• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Kejadian KDRT Yang Sangat Membekas Di Hati Ibu SL

Kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang sangat membekas di hati ibu SL yaitu ia mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya saat sedang hamil besar. Kejadian itu terjadi ketika kehamilan ibu SL menginjak usia tujuh bulan.

Siang itu, saat bapak RH pulang dari tempat kerja, ia dalam keadaan mabuk berat. Ibu SL mengetahui keadaan suaminya karena bau minuman keras yang terhirup sampai ke hidung ibu SL. Selain itu, cara berjalan bapak RH yang sempoyongan membuat ibu SL semakin yakin bahwa suaminya sedang mabuk.

84 Ibu SL tidak ambil pusing dengan keadaan suaminya. Ia kemudian menyuruh suaminya untuk makan siang namun bapak RH malah menyuruh ibu SL untuk diam. Ibu SL pun langsung menjawab “Ko orang suruh lu makan na lu mangamok” (Saya menyuruh kamu makan malah kamu marah). Karena dalam keadaan tidak sadar, bapak RH kemudian berjalan ke arah ibu SL dan mencoba memukul ibu SL namun ibu SL langsung menghindar karena tangan bapak RH mengarah ke perut ibu SL. Ibu SL yang tidak menerima perlakuan dari suaminya kemudian menegur dan memarahi bapak RH. Saat itu ibu SL berkata “Kalo Bapak pukul ko kena perut ko keguguran na bagaimana?”, Bapak ni sonde kasian liat beta yang hamil besar bagini ko Bapak?. (Kalau Bapak memukul saya mengenai perut dan keguguran bagaimana?, Bapak tidak merasa kasihan dengan kondisi saya yang sedang hamil besar?). Bapak RH tidak menjawab pertanyaan dari ibu SL. Ia kemudian mengeluarkan kata kotor dan langsung menampari ibu SL saat itu juga. Setelah menampar ibu SL, bapak RH pergi meninggalkan ibu SL yang sedang menangis. Ibu SL mengatakan bahwa ia hanya bisa menangis dan berdiam diri. Ia tidak berani berbuat banyak karena takut

85 bapak RH bertindak lebih kasar dan apabila hal itu terjadi maka akan sangat berbahaya bagi kandungannya.

Ibu SL mengatakan bahwa ia tidak mengetahui secara jelas alasan mengapa suaminya mabuk dan berlaku kasar kepadannya. Dugaan kuat ibu SL, suaminya mabuk-mabukan dan sering berbuat kasar karena ada masalah di tempat kerja atau bapak RH sengaja berbuat kasar karena disuruh oleh kakak perempuannya agar ibu SL meninggalkan bapak RH. Kejadian ini mengakibatkan ibu SL lebih memilih untuk berpisah dari suaminya dan tinggal di rumah ibunya agar mendapatkan perlindungan dari ibu dan saudara- saudaranya.

b. KDRT Yang Dialami Ibu SL Selama Kehamilan Kedua Selama hamil, ibu SL mengalami kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan finansial dan penelantaran rumah tangga. Ibu SL mengalami kekerasan setelah pernikahannya dengan bapak RH. Kekerasan fisik yang diterima oleh ibu SL yaitu ia dipukul, ditendang dan ditampar oleh suaminya.

86 Saat melakukan kekerasan fisik, bapak RH langsung naik tangan atau langsung memukul ibu SL di wajah dan badan sampai lebam. Terkadang, suaminya menggunakan ikat pinggang yang dilipat untuk memukul ibu SL. Kekerasan fisik yang terjadi pada ibu SL tidak berlangsung setiap hari. Kekerasan terjadi apabila suami merasa ingin memukul ibu SL, pada saat itupun dia langsung memukul ibu SL. Ibu SL mendapatkan kekerasan ketika suaminya sedang ada masalah di tempat kerja atau dalam keadaan mabuk. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Ia Kak beta pernah dapat bakalai dari beta pung suami.” (02 RP01)

(Iya, Kakak. Saya pernah berkelahi dengan suami saya.)

“Biasa te beta dapat tumbuk, dapat tendang kalo sonde na beta dapat tampeleng”.(03 RP01)

(Saya ditinju, ditendang dan ditampar.) “Ehh, dia sonde pake apa-apa, dia langsung naik tangan san beta ang. Dia tumbuk beta di muka deng badan dong ni sampe babiru. Kadang ju dia pake ika pinggang ni kaka, dia lipat dobel itu ikat pinggang baru dia lapis sang beta.” (05 RP01)

(Ehh, suami saya tidak menggunakan alat bantu saat memukul. Ia langsung menggunakan tangan kosong. Dia meninju wajah saya sampe lebam. Kadang-kadang ia menggunakan ikat pinggang.)

