• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Kejadian KDRT Yang Membekas Di Hati Ibu NN

Kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sangat membekas di hati ibu NN yaitu ketika ia dipaksa oleh suami menggugurkan kehamilan ketiganya. Kejadian itu terjadi ketika kehamilan ibu NN menginjak usia dua bulan.

Saat itu, bapak YS yang awalnya tidak mengetahui perihal kehamilan istrinya, akhirnya mengetahui bahwa ibu NN sedang mengandung anak

117 ketiga mereka. Karena merasa anak yang dikandung oleh istrinya tidak direncanakan, maka bapak YS berniat untuk menggugurkan kandungan ibu NN dengan alasan jarak anak yang terlalu dekat. Bapak YS pun mencari obat untuk menggugurkan kandungan istrinya tersebut. Obat atau ramuan yang bapak YS dapat merupakan sari nenas muda yang oleh masyarakat setempat dipercaya dapat menggugurkan kandungan yang usianya masih muda.

Pada saat itu, ibu NN dipaksa oleh bapak YS untuk meminum ramuan tersebut. Ibu NN awalnya sempat menolak namun pada akhirnya ia hanya bisa menuruti perintah dari suaminya karena takut suaminya akan berlaku kasar. Setelah meminum ramuan tersebut, ibu NN tidak mengalami keguguran, namun janin yang ia kandung berkembang dengan baik sehingga ia rajin memeriksakan diri ke posyandu untuk mengetahui perkembangan janinnya.

Ketika anak tersebut lahir dan menginjak usia dua bulan, bapak YS tidak menerima kelahiran anak tersebut. Bapak YS mengatakan bahwa anak tersebut bukan darah dagingnya. Hal ini membuat ibu NN hanya bisa menangis dan pasrah menerima perlakuan dari suaminya. Ia tidak berani berbuat banyak karena takut bapak YS akan

118 bertindak kasar sehingga membahayakan keselamatan ibu, saudara dan anak-anaknya.

b. KDRT Yang Dialami Ibu NN Selama Kehamilan Ketiga Kekerasan dalam rumah tangga dialami oleh ibu NN sejak kelahiran anak pertamanya. Kekerasan ini berlangsung sampai kehamilan ketiga. Pada saat mengandung anak ketiganya, ibu NN mendapatkan kekerasan dari suami berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, finansial dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan tersebut dialaminya mulai dari usia kehamilan dua bulan sampai usia tujuh bulan barulah suami berhenti melakukan tindakan kekerasan kepadanya. Kekerasan fisik yang dialami ibu NN yaitu ia dipukul, ditendang, dan dipotong menggunakan parang dilengan kanannya. Hal ini sesuai dengan ungkapan ibu NN dalam pernyataan berikut:

“Ia memang dari saya pung anak yang pertama ini dia su lahir umur pokonya dia su mau dua tahun yang kelihatan dia pung ini jadi dia biasa pukul, ini...” (04 RP02)

(Ia memang, dari anak pertama saya lahir sampai umur dua tahun, dia sudah menunjukkan perilaku kasar jadi saya biasa dipukul.)

“Ia memang waktu hamil sang D.... ni saya dapat kekerasan. Sering dapa marah deng dapa pukul ju.” (05 RP02)

119 (Ia memang saat hamil anak DS, saya

mendapat kekerasan. Saya sering dimarahi dan dipukul.)

“Itu sudah umur... Dari dua bulan tu dia ini su mulai pukul saya. Sampai umur enam atau tujuh bulan baru dia mau berhenti. Dia barenti ju karna dia sond deng kami lai.” (08 RP02) (Itu sudah mencapai umur... dari umur dua bulan, dia mulai memukuli saya. Sampai umur enam atau tujuh bulan baru dia berhenti. Dia berhenti karena tidak tinggal bersama kami lagi.)

“Pokonya dia pukul, tendang, kadang dia pakai parang pokoknya parang-parang tajam untuk mau kasih mati saya begitu...” (06 RP02) (Pokoknya dia pukul, tendang, terkadang menggunakan parang, pokonya parang yang tajam untuk mencoba membunuh saya.)

