• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Ibu Hamil dan Dampaknya Pada Ibu dan Perkembangan Anak di Timor Tengah Selatan T1 462009016 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Ibu Hamil dan Dampaknya Pada Ibu dan Perkembangan Anak di Timor Tengah Selatan T1 462009016 BAB IV"

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

54 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Kekerasan Dalam Rumah Tangga di

Propinsi Nusa Tenggara Timur

(2)

55 Sumber: Polda Nusa Tenggara Timur (2012).

Gambar 4.1 Kejadian Tindak Kriminal di Wilayah NTT Periode 2007-2011

Tindak kriminalitas yang terjadi di wilayah NTT sangat beragam baik jenis maupun kuantitasnya. Tabel 4.1 menunjukkan sepuluh jenis tindak kriminalitas yang tergolong sebagai tindak kriminalitas yang menonjol di NTT.

Tabel 4.1 Jenis Tindak Kriminal Yang Terjadi Di Wilayah NTT Periode 2007-2011

No. Jenis

Tindakan

Tahun Kejadian

2007 2008 2009 2010 2011

1. Pelanggaran Terhadap Ketertiban Umum

266 118 133 140 363

2. Pembakaran 35 44 17 91 8

3. Kesusilaan 297 179 266 260 219

4. Perjudian 59 27 44 49 91

5. Penculikan 21 14 16 11 31

(3)

56 8. Pencurian 355 236 362 450 221

9. Perampokan 91 45 66 53 86

10. Penadahan 15 26 24 26 17

JUMLAH 1.913 1.226 1.574 1.723 1.695 Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis tindak kriminalitas yaitu kesusilaan, perjudian, pembunuhan, penganiayaan dan pencurian selama periode 2007-2011 cenderung meningkat. Selama periode ini, tindak kriminalitas didominasi oleh jenis tindak kriminalitas terhadap fisik manusia yaitu pembunuhan (1.750 kasus) penganiayaan (1.529 kasus), kesusilaan (1.221 kasus), dan penculikan (93 kasus) (Polda NTT, 2012).

(4)

57 Tabel 4.2 Pola Sebaran Jender Untuk Pelaku Kriminalitas Di

Wilayah NTT Periode 2007-2011

No. Jenis Tindakan

Tahun Kejadian

2007 2008 2009 2010 2011

L P L P L P L P L P

1. Pelanggaran Terhadap Ketertiban Umum

260 6 115 3 127 6 135 5 355 8

2. Pembakaran 34 1 42 2 17 - 90 1 8 - 3. Kesusilaan 297 - 175 4 264 2 259 1 219 - 4. Perjudian 53 6 27 - 44 - 48 1 91 -

5. Penculikan 21 - 14 - 16 - 11 - 30 1 6. Pembunuhan 422 20 371 10 365 13 279 7 255 8

7. Penganiayaan 322 10 149 7 263 5 351 6 386 10 8. Pencurian 350 5 233 3 360 2 435 15 220 1

9. Perampokan 91 - 45 - 66 - 52 1 86 - 10. Penadahan 15 - 26 - 23 1 18 8 17 -

JUMLAH 1.865 48 1.197 29 1.545 29 1.678 45 1.667 28

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Selain tindak kriminalitas, Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) juga terjadi di NTT. Pada tahun 2007-2011 jumlah kasus KTP yang dilaporkan mengalami peningkatan. Gambar 4.2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus KTP yaitu dari 1.613 kasus (2007) menjadi 1.988 kasus (2011).

(5)

58 yang ia alami kepada perempuan. Itu sebabnya kasus kekerasan terhadap perempuan seperti kesusilaan, pembunuhan, dan penganiayaan masih tinggi.

Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Gambar 4.2 Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Di Wilayah NTT Periode 2007-2011

(6)

59 Peningkatan jumlah kasus ini disebabkan karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus KDRT kepada pihak yang berwajib (Biro Pemberdayaan Perempuan, 2012).

Sumber: Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretarian Daerah Nusa Tenggara Timur

Gambar 4.3 Angka KDRT Di Wilayah NTT Periode 2008-2011

Berdasarkan laporan Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah NTT, pada tahun 2011 kasus kekerasan tertinggi terjadi di wilayah Kota Kupang dengan 619 kasus, disusul Kab. TTU dengan 212 kasus, kemudian Kab. Manggarai dengan 84 Kasus.

(7)

60 tidak bersekolah. Sedangkan untuk jumlah pelaku dan tingkat pendidikannya, pelaku KDRT untuk SI berjumlah 118 orang, SMA 347 orang, SMP 210 orang dan SD 142 orang dan 76 orang pelaku tidak bersekolah (Biro Pemberdayaan Perempuan, 2012).

Data lain yang diekspos oleh Rumah Perempuan yaitu suatu organisasi yang memberikan pelayanan dan pendampingan langsung terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, kasus KDRT yang dilaporkan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam tiga tahun terakhir yakni di tahun 2010 sebanyak 67 kasus, tahun 2011 naik menjadi 79 kasus, dan di tahun 2012 Rumah Perempuan melakukan pendampingan terhadap 114 orang isteri yang mengalami KDRT oleh suami mereka masing-masing.

Menurut data pendampingan yang dilakukan oleh Lembaga Rumah Perempuan, pada tahun 2012 angka KDRT tertinggi terjadi di wilayah Kota Kupang dengan 77 kasus (70%), sedang sisanya 37 kasus terjadi merata di 20 kabupaten.

(8)

61 13 orang dan yang berpendidikan SD 15 orang. Untuk jumlah pelaku dan tingkat pendidikan, pelaku KDRT untuk SI berjumlah 22 orang, SMA berjumlah 73 orang, SMP berjumlah 7 orang dan SD berjumlah 12 orang.

Sementara itu, jika dilihat dari pekerjaan pelaku, pekerjaan mereka bervariasi, antara lain PNS berjumlah 35 orang, anggota Polri empat orang, wiraswasta 47 orang, petani 11 orang, ibu rumah tangga empat orang dan yang tidak memiliki pekerjaan 13 orang pelaku (Rumah Perempuan Kupang, 2012).

Untuk jenis kekerasan, baik yang dilaporkan oleh Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah NTT maupun Lembaga Rumah Perempuan, jenis kekerasan yang terjadi di NTT meliputi kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, perzinahan dan pembunuhan.

(9)

62 Selain persoalan ekonomi, orang ketiga, dan konsumsi minuman keras, dalam kultur masyarakat NTT, budaya patriarki, budaya mahar atau belis, dan persoalan keturunan dapat menjadi penyebab KDRT (Rumah Perempuan, 2012).

4.1.2 Gambaran Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kab.

TTS

Permasalahan kekerasan di Kab. TTS telah menjadi permasalahan yang dihadapi dalam kurun waktu yang lama. Kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung meningkat setiap tahunnya. Indikasinya, banyak korban melaporkan kasus kekerasan yang dialami kepada Unit Perlindungan Perempuan Dan Anak (PPA) Polres, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A), Rumah Aman Pemerintah (Shelter) Kab. TTS, serta kepada SSP Kab. TTS.

(10)

63 Walaupun demikian, jumlah kasus yang dilaporkan ke lembaga pemerintahan lebih sedikit dibanding dengan jumlah pendampingan yang dilakukan oleh SSP. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih untuk melaporkan masalah kekerasan yang dialami kepada SSP untuk mendapatkan pendampingan dibanding melapor ke lembaga pemerintah. Pendampingan yang dilakukan oleh SSP berupa pemberian pelayanan kepada korban secara terpadu dan prima yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan kebutuhan korban.

Sumber data: Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Kab. TTS dan SSP Kab. TTS

(11)

64 paling banyak berjenis kelamin laki-laki, usia pelaku 25 tahun ke atas, pendidikan terakhir SLTA, memiliki pekerjaan dan hubungan dengan korban yaitu suami/istri. Sedangkan ciri-ciri korban kekerasan di Kab. TTS didominasi oleh wanita dengan kisaran umur 0-25 tahun ke atas, pendidikan terakhir SD, tidak memiliki pekerjaan dan status perkawinan belum kawin. Ciri-ciri pelaku dan korban korban kekerasan di Kab. TTS secara jelas dapat dilihat pada lampiran 7.

(12)

65 Sumber data: Polres, Shelter dan P2TP2A, diolah oleh Bagian Pemberdayaan Perempuan Setda Kab. TTS

Gambar 4.5 Jenis Kasus Kekerasan Tahun 2011 di Kab. TTS

(13)

66 Sumber data: Sanggar Suara Perempuan Kab. TTS

Gambar 4.6 Data Kasus Dampingan Langsung Sanggar Suara Perempuan Periode Januari

-Desember 2011

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sarci Maukari staf SSP, faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan di Kab TTS yakni faktor ekonomi (pengangguran, peningkatan kebutuhan keluarga), perselingkuhan, konsumsi minuman keras, kurangnya komunikasi antar anggota keluarga dan faktor budaya masyarakat seperti mahar atau belis dan budaya patriarki.

(14)

67 berbicara dalam suatu pertemuan, sedangkan perempuan harus “tahu diri” untuk tidak berbicara dan tugasnya ialah menyediakan makanan dan minuman bagi kaum laki-laki.

