengan tekanan tangan, pangkal ekor mulai tertutup lemak dan dapat dengan mudah dirasakan. Pengamatan ternak pada kondisi sedang dilakukan karena ternak dengan kondisi sedang berpotensi untuk digemukkan sehingga dapat mencapai bobot optimal.

Ternak yang akan dipotong, ditimbang bobot potongnya terlebih dahulu. Proses pemotongan yang akan menghasilkan karkas dilakukan dengan memotong kepala pada bagian di antara tulang osipital dengan tulang atlas. Pemotongan kaki depan pada bagian antara carpus dan metacarpus sedangkan kaki belakang diantara tarsus dan metatarsus. Pemisahan ekor dilakukan paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal terikut pada karkas (BSN 2008). Proses pengulitan

(skinning) dilakukan dengan membuat irisan pada bagian anus hingga leher

melewati bagian perut dan dada, juga dari arah kaki belakang dan kaki depan. Kulit kemudian dilepaskan dari arah ventral perut dan dada ke arah dorsal dan punggung. Setelah proses pengulitan dilakukan proses trimming dengan cara menghilangkan lemak berlebih yang terletak di bawah kulit (lemak subkutan).

Proses pengeluaran isi rongga perut (evicerasi) dilakukan dengan menyayat dinding abdomen sampai dada. Bagian non karkas yang diamati meliputi kulit, jeroan merah, jeroan hijau kosong, kaki, kepala dan ekor. Jeroan merah merupakan organ-organ internal tubuh ternak meliputi jantung, paru-paru, trakea,

(14)

4

ginjal, limpa dan hati. Jeroan hijau kosong meliputi lemak internal, lambung (rumen, retikulum, omasum, abomasum) dan usus yang telah dibersihkan dari isi saluran pencernaan. Bagian masing-masing ditimbang untuk mengetahui bobot dan persentase non karkas yang dihasilkan. Pembelahan karkas dilakukan menjadi dua atau empat bagian yang simetris pada tulang belakang dari sacral

(Ossa vertebrae sacralis) sampai leher (Ossa vertebrae cervicalis), kemudian

karkas ditimbang.

Setiap RPH memiliki perbedaan pada teknis pemotongan. Di RPH Jawa Barat proses pemotongan dilakukan secara tradisional dan modern. Pemotongan secara modern menggunakan metode pemingsanan stunning gun. Karkas yang dipotong rata-rata seperempat bagian karkas, ekor masuk ke bagian karkas dan pangkal ekor sebagian masuk ke ekor, sama halnya dengan RPH yang berada di wilayah Kalimantan Selatan. Selain itu, RPH di Jawa Timur dan Jawa Tengah pemotongan karkasnya dilakukan menjadi dua bagian atau setengah karkas. Proses pemisahan lemak atau trimming dilakukan di RPH Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan tipe ternak yaitu sapi silangan lokal, sapi Friesian Holstein dan kerbau rawa. Ulangan untuk masing-masing perlakuan adalah 10 ekor sapi silangan lokal, 8 ekor sapi Friesian Holstein dan 7 ekor kerbau rawa. Model matematika menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Pi + ℇij Keterangan:

Yij : Hasil pengamatan sifat karkas dan non karkas pada tipe ternak ke-i dan ulangan ke-j.

µ : Nilai rataan umum sifat karkas dan non karkas ternak Pi : Pengaruh tipe ternak ke-i

ℇij : Pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor tipe ternak ke-i dan ulangan ke-j.