Kekerasan psikis yang dialami ibu NN yaitu ia dipaksa untuk menggugurkan kandungannya yang berusia dua bulan. Selain mendapatkan ancaman, kekerasan psikis lain yang dialami yaitu ia dicaci maki oleh suaminya namun ibu NN hanya mendiamkan hal tersebut karena sifat ibu NN yang pendiam seperti pada pernyataan berikut:

“Pokonya dia su suruh ko yang dua bulan itu, dia paksa ko, sempat dia suruh ko minum itu ramuan, saya minum juga tapi ini kandung dia tidak gugur, tambah berkembang jadi saya juga ke posyandu.” (77 RP02)

(Pokoknya pada saat umur kandungan mencapai dua bulan, dia memaksa saya untuk meminum ramuan tersebut. saya sempat meminumnya tapi kandungan saya tidak gugur malah lebih berkembang jadi saya pergi ke posyandu untuk memeriksakan diri.)

“Pokonya yang nama binatang tu selalu saja...” (29 RP02)

120 Kekerasan seksual juga dialami oleh ibu NN. Ia secara terpaksa melayani suami karena takut dimarah atau dipukul. Ibu NN tidak menolak permintaan suami karena takut dianggap berselingkuh dengan pria lain. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Saya jujur deng adik, memang kadang ke saya tidak senang deng dia karena ke dia suka marah-marah ini tapi kalau ke katong sonde mau ikut dia pung keinginan kan nanti katong kena pukul kena ini jadi yah pokonya terpaksa begitu.” (37 RP02)

(Saya jujur terhadap adik, terkadang saya juga tidak senang karena dia sering marah-marah. Apabila saya tidak mengikuti keinginannya, maka saya akan dipukul. Jadi saya terpaksa.) “Nah kadang ke katong menolak ke dia su marah bilang mungkin katong sonde mau deng dia karena mungkin katong, kan pernah begitu dia bilang mungkin saya ada pi selingkuh deng orang ko bagaimana ini, jadi kadang dia pukul ini sampai ini anak lahir ini dia tolak ini anak. Dia bilang ini bukan dia pung anak.” (39 RP02) (Terkadang apabila saya menolak, dia langsung marah dan mengatakan bahwa saya berselingkuh dengan pria lain. Jadi dia memukul saya sampai anak ini lahir dia pun menolak anak ini. Dia mengatakan bahwa anak ini bukan anaknya).

Penelantaran rumah tangga yang dialami oleh ibu NN yaitu suaminya berselingkuh dengan perempuan lain. Hal ini mengakibatkan Ibu NN dan ketiga anaknya mengalami kekerasan finansial karena suami hanya memberikan sebagian kecil dari penghasilannya untuk

121 menghidupi keluarga. Hal ini mengakibatkan Ibu NN harus bekerja sebagai tukang jahit untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

“...Na yang, yang awalnya tu katong kos di orang pung rumah, dan memang itu dia su deng ini dia sering bawa perempuan di rumah ini jadi kadang dia saya minta untuk saya musti ini pokoknya ke siap makan untuk yang dia bawa perempuan ini. Na kita rasa ke kurang enak, masak kita anggap dia suami baru di bawa perempuan lain mesra-mesra di kitong pung depan ini bikin kita ju kadang ini kecawa.” (10 RP02)

(Nah, awalnya kami tinggal di rumah pemondokan milik orang lain, dan saat itu dia sering membawa perempuan lain ke rumah ini, terkadang dia meminta saya menyiapkan makanan untuk perempuan yang dia bawa tersebut. Nah, saya merasa tidak enak, masak saya menganggap dia sebagai suami tetapi dia mesra-mesra dengan perempuan lain dihadapan saya. Saya merasa kecewa dengan sikapnya.)

“Pokoknya yang itu dia biasa kasih hanya mau bilang stengah ju kadang sonde sampe stengah ju.” (49 RP02)

(Pokoknya yang diberikan bisa dibilang setengahnya tetapi kadang-kadang yang diberikan tidak sampai setengahnya juga.)

Penyebab dari kekerasan yang dialami oleh ibu NN yaitu suami yang berselingkuh, kehamilan anak ketiga yang tidak direncanakan dan alasan suami yang mengatakan umur anak kedua dan ketiga yang berdekatan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

122 “...dia kan suka main perempuan to selingkuh

jadi yang perempuan-perempuan ini kadang kontak dia, sms apa lewat HP na kadang dia ini lupa ke hapus begitu, kek kadang ini anak-anak sendiri yang ke dapat baca begitu ini kadang yang ada ke dia foto sama-sama dengan itu perempuan-perempuan dia simpan di dia pu HP...” (16 RP02)

(...dia suka main perempuan, dia selingkuh makanya perempuan-perempuan itu menghubungi dia, mengirim SMS lewat HP jadi kadang-kadang dia lupa menghapus pesan. Kadang-kadang anak-anak sendiri yang membaca pesan tersebut, terkadang ada fotonya dengan perempuan-perempuan yang disimpan di HP...)

