• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KOTA BATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KOTA BATU"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KOTA BATU

PERATURAN DAERAH KOTA BATU

NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU,

Menimbang : a. bahwa semakin berkembang dan meningkatnya kegiatan usaha telekomunikasi sejalan dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan fasilitas telekomunikasi di wilayah Kota Batu telah mendorong peningkatan pembangunan menara telekomunikasi dan berbagai sarana pendukungnya sehingga untuk menjamin kenyamanan dan keselamatan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan, serta untuk mencegah terjadinya pembangunan dan pengoperasian menara telekomunikasi yang tidak sesuai dengan kaidah tata ruang, lingkungan dan estetika, perlu dilakukan pengendalian terhadap menara telekomunikasi di daerah termasuk pembangunannya; b. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi menjadi kewenangan Pemerintah Daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Batu tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);

(2)

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049) ;

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980);

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;

11. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal : 18 Tahun 200907/PRT/M/2009-9/PER/M.KOMINFO/03/2009-3/P/2009 tentang Pedoman

Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara

Telekomunikasi;

12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi;

13. Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 3 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu Tahun 2003-2013; 14. Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 4 Tahun 2011 tentang Izin

Mendirikan Bangunan;

15. Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Batu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 12 Tahun 2009.

(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BATU

dan

WALIKOTA BATU

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI

PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Batu.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Batu. 3. Kepala Daerah adalah Walikota Batu.

4. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

5. Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika adalah Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Batu.

6. Kas Umum Daerah adalah Kas Umum Daerah Kota Batu.

7. Bendaharawan Penerima adalah Bendaharawan Penerima pada Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Batu. 8. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau

penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistim elektromagnetik lainnya.

9. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan Negara.

10. Penyelenggaraan Telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.

11. Tinggi Menara adalah tinggi konstruksi menara yang dihitung dari peletakannya.

12. Menara Bersama adalah menara telekomunikasi yang digunakan secara bersama-sama oleh Penyelenggara Telekomunikasi.

13. Penyelenggara Telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Swasta, Instansi Pemerintah dan Instansi Pertanahan Keamanan yang menyelenggarakan jasa telekomunikasi, jaringan telekomunikasi dan telekomunikasi khusus yang mendapat izin untuk melakukan kegiatannya.

(4)

14. Penyedia Menara adalah badan usaha yang membangun, memiliki, menyediakan serta menyewakan Menara Telekomunikasi untuk digunakan bersama oleh Penyelenggara Telekomunikasi.

15. Menara telekomunikasi, yang selanjutnya disebut menara, adalah bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, dimana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.

16. Izin Mendirikan Bangunan Menara yang selanjutnya disebut IMB Menara adalah izin mendirikan bangunan menara yang diberikan Bupati atau pejabat yang ditunjuk kepada penyedia atau pengelola menara telekomunikasi untuk membangun baru atau mengubah menara telekomunikasi sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku. 17. Pengelola Menara adalah badan usaha yang mengelola atau

mengoprasikan menara yang dimiliki pihak lain.

18. Kontraktor Menara adalah penyedia jasa perorangan atau badan usaha yang dinyatakan oleh ahli yang profesional di bidang jasa konstruksi pembangunan menara yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menara oleh pihak lain.

19. Jaringan Utama adalah bagian dari jaringan infrastruktur telekomunikasi yang menghubungkan berbagai elemen jaringan telekomunikasi yang berfungsi sebagai Central Trunk, Mobile

Switching Center (MSC), dan Base Station Controller (BSC).

20. Keterangan Rencana Kota Menara Telekomunikasi yang selanjutnya disingkat KRK Menara Telekomunikasi adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan untuk pendirian Menara Telekomunikasi yang diberlakukan oleh pemerintah daerah pada lokasi tertentu.

21. Menara adalah bangunan yang tinggi atau bagian bangunan yang dibuat jauh lebih tinggi dari bangunan induknya.

22. Izin pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler adalah izin yang diberikan untuk kegiatan pendirian bangunan menara telekomunikasi seluler.

23. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberi oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan Hukum.

24. Retribusi izin pembangunan menara telekomunikasi yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerahsebagai pembayaran atas pemberian perizinan pembangunan menara telekomunikasi.

(5)

25. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. 26. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah

dalam rangka pemberian izin kepada orang Pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

27. Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. 28. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainya, Badan Usaha Milik Negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan Bentuk Badan Usaha lainya.

29. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

30. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

31. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SSRD, adalah surat yang wajib retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ketempat pembayaran lain yang ditetapkan Kepala Daerah.

32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.

33. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disebut SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

34. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

(6)

BAB II

NAMA , OBYEK, SUBYEK DAN WAJIB RETRIBUSI Bagian Pertama

Nama dan Jenis Retribusi

Pasal 2

Dengan nama retribusi pengendalian menara telekomunikasi dipungut retribusi sebagai bagian dari pelayanan terhadap pengendalian menara telekomunikasi yang dilaksanakan dan diberikan oleh Pemerintah Daerah.