Berbicara tentang tentang perempuan dalam budaya Timor, tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan dibatasi ruang geraknya. Ia hanya diberi peran dalam sektor domestik yakni urusan anak, rumah dan dapur. Perempuan dipandang sebagai masyarakat kelas dua yang posisinya jauh di dibawah laki-laki.

Dalam budaya Timor, perempuan tidak memiliki hak suara dalam proses penentuan pernikahan anak, perempuan Timor tidak dapat ambil bagian dalam memimpin ritual-ritual budaya di Timor. Hal ini terlihat jelas dalam sebutan untuk perempuan (bife) dan laki-laki (atoni). Secara harafiah bife berasal dari kata bi = sapaan untuk dia perempuan dan fe = memberi, hal ini berarti perempuan memberi semua. Sementara itu, atoni berasal dari kata a = dia yang dan toni = menjawab, hal ini berarti laki-laki adalah orang yang memberi jawab. Penyebutan atoni dan bife dimaksudkan agar perempuan hanya memberi dan laki-laki memiliki andil dalam kepemimpinan.

(15)

68 kaum yang lemah secara jasmani dan laki-laki sebagai yang kuat. Budaya ini membuat perempuan selalu dinomorduakan, berada dibawah laki-laki, tidak memiliki hak seperti laki-laki, dan lain-lain (Nayoan, 2012).

Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam budaya Timor, laki-laki mempunyai posisi yang lebih tinggi dari perempuan, memiliki kekuasaan sebagai pemimpin dan berhak atas segalanya termasuk berhak atas perempuan. Hal ini menjadikan laki-laki dapat melakukan apa saja terhadap perempuan seperti memerintah untuk dilayani bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.

4.1.3 Gambaran Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

pada Ibu Hamil di Kab. TTS

(16)

69 sampai tahun 2009, wanita hamil yang melaporkan kasus kekerasan untuk di dampingi oleh SSP sebanyak 3 orang sebagaimana tergambar dalam Gambar 4.7.

Sumber data: Rumah Aman Pemerintah (Shelter) Kab. TTS Gambar 4.7 Peningkatan Jumlah Kasus Wanita Hamil Yang Melapor di Rumah Aman Pemerintah Kab. TTS

4.1.4 Profil Partisipan Penelitian

(17)

70 Tabel 4.3 Profil Riset Partisipan

No Inisial Partisipan

Usia Jenis Kelamin

(L/P)

Alamat Pendidikan Terakhir

Agama Usia Perkawinan Jumlah Anak Kehamilan saat terjadinya KDRT Usia kehamilan saat terjadi KDRT Lamanya masa kehamilan

1. Ibu. SL 36 th P Desa Oinlasi

SLTA Kristen Protestan

8 tahun 2 anak II Usia 2-4 bulan

7 bulan

2. Ibu. NN 34 th P Desa Nobi Nobi

SMKK Kristen Protestan

13 tahun 3 anak II Usia 2-7 bulan

9 bulan 10 hr 3. Ibu. YA 16 th P Kelurahan

Nonohonis

Tidak bersekolah

Kristen Protestan

- 1 anak I Usia satu bulan

9 bulan

4. Ibu. SS 36 th P Desa Oepliki

SD Kristen Protestan

8 tahun 6 anak V Usia 3 bulan ke atas

9 bulan

5. Ibu. HT 40 th P Desa Oepliki

SD Kristen Protestan

8 tahun 4 anak IV Usia 1-5 bulan

(18)

71 Dari hasil wawancara, kelima riset partisipan merupakan warga Kabupaten TTS. Empat orang diantaranya berasal dari suku Timor dan satu orang ibu berasal dari suku Sumba. Kelima ibu merupakan warga tetap di Kab. TTS. Hal ini membantu peneliti dalam melakukan wawancara dan observasi karena bertempat tinggal di daerah yang dapat dijangkau oleh peneliti.

Pekerjaan dari kelima riset partisipan adalah sebagai ibu rumah tangga. Meskipun bekerja sebagai ibu rumah tangga, ada ibu yang bekerja sebagai petani ataupun penjahit untuk membantu suami dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Pekerjaan yang merangkap ini tidak menyebabkan waktu untuk bersama-sama dengan keluarga berkurang. Kesibukan tersebut tidak mengurangi si ibu dalam memperhatikan kebutuhan rumah tangga seperti menyiapkan makanan ataupun membersihkan rumah.

(19)

72 berhubungan dengan pengalaman ibu. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan anak yang dikandung.

Tingkat pendidikan riset partisipan yaitu SD 2 orang, SMA 2 orang dan 1 orang lainnya tidak bersekolah. Bagi ibu yang tidak bersekolah atau hanya menamatkan pendidikan di tingkat SD, mereka menganggap bahwa perempuan hanya bekerja di dapur saja sehingga tidak perlu bersekolah di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan bagi mereka yang menamatkan pendidikan di sekolah menangah atas, mereka menganggap bahwa pendidikan penting bagi kehidupan di masa mendatang. Bagi ibu yang menamatkan pendidikan di sekolah menengah ini, selain karena faktor tempat tinggal di kota yang merubah persepsi mereka, penghasilan keluarga yang mencukupi merupakan faktor yang membuat mereka dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

(20)

73 seperti pengambilan keputusan dan pengelolaan penghasilan keluarga.

Jumlah anak dari kelima riset partisipan bervariasi. Ibu I memiliki 2 orang anak, ibu II memiliki 3 orang anak, ibu III memiliki 1 orang anak Sedangkan ibu IV dan ibu V masing-masing memiliki 6 orang anak dan 4 orang anak. Jumlah anak yang banyak akan memengaruhi pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan. Selain itu, anak yang banyak juga merupakan salah satu faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga karena beban suami yang semakin banyak. Ditambah lagi kelima ibu tergolong dalam keluarga dengan status ekonomi menegah ke bawah dengan pendapatan berkisar antara Rp. 50.000 - Rp. 800.000 per bulan.

(21)

74 masa kehamilan untuk ibu I yaitu 7 bulan (permatur) sedangkan kehamilan keempat ibu lainnya adalah 9 bulan (matur).

4.2 Studi Kasus: Lima Ibu Hamil Yang Mengalami KDRT dan

Perkembangan Mereka

Pada penelitian ini, untuk mengetahui gambaran KDRT pada ibu hamil, peneliti melakukan studi kasus dengan teknik wawancara mendalam terhadap lima orang ibu yang selama kehamilannya pernah mengalami KDRT. Lima orang ibu tersebut yakni ibu SL, ibu NN, ibu YA, ibu SS dan ibu HT. Selain itu, untuk mengetahui dampak dari tindak kekerasan pada ibu hamil terhadap perkembangan anak dari kehamilan tersebut, maka dilakukan pengukuran perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar dengan menggunakan Denver Development Screening Test (DDST ) II pada anak yang ketika masih janin, ibunya mendapatkan KDRT. Berikut adalah hasil wawancara terhadap lima orang ibu yang mengalami KDRT selama kehamilan dan hasil pemeriksaan DDST II terhadap anaknya.

(22)

75 mengandung anak keduanya. Selama kehamilannya, ibu SL mengalami kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan finansial dan penelantaran rumah tangga. Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga pada ibu SL yaitu suami yang memiliki masalah di tempat kerja atau dalam keadaan mabuk melampiaskan emosinya kepada ibu SL. Dari hasil pemeriksaan DDST II pada anak keduanya, didapati anak V mengalami keterlambatan perkembangan di sektor personal sosial, motorik halus dan bahasa.

(23)

76 ketiganya, didapati anak DS tidak mengalami keterlambatan perkembangan.

Riset partisipan ketiga yaitu ibu YA (16 tahun). Ibu YA bertempat tinggal di Kelurahan Nonohonis, Kecamatan Kota SoE. Ibu YA mengalami KDRT oleh kakak iparnya sendiri. Ibu YA dipaksa oleh bapak PM untuk berhubungan intim sehingga ibu YA hamil di luar nikah. Saat bulan pertama kehamilannya, ibu YA yang tidak mengetahui perihal kehamilannya mendapatkan kekerasan dari kakak perempuannya karena perasaan cemburu. Ibu YA mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekrasan seksual dan penelantaran dalam rumah tangga. Dari hasil pemeriksaan DDST II pada anak pertamanya, didapati anak MA mengalami keterlambatan perkembangan di sektor personal sosial, motorik halus dan bahasa.

(24)

77 kelimannya, didapati anak MT tidak mengalami keterlambatan perkembangan.

Riset partisipan kelima adalah ibu HT (40) tahun. Ibu HT bertempat tinggal di Desa Oepliki, Kecamatan Noebeba. Ibu HT mengalami KDRT ketika ia sedang mengandung anak bungsunya. Selama hamil, ibu HT mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan finansial dan penelantaran rumah tangga. Ibu HT mengalami kekerasan ini karena suami merasa ibu HT memiliki pria idaman lain. Dari hasil pemeriksaan DDST II pada anak keempatnya, didapati anak AN mengalami keterlambatan perkembangan di sektor personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar.

4.2.1 Kasus I: KDRT Pada Kehamilan Kedua

1. Identitas Umum Ibu SL

(25)

78 Ayah kandung dari ibu SL adalah seorang mantan PNS dan mantan ketua RT di desa Oenlasi sedangkan ibu kandungnya adalah seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja sebagai kader posyandu di desa Oenlasi. Ibu SL mengatakan bahwa almarhum ayahnya adalah seorang pekerja keras, penyayang dan sangat melindungi anak-anaknya. Sedangkan ibunya adalah sosok ibu yang baik dan sangat menyayangi suami dan anak-anaknya.

