• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEKANISME ABRASI PESISIR DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

299

MEKANISME ABRASI PESISIR

DI KAWASAN PANTAI DEPOK, BANTUL,

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Yan Restu FRESKI

1*

dan SRIJONO

1 1

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika 2, Bulaksumur Sleman D.I.Yogyakarta, Indonesia

*yan_research@yahoo.com

Diterima pada tanggal 15 November, 2013

Abstrak

Morfodinamika pesisir dipengaruhi oleh aktivitas gelombang. Pada waktu tertentu, gelombang berubah menjadi lebih aktif dan berkembang menjadi arus sepanjang pantai (longshore current) yang menyebabkan abrasi pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi arah dan pola gelombang serta pengaruhnya terhadap morfologi pesisir Pantai Depok. Metode penelitian yang dilakukan adalah pengamatan lapangan terhadap parameter gelombang yang mencakup proses pembentukan gelombang (plunging), pecah (surging) dan arus balik (rip current). Pengukuran gelombang secara kuantitatif dilakukan dengan mencakup kecepatan arus, gelombang dan angin. Gelombang penyebab abrasi pesisir di Pantai Depok berlangsung secara sporadis baik waktu maupun titik pembentukannya. Aktivitas gelombang tersebut menghasilkan pesisir dengan bentuk teluk secara lokal. Gelombang dan arus mengerosi berm yang berjarak 3-5 meter dari garis pantai. Energi gelombang terkonsentrasi di dalam teluk-teluk tersebut dengan kecepatan bervariasi antara 1- 2.7 m/dt dan membentuk turbulensi arus yang menguatkan daya abrasi. Arus balik (rip current) membawa sedimen pasir ke arah laut dengan kapasitas dan kompetensi relatif besar.

Kata kunci: Abrasi, Gelombang, Pantai Depok, Pesisir.

Pendahuluan

Komar (1976) menyebutkan proses gelombang pecah (surging) akan berkembang menjadi arus sisa gelombang pecah (surf), arus sapuan (swash) dan arus surut (backwash). Proses akhir dari satu kali periode datangnya gelombang adalah arus balik (rip current). Schiffman (1965, dalam Komar, 1976) menyebutkan bahwa daerah transisi antara surf dan swash adalah daerah tempat arus balik dan surf berikutnya bertemu yang akan terjadi turbulensi kuat. Davis dan FitzGerald (2004) membagi gelombang penyebab arus menjadi 3 yaitu longshore current, rip current, dan undertow current. Rip current dan undertow memiliki arah arus yang sama yaitu arah balik ke laut. Kedua arus ini dibedakan dari posisi arus yaitu rip current terletak secara sporadis sedangkan undertow terletak di semua titik sepanjang pantai tepat di bawah muka air laut rerata. Pada penelitian ini, arus balik yang teridentifikasi termasuk dalam rip current.

Penelitian dilakukan di Pantai Depok, Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan koordinat (49M) 0421692 – 9114168 (lihat gambar 1), pada bulan September - November 2013. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan lapangan terhadap parameter gelombang yang mencakup proses pembentukan gelombang (plunging), gelombang pecah (surging), dan arus balik (rip current). Hasil pengamatan pola gelombang tersebut dilengkapi dengan pengukuran kecepatan arus sapuan (swash), arus surut (backwash), dan kecepatan angin sesaat, dengan menggunakan alat currentmeter digital.

Tatanan Geologi

Morfologi dataran pantai secara umum terdiri atas teluk-teluk, berm, berm crest, dan beach scarp. Kemiringan dataran pesisir (berm) berkisar 13-15o (Hendratno, 2000), sedangkan lereng teluk di

(2)

300

depan beach scarp berkisar antara 20-30o. Jarak antara garis pantai dengan berm pertama adalah 3-5 m. Menurut Davis dan FitzGerald (2004), pesisir selatan Pulau Jawa bagian tengah tergolong dalam dissipative beach dengan kelerengan yang landai dan dicirikan oleh sand bar/spit.

Litologi penyusun daerah pesisir di Pantai Depok, Bantul didominasi endapan lepas berukuran pasir sedang dan bersortasi baik (Surjono, 2001). Endapan lepas tersebut tersusun oleh litik volkanik (andesit dan batupasir tufaan) (Hendratno, 2000) dan mineral utama terdiri atas mineral magnetit dan ilmenit sebanyak 88-89% volume dengan campuran mineral hematit berkisar 0-2% volume dan material pengotor lain, 5-12% volume (Alwi, 1999 dalam Surjono, 2001). Berat jenis mineral magnetit 5.2 dan ilmenit 4.7 (Bonewitz, 2008).