Analisis Data

Analisis data menggunakan analisis ragam (ANOVA). Data yang menunjukkan perbedaan selanjutnya dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Peubah yang diamati

a. Bobot Potong. Bobot Potong (kg) diperoleh dari hasil penimbangan sapi sebelum dipotong kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital kapasitas 1 000 kg.

b. Bobot dan Persentase Karkas. Karkas adalah bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor, serta lemak berlebih (BSN 2008). Bobot karkas (kg) diperoleh dari hasil penimbangan karkas yang dipisahkan dari

(15)

5 non karkas. Persentase karkas (%) diperoleh dari bobot karkas dibagi dengan bobot potong kemudian dikalikan 100%.

c. Bobot dan Persentase Non Karkas. Bagian non karkas meliputi bobot kulit, jeroan merah (hati, ginjal, limfa, paru-paru), jeroan hijau kosong (lemak internal, lambung yaitu rumen, reticulum, omasum, abomasum dan usus yang telah dibersihkan dari isi saluran pencernaan), kaki, kepala dan ekor. Bobot non karkas (kg) diperoleh dari hasil penimbangan komponen-komponen non karkas. Persentase non karkas (%) diperoleh dari bobot bagian non karkas dibagi dengan bobot karkas kemudian dikalikan 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa tipe ternak yang berbeda yaitu sapi silangan lokal, sapi Friesian Holstein dan kerbau rawa. Berdasarkan sebaran data di lapangan, ternak yang diteliti terdiri atas 25 ekor ternak jantan yang terdiri atas 10 ekor sapi silangan lokal, 8 ekor sapi FH dan 7 ekor kerbau rawa. Lokasi penelitian yang digunakan yaitu Rumah Pemotongan Hewan yang berada di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan karena wilayah tersebut memiliki potensi yang baik untuk populasi dan jumlah pemotongan yang tinggi pada ternak ruminansia besar.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (1999) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan hygiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Ternak yang dipotong di RPH sebagian besar berasal dari peternakan rakyat yang dikelola oleh warga setempat. Setiap RPH dilengkapi dengan fasilitas yang berbeda. Fasilitas ini tergantung dari tahapan proses pemotongannya. RPH yang telah memenuhi standar nasional memiliki gang way untuk jalur masuknya ternak ke tempat pemotongan. Selain itu, RPH juga dilengkapi restraining box yang digunakan sebagai tempat penggantungan ternak agar lebih mudah proses pengeluaran darah, pengulitan, pemotongan kaki, pengeluaran jeroan dan pembelahan karkas. RPH tradisional umumnya menggunakan alat yang sederhana dalam pemotongan sampai dihasilkan karkas.

Sifat Karkas

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008) karkas sapi merupakan bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih. Karkas yang baik memiliki persentase karkas tinggi dan persentase non karkas yang rendah, agar menghasilkan produksi daging yang tinggi.

(16)

6

Tabel 1 Sifat karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau

Variabel Ternak Silangan lokal (n=10) FH (n=8) Kerbau rawa (n=7) Bobot potong(kg) 332.25 ± 37.18b 439.75 ± 63.06a 304.70 ± 32.09b Bobot karkas (kg) 177.13 ± 23.81b 218.59 ± 28.56a 142.04 ± 14.08c Bobot lemak (kg) 4.92 ± 5.55 12.27 ± 4.16 9.49 ± 4.16 Persentase karkas(%) 53.22 ± 2.15a 49.85 ± 2.35b 46.68 ± 1.85c Persentase lemak (%) 2.78 ± 3.01 5.61 ± 2.11 6.50 ± 2.84 a,b,c Huruf-huruf yang berbeda pada angka di baris yang sama menunjukkan perbedaan yang

nyata (P<0.05) (uji jarak berganda Duncan). Bobot Potong

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas karkas yaitu tipe ternak (Muhibbah 2007). Berdasarkan Tabel 1 perbedaan tipe ternak pada kondisi sedang menghasilkan bobot potong yang bervariasi. Rataan bobot potong tertinggi dicapai oleh FH selanjutnya sapi silangan lokal dan kerbau rawa. Umumnya ternak yang dipotong di RPH belum mencapai bobot optimal. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan bobot potong FH mampu mencapai 439.75 kg, hal ini membuktikan bahwa kondisi sedang pada sapi FH lebih tinggi dibandingkan dengan bobot potong pada kondisi sedang yang dicapai oleh sapi silangan lokal dan kerbau. Hasil ini sesuai dengan penelitian Lilis (2008) bahwa FH jantan memiliki bobot potong berkisar 397-480 kg. Menurut hasil penelitian Santi (2008), sapi silangan lokal hasil persilangan sapi peranakan ongole (PO) dengan sapi Simmental dan Limousin yang dipelihara secara feedlot mampu mencapai bobot potong 539.36 kg dan 540.69 kg. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan sapi silangan lokal yang digunakan dalam penelitian yang mencapai bobot potong 332.25 kg, sehingga masih dapat ditingkatkan mencapai bobot optimal.

