a. Kejadian KDRT Yang Membekas Di hati Ibu HT Kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sangat membekas di hati ibu HT yaitu ketika dalam keadaan hamil, ia ditikam oleh suaminya disela jari antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan karena mencoba menghindar dari pisau yang mengarah ke perutnya. Kejadian ini akhirnya membuat ibu HT memilih untuk kembali ke rumah orang tua bersama ketiga anaknya.
Peristiwa ini bermula ketika bapak TN yang merupakan suami dari ibu HT mencurigai istrinya berselingkuh dengan pria lain. Bapak TN mencurigai istrinya berselingkuh tanpa suatu alasan yang jelas. Hal ini mengakibatkan bapak TN bersikap protektif terhadap ibu HT.
199 Bentuk sikap protektif yang ditunjukkan oleh bapak TN yaitu ia melarang istrinya untuk bersosialisasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal.
Pada suatu hari, bapak TN sedang berada diladang untuk mengiris “tuak”. Ibu HT yang mengidam buah asam pergi ke rumah tetangga untuk memetik asam. Sepulangnya bapak TN dari mengiris “tuak”, ia merasa heran karena istrinya tidak ada di rumah. Bapak TN pun langsung memasak tuak yang dia ambil hari itu. Selang beberapa menit kemudian, ibu HT pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ibu HT disambut dengan rasa emosi oleh bapak TN. Bapak TN kemudian memarahi ibu HT dan memukulnya. Bapak TN berkata “Lu dari mana?. Sonde duduk ko diam-diam di rumah, pi ko bajalan sembarangan.” (Kamu dari mana?. Tidak diam di rumah malah jalan sembarangan). Belum sempat ibu HT menjawab, bapak TN langsung naik tangan menampar ibu HT. Dengan rasa kesal, ibu HT kemudian menjawab pertanyaan dari bapak TN “Ko beta dari mama... pung rumah. Beta pi ko ketu asam. Beta dar kemarin mau makan asam he.” (Saya dari rumahnya ibu.... Saya pergi memetik buah asam. Dari kemarin saya ingin makan buah asam). Bapak TN
200 merespon pernyataan yang ibu HT berikan “Ko sonde ada makanan di rumah ko lu pi cari makan di orang pung rumah?.” (Memangnya tidak ada makanan di rumah sehingga kamu mencari makan di rumah orang). Ibu HT menjawab “Ko lu tau beta da hamil, beta mau makan apa na harus iko to supaya na beta senang sadiki to” (Kamu kan tahu kalau saya sedang hamil, saya harus makan apa yang saya mau supaya saya bisa merasa senang). Bapak TN pun memukul ibu HT sambil berkata “Lu jang cari alasan ko mau bajalan.” (Kamu jangan mencari-cari alasan untuk keluar rumah). Ibu HT yang mulai emosi akhirnya mendorong suaminya hingga terjatuh. Bapak TN kemudian berdiri dan berkata “Untung lu ada hamil kalo sonde beta pukul lu sampai mati stengah. Lain kali lu jalan lai terus lu sonde kas tau beta, lu mati dar beta”. (Untungnya kamu sedang hamil, kalau tidak, saya akan memukulmu sampai pingsan. Lain kali kalau kamu keluar rumah dan tidak memberitahu saya, kamu akan tahu akibatnya). Setelah kejadian ini, ibu HT pun mengikuti peraturan yang dibuat oleh suaminya agar mencegah perkelahian antara mereka berdua.