“Son setiap hari juga Kaka. Kalo dia rasa ko mo pukul na dia su habok sam saya. Biasa ju kalo dia ada mabok na kalo pulang begitu dia langsung firuk sam beta ni.” (07 RP01)

87 (Tidak setiap hari Kak. Setiap ia merasa

ingin memukul, ia langsung saja memukul setelah ia pulang ke rumah.)

Dari hasil wawancara dengan ibu SL, kekerasan fisik terjadi pada kehamilan pertama dan kehamilan keduanya. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada saat kehamilan ibu SL berusia dua bulan. Ibu SL mengatakan bahwa dalam satu bulan, kekerasan terjadi sebanyak ± 4 kali. Kejadian tidak berlangsung pada bulan berikutnya dan akan ada dua bulan kemudian.

“Itu pas bulan kedua Kaka.” (08 RP01) (Saat bulan kedua Kakak.)

“Aihh kaka, beta ju su lupa ni Kak. Biasa satu bulan begitu 4 kali kak. Itu ju bulan berikut sonde, ais itu dua bulan kemudian baru dia foe ulang lai. Terserah dia, mau pukul kapan sa dia su habok sam beta.” (10 RP01)

(Saya lupa Kak. Biasanya dalam satu bulan terjadi 4 kali. Itu juga tidak terjadi pada bulan berikutnya, namun dua bulan kemudian barulah dia melakukannya lagi. Terserah dia, mau pukulnya kapan saja.)

Kekerasan psikis yang dialami oleh ibu SL selama kehamilanya yaitu ia dicaci maki dan diolok oleh suaminya namun ibu SL hanya mendiamkan hal tersebut karena ia sedang hamil besar. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Ia Kak. Dapat maki, dapat olok. Beta ju tenang sa. Saat itu beta hamil besar ko beta diam-diam sa demi beta pung kandung dong ini.” (25 RP01)

88 (Ia kakak. Saya dimaki, diejek. Saya hanya diam saja. Saat itu saya sedang hamil besar sehingga saya hanya diam saja demi kandungan saya ini.)

Penelantaran rumah tangga juga dialami oleh ibu SL. Hal ini disebabkan karena kakak perempuan dari bapak RH menyuruhnya untuk meninggalkan ibu SL tanpa alasan yang jelas, seperti yang diungkapkan oleh ibu dari ibu SL berikut:

“Nona pung suami pung kaka perempuan suruh kas tinggal nona ko mungkin mau cari istri lain.” (77 UK01)

(Kakak ipar anak saya meminta adiknya untuk meninggalkan anak saya. Mungkin mereka sedang mencarikan istri baru baginya.)

Setelah berpisah dari suaminya, ibu SL mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Ditambah lagi ia harus mempersiapkan kelahiran anak keduanya. Uang yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai koki hotel tidak mencukupi kebutuhan tersebut. Suaminya pun tidak memedulikan keadaan rumah tangganya. Satu-satunya jalan keluar bagi ibu SL adalah membongkar tabungannya sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Berikut pernyataan ibu SL yang mendukung informasi tersebut:

89 “Sonde pernah. apalai setelah kami pisah, dia

sonde urus kami lai.” (42 RP01)

(Tidak pernah. Apalagi setelah kami berpisah, dia (suami ibu SL) tidak lagi mengurusi kami.) “Adihh, tambah kaka. Mau beli susu buat beta na, mau beli loyor dong, beli baju-baju buat dong. Siap-siap memang to Kak. Trus mau bayar ibu bidan dong. Ma beta su siap-siap memang.” (44 RP01)

(Bertambah Kak. Membeli susu untuk saya, untuk membeli gurita, membeli baju untuk anak-anak. Sudah disiapkan sebelumnya. Untuk membayar bidan. Tapi saya sudah persiapkan sebelumnya.)

“Cukup Kak karna di Hotel makanan dong enak-enak trus bergizi ko beta yang masak sandiri jadi beta tau. Mau makan daging, sayur, buah-buahan ju ada Kak. Lengkap.” (63 RP01)

(Mencukupi Kak karena di Hotel makanannya enak dan bergizi karena saya yang masak sendiri sehingga saya tau. Makan daging, sayur, buah-buahan juga ada Kak. Lengkap.)