Hasil Penelitian

Gelombang mempunyai pola arah datang menyudut terhadap garis pantai secara umum. Gelombang pecah dan menghasilkan arus yang menyapu dataran pesisir antara garis pantai dan berm paling depan, dengan jarak 3-5 m. Arus sisa gelombang pecah ini terakumulasi dalam teluk-teluk pada pesisir yang berukuran panjang 50-100 m dan lebar 20-30 m. Arus ini mempunyai kecepatan berkisar 1-2 m/dt, sedangkan arus balik mempunyai kisaran kecepatan 1.5-2.7 m/dt (lihat tabel 1). Kecepatan angin sesaat di lokasi pengukuran berkisar antara 2.1-5 m/dt.

Pembahasan

Letak pesisir di Pantai Depok, Bantul, DIY, yang berada di selatan garis katulistiwa dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia menyebabkan gelombang mempunyai pola arah datang menyudut terhadap garis pantai. Hal ini juga dipengaruhi oleh datangnya angin dan gelombang dominan sesuai musim yang berlangsung (Triatmodjo, 1999; Surjono, 2001; Freski & Darmadi, 2012). Kecepatan angin sesaat di lokasi pengukuran berkisar antara 2.1-5 m/dt. Pada bulan Agustus-September, kecepatan angin berkisar antara 3.33-10.094 m/dt dengan arah yang berubah secara gradual dari N316oE – N340oE (Surjono, 2001).

Penelitian ini dilakukan pada bulan September-November yang bersamaan dengan pergantian angin muson dari timur menjadi dari barat. Implikasi dari arah perubahan arah datang angin ini terwujud pada arah datang gelombang yang menghantam bibir pantai. Posisi bibir pantai di lokasi penelitian menghadap ke arah laut, Selatan-Baratdaya (SSW), atau mempunyai arah kelurusan relatif Baratlaut-Barat (NWW) dan Tenggara-Timur (SEE) (lihat gambar 1).

Angin membangkitkan gelombang (plunging) di Samudra Hindia dengan ketinggian dominan 1-2 m (US Army, PT. Puser Bumi, 1993, dalam Triatmodjo, 1999). Gelombang tersebut pecah (surging) ketika capaian gelombang ke dalam tubuh air terganggu oleh kedalaman air laut yang semakin dangkal ke arah tepi (Komar, 1976; Triatmodjo, 1999; Freski & Darmadi, 2012). Energi gelombang akan terdistribusi secara lateral mengikuti posisi dan bentuk daratan paling depan seperti berm pantai yang menjorok ke arah laut (Davis dan FitzGerald, 2004).

Menurut Kurva Hjulstrøm (Sunborg, 1956 dalam Seibold & Berger, 1996), arus sisa gelombang pecah (surf) dengan kecepatan berkisar 1-2 m/dt mempunyai daya angkut sedimen lebih kecil dari pada arus balik yang berkecepatan 1.5-2.7 m/dt (lihat gambar 2 dan 3). Hal ini disebabkan oleh perubahan kecepatan yang menurun pada arus sisa gelombang pecah akibat morfologi pesisir yang curam. Kecepatan arus mencapai nilai 0 m/s ketika sesaat sebelum arah arus berubah kembali ke arah laut menjadi arus balik. Arus balik digerakkan oleh gaya berat tubuh air di atas lereng curam pesisir. Dimensi teluk yang sempit sebagai tempat akumulasi arus menjadi pendukung utama turbulensi arus balik. Arus akan terakumulasi pada tekuk dalam teluk yang berasal dari sayap teluk (lihat gambar 4). Titik-titik tempat terbentuknya pusat teluk bersifat sporadis dan tidak dapat ditentukan dengan pasti.

Daya angkut sedimen pada musim kemarau (April-Oktober) mencapai 480000 m3/tahun sedangkan pada musim penghujan (November-Maret) mencapai 405000 m3/tahun (Surjono, 2001). Angka ini tidak menunjukkan daya angkut sedimen pada saat transisi musim seperti menurut pembagian arah angin muson: timur, transisi 1, barat, transisi 2 (Wiratmo, 2013 komunikasi personal). Pada saat transisi muson timur ke barat, arah datang gelombang tidak menyudut terhadap garis pantai secara umum melainkan tegak lurus (Triatmodjo, 1999).

(3)

301

Periode pembentukan gelombang berkisar 10-15 detik. Dari data volumetrik sedimen yang hanyut akibat proses erosional (Surjono, 2001), dapat dihitung kecepatan erosi pada satu kali hempasan arus. Pada musim kemarau (April-Oktober), volume sedimen yang hanyut minimum adalah 0.396 m3/periode gelombang sedangkan pada musim penghujan (November-Maret), terjadi erosi dengan volume 0.469 m3/periode gelombang.