201 Kejadianpun berulang dengan masalah yang sama. Pada saat itu ibu HT pergi untuk melayat di rumah ketua RT karena istrinya meninggal. Ibu HT pergi ke rumah duka tanpa meminta izin kepada suami dengan alasan pasti suaminya akan menyusulnya ke rumah duka. Bapak TN yang menyadari bahwa istrinya tidak berada di rumah kemudian menyusul istrinya, bapak TN kemudian memanggil istrinya untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, bapak TN kemudian memarahi ibu HT dengan alasan mengapa istrinya tidak memasak tuak. Ibu HT yang merasa tidak senang dengan perbuatan suaminya kemudian angkat bicara, ia berkata “Lu tau to kalo ketua RT pung bini meninggal, na katong sebagai tetangga harus pi ko melayat to. Katong pi ko bantu-bantu dong.” (Kamu tahu kalau istrinya pak RT meninggal, ya kita sebagai tentanga harus pergi ke rumah duka. Kita pergi untuk membantu). Bapak TN pun berkata, “Ko u su jalan dar jam berapa?.” (Kamu berangkat jam berapa?). Ibu HT pun menjawab “Su dar pagi, beta bantu bamasak di sana.” (Sudah dari pagi saya bantu masak disana). Bapak TN menanggapi perkataan dari ibu HT “Kenapa lu sonde bamasak kas katong ini tuak dong, trus makan
202 siang sa ju sonde ada ni. Lu talalu tasibuk deng tetangga dong.” (Mengapa kamu tidak memasak tuak, makan siang juga tidak ada. Kamu terlalu sibuk dengan tetangga-tetanga kita). Dengan rasa kesal ibu HT berkata “Lu kenapa?, ini beta baru mau pulang ko bamasak ni. Dar tadi lu marah sonde jelas di beta. Kalo su tua na omong tu pake pikir dolo ko biar jang bikin orang emosi.” (Kamu kenapa?, saya baru mau pulang untuk memasak. Dari tadi kamu marah-marah tidak jelas. Kalau sudah tua itu, pikir dulu sebelum bicara, jangan bikin orang emosi). Bapak TN berkata “Lebih baik u diam kalo sonde....”. (Lebih baik kamu diam, kalau tidak....). “Kalo sonde kanapa?” (Kalau tidak kenapa?), Ibu HT kemudian menyambung perkataan dari suaminya, hal ini membuat bapak TN yang sedang emosi akhirnya berdiri dan hendak menikam ibu HT dengan menggunakan pisau yang dipegangnya. Pada saat itu, ibu HT yang menyadari perbuatan nekat suaminya berusaha menghindar dan merampas pisau yang dipegang oleh bapak TN namun pisau tersebut langsung menikam sela jari antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan dari ibu HT. Hal ini mengakibatkan
203 tangan ibu HT berdarah dan mengalami luka robek yang cukup serius.
Dengan menutup lukanya menggunakan sapu tangan, ibu HT yang merasa dirinya diperlalukan tidak adil, saat itu juga langsung pergi ke Pos Polisi di Siso untuk melaporkan kejadian yang baru saja ia alami. Ibu HT pun menunjukkan luka ditangannya sebagai bukti agar polisi dapat memproses masalah tersebut. Polisi kemudian membawa ibu HT ke Puskesmas Siso untuk segera mendapatkan pengobatan dari tim medis.
Setelah mendapatkan pengobatan, ibu HT pun memberitahukan kejadian yang ia alami lewat telepon ke keluarga yang berada di Oepliki. Sore itu juga keluarganya berangkat ke Siso dan membantu ibu HT agar masalah tersebut dapat diproses dengan cepat oleh pihak kepolisian. Bapak TN pun di tahan selama 2 minggu di Pos Polisi Siso dan bisa keluar dari tahanan karena ibu HT akhirnya mencabut surat penangguhan penahanan terhadap bapak TN.
Setelah kejadian ini, ibu HT merasa stres dan tertekan. Ibu HT juga merasa takut apabila pada suatu saat suaminya akan kembali berbuat jahat kepadanya. Ibu HT mengatakan bahwa ia merasa takut ketika tidur
204 di malam hari karena mungkin saja suaminya menggunakan parang tajam untuk membunuhnya. Ketakutan inipun bertambah saat ia mengingat kembali ancaman dari suaminya bahwa ibu HT akan dipotong- potong kemudian dibuang ke sungai oleh suaminya.
Ketakutan yang berlebihan ini membuat ibu HT mengambil keputusan untuk lari dari rumah bersama ketiga orang anaknya. Ibu HT akhinya kembali ke rumah orang tuanya agar mendapatkan perlindungan dari mereka.
b. KDRT Yang Dialami Ibu HT Selama Kehamilan Keempat
Kekerasan yang dialami ibu HT yaitu kekerasan fisik, psikis, ekonomi dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan tersebut berlangsung dari umur kehamilan satu bulan sampai umur lima bulan. Kekerasan fisik yang dilalami ibu HT yaitu ibu HT pernah dipukul dan ditikam disela ibu jari dan jari telunjuk oleh suaminya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.
“Dapat pukul deng dapat marah dari baptua.” (03 RP05)
205 “Sonde, satu kali yang dia ambil pisau ko
tikam kena beta ko baptua (orang tua) pi urus kami. Ko andia saya pulang.” (05 RP05) (Tidak, suatu ketika dia mengambil pisau lalu menikam saya sehingga orang tua datang untuk mengurus masalah kami. Dan akhirnya saya pulang.)
