• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kebebasan mendirikan partai politik, pemilihan presiden secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kebebasan mendirikan partai politik, pemilihan presiden secara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Semenjak reformasi berjalan di Indonesia, semangat untuk merayakan demokrasi dengan perbaikan sistem pemerintahan pun mengalir dengan derasnya. Mulai dari kebebasan mendirikan partai politik, pemilihan presiden secara langsung, dan bahkan pemilihan gubernur secara langsung. Dan yang lebih menarik adalah euforia pelaksanaan otonomi daerah.

Menurut UU No.32/2004 yang tertuang dalam pasal 1 ayat 5, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan daerah otonom atau daerah yang dimaksud seperti yang tertuang dalam UU No.32/2004 ayat 4 adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan–kewenangan yang selama ini tersentralisasi ditangan pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan pemerintah pusat dialihkan dari tingkat pusat ke Pemerintahan Daerah sebagaimana mestinya, sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah ke tingkat pusat, maka diidealkan bahwa sejak diterapkannya

(2)

2

kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.1

Dan salah satu pelaksanaan otonomi daerah tercermin antara lain pada keinginan sebagian daerah untuk memekarkan diri atau yang lazim disebut dengan pemekaran daerah. Pemekaran daerah ini mengacu pada UU No.22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No.32/2004. Di dalam UU No.32/2004, perihal pemekaran daerah diatur pada Pasal 46 ayat 3 dan Pasal 46 ayat 4. Bunyi pada ayat 3 adalah: “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Dan pada ayat 4 disebutkan bahwa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas maksimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya, kebijakan pemekaran wilayah diatur melalui PP No.129/2000, yang kemudian dilanjutkan perubahan dan direvisi dengan PP No.78/2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam PP No.78/2007 mengatur mengenai proses pembentukan daerah yang didasari pada 3 tiga persyaratan, yakni administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.

1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat.

2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan

1Asshiddiqie, Jymli. 2012. Otonomi Daerah dan Parlemen Di Daerah.

(3)

3

terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.

3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Dengan persyaratan tersebut diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang, dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih lanjut syarat–syarat pembentukan daerah secara rinci tertuang dalam PP No. 129/2000 dengan aspek penilaian sebagai berikut :

a. Kemampuan Ekonomi b. Potensi Daerah c. Sosial Budaya d. Sosial Politik e. Jumlah Penduduk f. Luas Daerah

g. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Dalam PP No.129/2000 Bab II pasal 2 disebutkan tujuan pemekaran daerah yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:

(4)

4

2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi

3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah 4. Percepatan pengelolaan potensi daerah

5. Peningkatan keamanan dan ketertiban

6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah

Kemudian, kriteria atau syarat pemekaran daerah yang tertuang dalam PP No.129/2000 tersebut diganti dengan PP No.78/2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Indikator–indikator yang tertuang dalam PP No.78/2007 adalah :

1. Kependudukan 2. Kemampuan Ekonomi 3. Potensi Daerah 4. Kemampuan Keuangan 5. Sosial Budaya 6. Sosial Politik 7. Luas Daerah 8. Pertahanan 9. Keamanan

10. Tingkat Kesejahteraan Rakyat 11. Rentang Kendali

Awal pembentukan daerah berawal pada masa–masa awal Indonesia memperoleh kemerdekaan yaitu antara tahun 1945 sampai 1949, ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memiliki 8 provinsi, yaitu: Sumatra, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa

(5)

5

Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Kemudian bentuk daerah berubah pada masa–masa Republik Indonesia Serikat antara tahun 1949 sampai 1950. Hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949, Belanda mengakui Indonesia dalam bentuk serikat, dimana terdiri dari 15 negara bagian plus 1 Republik Indonesia. Namun, beberapa bulan kemudian, sejumlah negara-negara bagian menggabungkan diri ke Negara Bagian Republik Indonesia.