Bobot potong kerbau pada Tabel 1 lebih rendah dibandingkan sapi silangan lokal dan sapi FH. Hasil penelitian menununjukkan bobot potong kerbau 304.70 kg masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Miskiyah dan Usmiati (2006) bobot potong kerbau mencapai 360.16 kg. Hal ini membuktikan bahwa bobot potong kerbau yang belum mencapai optimal dapat ditingkatkan dengan cara menunda waktu pemotongan dan memperpanjang lama pemeliharaan agar kerbau kondisi sedang mampu mencapai bobot potong yang lebih tinggi. Menurut hasil penelitian Bianti (2012) kerbau memiliki pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi potong yaitu 1.16 kg dan 0.94 kg. Pertambahan bobot harian yang tinggi akan berdampak terhadap produktivitas kerbau salah satunya adalah pencapaian bobot potong.

Hasil pada Tabel 1 membuktikan bahwa ternak dengan kondisi yang sama memiliki bobot potong yang berbeda. Perbedaan bobot potong dapat dikaitkan dengan kerangka tubuh ternak pada berbagai tipe ternak. Berdasarkan kerangka tubuhnya, sapi silangan lokal dan FH memiliki kerangka tubuh yang besar. Hal ini disebabkan sapi silangan lokal dan FH merupakan hasil perkawinan Inseminasi Buatan (IB) sebagai turunan sapi tipe besar sehingga secara genetik mempunyai laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ternak lokal seperti kerbau rawa (Sarwono dan Arianto 2003). Bobot dan persentase lemak yang ditunjukan pada Tabel 1 merupakan lemak trimming yang dilakukan di RPH.

(17)

7 Lemak tersebut adalah lemak subkutan yang berlebih pada saat proses pemotongan, bukan lemak secara keseluruhan pada bagian tubuh ternak.

Bobot Karkas dan Persentase Karkas

Bobot karkas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa, tipe ternak dan nutrisi (Muhibbah 2007). Menurut Suryadi (2006) bobot karkas yang tinggi disebabkan karena proporsi komponen utama karkas seperti daging meningkat seiring dengan peningkatan bobot potong. Tabel 1 menunjukkan bobot karkas yang bervariasi pada tipe ternak yang berbeda. Sapi FH menunjukkan bobot karkas yang lebih tinggi dibandingakan sapi silangan lokal. Sementara kerbau memiliki bobot karkas terendah. Bobot karkas FH mencapai 218.58 kg pada bobot potong 439.75 kg. Peningkatan bobot potong seiring dengan meningkatnya bobot karkas. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rianto et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong seekor ternak akan menghasilkan bobot karkas yang semakin tinggi pula.

Persentase karkas merupakan rasio dari bobot karkas terhadap bobot potong. Hasil pada Tabel 1 menunjukkan persentase karkas sapi silangan lokal sebesar 53.22% pada bobot karkas 177.13 kg, hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santi (2008) tentang sapi simpo (Simmental X Peranakan Ongole) yang mampu menghasilkan persentase karkas 53.96% dengan bobot karkas 281.4 kg. Selisih bobot karkas hasil penelitian di atas dengan hasil Santi (2008) sebesar 104.27 kg, hal ini membuktikan bahwa masih terdapat peluang sapi silangan lokal yang di potong di rumah pemotongan hewan mampu mencapai bobot karkas yang lebih tinggi.

