• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Kejadian KDRT Yang Membekas Di hati Ibu SS Kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sangat membekas di hati ibu SS yaitu dalam keadaan hamil, ibu SS mendapat ancaman dari suami bahwa ia akan diceraikan apabila anak yang dikandungnya adalah anak perempuan karena suaminya menginginkan anak laki-laki. Selain itu ibu SS juga

171 pernah diusir dari rumah oleh suaminya dengan alasan yang sama.

Pada awalnya, kehidupan keluarga ibu SS berjalan dengan harmonis namun di tahun kelima pernikahan mereka, suami dari ibu SS mulai bersikap kasar terhadapnya. Setiap kali suaminya pulang ke rumah, suaminya selalu betindak kasar terhadap ibu SS. Tidak jarang ibu SS mendapatkan pukulan, tendangan dan tamparan tanpa alasan yang jelas. Ibu SS hanya mendiamkan hal tersebut karena ia tinggal berjauhan dengan keluarganya dan merasa takut apabila diperlakukan lebih kasar lagi oleh suaminya.

Kejadian ini berulang hingga kehamilan kelimanya. Saat itu, kehamilan ibu SS menginjak usia tiga bulan. Bapak TT yang mengetahui keadaan istrinya yang sedang hamil, tetap saja memperlakukan istrinya dengan kasar. Ibu SS sering dipukul, ditendang dan ditampar oleh suaminya.

Bapak TT yang sering berlaku kasar kepada Ibu SS akhirnya angkat bicara. Bapak TT berkata “Kalau nanti, yang lu hamil ini saat melahirkan anak perempuan, beta akan kas cerai lu. Beta akan usir lu keluar dari ini rumah. Tapi kalu lu melahirkan anak laki-

172 laki, beta sond akan cerai lu.” (Jikalau nanti kamu melahirkan anak perempuan, saya akan menceraikanmu. Saya akan mengusir kamu keluar dari rumah. Tapi kalu kamu melahirkan anak laki-laki, saya tidak akan menceraikanmu). Ibu SS yang tidak menerima perkataan dari suaminya kemudian bertanya “Kenapa ko lu mau cerai beta kalo ternyata anak yang nanti lahir anak perempuan?.” (Mengapa kamu mau menceraikan saya kalau ternyata anak yang lahir perempuan?). Bapak TT kemudian menjawab “Lu tau to kalo katong pung anak perempuan su empat orang. Beta mau ada anak laki-laki supaya bisa teruskan beta pung nama keluarga terus beta ju bisa bangga kalo ada anak laki-laki” (Kamu kan tahu kalau kita mempunyai emapt orang anak perempuan. Saya mau anak laki-laki supaya bisa meneruskan nama keluarga saya dan saya juga bisa bangga kalau ada anak laki-laki). Dalam keadaan emosi, bapak TT pun pergi meninggalkan ibu SS. Ibu SS tidak bisa berbuat banyak karena takut akan dimarahi oleh suaminya.

Hari berganti hari hingga tiba waktunya ibu SS untuk melahirkan anak kelimanya. Pada saat itu, proses kelahiran anak kelimanya berjalan dengan baik. Ibu SS

173 sangat bersyukur kepada Tuhan karena anak yang baru saja ia lahirkan berjenis kelamin laki-laki.

Kebahagian yang ibu SS rasakan merupakan kebahagiaan besar karena berhasil melahirkan seorang anak laki-laki untuk suaminya. Namun apa daya ketika kelahiran putranya membuat bapak TT pergi dari rumah tanpa alasan yang jelas.

Ibu SS yang awalnya bergembira, merasa kecewa dengan perbuatan suaminya tersebut. Ibu SS mengatakan “Beta sangat kecewa deng dia. Bisa ko dia buat beta begitu tu?” (Saya sangat kecewa dengan perbuatanya. Bisa-bisanya dia berbuat begitu). Ibu SS pun meneteskan air matanya.

Setelah kejadian ini, bapak TT jarang pulang ke rumah. Ibu SS megatakan “Mulai beta bersalin tu, dia sering marah-marah terus keluar jalan. Kalau dia keluar jalan dua malam, satu malam dia datang, kami langsung bapukul. Dia datang sonde tau mau apa ko apa langsung marah-marah. Dia sonde mau beta” ( Setelah saya melahirkan, dia sering marah-marah dan pergi meninggalkan rumah. Apabila dia pergi, keesokan harinya dia kembali dan kamipun langsung bertengkar. Saat dia kembali, dia langsung marah-marah). Ibu SS

174 tidak bisa berbuat banyak karena ia tinggal jauh dari orang orang tua dan keluarganya.