Kekerasan psikis yang dialami yaitu ibu HT dilarang keluar rumah untuk bersosialisasi dengan tetangga. Ibu HT juga pernah dimaki dan dihina oleh suami yang menyinggung ras orang Timor. Selain itu, ibu HT pernah diancam oleh suami bahwa ia akan dipotong dan dibuang ke sungai agar dimakan oleh anjing. Ibu HT mengatakan bahwa suaminya berani melakukan hal tersebut karena tidak ada keluarga yang mengetahui rencana perbuatan suami seperti yang diungkapkan dalam pernyataan berikut:
“Kan pas dia iris tuak ko andia saya pi ketu asam, na kita biasa hamil na suka makan apa na kita harus makan, andia saya pulang ko dia marah mau pukul saya.” (09 RP05) (Saat dia mengiris “tuak”, saya pergi untuk memetik buah asam. Saat hamil, apabila kita menginginka suatu jeni makanan maka kita harus memakannya. Ketika saya pulang, dia (suami) langsung marah dan memukuli saya.) “Kan pas orang mati, kami pi mete disitu pasti dia marah ko sonde datang muat tuak. Kan kami pu ketua RT pung istri yang meninggal india kami di kerja disitu andia dia marah sudah.” (63 RP05)
(Saat itu ada orang meninggal, kami mengunjungi keluarga yang berduka tersebut namun dia (suami) marah).
206 “Dia bamaki biasa sa bilang perempuan Timor
kenapa-kenapa. Beta diam sa. Andia beta marah ko beta pulang.” (27 RP05)
(Dia biasanya mengeluarkan kata kata kotor, dia mengatai perempuan Timor. Hal itu yang membuat saya marah dan pulang.)
“Dia bilang mau potong ko buang beta di dalam kali ko anjing dong makan buang, makan buang beta. Kan beta pung orang tua dong di jauh jadi sapa tau.” (25 RP05)
(Ia, dia pernah mengatakan bahwa akan meninggalkan saya atau saat dia memukuli saya, dia mengusir saya untuk keluar dari rumah ini. Dia mengusir saya dari rumah ini agar dia bisa hidup sendiri.)
Kekerasan finansial yang dialami oleh ibu HT yaitu penjatahan uang belanja karena suami mendominasi pengeloaan penghasilan keluarga. Apabila ingin membeli sesuatu maka ibu HT harus meminta uang kepada suaminya. Uang yang diberikan digunakan untuk membeli sayur dan bumbu masak. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:
“Biasa dia yang pegang.” (43 RP05) (Biasanya dia yang memegang (uang).) “Dia pegang begitu sa ma sabantar dia mau beli apa baru saya minta ko ambil ko kami beli.” (46 RP05)
(Dia yang memegangnya, apabila saya ingin membeli sesuatu barulah saya meminta uang tersebut).
Pada saat hamil, kebutuhan keluarga ibu HT dan bayinya terpenuhi karena Ny. SS pindah dan tinggal
207 bersama orang tuanya. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:
“Baptua deng mamtua (orang tua) yang urus.” (53 RP05)
(Ayah dan ibu saya yang mengurusi keperluan saat hamil.)
Ibu HT juga mengalami penelantaran rumah tangga karena ibu HT dan anak-anak melarikan diri ke rumah orang tuanya sehingga suami tidak lagi menghidupi ibu HT dan keempat anaknya. Ibu HT mengatakan bahwa, selama dia berada di rumah orang tuanya, suami hanya mengunjungi mereka dua atau tiga kali saja dan setelah itu, suaminya tidak pernah kembali lagi seperti yang diungkapkan dalam pernyataan berikut:
“Sonde lai, beta datang disini langsung dia datang dua kali ko tiga kali langsung dia pulang, dia sonde kembali lai. Sampe beta melahirkan abis baru saya kasih kabar. Kasih kabar baru dia datang, dia datang sampe disini langsung tanggal 30 bulan Mei, eh bulan Maret dia pulang sonde datang lai.” (30 RP05)
(Tidak pernah. Ketika saya disini, dia hanya datang dua atau tiga kali saja, setelah itu dia tidak pernah kembali lagi. Ketika saya melahirkan, kami memberikan kabar untuknya. Dia kemudian datang mengunjungi kami tanggal 30 Maret. Dia langsung pulang dan tidak pernah kembali lagi).