Bagian Kedua

Obyek, Subyek dan Wajib Retribusi

Pasal 3

(1) Objek retribusi pengendalian menara telekomunikasi adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, kepentingan umum.

(2) Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan menara telekomunikasi.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 4

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi termasuk golongan Retribusi Jasa Umum.

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 5

Tingkat penggunaan jasa pengendalian menara telekomunikasi diukur berdasarkan frekuensi pelayanan pengawasan, pengendalian, pengecekan, dan pemantauan terhadap perizinan menara telekomunikasi, keadaan fisik menara telekomunikasi, dan potensi kemungkinan timbulnya gangguan dari berbagai pihak atas berdirinya menara dan gangguan terhadap menara telekomunikasi yang dilaksanakan dan diberikan oleh Pemerintah Daerah.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 6

(1) Prinsip dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi didasarkan pada pembiayaan penanggulangan keamanan dan kenyamanan, biaya perlindungan kepentingan dan kemanfaatan umum, serta biaya penataan ruang dan pemulihan keadaan.

(7)

(2) Tarif retribusi pengendalian menara telekomunikasi ditetapkan sebesar 2 % (dua perseratus) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan sebagai dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan menara telekomunikasi.

(3) Besarnya retribusi sebagaimana disebutkan pada ayat (1) dikaitkan dengan frekuensi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi yang akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah setiap tahun.

(4) Parameter-parameter yang dijadikan acuan dalam perhitungan nilai retribusi disesuaikan dengan aspek keamanan, tataruang dan kepentingan umum, yaitu antara lain :

a. ketinggian menara b. jumlah pengguna menara.

Nilai Retribusi = {(Koefisien ketinggian menara + Koefisien jumlah pengguna menarai) : 2}% x NJOP PBB

(5) Nilai koefisien/indeks pengendalian menara dan tata cara perhitungan retribusi pengandalian menara terdapat dalam Lampiran Peraturan Daerah ini.

BAB VI MASA RETRIBUSI

Pasal 7

Masa retribusi untuk Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Menara Telekomunikasi dan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi sesuai dengan ketentuan perunadangan yang berlaku.

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 8

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi dipungut diwilayah Daerah tempat pembayaran dilakukan.

BAB VIII

TATA CARA PEMUNGUTAN

Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan

Pasal 9

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. (3) Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan

(8)

Bagian Kedua Pemanfaatan

Pasal 10

(1) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.

(2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Bagian Ketiga Keberatan

Pasal 11

(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.

(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi

Pasal 12

(1) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah.

(3) Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 13

(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.

(9)

Bagian Keempat

Pengurangan, Keringanan dan Pembebasan Retribusi

Pasal 14

(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi.

Bagian Kelima Pembayaran

Pasal 15

Retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus secara tunai sejak diterbitkannya SKRD

Bagian Keenam Penagihan

Pasal 16

(1) Penagihan retribusi terutang menggunakan STRD dan didahului dengan surat teguran.

(2) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 14 (empat belas) hari sejak jatuh tempo pembayaran.

(3) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.

(4) Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk.

Bagian Ketujuh Sanksi Administrasi

Pasal 17

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua perseratus) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

BAB IX

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 18

(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah. (2) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas)

bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(10)

(3) Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKPDLB atau SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(5) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.

(6) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB atau SKRDLB.

(7) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.

(8) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB X

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 19

(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:

a. diterbitkan Surat Teguran; atau

b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Pasal 20

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang

Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

(11)

BAB XI

KETENTUAN KHUSUS

Pasal 21

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Retribusi dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:

a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saks ahli dalam sidang pengadilan;

b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan daerah.

(4) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Retribusi kepada pihak yang ditunjuk.

(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Retribusi yang ada padanya.

(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

BAB XII PENYIDIKAN

Pasal 22

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah:

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

(12)

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang priibadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

a. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dokumen-dokumen serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;

b. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ; c. Menyuruh berhenti melarang seseorang meninggalkan

ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; d. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana

Retribusi Daerah ;

e. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;

f. Menghentikan penyidikan ;

g. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan mulainya penyidikan dan meyampaikan hasil penyidikannya kepada Pinyidik Polri, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 23

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(13)

Pasal 24

(1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).

(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

(4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau Badan selaku Wajib Pajak atau Wajib Retribusi, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.

Pasal 25

Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.

BAB XIV

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 26

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

(14)

Pasal 28

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Batu.