Sampai saat ini, ibu SS tidak mengetahui alasan mengapa suaminya jarang pulang ke rumah. Ibu SS hanya bisa tabah dan kuat dalam menjalani hidup demi masa depan anak-anaknya yang masih kecil.

b. KDRT Yang Dialami Ibu SS Selama Kehamilan Kelima

Ibu SS mengalami kekerasan dalam rumah tangga ketika umur kehamilannya menginjak usia tiga bulan. Kekerasan yang dialami Ibu SS yaitu kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan penelantaran rumah tangga.

“Itu su tiga bulan ko, sampe umur berapa bulan ko baru dia lapas. Beta su lupa pak.” (04 RP04)

(Itu sudah mencapai umur tiga bulan, sampai umur berapa bulan baru dia tidak lagi melakukan kekerasan. Saya sudah lupa pak.)

Kekerasan fisik yang dialami oleh ibu SS yaitu pernah dipukul, ditampar dan ditendang. Selain itu, apabila suami sangat marah maka suaminya biasa menggunakan parang untuk mencoba memotong ibu SS. Selama masa kehamilannya, dalam satu bulan ibu

175 SS dipukul sebanyak ± 3 kali. Berikut informasi yang mendukung pernyataan tersebut:

“Dia pukul pake tangan, tampeleng, ais dia tandang begitu.” (03 RP04)

(Dia memukul saya menggunakan tangan, ditampar, setelah itu ditendang.)

“Kalau dia terlalu marah nah dia pake parang. Dia angkat parang ko mau potong ma beta lari.” (05 RP04)

(Apabila dia terlalu marah, dia menggunakan parang. Dia mengambil parang untuk memotong saya tetapi saya melarikan diri.) “Satu bulan tu paling tidak dia pukul beta dua atau tiga kali begitu. Sonde menentu ju, kapan ko dia pulang ko mau langsung pukul na dia su pukul beta.” (07 RP04)

(Dalam satu bulan, paling tidak dia memukuli saya sebanyak dua atau tiga kali. Tidak menentu juga, kapan saja dia mau, ya dia langsung memukuli saya.)

Selain kekerasan fisik, kekerasan psikis juga dialami oleh ibu SS. Ia pernah dimaki oleh suaminya, selain itu Ibu SS juga diancaman akan diusir dari rumah dan ditinggalkan oleh suaminya apabila anak yang dilahirkan adalah anak perempuan seperti yang diungkapkan dalam pernyataan berikut:

“Bamaki, ko ais su marah na.” (26 RP04) (Dimaki karena dalam keadaan marah) “Ia, waktu itu dia bilang kalau kita hamil ko bersalin ko laki-laki, ma kalau perempuan, nanti beta cerai deng lu te anak nona su banyak. Cerai deng tanta. Ma kalau laki-laki beta sonde cerai. Ais itu su bersalin dia laki- laki dia su keluar jalan.” (55 RP04)

(Ia, saat itu dia bilang apabila saya hamil dan saat melahirkan ternyata anak laki-laki tapi kalau perempuan maka saya akan bercerai

176 dengan kamu karna anak perempuan sudah banyak. Cerai dengan tante (korban). Apabila laki-laki, saya tidak cerai. Setelah melahirkan anak laki-laki, dia pergi meninggalkan kami.)

Penelantaran rumah tangga juga dialami oleh ibu SS. Suaminya sering pergi dari rumah selama beberapa hari dan waktu pulangnya tidak menentu tergantung kemauan suami. Pada saat suaminya kembali maka suaminya langsung marah-marah dan langsung memukuli ibu SS tanpa alasan yang jelas seperti yang diungkapkan pada pernyataan berikut.

“Kalau ini, mulai beta su bersalin tu dia su marah-marah, keluar jalan. Kalau dia keluar jalan dua malam, satu malam dia datang kami su mulai bapukul.” (06 RP04)

(Setelah saya melahirkan, dia sering marah- marah dan pergi dari rumah. Dia meninggalkan rumah selama dua malam dan ketika dia kembali, kami langsung berkelahi.) “Kalau dia keluar pigi di luar sana, datang tu dia su mulai marah-marah dia su pukul.” (08 RP04)

(Apabila dia keluar, saat kembali dia langsung marah-marah dan memukuli saya.)

“Ia, beta sond tau. Dia datang sonde tau mau apa ko apa, te dia datang sa langsung marah-marah, dia sonde mau beta.” (09 RP04)

(Ia, saya tidak tahu. Saat dia kembali, dia langsung marah-marah dan tidak menyukai saya.)

Kekerasan fianansial yang dialami oleh ibu SS yaitu ia mendapat penjatahan uang belanja dari suami karena tidak ada pengelolaan penghasilan bersama-

177 sama. Ibu SS mengatakan bahwa suami yang mendominasi pengelolaan penghasilan keluarga. Suami menggunakan setengah penghasilannya dan setengahnya lagi diberikan kepada ibu SS seperti pada pernyataan berikut:

“Eh, dia pakai separuh, dia kasih separuh di tanta.” (45 RP04)

(Dia menggunakannya setengah, setengahnya lagi diberikan kepada saya).

