• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Ibu Hamil dan Dampaknya Pada Ibu dan Perkembangan Anak di Timor Tengah Selatan T1 462009016 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Ibu Hamil dan Dampaknya Pada Ibu dan Perkembangan Anak di Timor Tengah Selatan T1 462009016 BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

2.1 Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu Hamil

Prevalensi kekerasan selama kehamilan berkisar antara 0,9%-20,1%. Kesempatan untuk melakukan penganiayaan meningkat 60% saat seorang wanita hamil. Selama kehamilan kekerasan dalam rumah tangga meningkat karena kehamilan menimbulkan tanggung jawab dan masalah baru pada pasangan (Gazmararian, dkk dalam Jasinski, 2004; Bobak, 2005; Deveci, 2007).

Selain kekerasan fisik, beberapa peneliti menemukan bentuk lain dari kekerasan, seperti kekerasan verbal dan pelecehan seksual dapat berdampak pada kehamilan (Jasinski & Kaufman Kantor; Parker, McFarlane & Soeken; Shumway, dkk dalam Jasinski, 2004).

2.1.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan dalam

Rumah Tangga pada Ibu Hamil

(2)

banyak (multipara), penggunaan alkohol dan obat-obatan (subtance abuse).

Kehamilan yang tidak direncanakan beresiko membuat wanita mengalami KDRT empat kali lebih besar dari wanita dengan kehamilan yang direncanakan (Gazmararian dalam O’Reilly, 2007). Kekerasan juga terjadi jika pasangan atau suami merasa kehamilan lebih cepat dari waktu yang diharapkan (Jasinski dalam O’Reilly, 2007).

Peningkatan stres yang dialami oleh pasangan dapat memicu kekerasan selama kehamilan. Stres tersebut disebabkan karena pasangan merasa tanggung jawab materi yang harus dipenuhi semakin banyak. Hal ini mengakibatkan pasangan harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Stres juga terjadi akibat pasangan belum siap menjadi seorang ayah dan pria lebih enggan mencari bantuan untuk mengatasi stres atau kebutuhan emosional sehingga menimbulkan stres yang bekepanjangan (Condon dalam O’Reilly, 2007).

(3)

depresi dan mempunyai sikap yang negatif. Penyalahgunaan alkohol pada pria ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

Masalah sosial ekonomi seperti pendapatan yang rendah, pendidikan yang rendah, pengangguran juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (O’Reilly, 2007).

2.1.2 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu

Hamil

(4)

Efek fisik yang ditimbulkan dari kekerasan selama kehamilan yaitu memar, lebam, patah tulang, trauma abdomen, penurunan berat badan, infeksi pada serviks, vagina dan ginjal, perdarahan vagina, peningkatan penyakit kronis, perawatan pra lahir yang tertunda, komplikasi selama kehamilan, infeksi rahim, berat bayi lahir rendah, ruptur membran, abruption placenta, keguguran, dan dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janin (Anonim, 1992).

(5)

Selain trauma fisik dan psikis pada ibu hamil, trauma janin merupakan salah satu efek negatif yang paling serius dari kekerasan selama kehamilan. Dampak buruk dari trauma janin adalah keguguran, dan aborsi spontan (Jasinski, 2004).

Perilaku yang tidak sehat dari ibu hamil seperti merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan konsumsi minuman beralkohol merupakan efek yang ditimbukan dari kekerasan yang diterimanya. Beberapa studi menemukan bahwa perempuan korban kekerasan lebih mungkin untuk merokok dibandingkan perempuan yang tidak mendapatkan perilaku kekerasan (Cokkinides & Coker; Cokkinides, dkk; Grimstad, dkk; Martin, dkk; McFarlane & Parker; Wiemann, dkk, dalam Jasinski, 2004).

(6)

kehamilan. Peneliti lain menemukan bahwa perempuan korban kekerasan yang mengalami stres kurang mendapat dukungan dari pasangan mereka dan orang lain. Selain itu, terdapat masalah kesehatan pada ibu seperti depresi berat, harga diri rendah, infeksi ginjal, berat badan rendah, anemia, dan perdarahan pada trimester pertama atau kedua (Curry & Harvey; Horrigan, dkk; Cokkinides, dkk; Parker, dkk dalam Jasinski, 2004).

Peneliti lain yang berfokus pada interval antara kehamilan, menemukan bahwa korban kekerasan cenderung memiliki interval yang sangat singkat antara kehamilan (disebut kehamilan ulang yang cepat) (Jacoby dkk; Parker, dkk dalam Jasinski, 2004).

2.1.3 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Ibu

Hamil Terhadap Perkembangan Anak

(7)

Menurut Wadhwa (2005) stress yang dialami ibu selama kehamilan memicu respon Hipotalamus-hipofisis Adrenal ibu (HPA) untuk melepaskan kortisol dan meningkatkan Cortico-Tropin Releasing Hormone (CRH) dalam plasenta manusia. Peningkatan kadar CRH plasenta berhubungan dengan kelahiran prematur dan keterlambatan pertumbuhan janin.