Ibu SL dan adik-adiknya dididik dengan keras oleh ayah dan ibu mereka. Walaupun ayah dan ibu sangat menyayangi dan melindungi mereka, jika mereka melakukan kesalahan, tidak peduli sekecil apapun kesalahan itu, mereka akan dimarahi bahkan dipukuli.

Keluarga ibu SL sendiri merupakan keluarga mampu dan berpendidikan. Hal ini karena semua anggota keluarga berhasil menamatkan diri dari sekolah menengah atas dan tiga diantara saudaranya berhasil meraih gelar sarjana.

(26)

79 hidupnya, ia tidak pernah mengikuti kursus ataupun pendidikan di luar sekolah.

Pada saat menjalani pendidikan dari SD sampai SMA, ibu SL tidak pernah mengalami kejadian traumatis. Ibu SL mengatakan bahwa kehidupan pendidikannya berjalan layaknya anak remaja pada umumnya.

Ibu SL menikah ketika ia berusia 28 tahun. Ia menikah dengan bapak RH yang berasal dari Amanuban Timur. Saat ini bapak RH berusia 44 tahun dan bekerja sebagai pegawai hotel. Ibu SL menikah dengan bapak RH karena ia hamil di luar nikah. Ia dan suaminya telah menikah selama 8 tahun dan dikarunia dua orang anak. Anak pertamanya adalah anak laki-laki berusia 5 tahun sedangkan anak yang bungsu adalah anak perempuan yang berusia 2 tahun.

(27)

anak-80 anak sepenuhnya menjadi tangguang jawab dari keluarganya.

Saat ini ibu SL tidak lagi tinggal bersama suaminya. Saat ini ia tinggal bersama anak-anak, ibu dan tiga orang saudaranya. Ibu SL tinggal bersama ibunya selama kurang lebih 2 tahun. Ia mengambil keputusan ini karena merasa sangat menderita akibat perilaku kasar dari suaminya.

2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu SL

(28)

81 kehamilan ketiga saat usia kehamilan 27 minggu, berat badan ibu SL adalah 46 kg sedangkan berat badan ideal ibu SL saat hamil adalah 59,5 kg. Hal ini berarti ibu SL memiliki berat badan yang kurang pada trimester terakhir kehamilannya. Jika dilihat dari pola makan, ibu SL mengatakan bahwa setiap harinya dia makan sebanyak tiga kali yaitu makan pada pagi hari, siang dan malam hari. Pola makan ibu SL dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini.

Tabel 4.4 Konsumsi bahan pangan ibu SL dalam 24 jam terakhir:

Waktu Jenis Makanan URT (Ukuran Rumah Tangga) Jumlah Yang Dikonsumsi (g)

Pagi Nasi

Telur ceplok

1 prg 1 btr

100 g 60 g Siang Nasi

Sawi hijau Tempe 1 prg 7 lbr 2 ptg 100 g 100 g 25 g Malam Nasi

Kangkung Tempe 1 prg 10 btg 2 ptg 100 g 50 g 25 g Ket : Prg = piring, btr = butir, lbr = lembar, ptg = potong, btg = batang, g = gram

(29)

82 dengan cara mengkonsumsi telur dan tempe. Walaupun demikian, diasumsikan bahwa selama kehamilan, pola makan ibu SL dapat mengalami perubahan frekuensi maupun adanya konsumsi makanan tambahan seperti susu, biskuit ataupun suplemen.

Sementara itu, angka kecukupan gizi energi yang dikonsumsi oleh ibu SL yakni 1.374 Kkal dengan tingkat kecukupan gizi energi sebesar 76%, sedangkan untuk angka kecukupan gizi protein yaitu 38 mg dan tingkat kecukupan energi protein adalah 76%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat konsumsi gizi energi dan protein, ibu SL berada dalam rentang konsumsi kurang.

(30)

83 Untuk riwayat persalinan, ibu SL melahirkan di rumah dan ditolong oleh bidan K. Ibu SL melahirkan secara normal, dengan durasi persalinan dua jam. Anak yang dilahirkan prematur karena usia kehamilan baru 7 bulan atau 28 minggu. Saat lahir, anak V memiliki berat 1000 gr dengan panjang 49 cm dan terdapat cairan bening yang melekat pada kulitnya. Anak V dirawat di rumah selama 40 hari barulah dibawa keluar rumah oleh ibu SL.

3. Deskripsi Kasus KDRT Pada Ibu SL

a. Kejadian KDRT Yang Sangat Membekas Di Hati

Ibu SL

Kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sangat membekas di hati ibu SL yaitu ia mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya saat sedang hamil besar. Kejadian itu terjadi ketika kehamilan ibu SL menginjak usia tujuh bulan.

(31)

84 Ibu SL tidak ambil pusing dengan keadaan suaminya. Ia kemudian menyuruh suaminya untuk makan siang namun bapak RH malah menyuruh ibu SL untuk diam. Ibu SL pun langsung menjawab “Ko orang suruh lu makan na lu mangamok” (Saya menyuruh kamu makan malah kamu marah). Karena dalam keadaan tidak sadar, bapak RH kemudian berjalan ke arah ibu SL dan mencoba memukul ibu SL namun ibu SL langsung menghindar karena tangan bapak RH mengarah ke perut ibu SL. Ibu SL yang tidak menerima perlakuan dari suaminya kemudian menegur dan memarahi bapak RH. Saat itu ibu SL berkata “Kalo Bapak pukul ko kena perut ko keguguran na bagaimana?”, Bapak ni sonde kasian

(32)

85 bapak RH bertindak lebih kasar dan apabila hal itu terjadi maka akan sangat berbahaya bagi kandungannya.

Ibu SL mengatakan bahwa ia tidak mengetahui secara jelas alasan mengapa suaminya mabuk dan berlaku kasar kepadannya. Dugaan kuat ibu SL, suaminya mabuk-mabukan dan sering berbuat kasar karena ada masalah di tempat kerja atau bapak RH sengaja berbuat kasar karena disuruh oleh kakak perempuannya agar ibu SL meninggalkan bapak RH. Kejadian ini mengakibatkan ibu SL lebih memilih untuk berpisah dari suaminya dan tinggal di rumah ibunya agar mendapatkan perlindungan dari ibu dan saudara-saudaranya.

b. KDRT Yang Dialami Ibu SL Selama Kehamilan Kedua

(33)

86 Saat melakukan kekerasan fisik, bapak RH langsung naik tangan atau langsung memukul ibu SL di wajah dan badan sampai lebam. Terkadang, suaminya menggunakan ikat pinggang yang dilipat untuk memukul ibu SL. Kekerasan fisik yang terjadi pada ibu SL tidak berlangsung setiap hari. Kekerasan terjadi apabila suami merasa ingin memukul ibu SL, pada saat itupun dia langsung memukul ibu SL. Ibu SL mendapatkan kekerasan ketika suaminya sedang ada masalah di tempat kerja atau dalam keadaan mabuk. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Ia Kak beta pernah dapat bakalai dari beta pung suami.” (02 RP01)

(Iya, Kakak. Saya pernah berkelahi dengan suami saya.)

“Biasa te beta dapat tumbuk, dapat tendang kalo sonde na beta dapat tampeleng”.(03 RP01)

(Saya ditinju, ditendang dan ditampar.) “Ehh, dia sonde pake apa-apa, dia langsung naik tangan san beta ang. Dia tumbuk beta di muka deng badan dong ni sampe babiru. Kadang ju dia pake ika pinggang ni kaka, dia lipat dobel itu ikat pinggang baru dia lapis sang beta.” (05 RP01)

(Ehh, suami saya tidak menggunakan alat bantu saat memukul. Ia langsung menggunakan tangan kosong. Dia meninju wajah saya sampe lebam. Kadang-kadang ia menggunakan ikat pinggang.)

(34)

87 (Tidak setiap hari Kak. Setiap ia merasa

ingin memukul, ia langsung saja memukul setelah ia pulang ke rumah.)

Dari hasil wawancara dengan ibu SL, kekerasan fisik terjadi pada kehamilan pertama dan kehamilan keduanya. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada saat kehamilan ibu SL berusia dua bulan. Ibu SL mengatakan bahwa dalam satu bulan, kekerasan terjadi sebanyak ± 4 kali. Kejadian tidak berlangsung pada bulan berikutnya dan akan ada dua bulan kemudian.

“Itu pas bulan kedua Kaka.” (08 RP01) (Saat bulan kedua Kakak.)

“Aihh kaka, beta ju su lupa ni Kak. Biasa satu bulan begitu 4 kali kak. Itu ju bulan berikut sonde, ais itu dua bulan kemudian baru dia foe ulang lai. Terserah dia, mau pukul kapan sa dia su habok sam beta.” (10 RP01)

(Saya lupa Kak. Biasanya dalam satu bulan terjadi 4 kali. Itu juga tidak terjadi pada bulan berikutnya, namun dua bulan kemudian barulah dia melakukannya lagi. Terserah dia, mau pukulnya kapan saja.)