208 Penyebab kekerasan yang dialami oleh ibu HT yaitu, suami yang over protectif sehingga apabila ibu HT bersosialisasi dengan orang lain maka suami tidak segan-segan memukul ibu HT walaupun ia sedang hamil. Selain itu suami mencurigai ibu HT berselingkuh dengan laki-laki lain.
“Kan pas orang mati, kami pi mete disitu pasti dia marah ko sonde datang muat tuak. Kan kami pu ketua RT pung istri yang meninggal india kami di kerja disitu andia dia marah sudah.” (63 RP05)
(Saat itu ada orang meninggal, kami mengunjungi keluarga yang berduka tersebut namun dia (suami) marah).
“Ya kalau soal untuk mau itu, memang tanta datang ada ceritra artinya dia benci dia itu. Dia pakai istilah apa e.... kalau bahasa Timor bilang ini apa “natiun”, artinya kalau dengan bahasa Indonesia bilang dia curiga kembali dia punya istri bahwa dia punya istri ini ada maen serong begitu. Maksudnya dia mau cari laki laenlah begitu. Makanya dia pakai cara begitu, dia maen pukul ini istri terus.” (84UK05)
(Untuk soal itu, memang saat tante kembali dia bercerita bahwa dia membenci suaminya. Istilah apa ya... kalau dalam bahasa Timor disebut dengan “natiun’, kalau dalam bahasa Indonesia artinya dia mencurigai istrinya berselingkuh. Maksudnya dia ingin mencari laki-laki yang lain makanya dia pakai cara begitu, dia sering memukuli istrinya.)
Dampak yang dirasakan ibu HT yaitu ibu HT mengalami luka di bagian jari, lebam di bagian badan dan kaki karena dipukul. Selain itu ibu HT juga merasa
209 stres, tertekan, takut dibunuh sehingga pola makan dan pola tidurnya terganggu.
“Hanya pas dia tikam beta di sini (menunjuk bekas luka di antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan) andia luka deng badarah. Dia pakai pisau.” (60 RP05)
(Dia menggunakan pisau untuk menikam saya disini (menunjuk bekas luka di antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan) sehingga berdarah).
“Biasa di tangan, kaki, di badan ko babiru semua.” (68 RP05)
(Di tangan, kaki, dan dibadan. Semuanya lebam)
“Ia, beta tertekan, beta stres. Andia beta marah ko beta pulang. Biar beta pulang pi beta pung orang tua daripada beta datang ko laki-laki bikin sikasa beta pung diri sa. Sonde lama saya mati percuma, beta pung orang tua sonde tau (menahan tangis).” (66 RP05) (Saya tertekan dan stres. Hal ini membuat saya pulang ke rumah orang tua. Saya mengambil keputusan ini karena merasa tersiksa dengan perbuatan suami saya. Saya bisa saja mati dan orang tua tidak mengetahui hal tersebut (menahan tangis)
“Beta rasa takut, kan malam dia biasa pake parang tanjam, kalau malam-malam beta tidor sono ko tikam kas mati beta, andia beta bangun jalan.” (69 RP05)
(Saya merasa takut, apabila pada malam hari pada saat saya tidur nyenyak, dia menggunakan parang yang tajam untuk membunuh saya. Hal ini membuat saya mengambil keputusan untuk pulang ke rumah orang tua).
“Tidur sonde bae, makan ju tiap hari beta makan satu kali sa, pikir mau pulang sa. Satu kali dia marah, andia beta angka bawa beta pung anak DSong ko kami lari (menunjukkan ekspresi sedih).” (71 RP05)
(Pola tidur terganggu, satu hari hanya makan satu kali saja, kepikiran untuk pulang kampung. Suatu saat dia marah dan akhirnya saya membawa anak-anak untuk kembali ke kampung halaman.)
210 Respon yang diberikan oleh ibu HT ketika mendapatkan kekerasan dari suaminya yaitu ia hanya diam dan menerima semua perlakuan dari suami karena jarak tempat tinggal yang jauh dari keluarga. Sampai pada akhirnya ibu HT menceritakan masalah yang dialami kepada orang tuanya sehingga orang tua melaporkan masalah tersebut kepihak yang berwajib dan mengakibatkan suaminya ditahan selama satu minggu. Selain kejadian itu ibu HT juga memilih kembali ke rumah orang tuanya.
