• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA NIAGA JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA NIAGA JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH RAHASIA BANK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbankan Dosen Pengampu: Novi Marlena S.Pd M.Si

Disusun oleh: Kelompok 9

Indy Astira Kause Putri (15080324054) Umi Maf’ulatul Latifah (15080324066)

Fitra Rahmawati (15080324067)

Rahmania Ikhlasul A (15080324068)

Kelas B/2015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA NIAGA

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

September 2018

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Bank sebagai suatu lembaga yang diberikan kepercayaan untuk mengelola dana masyarakat berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas segala informasi mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Hal ini sangat dibutuhkan karenan sebagai suatu lembaga yang menghimpun dana masyarakat, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan terjaga apabila semua informasi mengenai hubungan anatara nasabah dengan bank dapat terjaga dengan baik kerahasiaannya. Pentingnya Rahasia Bank dalam suatu industri perbankan ini juga terkait dengan adanya asas-asas yang harus dipegang dalam menjalankan suatu usaha perbankan guna terciptanya sistem perbankan yang sehat yaitu asas demokrasi, asas kepercayaan, asas kehati-hatian dan Asas Rahasia Bank.

Rahasia Bank atau banking secrecy dikenal di negara manapun di dunia ini yang mempunyai lembaga keuangan bank. Rahasia Bank tidak bedanya dengan rahasia yang harus dipegang teguh oleh para profesional seperti pengacara yang wajib merahasiakan hal-hal yang menyangkut kliennya. Di Indonesia pun dikenal ketentuan mengenai kerahasian bank yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan yang mula-mula adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Terdapat dua teori utama apabila tentang Rahasia Bank, yaitu; teori absolut dan teori nisbi. Teori pertama mengatakan bahwa Rahasia Bank bersifat mutlak, artinya bank berkewajiban menyimpan rahasia nasabah yang diketahui karena kegiatan usahanya dalam keadaan apapun, biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori yang kedua menyatakan bahwa Rahasia Bank bersifat nisbi artinya bank akan diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya bila terdapat kepentingan yang mendesak yang dapat dipertanggungjawabkan menghendaki demikian, misalnya untuk kepentingan negara.2 Dalam hal ini, Indonesia menganut teori nisbi seperti yang diatur dalam pasal 40 UU No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992 (atau disebut juga Undang-Undang Perbankan) yang memberikan batasan pengertian tentang Rahasia Bank sebagai berikut. Ayat (1) ; Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41A,

(3)

pasal 42, pasal 43, pasal 44 dan Pasal 44A. Sedangkan pada ayat (2) menyatakan bahwa ketentuan dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Ada anggapan sebagian orang bahwa kerahasiaan bank bisa merugikan masyarakat, nasabah nakal bisa berlindung pada ketentuan Rahasia Bank, Rahasia Bank harus dibuka untuk kepentingan para penitip dana dan sebagainya. Sedangkan di pihak lain menghendaki dan menegaskan bahwa bank harus memegang teguh Rahasia Bank karena masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari pihak bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan.

Penulis mengharapkan pembaca memahami pada makalah ini bagaimana kerahasiaan bank yang telah terjadi di Indonesia, serta apa saja yang harus diketahui lebih dalam mengenai rahasia bank agar masyarakat umum lebih memiliki pengetahuan yang luas mengenai bank.

1.2Rumusan Masalah

1. Apa itu rahasia bank?

2. Bagaimana peraturan yang mengatur tentang rahasia bank ? 3. Bagaimana mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia bank?

1.3Tujuan

1. Memahami rahasia bank secara umum

2. Memahami peraturan yang mengatur tentang rahasia bank 3. Mengetahui mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia bank