Kekerasan psikis yang dialami oleh ibu SL selama kehamilanya yaitu ia dicaci maki dan diolok oleh suaminya namun ibu SL hanya mendiamkan hal tersebut karena ia sedang hamil besar. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

(35)

88 (Ia kakak. Saya dimaki, diejek. Saya hanya diam saja. Saat itu saya sedang hamil besar sehingga saya hanya diam saja demi kandungan saya ini.)

Penelantaran rumah tangga juga dialami oleh ibu SL. Hal ini disebabkan karena kakak perempuan dari bapak RH menyuruhnya untuk meninggalkan ibu SL tanpa alasan yang jelas, seperti yang diungkapkan oleh ibu dari ibu SL berikut:

“Nona pung suami pung kaka perempuan suruh kas tinggal nona ko mungkin mau cari istri lain.” (77 UK01)

(Kakak ipar anak saya meminta adiknya untuk meninggalkan anak saya. Mungkin mereka sedang mencarikan istri baru baginya.)

(36)

89 “Sonde pernah. apalai setelah kami pisah, dia

sonde urus kami lai.” (42 RP01)

(Tidak pernah. Apalagi setelah kami berpisah, dia (suami ibu SL) tidak lagi mengurusi kami.) “Adihh, tambah kaka. Mau beli susu buat beta na, mau beli loyor dong, beli baju-baju buat dong. Siap-siap memang to Kak. Trus mau bayar ibu bidan dong. Ma beta su siap-siap memang.” (44 RP01)

(Bertambah Kak. Membeli susu untuk saya, untuk membeli gurita, membeli baju untuk anak-anak. Sudah disiapkan sebelumnya. Untuk membayar bidan. Tapi saya sudah persiapkan sebelumnya.)

“Cukup Kak karna di Hotel makanan dong enak-enak trus bergizi ko beta yang masak sandiri jadi beta tau. Mau makan daging, sayur, buah-buahan ju ada Kak. Lengkap.” (63 RP01)

(Mencukupi Kak karena di Hotel makanannya enak dan bergizi karena saya yang masak sendiri sehingga saya tau. Makan daging, sayur, buah-buahan juga ada Kak. Lengkap.)

Apabila suami dari ibu SL memiliki masalah ditempat kerja ataupun suaminya mabuk, maka ibu SL menjadi tempat pelampiasan amarah suaminya. Selain itu, ibu SL yang mulai emosi karena ulah suami akan melakukan perlawanan. Hal ini yang menjadi penyebab kekerasan yang dialami oleh ibu SL seperti pernyataan yang diungkapkan oleh ibu SL berikut ini:

“Itu biasa kalo su mabok ato ada masalah di tempat kerja, baru dia foe.” (14 RP01)

(Biasanya kalau dia mabuk atau ada masalah ditempat kerja, barulah dia bereaksi.)

(37)

90 bapa sa jarang puku beta ma lu mau naek

tangan sang beta.” (18 RP01)

(Awalnya saya hanya diam-diam saja Kak. Tapi lama-kelamaan saya juga emosi. Siapa yang tidak emosi kalau orang sedang hamil besar terus kamu memukul saya. Kalau dia memukul saya, saya juga membalas. Mama dan Papa saya saja jarang sekali memukul saya tapi kamu mau memukuli saya.)

Dampak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami ibu SL saat ia hamil yaitu stres dan tertekan. Selain itu pola tidur juga terganggu karena memikirkan masalah yang ia hadapi di tambah lagi beban pekerjaan yang diterimanya karena harus bangun lebih awal untuk bekerja seperti yang diungkapkan pada pernyataan berikut ini:

“Beta stres Kaka, sangat tertekan, ma beta coba kuat sa demi ini anak dong. Dia kalo pukul ni beta pung perasaan sonde enak. Sangat tapukul. Kenapa ko dia harus pukul beta saat beta ada hamil, dia sadar ko sonde deng apa yang dia buat. Beta selalu sa pikir bagitu. Sonde di rumah, sonde di Hotel beta pikiran Kak.” (57 RP01)

(Saya stres Kak, sangat tertekan tetapi saya mencoba untuk tetap kuat demi anak-anak. Apabila dia memukuli saya, perasaan saya tidak enak. Sangat terpukul. Kenapa dia harus memukul saya saat saya sedang hamil, dia sadar atau tidak dengan perbuatannya. Saya selalu berpikir begitu, di rumah atau di hotel saya kepikiran.)

“Beta sonde bisa tidur memang apalagi di Hotel yang ampi-ampir siang dong su kas bangun. Itu yang malah bikin beta tambah stres lai.” (58 RP01)

(38)

91 Respon yang diberikan oleh ibu SL apabila mendapatkan kekerasan yaitu, ia hanya menangis karena ditinggal pergi oleh suaminya. Selain itu ibu SL juga akan berlaku kasar terhadap suami apabila emosinya sedang naik sebagai bentuk perlindungan diri terhadap perilaku kasar yang dilakukan oleh suami.

“...Beta langsung bilang, ko orang omong bae-bae ju lu marah ni. Trus dia langsung sambung beta, dia bamaki beta ni Kak. Karna beta su mulai emosi ni Kak beta langsung maki balek sang dia su ma. Langsung dia jalan dari sana, langsung papoko sang beta ni. Langsung dia bangun jalan. Beta langsung manangis su ma Kak.” (12 RP01)

(Saya langsung menjawab, saya bicara baik-baik tapi kamu marah. Terus dia langsung menyambung perkataan saya, dia juga memaki saya. Karena saya mulai emosi, saya langsung memaki dia. Setelah itu dia berjalan ke arah saya dan memukuli saya. Kemudian dia pergi. Saya pun langsung menangis.) “...Kalo dia puku beta bagitu, beta ju balas puku na... (18 RP03)

(Kalau dia memukuli saya, saya juga membalas.)

(39)

92 diabaikan oleh suaminya, bahkan suami mengancam untuk melakukan pembunuhan apabila ibu SL melaporkan masalah tersebut kepada keluarga atau orang lain. Solusi terakhir yang diambil yaitu ibu SL kembali ke rumah orang tuanya agar mendapat perlindungan dari keluarga dan bertahan hidup dengan bantuan orang tua dan keluarga. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Su ulang-ulang Kak, ma dia son sadar-sadar ju. Beta su kasih tau katong pung mama deng bapa ko togor dia ma sama sa, pulang sampe rumah dia malah pukul sam beta. Dia bilang lu talalu balapor mau mati. Dia bilang kalo lu lapor ulang lai artinya lu salamat su dar beta.” (15 RP01)

(Sudah berulang kali tapi dia tidak pernah sadar. Saya pernah memberitahukan masalah ini ke ayah dan ibu supaya dia ditegur tapi sama saja, sesampainya di rumah, dia malah memukul saya. Dia bilang, apabila saya melaporkan masalah ini lagi, dia tidak segan-segan untuk membunuh saya.

“Itu artinya dia mau puku kas mati sang beta.” (16 RP01)

(Itu artinya dia akan membunuh saya)

“Beta su bilang to Kak, kalo dia sonde akan dengar memang, sampe beta su talalu jengkel ko ini beta pulang pi mama dong pung rumah.” (26 RP01)

(40)

93 4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak V

Anak V merupakan anak kedua dari ibu SL. Anak V berjenis kelamin perempuan dan saat ini berusia 2 tahun. Menurut informasi yang diberikan oleh ibu SL ketika peneliti melakukan pengkajian, anak V dapat menggerakan kepala dengan mandiri, memalingkan wajah secara perlahan ke kiri atau ke kanan, serta dapat menundukkan kepala ketika berusia 1 bulan. Anak V duduk tanpa dukungan ketika berusia 5 bulan. Hal ini dibuktikan dengan anak mampu duduk tanpa dipegang ataupun tanpa bantal untuk bersandar. Ibu SL mengatakan bahwa ketika bermain, anak V lebih memilih untuk duduk sendiri sambil memainkan alat permainannya. Anak V dapat berjalan secara mandiri pada usia 11 bulan. Ia berjalan sendiri tanpa ada bantuan dari orang tua ataupun berpegang pada kursi dan meja untuk berjalan.

(41)

94 seperti mengambilkan alat permainan maupun meminta temannya untuk mengambilakan alat permainan.

Secara umum, anak V mampu berkomunikasi dengan orang dewasa yang sudah akrab dengannya. Interaksi yang dilakukan seperti mengikuti perintah orang tua, menjawab pertanyaan yang diberikan ataupun meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun anak V menarik diri ketika berbicara dengan orang yang baru dikenalnya. Bentuk penarikan yang dilakukan seperti bersembunyi di belakang ibunya ketika peneliti hendak berkenalan dengannya. Anak V tidak merespon perkenalan yang peneliti lakukan seperti tidak menyalami peneliti ataupun menyebutkan namanya. Untuk mendekati anak V, peneliti harus datang ke rumah riset partisipan sebanyak 3 kali barulah anak V dapat berkomunikasi dengan peneliti walaupun awalnya anak V malu-malu. Menurut Ny. SL, anaknya tidak dapat berkomunikasi dengan orang yang baru dikenalnya karena orang tua membatasi anak V dalam bergaul atau berkenalan dengan orang baru.