Apabila suami dari ibu SL memiliki masalah ditempat kerja ataupun suaminya mabuk, maka ibu SL menjadi tempat pelampiasan amarah suaminya. Selain itu, ibu SL yang mulai emosi karena ulah suami akan melakukan perlawanan. Hal ini yang menjadi penyebab kekerasan yang dialami oleh ibu SL seperti pernyataan yang diungkapkan oleh ibu SL berikut ini:

“Itu biasa kalo su mabok ato ada masalah di tempat kerja, baru dia foe.” (14 RP01)

(Biasanya kalau dia mabuk atau ada masalah ditempat kerja, barulah dia bereaksi.)

“Awalnya itu beta diam-diam sa Kak. Ma lam- lama ju beta naek darah e, sapa yang sonde emosi kalo orang ada hamil na lu maen puku- puku sang beta. Kalo dia puku beta bagitu, beta ju balas puku na. Beta pung mama-deng

90 bapa sa jarang puku beta ma lu mau naek

tangan sang beta.” (18 RP01)

(Awalnya saya hanya diam-diam saja Kak. Tapi lama-kelamaan saya juga emosi. Siapa yang tidak emosi kalau orang sedang hamil besar terus kamu memukul saya. Kalau dia memukul saya, saya juga membalas. Mama dan Papa saya saja jarang sekali memukul saya tapi kamu mau memukuli saya.)

Dampak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami ibu SL saat ia hamil yaitu stres dan tertekan. Selain itu pola tidur juga terganggu karena memikirkan masalah yang ia hadapi di tambah lagi beban pekerjaan yang diterimanya karena harus bangun lebih awal untuk bekerja seperti yang diungkapkan pada pernyataan berikut ini:

“Beta stres Kaka, sangat tertekan, ma beta coba kuat sa demi ini anak dong. Dia kalo pukul ni beta pung perasaan sonde enak. Sangat tapukul. Kenapa ko dia harus pukul beta saat beta ada hamil, dia sadar ko sonde deng apa yang dia buat. Beta selalu sa pikir bagitu. Sonde di rumah, sonde di Hotel beta pikiran Kak.” (57 RP01)

(Saya stres Kak, sangat tertekan tetapi saya mencoba untuk tetap kuat demi anak-anak. Apabila dia memukuli saya, perasaan saya tidak enak. Sangat terpukul. Kenapa dia harus memukul saya saat saya sedang hamil, dia sadar atau tidak dengan perbuatannya. Saya selalu berpikir begitu, di rumah atau di hotel saya kepikiran.)

“Beta sonde bisa tidur memang apalagi di Hotel yang ampi-ampir siang dong su kas bangun. Itu yang malah bikin beta tambah stres lai.” (58 RP01)

(Saya tidak bisa tidur. Apalagi di Hotel, saya dibangunkan pagi-pagi buta. Hal itu yang malah membuat saya makin stres.)

91 Respon yang diberikan oleh ibu SL apabila mendapatkan kekerasan yaitu, ia hanya menangis karena ditinggal pergi oleh suaminya. Selain itu ibu SL juga akan berlaku kasar terhadap suami apabila emosinya sedang naik sebagai bentuk perlindungan diri terhadap perilaku kasar yang dilakukan oleh suami.

“...Beta langsung bilang, ko orang omong bae-bae ju lu marah ni. Trus dia langsung sambung beta, dia bamaki beta ni Kak. Karna beta su mulai emosi ni Kak beta langsung maki balek sang dia su ma. Langsung dia jalan dari sana, langsung papoko sang beta ni. Langsung dia bangun jalan. Beta langsung manangis su ma Kak.” (12 RP01)

(Saya langsung menjawab, saya bicara baik- baik tapi kamu marah. Terus dia langsung menyambung perkataan saya, dia juga memaki saya. Karena saya mulai emosi, saya langsung memaki dia. Setelah itu dia berjalan ke arah saya dan memukuli saya. Kemudian dia pergi. Saya pun langsung menangis.) “...Kalo dia puku beta bagitu, beta ju balas puku na... (18 RP03)

(Kalau dia memukuli saya, saya juga membalas.)