Sifat Non Karkas

Hasil pemotongan ternak hidup terdiri atas bagian karkas dan non karkas. Bagian non karkas meliputi kulit, jeroan merah, jeroan hijau kosong, kaki, kepala dan ekor. Jeroan merah merupakan organ-organ internal tubuh ternak meliputi jantung, paru-paru, trakea, ginjal, limpa dan hati. Jeroan hijau kosong meliputi lemak internal, lambung (rumen, retikulum, omasum, abomasum) dan usus yang telah dibersihkan dari isi saluran pencernaan.

Tabel 2 Bobot non karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau

Variabel Ternak Silangan lokal (n=10) FH (n=8) Kerbau rawa (n=7) Bobot (kg) Kulit 28.08 ± 5.20 31.40 ± 4.46 29.60 ± 6.97 Jeroan merah 10.78 ± 3.01b 24.52 ± 8.98a 10.62 ± 1.10b Jeroan hijau kosong 15.4 ± 3.97b 26.85 ± 5.77a 13.66 ± 1.63b Kaki 8.50 ± 1.12b 11.49 ± 2.18a 7.29 ± 0.73b Kepala 18.20 ± 2.30b 21.93 ± 1.25a 18.02 ± 1.63b Ekor 1.14 ± 0.19a 1.02 ± 0.21a 0.55 ± 0.14b Total 82.12 ± 11.37b 117.21 ± 18.90a 79.74 ± 9.44b a,b Huruf-huruf yang berbeda pada angka di baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(18)

8

Lestari et al. (2010) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi produksi non karkas antara lain bobot potong, bangsa, umur dan pakan. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan kulit dan kepala merupakan bagian non karkas yang memiliki bobot tertinggi, dibandingkan bagian non karkas lainnya. Kulit pada ketiga tipe ternak tidak mengalami perbedaan yang nyata (P>0.05). Bobot non karkas FH seperti jeroan merah, jeroan hijau kosong, kaki dan kepala menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi silangan lokal dan kerbau rawa (P<0.05). Bobot jeroan merah pada FH meningkat seiring dengan bobot potong yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryadi (2006) semakin besar bobot potong ternak maka semakin tinggi pula bobot non karkas yang dihasilkan. Menurut Lestari et al. (2010) perlakuan nutrisional spesies pastura yang berbeda pada ternak potong dan ternak perah, akan mempengaruhi bobot non karkas internal (hati dan paru-paru), sedangkan bobot komponen eksternal (kepala dan kaki) tidak berpengaruh. Tabel 3 Persentase non karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau

Variabel Ternak Silangan lokal (n=10) FH (n=8) Kerbau rawa (n=7) Bobot (%) Kulit 15.81 ± 1.37b 14.37 ± 0.98b 20.72 ± 3.97a Jeroan merah 6.12 ± 1.77b 11.10 ± 3.64a 7.51 ± 0.84b Jeroan hijau kosong 8.66 ± 1.76b 12.36 ± 2.43a 9.80 ± 2.29b Kaki 4.84 ± 0.63 5.25 ± 0.81 5.16 ± 0.50 Kepala 10.32 ± 0.90b 10.14 ± 1.05b 12.80 ± 1.66a Ekor 0.64 ± 0.09a 0.47 ± 0.08b 0.40 ± 0.15b a,b Huruf-huruf yang berbeda pada angka di baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata

(P<0.05) (uji jarak berganda Duncan).

Persentase bagian non karkas berasal dari rasio bobot bagian non karkas terhadap bobot karkas. Data pada Tabel 3 menunjukkan kerbau memiliki persentase kulit paling tinggi dibandingkan sapi silangan lokal dan FH (P<0.05). Hal ini disebabkan kerbau memiliki karakteristik kulit yang lebih tebal dan lebIh berat dibandingkan sapi, kelenjar keringat yang sedikit, sehingga kurang tahan terhadap cuaca panas (Dania dan Poerwanto 2002). Oleh karena itu untuk mengurangi panas, kerbau memiliki kebiasaan berkubang atau mandi lumpur. Analisa statistik menunjukkan persentase kaki tidak mengalami perbedaan yang nyata (P>0.05) pada tipe ternak yang berbeda.