Penyebab kekerasan yang dialami oleh Ibu SS yaitu jumlah anak perempuan yang banyak (5 orang) padahal suami menginginkan adanya anak laki-laki. Selain itu Ibu SS akan dimarahi apabila tidak memberikan perhatian kepada suaminya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Ia, waktu itu dia bilang kalau kita hamil ko bersalin ko laki-laki, ma kalau perempuan, nanti beta cerai deng lu te anak nona su banyak. Cerai deng tanta. Ma kalau laki-laki beta sonde cerai. Ais itu su bersalin dia laki- laki dia su keluar jalan.” (55 RP04)

(Ia, waktu itu suami saya mengatakan apabila saya melahirkan anak perempuan, saya akan menceraikan kamu karena anak perempuan sudah terlalu banyak. Apabila anak laki-laki, maka saya tidak menceraikan kamu. Namun setelah melahirkan, dia (suami) pergi meninggalkan kami.)

“Ais dia marah ma kalau beta su sibuk deng pekerjaan, kadang-kadang te beta sonde liat dia te dia su marah.” (39 RP04)

(Selin itu, dia marah-marah apabila saya sibuk dengan pekerjaan saya. Terkadang

178 apabila saya tidak melihatnya, dia langsung

marah.)

Selama kehamilan, dampak yang dirasakan oleh ibu SS dari KDRT yang dialami yaitu adanya luka memar, ibu SS juga merasa pusing akibat pukulan dan tendangan dari suaminya. Ibu SS merasa stress dan tertekan sehingga ia berpikir untuk mencoba membunuh suaminya. Selain itu ibu SS juga mengalami gangguan pola makan dan gangguan pola tidur karena memikirkan masalah yang ia alami. Ibu SS juga harus bekerja keras dengan menjual sayur dan ayam untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari apabila uang yang diberikan suaminya tidak cukup. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Dia pukul sampe pokoknya tacoret, bekas begitu, kita dapa liat dia luka.” (60 RP04) (Dia memukuli saya sampai berbekas dan terlihat seperti ada luka.)

“Dia pukul marah itu, pokonya tau sa. Nanti tendang, pukul sampai pusing-pusing memang, te dia keluar jalan.” (62 RP04) (Dia pukul karena marah. Saya ditendang, dipukul sampai pusing namun setelah itu dia pergi.)

“Dia pukul begitu pikiran. Pikiran ko marah dia. Pikir begini-begini.” (65 RP04)

(Saat dipukul, saya stres.)

“Pikir, beta rencana begini-begini ko mau kas mati dia ko mau karmana. Ko ais dia su pukul abis katong ko dia su keluar jalan.” (66 RP04) (Saya berencana untuk membunuhnya karena setelah dia memukul saya, dia langsung pergi begitu saja.)

179 “Ia. Jual ayam, pokoknya sayur-sayuran

begitu.” (50 RP04)

(Ia, jualan ayam dan sayur-sayuran.)

Respon ibu SS saat mendapatkan perilaku kekerasan dari suaminya yaitu hanya berdiam diri karena dia tinggal di tempat yang jauh dari orang tuanya. Selain itu ibu SS pernah melaporkan masalah yang dihadapinya kepada keluarga suami. Hal ini mengakibatkan suami dan keluarganya sendiri berkelahi karena masalah tersebut. Ibu SS menuturkan bahwa karena sifat suaminya yang kasar dan keras membuat keluarga dari suami menjadi takut untuk menegur suaminya lagi. Ibu SS juga melarikan diri dari kejaran suami yang akan memotongnya dengan menggunakan parang.

“Diam sa, te ais tinggal di orang pung kampung, mau bakalai na dia tambah foe.” (11 RP04)

(Diam saja karena tinggal di kampungnya orang. Saya ingin memarahi dia tetapi dia semakin agresif.)

“Di RT, dia pung bapa RT jadi beta pi lapur di dia pung bapak. Dia pung bapak panggil dia datang, dia marah-marah. Dia marah kembali dia pung bapak. Dong barau rame lai.” (22 RP04)

(Di ketua RT, bapaknya ketua RT jadi saya lapor di bapaknya. Bapaknya memanggil dia tetapi dia malah marah-marah. Dia memarahi bapaknya sehingga terjadi perselisihan antara mereka berdua.)

“Ia, dia pung keluarga takut dia na ko dong tenang sa.” (28 RP04)

180 (Ia, keluarganya takut sehingga mereka

hanya diam saja.)

“Kalau dia terlalu marah nah dia pake parang. Dia angkat parang ko mau potong ma beta lari.” (05 RP04)

(Apabila dia terlalu marah, dia menggunakan parang. Dia mengambil parang untuk memotong saya tetapi saya melarikan diri.)

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak MT