“Na, dia dengan adik yang nomer dua yang laki-laki ni jarak ini dekat sa... apa, jadi waktu... memang ju itu katong berdosa ke katong sonde rencana untuk mau ini. Pikir sa yang anak yang dua orang tau-tau sudah hamil dia.” (69 RP02) (Hm, dia (anak DS) dengan anak nomor dua yang laki-laki, jarak usianya dekat... jadi waktu itu... memang kami yang berdosa, kami tidak berencana untuk hamil. Kami mengira anak kami hanya dua orang saja, tiba-tiba hamil lagi.)

Dampak yang dirasakan ibu NN karena terjadinya kekerasan dalam rumah tangganya pada saat ia hamil adalah ibu NN mengalami luka memar di bagian badan, luka potong di bagian lengan, terdapat luka di area wajah dan kepala. Hal ini mengakibatkan Ibu NN merasa malu untuk keluar rumah dan merasa takut karena masalah yang ia hadapi.

“Ada, memar tu ada. Pokonya kalo dia pukul begitu saya nanti biasa demam sampai satu minggu baru ini. Kadang badan dong ini, yang bekas-bekas itu ada. Jadi sekarang malu ko sonde keluar dari rumah.” (82 RP02)

123 (Memar sih ada. Pokonya saat dia memukuli

saya, biasanya langsung demam selama satu minggu baru sembuh. Kadang sampai berbekas di badan. Jadi sekarang saya malu sehingga tidak keluar rumah.)

“Ia, ada. Memang saya pung perasaan ini tidak enak, bawaannya takut sa dengan saya punya masalah ini.” (90 RP02)

(Ia, ada. Memang perasaan saya tidak enak, bawaannya takut dengan masalah yang saya hadapi ini)

Respon yang diberikan ibu NN ketika mendapatkan perilaku kekerasan dari suaminya yaitu, ibu NN hanya memendam perasaannya saja, ia tidak pernah menceritakan kejadian yang ia alami kepada orang tua ataupun anggota keluarga lain. Selain itu, karena ibu NN dipukul, ditendang dan dikejar menggunakan parang maka ia melaporkan suaminya ke kantor polisi untuk meminta perlindungan dan melanjutkan masalah ini ke pengadilan dengan bantuan Sanggar Suara Perempuan Kab. TTS. Hal lain yang ia lakukan ketika perilaku suaminya sudah berlebihan dan membuat ibu NN marah yaitu ia tidak memberikan makanan kepada suaminya.

“Saya pendam saja.” (98 RP02) (Saya memendamnya saja.)

“Ia. Jadi terakhir saya ambil jalan pintas itu waktu malam tu dia pukul saya tendang ini sampai pakai parang kejar saya, saya lari ko telpon ke polisi, pi minta perlindungan trus keluarga semua su tau jadi kita langsung ke SSP disana. Jadi masalah berlanjut sampai ke pengandilan.” (20 RP02)

124 (Ia, jadi terakhir saya mengambil jalan pintas di

malam waktu dia memukul saya, menendang dan mengejar saya menggunakan parang, saya melarikan diri dan menelpon polisi untuk meminta perlindungan dan karena keluarga sudah mengetahui masalah tersebut maka kami melanjutkan masalah ini ke SSP. Jadi masalah berlanjut sampai ke pengadilan.) “Saya orangnya pendiam jadi kadang begitu sonde pernah kasih tau di orang tua yang dia ini hanya saya pendam diam-diam. Jadi kadang ini, kadang kalo mungkin dia su bikin terlalu ini jadi saya marah saya sond kasih dia makan, pokonya masak tapi sond kasih dia makan begitu” (09 RP02)

(Saya orangnya pendiam jadi tidak pernah menceriterakan masalah ini kepada orang tua, saya hanya memendamnya saja. Jadi kalau dia sudah keterlaluan dan membuat saya marah, pokoknya saya masak tapi tidak memberikan makanan untuk dia.)