Berbagai solusi telah dilakukan oleh ibu SL diantaranya ibu SL pernah menegur suami untuk tidak berbuat kasar terhadapnya. Selain itu, ibu SL juga melaporkan masalah ini kepada orang tua atau keluarga agar mereka memberikan nasehat kepada suaminya namun nasehat yang diberikan oleh keluarga selalu

92 diabaikan oleh suaminya, bahkan suami mengancam untuk melakukan pembunuhan apabila ibu SL melaporkan masalah tersebut kepada keluarga atau orang lain. Solusi terakhir yang diambil yaitu ibu SL kembali ke rumah orang tuanya agar mendapat perlindungan dari keluarga dan bertahan hidup dengan bantuan orang tua dan keluarga. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut:

“Su ulang-ulang Kak, ma dia son sadar-sadar ju. Beta su kasih tau katong pung mama deng bapa ko togor dia ma sama sa, pulang sampe rumah dia malah pukul sam beta. Dia bilang lu talalu balapor mau mati. Dia bilang kalo lu lapor ulang lai artinya lu salamat su dar beta.” (15 RP01)

(Sudah berulang kali tapi dia tidak pernah sadar. Saya pernah memberitahukan masalah ini ke ayah dan ibu supaya dia ditegur tapi sama saja, sesampainya di rumah, dia malah memukul saya. Dia bilang, apabila saya melaporkan masalah ini lagi, dia tidak segan- segan untuk membunuh saya.

“Itu artinya dia mau puku kas mati sang beta.” (16 RP01)

(Itu artinya dia akan membunuh saya)

“Beta su bilang to Kak, kalo dia sonde akan dengar memang, sampe beta su talalu jengkel ko ini beta pulang pi mama dong pung rumah.” (26 RP01)

(Saya kan sudah bilang kalau dia tidak akan mendengarkan teguran saya, sampai saya terlalu jengkel sehingga saya kembali ke rumah mama.)

93 4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak V

Anak V merupakan anak kedua dari ibu SL. Anak V berjenis kelamin perempuan dan saat ini berusia 2 tahun. Menurut informasi yang diberikan oleh ibu SL ketika peneliti melakukan pengkajian, anak V dapat menggerakan kepala dengan mandiri, memalingkan wajah secara perlahan ke kiri atau ke kanan, serta dapat menundukkan kepala ketika berusia 1 bulan. Anak V duduk tanpa dukungan ketika berusia 5 bulan. Hal ini dibuktikan dengan anak mampu duduk tanpa dipegang ataupun tanpa bantal untuk bersandar. Ibu SL mengatakan bahwa ketika bermain, anak V lebih memilih untuk duduk sendiri sambil memainkan alat permainannya. Anak V dapat berjalan secara mandiri pada usia 11 bulan. Ia berjalan sendiri tanpa ada bantuan dari orang tua ataupun berpegang pada kursi dan meja untuk berjalan.

Pada usia 1 tahun 2 bulan, anak V mengeluarkan kata-kata pertama seperti memanggil “ma-ma”, “pa-pa” dan “o-ma”. Anak V dapat berbicara karena rangsangan yang diberikan oleh orang tuanya. Saat ini, anak V sudah dapat melakukan interaksi dengan teman sebayannya. Interaksi yang dilakukan oleh anak V seperti memanggil nama temannya, merespon ucapan dari teman sepermainannya

94 seperti mengambilkan alat permainan maupun meminta temannya untuk mengambilakan alat permainan.

Secara umum, anak V mampu berkomunikasi dengan orang dewasa yang sudah akrab dengannya. Interaksi yang dilakukan seperti mengikuti perintah orang tua, menjawab pertanyaan yang diberikan ataupun meminta bantuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun anak V menarik diri ketika berbicara dengan orang yang baru dikenalnya. Bentuk penarikan yang dilakukan seperti bersembunyi di belakang ibunya ketika peneliti hendak berkenalan dengannya. Anak V tidak merespon perkenalan yang peneliti lakukan seperti tidak menyalami peneliti ataupun menyebutkan namanya. Untuk mendekati anak V, peneliti harus datang ke rumah riset partisipan sebanyak 3 kali barulah anak V dapat berkomunikasi dengan peneliti walaupun awalnya anak V malu-malu. Menurut Ny. SL, anaknya tidak dapat berkomunikasi dengan orang yang baru dikenalnya karena orang tua membatasi anak V dalam bergaul atau berkenalan dengan orang baru.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama kurang lebih 30 menit terhadap aktivitas bermain yang dilakukan oleh anak V, didapati anak V dan teman- temannya sedang bermain masak-masak. Anak V