(42)

95 merapikan peralatan masak yang suasananya mereka buat seperti dapur. Ia dan temannya yang bernama Y mengiris dedaunan dengan menggunakan pisau mainan. Setelah itu anak V menghidupkan kompor mainan tersebut dan memasak daun-daun yang telah mereka iris. Anak V dan temannya Y berbicara seolah-olah mereka berdua sedang memasak di dapur sungguhan. Anak V mengatakan “Y, tolong ambil kasih beta garam dolo...” anak V menyuruh temannya sambil mengaduk sayur yang ada di dalam wajan mainan. Setelah keduanya selesai masak, sayur yang mereka buat kemudian dihidangkan di piring mainanan. Anak V dan Y kemudian berjalan ke ruang tengah yang mereka anggap sebagai ruang tidur untuk menyuapi boneka. Anak V menyuapi boneka yang dia anggap sebagai adik perempuannya. Anak V berkata “Lala makan banyak e... biar cepat besar”. Y pun melakukan hal yang sama.

(43)

96 5. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak V

[image:43.516.86.448.188.561.2]

Dalam menilai status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antropometri yakni umur, berat badan, dan tinggi badan untuk menentukan status gizi anak. Hasil penimbangan ditemukan bahwa anak V memiliki berat badan 12,5 kg dan tinggi badan 58,5 cm. Peneliti kemudian menentukan status gizi menggunakan standar WHO 2005.

Tabel. 4.5 Status Gizi Anak V Berdasarkan Standar WHO 2005

Indeks Z-Score Kategori Status

Gizi

BB/U - 2 SD s/d 2 SD Gizi baik TB/U - 2 SD s/d 2 SD Normal BB/TB - 2 SD s/d 2 SD Normal

Tabel 4.5 menunjukkan kategori status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U), anak V berada pada status baik dengan nilai Z-Score -2 SD s/d 2 SD. Sementara itu, nilai Z-Score untuk indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menunjukkan bahwa anak V berada pada status tinggi badan normal sedangkan untuk indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) menunjukkan bahwa anak V berada pada status berat badan normal.

(44)

97 kecukupan energi sebesar 104% sedangkan untuk angka kecukupan gizi protein yaitu 24 mg dan tingkat kecukupan protein adalah 104 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein anak V berada dalam rentang tingkat konsumsi baik.

Status kesehatan anak V dilihat dari jenis keluhan sakit, upaya pencarian layanan kesehatan, imunisasi dan perilaku kebersihan. Untuk jenis keluhan sakit, ibu SL mengatakan bahwa anak V jarang menderita sakit. Terakhir kali anak V terkena sakit yaitu ketika ia berusia 1 tahun 6 bulan. Pada saat itu anak V menderita demam, batuk dan pilek. Frekuensi kejadian sakit yang ia alami yaitu 2 minggu sekali. Hal ini diakibatkan karena anak V terinfeksi dari keluarga yang menderita penyakit tersebut. Ibu SL mengatakan bahwa anak V mudah terinfeksi karena lahir prematur sehingga tubuhnya masih harus menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

(45)

98 Ibu SL mengatakan bahwa anak V telah mendapatkan 5 imunisasi dasar yaitu Hepatitis-B, BCG, DPT, Polio dan Campak dari Posyandu di wilayah setempat. Dalam hal menjaga kebersihan, ibu SL mengatakan bahwa anak V mandi dua kali sehari. Apabila suhu udara terlalu dingin, maka ibu SL hanya memandikan anak V pada pagi hari dan pada sore harinya anak V hanya dilap dengan menggunakan handuk basah. Selain itu ibu SL mengatakan bahwa anak V diharuskan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, ataupun mencuci tangan setelah bermain di luar rumah.

6. Hasil Pemeriksaan DDST II Pada Anak V

(46)

99 atau pernyataan yang diberikan oleh ibunya kurang dimengerti maka anak V akan menanyakan kembali maksud dari perkataan ibunya tersebut. Pada saat peneliti hendak melakukan komunikasi, terjadi penolakan karena anak V memilki sifat yang pemalu. Hal ini dibuktikan ketika peneliti menanyakan nama dan hendak berjabatan tangan dengan anak V, dia hanya diam kemudian berlari dan bersembunyi di belakang ibunya. Ibu SL mengatakan bahwa anak V sulit untuk dekat dengan orang yang baru dia kenal hal ini diakibatkan karena setiap harinya anak V hanya bermain di dalam rumah ataupun di teras depan rumah. Selain itu, orang tua mengatakan bahwa anak V jarang dibawa keluar untuk sekedar jalan-jalan di lingkungan tempat mereka tinggal. Dalam melakukan pemeriksaan DDST II, peneliti harus mengunjungi tempat tinggal responden sekitar 3 kali untuk menyapa anak V. Setiap harinya peneliti datang ke rumah responden untuk sekedar menyapa namanya, menanyakan aktivitas yang dia lakukan, membawakan alat permainan ataupun mengikuti kegiatan bermain yang ia lakukan sampai anak V berbicara dengan peneliti.

(47)
[image:47.516.84.459.110.647.2]

100 terdapat 2 item peringatan dan 2 item terlambat dari 36 item yang diperiksa. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Pemeriksaan DDST II Pada Anak V

SEKTOR RESPON ANAK HASIL TES

Personal sosial  Anak belum bisa memakai T-Shirt

 Anak dapat menyebutkan nama teman  Anak dapat

mencuci dan mengeringkan tangan

 Anak dapat mengosok gigi dengan bantuan  Anak belum

bisa memakai baju

 Anak dapat menyuapi boneka  Anak dapat

Membuka pakaian dengan bantuan orang tua  Anak dapat

menggunakan sendok atau garpu

Terdapat 5 item yang lulus dan 3 item yang gagal dari 8 item yang diperiksa pada sektor personal sosial.

Hasil penilaian per item:

1. Lebih: 0 2. OK/normal: 1 3. Peringatan: 1 4. Terlambat: 1 5. NO/ tidak ada

kesempatan: 0 (Selengkapanya dapat dilihat pada lampiran)

Motorik halus  Anak dapat menyusun menara dari kubus (2 kubus, 4 kubus, dan 6 kubus)

 Anak tidak

Terdapat 1 item yang gagal dan 5 item yang lulus dari 6 item yang diperiksa.

(48)

101 dapat meniru

garis vertikal  Anak dapat

mengambil manik-manik yang

ditunjukkan

1. Lebih: 0 2. OK/normal: 1 3. Peringatan: 0 4. Terlambat: 0 5. NO/ tidak ada

kesempatan: 0

Bahasa  Bicara semua dimengerti  Anak dapat

mengetahui 2 kegiatan yang dilakukan  Anak dapat

[image:48.516.88.456.67.548.2]

menyebut 4 gambar

 Bicara dengan dimengerti  Anak tidak

dapat

menunjuk 4 gambar

 Anak dapat menyebutkan 6 bagian tubuh dengan bantuan orang tua  Anak tidak

dapat

menyebut 1 gambar

 Anak dapat melakukan kombinasi kata

Terdapat 3 item yang gagal, 5 item yang lulus dari 8 item yang diperiksa pada sektor bahasa.

Hasil penilaian per item:

1. Lebih: 0 2. OK/normal: 1 3. Peringatan: 1 4. Terlambat: 1 5. NO/ tidak ada

(49)

102 Motorik kasar  Anak mampu

berdiri

dengan 1 kaki dalam waktu 1 detik

 Anak dapat melakukan loncat jauh  Anak dapat

melempar bola ke atas  Anak dapat

melompat  Anak dapat

menendang bola ke depan  Anak dapat

melakukan aktivitas naik tangga

Anak mampu

melakukan 6 yang diperiksa pada sektor motorik kasar.

Hasil penilaian per item:

1. Lebih: 0 2. OK/normal: 0 3. Peringatan: 0 4. Terlambat: 0 5. NO/ tidak ada

kesempatan: 0

(50)

103 dianggap normal karena masih ada rentang usia untuk belajar.

Untuk sektor motorik halus, anak V belum mampu melakukan kegiatan menggambar ataupun menulis hal ini dibuktikan dengan anak V gagal melakukan satu item pemeriksaan yaitu meniru garis vertikal. Anak V hanya mencoret-coret kertas yang diberikan oleh peneliti walaupun peneliti sudah memberikan instruksi untuk meniru garis vertikal tersebut. Salah satu penyebab kegagalan ini yaitu orang tua belum mengajarkan kepada anak untuk menggambar ataupun menulis. Orang tua mengangap bahwa saat ini, anak V masih dalam tahap bermain dan belum waktunya untuk belajar. Kegagalan pada item ini dianggap normal karena masih ada rentang usia untuk belajar. Di sektor ini, anak V berhasil melakukan item membuat menara dari 2, 4, dan 6 kubus serta anak V mampu mengambil manik-manik yang ditunjukkan oleh peneliti.