(4)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian rahasia bank

Rahasia Bank atau Banking Secrecy di kenal di negara manapun di dunia ini yang mempunyai lembaga keuangan bank. Rahasia bank tidak bedanya dengan rahasia yang harus di pegang teguh oleh para professional seperti pengacara yang wajib merahasiakan hal-hal yang menyangkut penyakit pasiennya. Bahkan kalau rahasia di maksud tidak di pegang teguh dan dibocorkan kepada pihak lain, maka atas tindakan tersebut dpat dikenakan sanksi, baik perdata maupun pidana (Adolf : 2004). Di Indonesia pun di kenal ketentuan rahasia bank yang terdapat dalam Undang-Undang Perbankan. Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-mula adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian telah di ubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Pengertian rahasia bank oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992 diberikan oleh Pasal 1 ayat (16) yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut : Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Pengertian ini telah di ubah dengan pengertian baru oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-Undang itu rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 ayat (28) Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut : Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Selain memberikan rumusan dari pengertiannya, Undang-Undang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai delik rahasia bank. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 memberikan rumusan delik rahasia bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1). Bunyi lengkap dari rumusan delik rahasia bank menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 adalah : Bank dilarang memberikan keteranganyang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana di maksud dalam Pasal 41, 42, 43 dan 44.

(5)

2.2 Peraturan mengenai rahasia bank

UU 23 prp tahun 1960 tentang rahasia bank isi:

Ayat 7 pasal 2: Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman, kecuali perpajakan dan kepentingan peradilan, langganan bank adalah orang-orang yang mempercayakan uangnya pada bank, menerima cek, bunga dari bank dan lain sebagainya .

UU 14 tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan pasal 36:

Bank tidak boleh memberikan keterangan2 tentang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan dalam UU ini.

Surat edaran bank indonesia NO. 2/337/UPPB/PBB perihal penafsiran tentang pengertian rahasia bank tanggal 11 september 1969 keadaan keuangan yang tercatat padanya adalah keadaan mengenai keuangan yang terdapat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan.

Surat edaran bank indonesia NO. 2/337/UPPB/PBB perihal penafsiran tentang pengertian rahasia bank tanggal 11 september 1969. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, ialah segala keterangan orang atau badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan dan usahanya, yaitu: pemberian pelayanan, dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri pendiskontoan. Dan jual-beli surat berharga pemberian rumah . Rahasia bank mencakup nasabah: • deposan, • debitur, dan • kegiatan dalam sistem pembayaran

Rahasia bank dalam UU 7 tahun 1992 tentang perbankan pengertian:

Pasal 1 angka 16 “rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan” .

(6)

Rahasia bank dalam UU 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 40 ayat 1: Bank dilarang memberikan keterangan yang dicatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan .

Pengecualian rahasia bank dalam UU 7 tahun 1992 pasal 41:

Kepentingan perpajakan pasal 42: kepentingan peradilan dalam perkara pidana pasal 43: dalam perkara perdata antara bank dengan nasabah pasal 44: tukar-menukar informasi antar bank .

Rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 tentang perubahan UU 7 tahun 1992 tentang perbankan pengertian: pasal 1 angka 28 “rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya” . Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 41 (1):

“Untuk kepentingan perpajakan pimpinan bank indonesia atas permintaan mentri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan buktibukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak”

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 42 (1):

“Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan bank indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank”

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 41 a (1):

“Untuk penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada badan urusan piutang dan lelang negara/panitia urusan piutang negara, pimpinan bank indonesia memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang dan lelang negara/panitia urusan piutang negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur” .

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 43:

“Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan

(7)

keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut” .

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 44 (1):

“Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain” .

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 44 a (1):

“Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank ybs kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut” .

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10 tahun 1998 pasal 44 a (2):

“Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut”

Pengecualian rahasia bank dalam UU 10/1998:

1.ijin dari pemerintah/bi (pajak, piutang bank yang diserahkan BUPLN/PUPN, peradilam dalam perkara pidana)

2. Tanpa ijin (perkara perdata, tukar informasi antar bank, kuasa nasabah, ahli waris)

Pengecualian rahasia bank di luar UU perbankan surat mahkamah agung NO. KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan komisi pemberantasan korupsi (KPK) berisi penegasan bahwa ketentuan pasal 12 UU 30 tahun 2002 tentang KPK merupakan ketentuan khusus (lex specialis) yang memberikan kewenangan kepada KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan” .

Pengecualian rahasia bank di luar UU perbankan prosedur ijin membuka rahasia bank sebagaimana diatur dalam pasal 42 UU perbankan tidak berlaku bagi komisi pemberantasan korupsi.