Stres psikososial selama kehamilan mengakibatkan hasil perkembangan yang buruk pada janin, seperti berat bayi lahir rendah dan durasi kehamilan yang lebih pendek, berkurangnya perawatan neonatal dan adanya kebiasaan anak dengan rangsangan serta peningkatan risiko Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), skizofrenia, gangguan berbicara dan kelainan sosial (Schneider & Moore, 2003).

(8)

otak, perubahan struktur dan fungsi otak terbukti berhubungan dengan stres selama kehamilan (Glover, 2011).

Penelitian yang dilakukan secara berkelompok di beberapa negara menghubungkan antara stres atau kecemasan selama kehamilan dengan perkembangan janin yang dilahirkan. Hasil temuan dari penelitian tersebut adalah kemampuan kognitif dan bahasa yang rendah, pertumbuhan yang sulit atau terhambat, temperamen emosional yang reaktif, mengalami masalah dengan perilaku, dan buruknya perkembangan saraf. Gangguan pertumbuhan ini berhubungan dengan stres atau kecemasan yang dialami selama kehamilan (O’Connor, 2011).

(9)

2.2 Indikator Perkembangan Anak

Untuk menilai perkembangan anak banyak instrumen yang dapat digunakan. Salah satu instrumen skrining yang dipakai secara internasional untuk menilai perkembangan anak adalah DDST II (Denver Development Screening Test).

2.2.1 Pengertian DDST II

DDST merupakan salah satu metode skrining yang dibuat oleh Frankenbrug dan J. D Doddss pada tahun 1967. DDST bukanlah tes diagnosa ataupun tes IQ melainkan tes yang digunakan untuk menilai kemungkinan adanya penyimpangan pada perkembangan anak usia 0-6 tahun.

DDST dalam perkembangannya mengalami beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah DDST II atau Denver II yang merupakan hasil revisi dan standarisasi dari DDST dan DDST-R (DDST-Revised Denver Developmental Screening Test).

(10)

sekitar 89% anak yang telah dinilai dan mengalami keterlambatan perkembangan mengalami kegagalan sekolah pada 5-6 tahun kemudian (Soetjiningsih, 1995).

2.2.2 Tujuan Pengunaan DDST II

Menurut studi yang dilakukan oleh The Public Health Agency of Canada, DDST merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi masalah perkembangan pada anak. DDST II dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain:

a. Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan usianya

b. Menilai tingkat perkembangan anak yang tampak sehat c. Menilai tingkat perkembangan anak yang tidak

menunjukkan gejala kemungkinan adanya kelainan perkembangan

d. Memastikan anak yang diduga mengalami kelainan perkembangan

(11)

2.2.3 Manfaat DDST II

Manfaat DDST II yaitu mendeteksi masalah perkembangan pada anak untuk mengetahui penyimpangan secara dini, sehingga dapat dilakukan upaya pemulihan terhadap keterlambatan perkembangan pada anak.

2.2.4 Aspek Perkembangan Menurut DDST II

DDST II berisi 125 item perkembangan. Tugas yang diperiksa setiap kali tes berkisar antara 25-30 item dengan waktu yang dibutuhkan sekitar 15-20 menit (Soetjiningsih, 1995).

Tugas perkembangan disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, meliputi:

a. Perilaku Sosial (Personal Social)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. b. Gerakan Motorik Halus (Fine Motor Adaptive)

(12)

c. Bahasa (Language)

Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

d. Gerakan Motorik Kasar (Gross Motor)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

2.2.5 Prinsip-Prinsip dalam Melakukan Pemeriksaan DDST

II

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tes adalah sebagai berikut:

a. Semua item yang akan dites harus disajikan sesuai dengan usia anak dan pedoman pelaksanaan tes. b. Diperlukan kerja sama aktif dari anak karena saat

pelaksanaan tes anak harus merasa tenang, aman, senang, dan sehat (tidak lapar, tidak mengantuk, tidak haus, dan tidak rewel).

(13)

d. Berikan informasi kepada orang tua bahwa tes Denver II bukan tes kepandaian/IQ, melainkan tes untuk melihat perkembangan anak. Tes dilakukan secara wajar tanpa paksaan ataupun hukuman apabila anak tidak mau melakukan perintah yang diberikan. Selain itu, beritahukan bahwa anak tidak selalu dapat melaksanakan semua tugas yang diberikan.

e. Tersedianya ruangan cukup yang luas, ventilasi yang baik, kondisi lingkungan yang aman dan nyaman serta berikan kesan yang santai dan menyenangkan pada anak.

f. Alat bantu yang digunakan adalah alat bantu yang sederhana, tidak berbahaya, mudah didapat dan dapat memberikan stimulus pada anak.

g. Hanya alat-alat yang akan digunakan saja yang diletakan di atas meja. Alat bantu diletakan di atas meja sebelum melakukan tes dengan tujuan membuat anak merasa senang dan memudahkan pemeriksa dalam pengambilan alat bantu pada saat tes berlangsung. h. Item tes sebaiknya disajikan secara fleksibel. Akan

tetapi, lebih dianjurkan mengikuti petunjuk berikut: 1) Item yang kurang memerlukan keaktifan anak

(14)

personal-sosial, baru kemudian dilanjutkan dengan sektor motorik halus-adaptif.