Kesimpulan

Gelombang penyebab abrasi pesisir di Pantai Depok berlangsung secara sporadis baik waktu maupun titik pembentukannya. Aktivitas gelombang tersebut menghasilkan pesisir dengan bentuk teluk secara lokal. Gelombang dan arus mengerosi berm yang berjarak 3-5 meter dari garis pantai. Energi gelombang terkonsentrasi di dalam teluk-teluk tersebut dengan kecepatan bervariasi antara 1- 2.7 m/s dan membentuk turbulensi arus yang menguatkan daya abrasi. Arus balik (rip current) membawa sedimen pasir ke arah laut dengan kapasitas dan kompetensi relatif besar.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih diucapkan untuk Dr. Wahyu Wilopo (Teknik Geologi UGM) yang telah memberikan fasilitas peralatan pengukuran; Jurusan Teknik Geologi UGM yang telah memberikan bantuan finansial dan tempat belajar.

Referensi

[1]

B

ONEWITZ

,

R.

L.

Rocks and Minerals, the Definitive Visual Guide.

2

nd

Ed., Dorling

Kindersley Limited, Great Britain, 2008.

[2] D

AVIS

,

R.

A.

DAN

F

ITZ

G

ERALD

,

D.

M.

Beaches and Coasts

. Blackwell Science Ltd,

MA, USA, 2004.

[3]

F

RESKI

,

Y.

R.

DAN

D

ARMADI

, “Analisis pembelokan aliran Sungai Opak saat bermuara

di Samudra Hindia”, dalam

41

st

IAGI Annual Convention & Exhibition Proceeding.

pp.

355-360, 2012.

[4] H

ENDRATNO

,

A.

Kondisi Geologi Untuk Pengembangan Lingkungan Fisik Wilayah

Pesisir Selatan Yogyakarta Antara Muara Sungai Opak dan Girijati

. Thesis (M.T.),

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2000.

[5]

K

OMAR

,

P. D.,

Beach Processes and Sedimentation.

Prentice Hall, New Jersey. 1999.

[6] S

EIBOLD

,

E.

DAN

B

ERGER

,

W.H.

The Sea Floor, An Introduction to Marine Geology

, 3

rd

Ed. Springer, New York. 1996.

[7] S

URJONO

,

S

UGENG

S.

Geodinamika Muara Sungai Serang dan Bogowonto Kabupaten

Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Pertimbangan Rencana

Pengembangan Wilayah.

Thesis (M.T.) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2001.

[8] T

RIATMODJO

,

B.

Teknik Pantai

. Beta Offset, Yogyakarta 1999.

(4)

302

Tabel 1. Data Pengukuran Kecepatan Arus Swash dan Backwash (m/dt)

Pengukuran

ke-

Kecepatan (m/dt)

Arus swash

Arus backwash

1

1.5

2

2

1.3

1.5

3

1.4

2

4

1.5

2

5

1.5

1.5

6

1.5

2

7

1.2

1.8

8

1.3

2.4

9

1.5

1.8

10

1.5

1.9

11

1.3

1.7

12

1.9

2

13

1.2

1.7

14

1.8

2.5

15

1.4

1.5

16

1.9

2.5

17

1

2.4

18

2

2.7

19

2

2.1

20

1.6

1.8

21

1.5

2.7

22

1.7

2

23

1.4

1.5

24

1.4

1.5

25

1.7

1.8

Rata-rata

1.52

1.972

Nilai Maks

2

2.7

Nilai Min

1

1.5

(5)

303

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan kelurusan garis Pantai Depok. Arah kelurusan

NWW-SEE.

(6)

304

Gambar 2. Hubungan kecepatan arus dan ukuran butir yang dilibatkan menurut Hjulstrøm, ditunjukkan oleh kotak daerah abu-abu. Ukuran butir pasir sedang (MS) akan tererosi dan terbawa

arus dengan kecepatan 1-2,7 m/dt.

Gambar 3. Hubungan kecepatan arus swash dan backwash, dalam m/dt. Kecepatan arus swash tidak akan lebih tinggi dari pada kecepatan arus backwash dengan ditunjukkan hasil plot terletak di

(7)

305

Gambar 4. Kronologi mekanisme abrasi pesisir di Pantai Depok, dengan arah datang gelombang tegak lurus dengan garis pantai secara umum pada masa transisi angin muson timur-barat.

Gambar

Tabel 1. Data Pengukuran Kecepatan Arus Swash dan Backwash (m/dt)  Pengukuran
Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan kelurusan garis Pantai Depok. Arah kelurusan NWW- NWW-SEE
Gambar 2. Hubungan kecepatan arus dan ukuran butir yang dilibatkan menurut Hjulstrøm,  ditunjukkan oleh kotak daerah abu-abu
Gambar 4. Kronologi mekanisme abrasi pesisir di Pantai Depok, dengan arah datang gelombang  tegak lurus dengan garis pantai secara umum pada masa transisi angin muson timur-barat

Referensi

Dokumen terkait