Persentase jeroan merah dan jeroan hijau kosong pada FH menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan sapi silangan lokal dan kerbau (P<0.05), sementara persentase ekor tertinggi dicapai oleh sapi silangan lokal. Hal ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas metabolis, kebutuhan nutrisi dan lingkungan pada masing-masing tipe ternak. Persentase jeroan merah terdiri atas jantung, paru-paru, trakea, ginjal, limpa dan hati merupakan organ-organ internal yang memiliki perkembangan sesuai dengan berat tubuh dan saat dewasa tubuh akan mengalami penurunan (Widiarto et al. 2009). Selain itu, jeroan hijau kosong yang terdiri atas usus dan lambung sangat dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi. Suhubdy (2007) menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi pakan berserat tinggi memiliki kapasitas lambung yang lebih besar.

(19)

9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sapi silangan lokal, sapi FH dan kerbau mempunyai sifat karkas dan non karkas yang berbeda. Sapi silangan lokal mempunyai tujuan utama sebagai penghasil daging, sedangkan sapi FH dan kerbau rawa dapat dijadikan alternatif dalam pemenuhan daging. Perbedaan tipe ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui produktivitas karkas yang dihasilkan pada masing-masing tipe ternak. Bobot potong dalam penelitian masih belum mencapai bobot optimal, sehingga terdapat peluang untuk ditingkatkan kembali hingga mencapai bobot lebih tinggi.

Saran

Program penggemukan dapat dilakukan pada ternak-ternak lokal untuk meningkatkan bobot potong optimal, bobot karkas dan produksi daging yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti M, Hardjosubroto W, Sunardi, Bintara S. 2002. Livestock breeding and reproduction in Indonesia: past and future. Invited Paper in the 3th ISTAP. Yogyakarta (ID): Faculty of Animal Science, Gadjah Mada University.

Bianti RN. 2012. Performa kerbau rawa dan sapi peranakan ongole yang digemukkan secara feedlot menggunakan ransum yang disuplementasi minyak ikan lemuru terproteksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan

Kerbau 2011 (PSPK 2011). Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1999. [SNI] Standar Nasional Indonesia Nomor 6159 : 1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. [SNI] Standar Nasional Indonesia Nomor 3932 : 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Dania IB, Poerwanto H. 2002. Pertambahan berat badan, laju pertumbuhan dan konversi pakan kerbau jantan akibat pemberian kesempatan berkubang dan jerami pada amoniasi. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau

Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. 14 Feb 2006. Mataram (1D):

99-102

Darminto E, Triwulaningsih, Anggraeni A, Widiawati Y. 2010. Aplikasi inovasi teknologi peternakan untuk meningkatkan produktivitas kerbau lokal. Prosiding Seminar Lokakarya Nasional Kerbau Peningkatan Produktivitas Kerbau melalui Aplikasi Teknologi Reproduksi dalam Rangka Meningkatkan

Kesejahteraan Peternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.

(20)

10

[Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Cuplikan Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Analisa Kebijakan Pertanian. 9(4): 391-404.

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.

Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

Lestari CMS, Hudoyo Y, Dartosukarno S. 2010. Proporsi karkas dan komponen-komponen non karkas sapi jawa di rumah potong hewan swasta Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Prosiding Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Jakarta (ID): 296-300.

Lilis S. 2008. Persentase Daging Has Dalam (Fillet), Has Luar (Sirloin) dan Lamusir (Cube Rll) pada Sapi Jantan Bali dan Fries Holland Umur 2-3 tahun Hasil Penggemukan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Veteriner.

Puslitbang Peternakan. 11-12 Nopember. Bogor (ID): 146-150.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

SAS dan Minitab Jilid 1. Jilid I. Edisi ke- 2. Bogor (ID): IPB Pr.

McGee M, Keane MG, Neilan R, Moloney AP, Caffrey PJ. 2008. Non carcass parts and caracass composition of high dairy genetic merit Holstein, satandart dairy genetic merit Friesian and Charolais X Holstein-Friesian steers. Irish J. of

Agr and Food Research. 47: 41-51

Miskiyah, Usmiati S. 2006. Potongan komersial karkas kerbau: studi kasus di PT. Kariyana Gita Utama-Sukabumi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan

Veteriner 2006. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian : 336-342.