(8)

Sanksi atas ketentuan rahasia bank dalam UU perbankan . Bentuk sanksi Pidana dan denda secara akumulatif

1. Pasal 47 (1): tanpa membawa perintah tertulis atau tanpa ijin memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberi keterangan diancam pidana penjara 2 - 4 tahun, dan denda 10 - 200 Milyar

2. Pasal 47 (2): anggota direksi, komisaris atau pihak terafiliasi yang sengaja memberi keterangan diancam pidana penjara 2 – 4 tahun dan denda 4 – 800 Milyar

2.3 Pengertian mekanisme dan prosedur pembukaan rahasia bank

Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Perpajakan

Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur dalam pasal 41 Undang-undang Perbankan 1998 yang menyatakan bahwa: “Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas perintah Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti- bukti tertulis serta Surat-Surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”

Dalam pembukaan rahasia bank karena untuk keperluan pemeriksaan dan penyidikan perpajakan, maka pembukaannya harus ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. Adapun mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lainnya maka tidak diperlukan permintaan. Hal demikian didasarkan kepada ketentuan pasal 35 ayat 1 dan 2 berikut penjelasannya dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1994, yaitu bahwa untuk kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak langsung dapat meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan keuangan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakannya.

Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Negara

Ketentuan untuk pembukaan rahasia bank, karena kepentingan penyelesaian piutang negara merupakan ketentuan yang baru. Pasal yang mengaturnya yaitu:

(9)

pasal 41 A ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Perbankan tahun 1998 yang berbunyi sebagai berikut:

Pertama, untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan ijin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk

memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah dari debitur. Kedua, ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara;

Ketiga, permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukan keterangan.1

Dengan demikian dari ketentuan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ijin untuk pembukaan rahasia bank dalam rangka penyelesaian piutang negara tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan secara tertulis oleh Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.  Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Peradilan Pidana

Menurut ketentuan pasal 42 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998 menyatakan sebagai berikut:

Pertama, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan ijin kepada Polisi, Jaksa, atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank;

Kedua, ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian. Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung;

Ketiga, permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 harus

(10)

menyebutkan nama dan jabatan Polisi, Jaksa atau Hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan perkara pidana yang diperlukan.2

Di dalam Pasal 3 Ayat (1) tentang Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia.

Di dalam Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Ayat (1)), setelah ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Ayat (2)), hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum[ll] (Ayat (3)) di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan: a. Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim; b. Nama tersangka atau terdakwa; c. Nama kantor bank temp at tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan; d. Keterangan yang diminta; e. Alasan diperlukannya keterangan; dan f. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Bahwa kemudian hari lebih lanjut diatur di dalam Pasal 9, bahwa permintaan tertulis tersebut hams ditandatangani dengan membubuhkan tanda tangan basah oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang ditujukan kepada: Gubernur Bank Indonesia Up. Direktorat Hukum Bank Indonesia.

Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI, Gubernur BI memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, kecuali untuk perkara pidana korupsi, perintah atau izin diberikan dalam waktu 3 (tiga) hari. Demikian juga terhadap surat permintaan yang tidak memenuhi persyaratan, Gubernur BI secara tertulis dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan diterima untuk

(11)

kepentingan perkara pidana dan 3 (tiga) hari setelah permintaan diterima yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. (Pasal 10 Ayat (3) dan (4)).

Perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, maupun penolakannya, dapat dilakukan oleh deputi gubernur senior atau salah satu deputi gubernur (Pasal 11 Ayat (1) dan (2)).

Mengenai perintah atau izin tertulis yang telah dikeluarkan oleh Gubernur BI, yang juga dapat dikeluarkan oleh Deputi Senior Gubernur BI atau salah satu deputi gubernur, pihak bank wajib melaksanakan dengan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan bukti- bukti tertulis, surat-surat dan hasil cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan, yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.

Di dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (2), bahwa termasuk dalam pengertian keterangan secara tertulis adalah pemberian fotokopi bukti-bukti tertulis, fotokopi surat-surat dan hasil cetak data elektronis yang telah dinyatakan/diberi tanda sesuai dengan aslinya (certified) oleh pejabat yang berwenang pada bank. Pemberian keterangan secara tertulis tersebut perlu dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan menghilangkan dokumen yang menurut ketentuan seharusnya tetap diadministrasikan oleh bank yang bersangkutan. Kata memperlihatkan dalam ketentuan ini tidak berarti bahwa pembawa perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan bank.

Juga diatur secara khusus di Pasal 8, bahwa bank dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia.

Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa

memerlukan izin BI [12], kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini (Pasal 12 Ayat (1) dan (2)).

Dengan demikian ketentuan di atas nampak jelaslah bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan ijin kepada Polisi, Jaksa atau Hakim untuk memperoleh keterangan

(12)

dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.

Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Peradilan Dalam Perkara Perdata

Pengecualian yang berlaku dalam perkara perdata, informasi yang dapat diberikan bank hanya terbatas pada sengketa bank dengan nasabahnya. Hal ini sesuai dengan pasal 43 Undang-Undang Perbankan 1992, bahwa direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang menjadi lawannya dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Dengan adanya pengecualian tersebut, maka direksi bank tidak perlu menunggu ijin tertulis dari Menteri Keuangan, sebab dalam perkara perdata keuangan nasabah selain dipergunakan untuk mengungkapkan kebenaran fakta di persidangan, juga menyangkut kepentingan bank itu sendiri dalam melawan nasabahnya.

Pembukaan Rahasia Bank Untuk Kepentingan Kegiatan Perbankan

Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, sistemnya sama dengan di atas, bank tidak perlu menunggu perintah dari menteri keuangan. Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Pengecualian ini dimaksudkan sebagai sarana untuk menunjang kegiatan usaha bank itu sendiri. Peraturan pelaksanaan dan ketentuan mengenai tukar menukar informasi mencakup pengaturan mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Peraturan yang berlaku saat ini yaitu Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/120/KEP/DIR tentang Tata Cara Tukar Menukar Informasi Antar Bank, Tanggal 25 Januari 1995.3

Bagaimana tata cara untuk menerobos rahasia bank dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/82/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Ijin atau Perintah Membuka Rahasia Bank tanggal 31 Desember 1988.

(13)

Dalam pasal 1 butir 6 disebutkan, Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Selanjutnya dalam pasal disebutkan :

Pertama, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya;

Kedua, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak bertaku untuk: a. Kepentingan perpajakan

b. Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara (BUPLN)/Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN); c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana;

d. Kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya; e. Tukar-menukar informasi antar bank;

f. Permintaan, persetujuan atau kuasa nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis;

g. Permintaan ahli waris yang salt dari nasabah penyimpan yang telah meninggal dunia

Ketentuan rahasia bank sebagaimana di atas, merupakan kewajiban bank. Berhubung hal tersebut merupakan kewajiban, maka pelanggarannya dapat dikenakan sejumlah sanksi. Dalam Undang-Undang Perbankan 1998 dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi pidana dan sanksi administratif.

Ketentuan rahasia bank wajib dipegang teguh oleh bank, karena tujuannya untuk melindungi kepentingan bank dan nasabahnya. Meskipun demikian peraturan tersebut masih terdapat kelemahannya, manakala bank terdapat persoalan yang tidak beres, seperti terjadinya kredit macet dalam jumlah besar. Kelemahan aturan rahasia bank dapat menghambat hubungan antara DPR dengan pemerintah (dalam hal ini bank). Di Satu pihak DPR tidak dapat melakukan pengawasan, sedangkan di lain pihak berlindung di balik rahasia bank dengan berdiam diri kalau didiamkan saja keadaan bank akan semakin bertambah kurang baik.

Dengan demikian untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka rahasia bank perlu ditambah kekecualiannya, khususnya untuk kepentingan ketatanegaraan. Bank dapat memberikan keterangan keadaan keuangan nasabah kepada DPR jika terjadi keadaan yang membahayakan bank maupun sistem perbankan pada umumnya.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala, 2004. Hukum Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Bayu Pratomo. 2011. Analisis Yuridis Terhadap Pembukaan Rahasia Bank Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta: Fakultas Hukum Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

hai ini menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dan kecemasan bertanding atlet, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

Dari cara kerja alat pada beberapa jurnal diatas, maka penulis membuat suatu alat yang merupakan pengembangan dari kipas angin otomatis dengan menggunakan

10 Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat. belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir

(bahasa Latin) yang artinya menghitung adalah sekumpulan alat logic yang dapat menerima data, mengolah data dan menyimpan data dengan menggunakan program yang terdapat

Regulasi emosi adalah proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk

[r]

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Isolat Propolis

Selama hamil, ibu SL mengalami kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan finansial dan penelantaran rumah tangga. Ibu SL