95 merapikan peralatan masak yang suasananya mereka buat seperti dapur. Ia dan temannya yang bernama Y mengiris dedaunan dengan menggunakan pisau mainan. Setelah itu anak V menghidupkan kompor mainan tersebut dan memasak daun-daun yang telah mereka iris. Anak V dan temannya Y berbicara seolah-olah mereka berdua sedang memasak di dapur sungguhan. Anak V mengatakan “Y, tolong ambil kasih beta garam dolo...” anak V menyuruh temannya sambil mengaduk sayur yang ada di dalam wajan mainan. Setelah keduanya selesai masak, sayur yang mereka buat kemudian dihidangkan di piring mainanan. Anak V dan Y kemudian berjalan ke ruang tengah yang mereka anggap sebagai ruang tidur untuk menyuapi boneka. Anak V menyuapi boneka yang dia anggap sebagai adik perempuannya. Anak V berkata “Lala makan banyak e... biar cepat besar”. Y pun melakukan hal yang sama.

Anak V bermain secara berkelompok dengan teman- temannya. Biasanya Anak V melakukan kegiatan bermain bersama S, P, Y & E. Mereka melakukan aktivitas bermain dengan pengawasan dari orang tua untuk mencegah mereka agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti berkelahi ataupun bermain di luar rumah.

96 5. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak V

Dalam menilai status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antropometri yakni umur, berat badan, dan tinggi badan untuk menentukan status gizi anak. Hasil penimbangan ditemukan bahwa anak V memiliki berat badan 12,5 kg dan tinggi badan 58,5 cm. Peneliti kemudian menentukan status gizi menggunakan standar WHO 2005.

Tabel. 4.5 Status Gizi Anak V Berdasarkan Standar WHO 2005

Indeks Z-Score Kategori Status

Gizi BB/U - 2 SD s/d 2 SD Gizi baik TB/U - 2 SD s/d 2 SD Normal BB/TB - 2 SD s/d 2 SD Normal

Tabel 4.5 menunjukkan kategori status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U), anak V berada pada status baik dengan nilai Z-Score -2 SD s/d 2 SD. Sementara itu, nilai Z-Score untuk indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) menunjukkan bahwa anak V berada pada status tinggi badan normal sedangkan untuk indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) menunjukkan bahwa anak V berada pada status berat badan normal.

Sementara itu, jumlah angka kecukupan gizi yang dikonsumsi oleh anak V yakni 1.302 Kkal dan tingkat

97 kecukupan energi sebesar 104% sedangkan untuk angka kecukupan gizi protein yaitu 24 mg dan tingkat kecukupan protein adalah 104 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein anak V berada dalam rentang tingkat konsumsi baik.

Status kesehatan anak V dilihat dari jenis keluhan sakit, upaya pencarian layanan kesehatan, imunisasi dan perilaku kebersihan. Untuk jenis keluhan sakit, ibu SL mengatakan bahwa anak V jarang menderita sakit. Terakhir kali anak V terkena sakit yaitu ketika ia berusia 1 tahun 6 bulan. Pada saat itu anak V menderita demam, batuk dan pilek. Frekuensi kejadian sakit yang ia alami yaitu 2 minggu sekali. Hal ini diakibatkan karena anak V terinfeksi dari keluarga yang menderita penyakit tersebut. Ibu SL mengatakan bahwa anak V mudah terinfeksi karena lahir prematur sehingga tubuhnya masih harus menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

Tindakan yang pertama kali dilakukan apabila anak V sakit yaitu memanfaatkan layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang dimaksudkan adalah mengunjungi ibu bidan untuk mengambil obat sesuai dengan jenis penyakit yang diderita.

98 Ibu SL mengatakan bahwa anak V telah mendapatkan 5 imunisasi dasar yaitu Hepatitis-B, BCG, DPT, Polio dan Campak dari Posyandu di wilayah setempat. Dalam hal menjaga kebersihan, ibu SL mengatakan bahwa anak V mandi dua kali sehari. Apabila suhu udara terlalu dingin, maka ibu SL hanya memandikan anak V pada pagi hari dan pada sore harinya anak V hanya dilap dengan menggunakan handuk basah. Selain itu ibu SL mengatakan bahwa anak V diharuskan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, ataupun mencuci tangan setelah bermain di luar rumah.