(51)
[image:51.516.84.452.188.550.2]

104 berkomunikasi dengan orang yang sudah ia kenal maka setiap kata yang dia ucapkan jelas dan dapat dimengerti oleh lawan bicara. Ketika peneliti memberikan instruksi untuk melakukan suatu tindakan, maka anak V mengerti dan memahami maksud dari instruksi tersebut sehingga anak V melakukan apa yang diinstruksikan oleh peneliti seperti menyebutkan gambar, menyusun kubus ataupun melempar bola. Kegagalan anak V dalam berbicara dengan kalimat yang dapat dimengerti merupakan hal yang normal karena masih ada rentang usia untuk belajar. Selain mengalami kegagalan dalam berbicara, anak V juga mengalami kegagalan dalam menunjuk 4 gambar dan menyebutkan 6 bagian badan. Pada sektor bahasa, anak V mampu mengetahui kegiatan yang ia lakukan, menyebutkan 4 gambar dan menggunakan kombinasi kata dalam berbicara.

(52)

105 7. Kajian Faktor-Faktor Lain yang Memengaruhi

Perkembangan Anak V

a. Faktor Fisik

Faktor fisik yang memengaruhi perkembangan anak dilihat dari cuaca, musim, keadaan geografis dan sanitasi lingkungan tempat tinggal.

Berkaitan dengan cuaca, musim dan keadaan geografis, ibu SL mengatakan bahwa walaupun cuaca dan musim yang selalu berubah namun anak V dapat melakukan aktivitasnya dengan baik. Kota SoE yang memiliki cuaca dingin antara bulan Juni-September tidak mengganggu kesehatan anak V. Dari keterangan yang diberikan oleh orang tua walaupun dingin, pada malam hari anak V dapat tidur dengan baik.

(53)

106 genangan air saat musim hujan. Bagian dalam rumah tampak bersih dan rapi. Tidak ada debu atau pun sampah yang mengotori bagian dalam rumah.

Walaupun keadaan lingkungan yang bersih namun jalanan yang berdebu mengakibatkan banyak debu yang berterbangan di depan rumah apabila ada kendaraan roda empat yang melewati jalan di depan rumah ibu SL. Informasi yang diberikan oleh ibu SL bahwa keadaan tersebut tidak menggangu aktivitas keluarga dalam hal ini tidak menganggu kesehatan keluarga. Mereka mensiasati hal tersebut dengan menyiram bagian jalan yang berdebu setiap pagi dan siang. Hal tersebut sangat membantu mengatasi masalah debu yang berterbangan di depan rumah ibu SL.

b. Faktor Psikososial

Faktor psikososial yang memengaruhi anak dilihat dari stimulasi yang diberikan orang tua, motivasi belajar, pujian atau hukuman, cinta dan kasih sayang dari orang tua, serta hubungan interpersonal anak dengan keluarga.

(54)

107 diberikan mainan berupa boneka dan alat permainan masak-memasak. Orang tua tidak memberikan alat permainan yang dapat membantu anak V dalam usia prasekolahnya seperti tidak tersedianya gambar-gambar binatang, bunga, untuk membantu anak V dalam mengenali lingkungannya. Tidak tersedianya alat permainan seperti angka dan aljabar mengakibatkan anak V sulit mengenali huruf dan angka. Ibu SL mengatakan bahwa ia tidak menyediakan alat permainan tersebut karena anak V masih ingin bermain dan belum berkeinginan untuk belajar.

(55)

108 diucapkan oleh teman-temannya, hal terjadi ini karena anak V sudah akrab dengan teman sepermainannya.

Anggota keluarga seperti ibu, nenek dan tante berperan baik dalam kelangsungan hidup anak V. Orang tua berperan dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar anak V seperti mandi dan makan, hal ini dikarenakan anak V masih belum mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Selain memberikan bantuan, Ibu SL mengatakan bahwa keluarga juga mengajarkan anak V untuk berpakaian, mandi dan makan agar anak V terbiasa memenuhi kebutuhannya secara mandiri.

Motivasi belajar dilihat dari lingkungan belajar dan penyediaan alat permainan edukatif. Lingkungan belajar anak V tenang, aman dan nyaman. Selain itu, kehadiran kakak sulungnya dapat menjadi teman belajar yang baik, namun karena faktor usia, orang tua belum memberikan waktu untuk belajar bersama-sama dengan anak V. Selain itu, orang tua tidak menyediakan alat permainan edukatif seperti gambar-gambar hewan, puzzle sehingga anak V mengalami kesulitan dalam menyebutkan nama hewan, warna, menyusun kubus, dan berhitung.

(56)

109 anak V melakukan sesuatu yang dianggap baik seperti menyikat gigi sebelum makan, mencuci tangan sebelum makan, menghabiskan makanan satu piring, ataupun berpakaian rapi maka anak V mendapat pujian dan ciuman dari keluarganya. Selain itu, anak V juga mendapatkan hadiah berupa baju baru, alat permainan ataupun makanan ringan apabila anak V mengikuti perintah orang tuanya. Sedangkan apabila anak V berbuat salah seperti tidak mendengarkan perintah oarng tua maka hukuman yang didapat oleh anak V yaitu dimarahi bahkan tidak jarang mendapatkan pukulan dari ibunya.

(57)

110 4.2.2. Kasus II : KDRT Pada Kehamilan Ketiga

1. Identitas Umum Ibu NN

Ibu NN berusia 34 tahun dan beragama Kristen Protestan. Ia berasal dari suku Amanatun dan saat ini tinggal di Desa Nobi Nobi, Kecamatan Amanuban Tengah. Ibu NN merupakan anak keempat dari lima orang bersaudara. Ia memiliki dua orang saudara laki-laki dan dua orang saudara perempuan. Sejak lahir, ia dan keempat orang saudaranya dibesarkan di Desa Nobi Nobi oleh kedua orang tua mereka.

Ayah dari ibu NN merupakan pensiunan PNS sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu NN mengatakan bahwa sebagian besar dari keluarganya berprofesi sebagai PNS dan salah satu diantaranya merupakan dosen disalah satu universitas negeri di Kota Kupang.

Ibu NN mengatakan bahwa ia dan saudara-saudaranya dididik dengan keras oleh ayah dan ibu mereka. Walaupun ayah dan ibu sangat menyayangi mereka, jika mereka melakukan kesalahan, tidak peduli sekecil apapun keselahan itu, mereka akan dimarahi bahkan dipukuli.

(58)

111 menamatkan diri dari sekolah menengah atas dan tiga diantara saudaranya berhasil meraih gelar sarjana.

Ibu NN sendiri menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di SD Inpres Ekpulen. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan di SMP Nobi Nobi. Setelah menamatkan diri dari sekolah menengah tingkat pertama, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di salah satu sekolah menengah kejuruan (SMKK) di Kota Kupang. Ibu NN mengatakan bahwa selama hidupnya, ia tidak pernah mengikuti kursus ataupun pendidikan di luar sekolah.

Setelah menamatkan diri di sekolah menengah kejuruan, ibu NN kemudian bekerja sebagai penjahit. Pada awalnya, ia bekerja pada seorang penjahit senior di Pasar Inpres SoE. Setelah mendapatkan pengalaman yang cukup, ibu NN kemudian memutuskan untuk membuka usaha jahit secara mandiri di rumahnya.

(59)

112 sedangkan anak yang bungsunya adalah anak perempuan berusia 6 tahun.

Ibu NN dan suaminya tergolong dalam keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas. Sebagai supir bus, bapak YS berpenghasilan ± Rp. 500.000–Rp. 1.000.000 per bulan. Sedangkan sebagai seorang penjahit, setiap bulannya ibu NN berpenghasilan ± Rp. 250.000–Rp. 500.000.

Pemenuhan kebutuhan keluarga kerap kali dibantu oleh ibu dan saudara-saudaranya. Apalagi setelah berpisah dari bapak YS, kebutuhan ibu NN dan anak-anak sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.

(60)

113 2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

(61)

114 Tabel 4.7 Konsumsi Bahan Pangan Ibu NN Dalam

24 Jam Terakhir: Waktu Jenis Makanan URT

(Ukuran Rumah Tangga)

Jumlah Yang Dikonsumsi (g)

Pagi Bubur 1 gls 100 g

Siang Nasi

Daging sapi Acar:

₋ Kacang panjang ₋ Wortel ₋ Ketimun ₋ Labu siam ₋ Kacang

tanah kupas

1 prg 4 ptg 5 btg ¼ bh sdg ¼ bh sdg ¼ ptg 2 sdm 100 g 100 g 100 g 25 g 25 g 25 g 20 g

Malam Nasi Kangkung

1 prg 10 btg

100 g 50 g

Ket : Prg = piring, btr = butir, lbr = lembar, ptg = potong, btg = batang, g = gram

[image:61.516.86.450.84.556.2]
(62)

115 Sementara itu, angka kecukupan gizi energi yang dikonsumsi oleh ibu NN yakni 1.047 Kkal dengan tingkat kecukupan gizi energi sebesar 58%, sedangkan untuk angka kecukupan gizi protein yaitu 58 mg dengan tingkat kecukupan gizi protein adalah 116%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tingkat konsumsi gizi energi, ibu NN berada dalam rentang konsumsi buruk, sedangkan untuk tingkat konsumsi gizi protein, ibu NN berada dalam rentang tingkat konsumsi baik.

(63)

116 fasilitas kesehatan untuk memeriksakan penyakit yang ia derita karena sakit yang ia rasakan dapat teratasi setelah dilakukan pemijatan.