Ditetapkan di Batu

pada tanggal 16 November 2011

Diundangkan di Batu Pada tanggal 4 Januari 2012

SEKRETARIS DAERAH KOTA BATU

ttd

WIDODO, SH.MH Pembina TK I

NIP. 19591223 198608 1 002

LEMBARAN DAERAH KOTA BATU TAHUN 2012 TANGGAL 4 Januari 2012 NOMOR 2/C

WALIKOTA BATU,

ttd

(15)

Lampiran Peraturan Daerah Kota Batu

Nomor : 10 Tahun 2011 Tahun : 16 Nopember Tahun 2011

NILAI KOEFISIEN/INDEKS PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

DAN TATA CARA PERHITUNGAN RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKSI

1.1 Koefisien Retribusi Berdasarkan Ketinggian Menara

Berikut adalah Nilai Koefisien Retribusi berdasarkan paremeter Ketinggian Menara :

PARAMETER

KETINGGIAN MENARA Nilai (%)

7 meter – 15 meter 0.25

Di atas 15 meter – 30 meter 0.50

Di atas 30 meter – 45 meter 0.75

Di atas 45 meter – 60 meter 1.00

Di atas 60 meter – 75 meter 1.25

Di atas 75 meter – 90 meter 1.50

Di atas 90 meter – 105 meter 1.75

Di atas 105 meter 2.00

1.2 Koefisien Retribusi Berdasarkan Jumlah Pengguna

Berikut adalah Nilai Koefisien Retribusi berdasarkan paremeter Jumlah Pengguna :

PARAMETER

JUMLAH PENGGUNA Nilai

(%) 1 Operator 0.40 2 Operator 0.80 3 Operator 1.20 4 Operator 1.60 > 5 Operator 2.00

1.3 Formula Retribusi Pengendalian Menara

Formula perhitungan yang digunakan untuk menghitung Retribusi Pengendalian Menara berdasarkan paremeter yang di dalam butir 1.1 dan 1.2 di atas adalah sebagai berikut :

Nilai Koefisien berdasarkan Ketinggian Menara + Nilai Koefisien berdasarkan Jumlah Pengguna Menara 2

Contoh perhitungan :

Jika menara milik operator memiliki ketinggian 90 meter dan digunakan bersama oleh 5 operator maka besarnya retribusi menaranya adalah :

• Koefisien retribusi untuk menara setinggi 90 m adalah : 1.50% • Koefisien retribusi untuk 5 pengguna menara : 2.00%

Nilai Retribusi Pengandalian Menara = (1.5% + 2%) : 2 = 1.75%

Maka nilai Retribusi Pengandalian Menara untuk menara dengan ketinggian 90 m dan digunakan oleh 5 operator adalah 1.75% x NJOP PBB

(16)

1.4 Nilai Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi

Nilai Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi sesuai dengan apa yang diatur dalam butir 1.1, 1.2 dan 1.3 adalah sebagai berikut :

Nilai Koefisien 1 Operator Nilai Koefisien 2 Operator Nilai Koefisien 3 Operator Nilai Koefisien 4 Operator Nilai Koefisien 5 Operator 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 7 meter – 15 meter 0.25 0.33 0.53 0.73 0.93 1.13

Di atas 15 meter – 30 meter 0.50 0.45 0.65 0.85 1.05 1.25

Di atas 30 meter – 45 meter 0.75 0.58 0.78 0.98 1.18 1.38

Di atas 45 meter – 60 meter 1.00 0.70 0.90 1.10 1.30 1.50

Di atas 60 meter – 75 meter 1.25 0.83 1.03 1.23 1.43 1.63

Di atas 75 meter – 90 meter 1.50 0.95 1.15 1.35 1.55 1.75

Di atas 90 meter – 105 meter 1.75 1.08 1.28 1.48 1.68 1.88

Di atas 105 meter 2.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 PARAMETER Ketinggian Menara Nilai Koefisien Berdasarkan Ketinggian Menara

Jumlah Operator Pengguna Menara

Nilai Koefisien Berdasarkan Jumlah Operator Pengguna Menara

WALIKOTA BATU,

ttd

Referensi

Dokumen terkait

Terlihat pada Tabel 3 bahwa kondisi parameter oseanografis dan kualitas air di Stasiun 2 yang merupakan lahan budi daya rumput laut saat ini di Desa Arakan masih sangat

Pada setiap stasiun, nilai nitrat dan posfat masing- masing memiliki nilai yang sama (0,07 mg/l dan 0,03 mg/l) tidak ditandai oleh tingginya kelimpahan sel

(4) DAK Bidang Jalan dialokasikan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan fiskal rendah atau sedang dalam rangka mendanai kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan dan

Kurang BermasyarakatSifat pemalu akan terjadi bila anak hidup dengan latar belakang dimana ia diabaikan oleh orangtuanya, atau dibesarkan dalam lingkungan keluarga

Persentase hidup spermatozoa ayam Kampung setelah pengenceran pada perlakuan jenis krioprotektan DMF (84,81%) hasilnya sama baik dibandingkan dengan DMA (78,50%) dan

Distribusi senyawaan golongan hopana dan oleanana dapat dilihat pada m/z 191 untuk fraksi saturat bercabang dan siklik, Gambar 4.16 - 4.19 merupakan parsial

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Analisis yang dihasilkan adalah jumlah kerusakan badan jalan bergantung pada jumlah kerusakan bahu jalan dan jumlah overweight yang terjadi pada jalan.. Rujirayanyong,