“Beta diam, kan kita perempuan kita mau berontak iko mana, begitu kita dekat kita pung orang tua dong. Jauh dari orang tua dong jadi sapa mau bela kita disitu.” (23 RP05)
(Saya diam. Sebagai perempuan, kita tidak bisa memberontak karena jauh dari orang tua. Kita jauh dari orang tua sehingga tidak ada yang membela kita).
“Lapor dia sampe di Siso ko tahan dia satu minggu di Siso baru tarik. Kami tarik PV ko dia keluar kembali.” (22 RP05)
(Dia dilaporkan ke Siso dan ditahan satu minggu di sana sampai kami menarik kembali kasusnya. Kami menarik kembali laporan tersebut barulah dia bebas.)
“(Menahan tangis) Beta bilang beta pulang pi beta pung orang tua dong lebih bae daripada beta datang tersiksa terus disini.” (29 RP05) 4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak AN
Anak AN merupakan anak keempat dari ibu HT. Anak AN adalah seorang anak laki-laki yang berusia 7 bulan.
211 Menurut informasi yang diberikan oleh ibu HT ketika peneliti melakukan pengkajian, anak AN dapat mengontrol kepala pada usia 1 bulan. Hal ini dibuktikan dengan anak AN dapat memalingkan wajah ke kiri dan ke kanan. Selain itu anak juga dapat menegakkan kepala saat anak dalam keadaan duduk walaupun saat duduk anak masih bersandar atau dipegang oleh ibunya.
Pada usia 6 bulan, anak duduk tanpa dukungan dari orang tua. Anak duduk secara mandiri tanpa bersandar pada bantal atau dipegang oleh orang tua. Saat ini anak AN belum dapat berjalan secara mandiri. Ia hanya bisa merangkak ataupun berjalan apabila tangannya dipegang oleh ibu HT ataupun kakaknya.
Anak AN mengeluarkan kata-kata pertama seperti memanggil “pa-pa” dan “o-ma” pada usia 6 bulan. Ibu SS menuturkan bahwa sampai pada usia 6 bulan, anak AN belum bisa menyebutkan kata “ma-ma” walaupun sudah diajarkan oleh kakaknya untuk meniru bunyi kata tersebut.
Dalam hal berinteraksi, anak AN belum bisa berbicara sehingga dia tidak dapat berinteraksi dengan teman-teman sebayanya. Selain itu orang tua mengatakan bahwa di lingkungan tempat mereka tinggal, tidak ada anak yang seusia dng anak AN sehingga anak AN hanya bermain
212 dengan kakak-kakanya. Seperti balita pada umumnya, ketika anak AN berinteraksi dengan orang dewasa, anak AN menyampaikan rasa haus, lapar, dan rasa sakit dengan menangis. Sedangkan untuk mengekspresikan rasa senang, anak AN akan tersenyum ataupun tertawa kecil.
Pada saat peneliti melakukan pengamatan mengenai aktivitas bermain, anak AN sedang bermain bersama kakak dan ibunya. Ketika bermain, mereka tidak menggunakan alat permainan. Yang mereka lakukan yaitu mengajarkan kepada anak AN untuk bernyanyi, berbicara, duduk ataupun berjalan. Ketika peneliti melihat kegiatan bermain tersebut, peneliti mendapati bahwa keluarga memberikan pembelajaran yang positif guna mendukung perkembangan anak seperti mengajak anak AN untuk menirukan bunyi kata “ma-ma”, “pa-pa” ataupun mengajak anak agar terbiasa untuk duduk sendiri ketika bermain. Selain mendukung perkembangannya, aktivitas bermain yang mereka lakukan membuat anak AN merasa senang. Hal ini tergambar jelas diraut wajah anak AN yang selalu tersenyum bahkan tertawa kecil sambil melihat tingkah lulucu kakak-kakaknya.
Orang tua mengatakan bahwa, saat bermain dengan kakaknya, anak AN sering asik sendiri. Ia terkadang tidak menghiraukan aktivitas yang dilakukan oleh kakaknya, yang
213 dia lakukan yaitu sibuk memperhatikan jari tangan, melihat- lihat lingkungan tempat ia bermain ataupun dengan fokus memperhatikan benda-benda yang ia pegang. Hal ini membuktikan bahwa anak AN bermain secara solitaire atau masih dalam tahap bermain yang berfokus pada diri sendiri.