Ibu NN melahirkan di rumah dan ditolong oleh bidan NWO. Ibu NN melahirkan secara normal dengan durasi persalinan kurang lebih 30 menit. Anak yang dilahirkan normal karena usia kehamilan 9 bulan 10 hari. Saat lahir, anak DS memiliki berat 3000 gr dengan panjang badan 50 cm. Anak DS lahir dalam keadaan sehat, dengan skor apgar 10 dan tidak ada anomali kongenital saat kelahiran. Anak DS dirawat selama 40 hari di dalam rumah sebelum ia dibawa keluar oleh ibunya.

3. Deskripsi Kasus KDRT pada Ibu NN

a. Kejadian KDRT Yang Membekas Di Hati Ibu NN

Kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sangat membekas di hati ibu NN yaitu ketika ia dipaksa oleh suami menggugurkan kehamilan ketiganya. Kejadian itu terjadi ketika kehamilan ibu NN menginjak usia dua bulan.

(64)

117 ketiga mereka. Karena merasa anak yang dikandung oleh istrinya tidak direncanakan, maka bapak YS berniat untuk menggugurkan kandungan ibu NN dengan alasan jarak anak yang terlalu dekat. Bapak YS pun mencari obat untuk menggugurkan kandungan istrinya tersebut. Obat atau ramuan yang bapak YS dapat merupakan sari nenas muda yang oleh masyarakat setempat dipercaya dapat menggugurkan kandungan yang usianya masih muda.

Pada saat itu, ibu NN dipaksa oleh bapak YS untuk meminum ramuan tersebut. Ibu NN awalnya sempat menolak namun pada akhirnya ia hanya bisa menuruti perintah dari suaminya karena takut suaminya akan berlaku kasar. Setelah meminum ramuan tersebut, ibu NN tidak mengalami keguguran, namun janin yang ia kandung berkembang dengan baik sehingga ia rajin memeriksakan diri ke posyandu untuk mengetahui perkembangan janinnya.

(65)

118 bertindak kasar sehingga membahayakan keselamatan ibu, saudara dan anak-anaknya.

b. KDRT Yang Dialami Ibu NN Selama Kehamilan Ketiga

Kekerasan dalam rumah tangga dialami oleh ibu NN sejak kelahiran anak pertamanya. Kekerasan ini berlangsung sampai kehamilan ketiga. Pada saat mengandung anak ketiganya, ibu NN mendapatkan kekerasan dari suami berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, finansial dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan tersebut dialaminya mulai dari usia kehamilan dua bulan sampai usia tujuh bulan barulah suami berhenti melakukan tindakan kekerasan kepadanya. Kekerasan fisik yang dialami ibu NN yaitu ia dipukul, ditendang, dan dipotong menggunakan parang dilengan kanannya. Hal ini sesuai dengan ungkapan ibu NN dalam pernyataan berikut:

“Ia memang dari saya pung anak yang pertama ini dia su lahir umur pokonya dia su mau dua tahun yang kelihatan dia pung ini jadi dia biasa pukul, ini...” (04 RP02)

(Ia memang, dari anak pertama saya lahir sampai umur dua tahun, dia sudah menunjukkan perilaku kasar jadi saya biasa dipukul.)

(66)

119 (Ia memang saat hamil anak DS, saya

mendapat kekerasan. Saya sering dimarahi dan dipukul.)

“Itu sudah umur... Dari dua bulan tu dia ini su mulai pukul saya. Sampai umur enam atau tujuh bulan baru dia mau berhenti. Dia barenti ju karna dia sond deng kami lai.” (08 RP02) (Itu sudah mencapai umur... dari umur dua bulan, dia mulai memukuli saya. Sampai umur enam atau tujuh bulan baru dia berhenti. Dia berhenti karena tidak tinggal bersama kami lagi.)

“Pokonya dia pukul, tendang, kadang dia pakai parang pokoknya parang-parang tajam untuk mau kasih mati saya begitu...” (06 RP02) (Pokoknya dia pukul, tendang, terkadang menggunakan parang, pokonya parang yang tajam untuk mencoba membunuh saya.)

Kekerasan psikis yang dialami ibu NN yaitu ia dipaksa untuk menggugurkan kandungannya yang berusia dua bulan. Selain mendapatkan ancaman, kekerasan psikis lain yang dialami yaitu ia dicaci maki oleh suaminya namun ibu NN hanya mendiamkan hal tersebut karena sifat ibu NN yang pendiam seperti pada pernyataan berikut:

“Pokonya dia su suruh ko yang dua bulan itu, dia paksa ko, sempat dia suruh ko minum itu ramuan, saya minum juga tapi ini kandung dia tidak gugur, tambah berkembang jadi saya juga ke posyandu.” (77 RP02)

(Pokoknya pada saat umur kandungan mencapai dua bulan, dia memaksa saya untuk meminum ramuan tersebut. saya sempat meminumnya tapi kandungan saya tidak gugur malah lebih berkembang jadi saya pergi ke posyandu untuk memeriksakan diri.)

“Pokonya yang nama binatang tu selalu saja...” (29 RP02)

(67)

120 Kekerasan seksual juga dialami oleh ibu NN. Ia secara terpaksa melayani suami karena takut dimarah atau dipukul. Ibu NN tidak menolak permintaan suami karena takut dianggap berselingkuh dengan pria lain. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Saya jujur deng adik, memang kadang ke saya tidak senang deng dia karena ke dia suka marah-marah ini tapi kalau ke katong sonde mau ikut dia pung keinginan kan nanti katong kena pukul kena ini jadi yah pokonya terpaksa begitu.” (37 RP02)

(Saya jujur terhadap adik, terkadang saya juga tidak senang karena dia sering marah-marah. Apabila saya tidak mengikuti keinginannya, maka saya akan dipukul. Jadi saya terpaksa.) “Nah kadang ke katong menolak ke dia su marah bilang mungkin katong sonde mau deng dia karena mungkin katong, kan pernah begitu dia bilang mungkin saya ada pi selingkuh deng orang ko bagaimana ini, jadi kadang dia pukul ini sampai ini anak lahir ini dia tolak ini anak. Dia bilang ini bukan dia pung anak.” (39 RP02) (Terkadang apabila saya menolak, dia langsung marah dan mengatakan bahwa saya berselingkuh dengan pria lain. Jadi dia memukul saya sampai anak ini lahir dia pun menolak anak ini. Dia mengatakan bahwa anak ini bukan anaknya).

(68)

121 menghidupi keluarga. Hal ini mengakibatkan Ibu NN harus bekerja sebagai tukang jahit untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

“...Na yang, yang awalnya tu katong kos di orang pung rumah, dan memang itu dia su deng ini dia sering bawa perempuan di rumah ini jadi kadang dia saya minta untuk saya musti ini pokoknya ke siap makan untuk yang dia bawa perempuan ini. Na kita rasa ke kurang enak, masak kita anggap dia suami baru di bawa perempuan lain mesra-mesra di kitong pung depan ini bikin kita ju kadang ini kecawa.” (10 RP02)

(Nah, awalnya kami tinggal di rumah pemondokan milik orang lain, dan saat itu dia sering membawa perempuan lain ke rumah ini, terkadang dia meminta saya menyiapkan makanan untuk perempuan yang dia bawa tersebut. Nah, saya merasa tidak enak, masak saya menganggap dia sebagai suami tetapi dia mesra-mesra dengan perempuan lain dihadapan saya. Saya merasa kecewa dengan sikapnya.)

“Pokoknya yang itu dia biasa kasih hanya mau bilang stengah ju kadang sonde sampe stengah ju.” (49 RP02)

(Pokoknya yang diberikan bisa dibilang setengahnya tetapi kadang-kadang yang diberikan tidak sampai setengahnya juga.)

(69)

122 “...dia kan suka main perempuan to selingkuh

jadi yang perempuan-perempuan ini kadang kontak dia, sms apa lewat HP na kadang dia ini lupa ke hapus begitu, kek kadang ini anak-anak sendiri yang ke dapat baca begitu ini kadang yang ada ke dia foto sama-sama dengan itu perempuan-perempuan dia simpan di dia pu HP...” (16 RP02)

(...dia suka main perempuan, dia selingkuh makanya perempuan-perempuan itu menghubungi dia, mengirim SMS lewat HP jadi kadang-kadang dia lupa menghapus pesan. Kadang-kadang anak-anak sendiri yang membaca pesan tersebut, terkadang ada fotonya dengan perempuan-perempuan yang disimpan di HP...)

“Na, dia dengan adik yang nomer dua yang laki-laki ni jarak ini dekat sa... apa, jadi waktu... memang ju itu katong berdosa ke katong sonde rencana untuk mau ini. Pikir sa yang anak yang dua orang tau-tau sudah hamil dia.” (69 RP02) (Hm, dia (anak DS) dengan anak nomor dua yang laki-laki, jarak usianya dekat... jadi waktu itu... memang kami yang berdosa, kami tidak berencana untuk hamil. Kami mengira anak kami hanya dua orang saja, tiba-tiba hamil lagi.)

Dampak yang dirasakan ibu NN karena terjadinya kekerasan dalam rumah tangganya pada saat ia hamil adalah ibu NN mengalami luka memar di bagian badan, luka potong di bagian lengan, terdapat luka di area wajah dan kepala. Hal ini mengakibatkan Ibu NN merasa malu untuk keluar rumah dan merasa takut karena masalah yang ia hadapi.