Muhibbah V. 2007. Parameter tubuh dan sifat-sifat karkas sapi potong pada kondisi tubuh yang berbeda [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Oktaviana P. 2012. Perdagingan dan distribusi daging kerbau rawa dan sapi

Peranakan Ongole yang digemukkan menggunakan ransum dengan suplementasi campuran garam karboksilat kering [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Survei karkas sapi dan kerbau 2012. Newsletter Pusdatin. 9 (93): 1-12.

[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik

Konsumsi Pangan 2012 : 1-93.

Rianto E, Lindasari E, Purbowati E. 2006. Pertumbuhan dan komponen fisik karkas domba ekor tipis jantan yang mendapat dedak padi dengan aras berbeda.

J. Produksi Peternakan Univ Jenderal Sudirman. Purwokerto (ID). 8 (1):

28-33.

Rutter L, Engstrom D, Hand R. 2000. Body condition: implications for managing beef cow. Agdex. 420 1:8.

Santi WP. 2008. Respon penggemukan sapi PO dan persilangannya sebagai hasil inseminasi buatan terhadap pemberian jerami padi fermentasi dan konsentrat di Kabupaten Blora terproteksi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwono B, Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Jakarta

(ID): Penebar Swadaya.

Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Depok (ID): Agromedia Pustaka.

Suhubdy. 2007. Strategi penyediaan pakan untuk pengembangan usaha ternak kerbau. Wartazoa. 17 (1) : 1-11.

(21)

11 Suryadi U. 2006. Pengaruh bobot potong terhadap kualitas dan hasil karkas sapi

Brahman Cross. J. Pengembangan Peternakan Tropis. 31(1): 21-27.

Torell R, Bruce B, Kvasnicka B. 2003. Methods of Determining Age of Cattle.

Cattle Producer’s Library CL-712. University of Nevada (US) : 1-3.

Widiarto W, Widiarti R, Budisatria IGS. 2009. Pengaruh berat potong dan harga pembelian domba dan kambing betina terhadap gross margin jagal di rumah potong hewan Mentik, Kresen, Bantul. Buletin peternakan. 33(2) : 119-128.

(22)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil uji analisis ragam bobot potong

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe ternak 2 79 948.6064 39 974.3032 18.93 <.0001

Galat 22 46 455.5536 2 111.6161

Total 24 126 404.1600

Lampiran 2 Hasil uji analisis ragam bobot karkas

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 22 076.43120 11 038.2156 20.24 <.0001

Galat 22 12 000.34483 545.47022

Total 24 34 076.77602

Lampiran 3 Hasil uji analisis ragam bobot lemak

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 64.8672893 32.4336446 1.72 0.2322

Galat 9 169.2224024 18.8024892

Total 11 234.0896917

Lampiran 4 Hasil uji analisis ragam persentase karkas

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 178.8593683 89.4296841 19.52 <.0001

Galat 22 100.7830957 4.5810498

Total 24 279.6424640

Lampiran 5 Hasil uji analisis ragam persentase lemak

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 21.58432324 10.79216162 1.46 0.2827

Galat 9 66.59137786 7.39904198

Total 11 88.17570110

Lampiran 6 Hasil uji analisis ragam bobot kulit

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 48.8705085 24.4352543 0.80 0.4630

Galat 22 674.0583475 30.6390158

(23)

13 Lampiran 7 Hasil uji analisis ragam bobot jeroan merah

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 1 037.291236 518.645618 17.48 <.0001

Galat 22 652.862180 29.675554

Total 24 1 690.153416

Lampiran 8 Hasil uji analisis ragam bobot jeroan hijau kosong

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 816.724978 408.362498 22.98 <.0001

Galat 22 390.889126 17.767688

Total 24 1 207.614104

Lampiran 9 Hasil uji analisis ragam bobot kaki

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 71.9958471 35.9979236 16.51 <.0001