2) Pada item yang didahulukan, berikan pujian pada anak apabila ia dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan juga ketika anak mampu menyelesaikan tugas namun kurang tepat. Hal ini bertujuan agar anak tidak segan untuk menjalani tes berikutnya.

3) Item dengan menggunakan alat yang sama sebaiknya dilakukan secara berurutan agar penggunaan waktu menjadi lebih efisien.

i. Pelaksanaan tes untuk semua sektor dimulai dari item yang terletak di sebelah kiri garis umur, lalu dilanjutkan ke item di sebelah kanan garis umur.

j. Pemeriksa dapat menanyakan kepada orang tua/pengasuh untuk item yang bertanda L pada lembar DDST II.

(15)

Upaya identifikasi perkembangan dilakukan jika anak berisiko mengalami kelainan perkembangan. Ini dilakukan melalui langkah-langkah berikut. Pertama, pada setiap sektor, tes dilakukan sedikitnya pada 3 item terdekat di sebelah kiri garis usia, juga pada semua item yang dilalui oleh garis usia. Kedua, bila anak tidak mampu melakukan salah satu item (gagal, menolak, tak ada kesempatan), item tambahan dimasukkan ke sebelah kiri garis usia (dalam sektor yang sama) sampai anak dapat lulus/lewat dari 3 item secara berturut-turut.

Untuk menentukan kemampuan anak yang relatif tinggi, lakukan tes minimal pada 3 item terdekat di sebelah kiri garis dan lakukan tes pada setiap item di sebelah kanan garis usia hingga akhirnya didapati anak gagal 3 kali berturut-turut.

(16)

2.3 Perspektif Teoretis

Gambar 2.3 Kerangka Teori Kekerasan dalam Rumah

Tangga Pada Ibu Hamil dan dampaknya pada Ibu dan

Perkembangan Anak

Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga pada ibu hamil :

 Kekerasan fisik  Kekerasan psikis  Kekerasan seksual  Kekerasan finansial  Penelataran rumah

tangga

Faktor penyebab terjadinya KDRT selama kehamilan:

 Budaya masyarakat (mahar atau belis dan budaya patriarki).

 Kehamilan yang tidak direncanakan  Suami merasa kehamilan lebih cepat dari

waktu yang direncanakan  Banyak anak (multipara)

 Peningkatan stres suami karena meningkatnya tanggungjawab materi  Suami yang belum siap menjadi ayah  Penggunaan obat-obatan atau konsumsi

alkohol oleh suami atau istri.

Efek fisik pada ibu : Efek fisik yang ditimbulkan dari kekerasan selama kehamilan yaitu memar, lebam, patah tulang, trauma abdomen, penurunan berat badan, infeksi pada serviks, vagina dan ginjal, perdarahan vagina, peningkatan penyakit kronis, perawatan pralahir yang tertunda, komplikasi selama kehamilan, infeksi rahim, berat bayi lahir rendah, ruptur membran, abruption placenta, keguguran, dan dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan janin.

Efek psikologs pada ibu : Rasa takut, cemas, stres, depresi, serta gangguan pola makan dan pola tidur.

Peningkatan produksi kortisol oleh Hipotalamus-hipofisis Adrenal (HPA)

karena stres atau depresi yang ibu alami

Peningkatan hormon kortisol dalam rahim sehingga melewati

membran plasenta

Penigkatan Cortico-Tropin Releasing Hormone (CRH) dalam plasenta

manusia

HPA Janin terpapar hormon kortisol

Peningkatan hormon kortisol awal pada janin

[image:16.516.83.465.72.603.2]

Gambar

Gambar 2.3 Kerangka Teori Kekerasan dalam Rumah

Referensi

Dokumen terkait

Usaha subjek ini adalah usaha yang sangat baik dilakukan pada perempuan yang hamil di luar nikah yang mengalami stres, subjek tidak menyerah tetapi1. berusaha

mola= makan= manusia= merupakan= kebutuhan= pokok= yang= harus= dipenuhi= untuk= dapat= mempertahankan=hidup=serta=menjalankan=kehidupanK= jakanan= yang= dikonsumsi= beragam=

“jenurut saya ada dia pung manfaat karena pada saat anak berada di atas saya pung Epunya-redF dada anakI merasa tenang tidak terlalu banyak menangis dan bayi merasa hangat”

Iklan ini berisi edukasi tentang pengenalan bagian- bagian tubuh pada anak yang harus mereka jaga dan tidak boleh disentuh orang lain, mengajarkan anak

Jika iklan ini audience kita adalah anak- anak maka kita harus membuat visualisasi yang memang anak- anak suka, seperti visualiasasi yang penulis pakai yaitu animasi

dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

Oleh sebab itu, strategi pemasaran tidak bisa dibuat secara sembarangan, melainkan harus mampu memberi gambaran yang jelas dan terarah atas apa yang akan

Penelitian ini tidak mendokumentasikan pemeriksaan status gizi secara mendetail dalam 9 bulan untuk antropometri dan kecukupan zat gizi mikro pada konsumsi ibu, maka