(70)

123 (Memar sih ada. Pokonya saat dia memukuli

saya, biasanya langsung demam selama satu minggu baru sembuh. Kadang sampai berbekas di badan. Jadi sekarang saya malu sehingga tidak keluar rumah.)

“Ia, ada. Memang saya pung perasaan ini tidak enak, bawaannya takut sa dengan saya punya masalah ini.” (90 RP02)

(Ia, ada. Memang perasaan saya tidak enak, bawaannya takut dengan masalah yang saya hadapi ini)

Respon yang diberikan ibu NN ketika mendapatkan perilaku kekerasan dari suaminya yaitu, ibu NN hanya memendam perasaannya saja, ia tidak pernah menceritakan kejadian yang ia alami kepada orang tua ataupun anggota keluarga lain. Selain itu, karena ibu NN dipukul, ditendang dan dikejar menggunakan parang maka ia melaporkan suaminya ke kantor polisi untuk meminta perlindungan dan melanjutkan masalah ini ke pengadilan dengan bantuan Sanggar Suara Perempuan Kab. TTS. Hal lain yang ia lakukan ketika perilaku suaminya sudah berlebihan dan membuat ibu NN marah yaitu ia tidak memberikan makanan kepada suaminya.

“Saya pendam saja.” (98 RP02) (Saya memendamnya saja.)

(71)

124 (Ia, jadi terakhir saya mengambil jalan pintas di

malam waktu dia memukul saya, menendang dan mengejar saya menggunakan parang, saya melarikan diri dan menelpon polisi untuk meminta perlindungan dan karena keluarga sudah mengetahui masalah tersebut maka kami melanjutkan masalah ini ke SSP. Jadi masalah berlanjut sampai ke pengadilan.) “Saya orangnya pendiam jadi kadang begitu sonde pernah kasih tau di orang tua yang dia ini hanya saya pendam diam-diam. Jadi kadang ini, kadang kalo mungkin dia su bikin terlalu ini jadi saya marah saya sond kasih dia makan, pokonya masak tapi sond kasih dia makan begitu” (09 RP02)

(Saya orangnya pendiam jadi tidak pernah menceriterakan masalah ini kepada orang tua, saya hanya memendamnya saja. Jadi kalau dia sudah keterlaluan dan membuat saya marah, pokoknya saya masak tapi tidak memberikan makanan untuk dia.)

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Anak DS adalah anak ketiga dari ibu NN. Anak DS adalah seorang anak perempuan yang berusia 6 tahun. Saat ini anak DS bersekolah di SD Inpres Ekpulen dan duduk di bangku kelas 1 SD. Ibu NN mengatakan bahwa anak DS memiliki prestasi yang cukup baik di sekolah yaitu ia mendapat peringkat ke-3 di kelasnya.

(72)

125 duduk. Pada usia 6 bulan, anak DS duduk tanpa dukungan dari orang tua. Anak DS duduk secara mandiri tanpa bersandar pada bantal atau dipegang oleh orang tuanya. Anak DS dapat berjalan secara mandiri tanpa berpegang pada kursi atau meja pada usia 1 tahun 2 bulan.

Anak DS mengeluarkan kata-kata pertama seperti memanggi “ma-ma”, “pa-pa” dan “o-ma” pada usia 10 bulan. Saat ini anak DS dapat melakukan interaksi dengan teman sebayanya. Interaksi yang dilakukan oleh anak DS seperti memanggil nama temannya, merespon ucapan dari teman sepermainannya seperti mengambilkan alat permainan maupun meminta temannya untuk mengambilkan alat permainan. Sesuai pengamatan yang peneliti lakukan saat akan melakukan pemeriksaan DDST, anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi pada lingkungannya. Anak mampu mengenali teman dan memanggil nama temannya. Sosialisasi dengan orang baru pun dilakukan anak Dengan cepat meski awalnya anak DS malu-malu.

(73)

126 di tanah dengan lincah. Anak DS memperhatikan dengan seksama setiap garis yang mereka buat sehingga pada saat melompat, kakinya tidak menyentuh garis agar dia dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Anak DS bermain dengan penuh kegembiraan. Hal ini bisa terlihat dari wajahnya yang selalu tersenyum saat melompati kotak-kotak tersebut. Sesekali anak DS berkata “Kira-kira beta sampe ko sonde e?” lalu temannya menjawab “Lu barenti su supaya gantian dengan beta lagi”. Anak DS dan temannya N mengulang permainan tersebut 4 kali dan pada setiap permainannya anak DS selalu memenangkan pertandingan yang mereka buat. Karena merasa bosan dan udara yang panas, anak DS berkata “N, beta su pamalas ni, beta bosan.... katong barenti su e, te sutalalu bapanas. Nanti besok lai he...”.

Akhirnya mereka berdua memilih untuk mengakhiri aktivitas bermain pada hari itu.

(74)

127 Anak DS bermain secara berkelompok dengan teman-temannya. Anak DS mengatakan bahwa selain N, ia memiliki teman lain di sekolah yaitu C, N, dan D. Anak DS mengatakan bahwa mereka sering bermain dan belajar bersama di sekolah ataupun di rumah.

5. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak DS

Dari hasil pengukuran status gizi anak DS, ditemukan Indeks Mass Tubuh (IMT) berada dalam rentang >16. Hal menunjukkan bahwa anak DS memiliki berat badan normal. Sementara itu, angka kecukupan gizi energi yang dikonsumsi oleh anak DS yakni 1944 Kkal dan tingkat kecukupan gizi energi sebesar 111% sedangkan untuk angka kecukupan gizi protein yaitu 35 mg dan tingkat kecukupan protein adalah 111%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi kecukupan gizi energi dan protein anak DS berada pada rentang tingkat konsumsi baik.

(75)

128 jarang sakit namun satu minggu yang lalu karena cuaca yang dingin, anak DS langsung menderita influenza. Upaya yang dilakukan oleh ibu NN ketika anak DS sakit yaitu melakukan pemeriksaan di Puskesmas. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan segera mendapatkan pengobatan yang baik demi menyembuhkan penyakit yang diderita.

Ibu NN mengatakan bahwa sejak lahir anak DS rutin dibawa ke posyandu setiap bulannya untuk dilakukan penimbangan dan mendapatkan imunisasi. Ibu NN mengatakan bahwa anak V telah mendapatkan 5 imunisasi dasar yaitu Hepatitis-B, BCG, DPT, Polio dan Campak.

(76)

129 6. Hasil Pemeriksaan DDST II Pada Anak DS

Sesuai pengamatan yang peneliti lakukan saat akan melakukan pemeriksaan DDST, anak DS mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak mampu mengenali teman dan memanggil nama temannya. Sosialisasi dengan orang baru pun dilakukan anak DS dengan cepat dan baik, meski awalnya anak DS malu-malu.

[image:76.516.84.456.178.637.2]

Hasil penilaian DDST menunjukkan bahwa anak DS memiliki perkembangan normal karena ia dapat melakukan 15 item yang seharusnya ia lakukan pada usia perkembangannya. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Pemeriksaan DDST II pada anak DS

SEKTOR RESPON ANAK KESIMPULAN

Personal sosial

 Anak DS dapat mengambil makanan sendiri

 Anak DS dapat melakukan gosok gigi sendiri

 Bermain permainan kartu/ular tangga.

Anak dalam batas normal dan tidak mengalami

keterlambatan personal sosial. (Selengkapanya dapat dilihat pada lampiran).

Motorik halus  Anak DS dapat mencontoh menggambar kotak

 Anak hanya

Anak dalam batas normal dan tidak mengalami

(77)

Gambar

Gambar 4.1 Kejadian Tindak Kriminal di Wilayah NTT
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis tindak
Tabel 4.2 Pola Sebaran Jender Untuk Pelaku Kriminalitas Di Wilayah NTT Periode 2007-2011
Gambar 4.2 Angka Kekerasan Terhadap Perempuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Mean Platelet Volume (MPV) yang terdapat dalam pemeriksaan darah rutin dapat dijadikan penanda keparahan fibrosis hati pada pasien hepatitis B kronik.. Tujuan:

 Berdasarkan analisis lingkungan pengendapan dan sikuenstratigrafi, didapatkan bahwa Formasi Telisa memiliki porositas yang lebih tinggi dari Formasi Bekasap apabila

Dengan pelbagai andaian serta spekulasi tentang punca kemerosotan makanan utama iaitu padi kita seharusnya mengambil iktibar bahawa sesebuah negara yang kuat ialah negara yang

I) Prinsip kebermaknaan, siswa termotivasi untuk mempelajari hal-hal bermakna baginya. 2) Prasyarat, siswa lebih suka mempelajari sesuatu yang baru jika dia memiliki

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah membuat rancangan program berbentuk aplikasi enkripsi dan dekripsi file berbasis web dengan teknik kriptografi

Sesuai dengan data hasil belajar serta keaktifan siswa yang meningkat dari kondisi awal ke siklus I kemudian ke siklus II maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi

Dalam praktek pembiayaan murabahah dana tambahan pembelian rumah di BPR Syari'ah Artha Surya Barokah nasabah datang untuk mengajukan permohonan pembiayaan

Berdasarkan hasil pengukuran beban kerja dengan KEP/75/M.PAN/2004 dan work sampling , perlu dilakukan pengurangan satu orang pegawai pada jabatan Pengadministrasi Umum