Galat 22 47.9661529 2.1802797

Total 24 119.9620000

Lampiran 10 Hasil uji analisis ragam bobot kepala

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 78.8068751 39.4034375 11.62 0.0004

Galat 22 74.6299489 3.3922704

Total 24 153.4368240

Lampiran 11 Hasil uji analisis ragam bobot ekor

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 1.50881079 0.75440539 22.29 <.0001

Galat 22 0.74461321 0.03384606

Total 24 2.25342400

Lampiran 12 Hasil uji analisis ragam persentase kulit

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 164.1362765 82.0681382 15.29 <.0001

Galat 22 118.0760906 5.3670950

(24)

14

Lampiran 13 Hasil uji analisis ragam persentase jeroan merah

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 113.7286416 56.8643208 9.98 0.0008

Galat 22 125.3729207 5.6987691

Total 24 239.1015623

Lampiran 14 Hasil Uji analisis ragam persentase jeroan hijau kosong

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 61.9647915 30.9823957 6.77 0.0051

Galat 22 100.7520704 4.5796396

Total 24 162.7168619

Lampiran 15 Hasil uji analisis ragam persentase kaki

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 0.86590980 0.43295490 0.99 0.3884

Galat 22 9.64593067 0.4384139

Total 24 10.51184046

Lampiran 16 Hasil uji analisis ragam persentase kepala

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 33.06593783 16.53296892 11.46 0.0004

Galat 22 31.73404401 1.44245655

Total 24 64.79998184

Lampiran 17 Hasil uji analisis ragam persentase ekor

Sumber DB JK KT F hit Pr > F

Tipe Ternak 2 0.28057526 0.14028763 12.07 0.0003

Galat 22 0.25566203 0.01162100

Total 24 0.53623729

RIWAYAT HIDUP

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1991 di Jakarta. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ismail HB (alm) dan Ibu Erna Hendrawati. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 79 Jakarta

(25)

15 Selatan. Suatu hidayah dan karunia penulis dapat mengikuti seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang berasal dari perwakilan wilayah Jakarta.

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah aktif dalam organisasi Century Partner yang bergerak di bidang kewirausahaan. Selain itu, penulis juga aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknologi dan Produksi Peternakan (HIMAPROTER) selama periode tahun 2010-2012 sebagai anggota dan ketua divisi Program Sumber Daya Anggota Eksternal. Penulis juga pernah mengikuti lomba karya tulis tingkat mahasiswa (PKM) tahun 2011. Penulis juga pernah mengikuti praktik kerja lapangan pada Januari 2012 di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang. Penulis menjadi asisten praktikum Teknik Pengolahan Daging dan Telur Unggas (TPTDU) pada tahun 2013.

Gambar

Gambar 1  Sapi silangan lokal, FH, dan kerbau rawa  Alat
Tabel 2  Bobot non karkas pada sapi silangan lokal, FH dan kerbau

Referensi

Dokumen terkait

research method, participants, data resources, data collection, data analysis,.. clarification of key terms and organization of

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi, pH limbah, dan massa paling baik arang aktif dari arang kulit singkong dan tongkol jagung terhadap penurunan kadar COD dan

Penelitian ini betujuan untuk 1) mengetahui bagaimana tahap pengembangan multimedia interaktif sebagai alat bantu pembelajaran pada pembelajaran Problem Solving, 2)

Penelitian yang dilakukan penulis, didasarkan dari data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang berada di Kabupaten Temanggung mengenai luas panen dan ketinggian

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “ Efektivitas Pendidikan Kesehatan dengan Media Kalender oleh

PENGARUH ATRIBUT KUALITAS, HARGA, DESAIN DAN PELAYANAN SEPEDA MOTOR HONDA TERHADAP KEPUTUSAN

Pada Gambar 5 terlihat respon panelis terhadap rasa dari selai langsat menunjukkan rasa selai langsat yang disukai dengan skor 4 (suka) adalah perlakuan

Compared with the other ethnic group, more parents from Malay Malaysian prepare their children for bias, like telling their children that their ethnic is different with