Kemudian pada masa–masa demokrasi Terpimpin dan dilanjutkan pada masa–masa Orde Lama antara tahun 1950–1966 Indonesia menjadi negara kesatuan kembali. Tepatnya, pada tanggal 17 Agustus 1950. Perkembangan pemekaran wilayah Indonesia pada kurun waktu ini cukup pesat, yaitu :

1. Tahun 1950, Provinsi Sumatra dipecah menjadi Provinsi Sumatera Utara (termasuk di dalamnya Aceh), Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Sementara, Yogyakarta mendapat status provinsi "Daerah Istimewa". 2. Tahun 1956, Provinsi Kalimantan dipecah menjadi provinsi Kalimantan

Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

3. Tahun 1957, Provinsi Sumatera Tengah dipecah menjadi Provinsi Jambi, Riau, dan Sumatera Barat. Sementara Jakarta mendapat status provinsi "Daerah Khusus Ibukota". Pada tahun yang sama pula, Aceh kembali dibentuk provinsi terpisah dari Provinsi Sumatera Utara (pada tahun 1959 Provinsi Aceh mendapat status provinsi "Daerah Istimewa").

4. Tahun 1959, Provinsi Sunda Kecil dipecah menjadi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun yang sama, dibentuk provinsi Kalimantan Tengah (dari Kalimantan Selatan).

(6)

6

5. Tahun 1960, Provinsi Sulawesi dipecah menjadi Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.

6. Tahun 1963, PBB menyerahkan Irian Barat ke Indonesia sehingga wilayah menjadi lebih luas.

7. Tahun 1964, dibentuk Provinsi Lampung (pemekaran dari Sumatera Selatan). Pada tahun yang sama, dibentuk pula Provinsi Sulawesi Tengah (pemekaran dari Sulawesi Utara) dan Provinsi Sulawesi Tenggara (pemekaran dari Sulawesi Selatan).

Kemudian pada masa–masa Era Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto yang terjadi antara tahun 1966 sampai 1998 juga mengalami pemekaran daerah yang berkembang pesat. Yaitu :

1. Tahun 1967 Provinsi Bengkulu dimekarkan dari Provinsi Sumatera Selatan

2. Tahun 1969 Irian Barat secara resmi menjadi provinsi ke-26 Indonesia Pada Tahun 1969-1975, Indonesia memiliki 26 provinsi, dimana 2 diantaranya berstatus Daerah Istimewa (Aceh dan Yogyakarta), dan 1 berstatus Daerah Khusus Ibukota (Jakarta). Tahun 1976, Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia dan sebagai provinsi ke-27.

Pada masa awal reformasi hingga tahun 2013, tercatat bahwa Indonesia semakin memiliki banyak provinsi baru. Setelah Timor Timur memisahkan diri dari Indonesia dan berada di bawah PBB hingga merdeka penuh pada tahun 2002, dan Indonesia kembali memiliki 26 provinsi. Lalu pemekaran daerah yang membentuk provinsi baru di Indonesia sejak tahun 1999 tercatat sebagai berikut :

(7)

7

1. Maluku Utara dengan ibukota Sofifi-Ternate, dimekarkan dari Provinsi Maluku, menjadi provinsi Indonesia ke-27 pada tanggal 4 Oktober 1999 2. Banten dengan ibukota Serang, dimekarkan dari Provinsi Jawa Barat,

menjadi provinsi Indonesia ke-28 pada tanggal 17 Oktober 2000

3. Kepulauan Bangka Belitung dengan ibukota Pangkal Pinang, menjadi provinsi Indonesia ke-29 pada tanggal 4 Desember 2000

4. Gorontalo dengan ibukota Kota Gorontalo, dimekarkan dari Provinsi Sulawesi Utara, menjadi provinsi Indonesia ke-30 pada tanggal 22 Desember 2000

5. Irian Jaya Barat dengan ibukota Manokwari, dimekarkan dari Provinsi Papua, menjadi provinsi Indonesia ke-31 pada tanggal 21 November 2001. Kini Irian Jaya Barat berganti nama menjadi Papua Barat.

6. Pada tanggal 11 November 2001 pula, Provinsi Papua dimekarkan pula provinsi baru Irian Jaya Tengah. Namun pemekaran ini akhirnya dibatalkan karena mendapat banyak tentangan.

7. Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang, dimekarkan dari Provinsi Riau, menjadi provinsi Indonesia ke-32 pada tanggal 25 Oktober 2002 8. Sulawesi Barat dengan ibukota Mamuju, dimekarkan dari Provinsi

Sulawesi Selatan, menjadi provinsi Indonesia ke-33 pada tanggal 5 Oktober 2004

9. Kalimantan Utara dengan ibukota Tanjung Selor, dimekarkan dari Provinsi Kalimantan Timur, menjadi provinsi Indonesia ke-34 pada tanggal 25 Oktober 2012

(8)

8

Pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonomi baru berupa provinsi yang semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004, membuat daerah tingkat II berupa kabupaten dan kota juga ikut marak. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 173 kabupaten, dan 35 kota hasil pemekaran daerah dan menjadi daerah otonom baru. Sehingga, di Indonesia tercatat memiliki 398 kabupaten dan 93 kota.

Jika dilihat secara seksama, periode atau masa–masa setelah reformasi merupakan masa–masa yang sangat berkembang pesat atau bisa dikatakan masa yang yang sangat banyak pemekarannya. Tidak hanya pemekaran daerah berupa provinsi baru, namun juga kabupaten dan kota yang baru.

Banyaknya daerah–daerah yang mengalami pemekaran baik itu provinsi maupun kabupaten dan kota memang layak dievaluasi. Dan ternyata sisi keberhasilan pemekaran wilayah dalam mencapai tujuan masih jauh dari yang diharapkan. Pernyataan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang dikutip dari www.kemendagri.go.id pada 18 Juni 2012 mengatakan bahwa “Hasil evaluasi kita selama tiga tahun hanya 22% daerah pemekaran yang berhasil, sisanya 78% gagal”. Oleh karena itu banyak kalangan yang mengusulkan moratorium atau penghentian sementara terhadap pengesahan dan pembentukan daerah otonom baru yang melalui pemekaran daerah.

Namun, wacana moratorium tersebut ternyata tidak mampu menghadang gelombang desakan berbagai pihak untuk mengajukan daerah otonom baru melalui pemekaran daerah. Terbukti, dalam berita yang dimuat dalam

(9)

9

Indonesia menyatakan bahwa 78% daerah otonom baru hasil pemekaran daerah telah gagal mencapai tujuannya, tidak lama setelah itu justru terbentuk daerah otonom baru hasil pemekaran daerah. Tepatnya, dalam www.setkab.go.id diberitakan bahwa pada tanggal 25 Oktober 2012 DPR RI mensahkan provinsi baru yaitu Provinsi Kalimantan Utara dan kemudian telah resmi ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Provinsi Kalimantan Utara sendiri adalah hasil pemekaran daerah dari Provinsi Kalimantan Timur.

Tidak hanya itu, pada situs resmi DPR RI yaitu www.dpr.go.id diberitakan bahwa pada 16 Desember 2013 telah dilaksanakan rapat pleno Badan Legislasi DPR RI yang menghasilkan keputusan rapat bahwa : Badan Legislasi menyetujui 22 Rancangan Undang–Undang Pembentukan Daerah Otonom Baru. Sebelumnya, pada rapat pleno DPR RI pada 24 Oktober 2013, DPR RI menyetujui pembahasan pembentukan 65 daerah otonom baru. Dengan kata lain, keputusan rapat pleno DPR RI menyetujui pembahasan pembentukan 65 daerah otonom baru, kemudian disetujui sebanyak 22 daerah otonom baru oleh Badan Legislasi DPR RI yang akan dibahas lebih lanjut.

22 daerah otonom baru yang dirancang adalah : 1. Provinsi Sumatera Tenggara

2. Kabupaten Kepulauan Natuna Selatan, 3. Kabupaten Kepulauan Natuna Barat, 4. Kabupaten Cilangkahan,

5. Kabupaten Caringin, 6. Kabupaten Cibaliung, 7. Kabupaten Luwuk Tengah,

(10)

10 8. Kabupaten Moutong,

9. Kabupaten Tomini Raya, 10. Kabupaten Balanifa,

11. Kabupaten Indragiri Selatan, 12. Kabupaten Tayan,

13. Kabupaten Sebatik, 14. Kabupaten Samaraewa, 15. Kabupaten Galilea Loloda, 16. Kabupaten Kembu,

17. Kabupaten Biak Nafasoandewe, 18. Kabupaten Mimika Barat, 19. Kabupaten Mimika Timur, 20. Kabupaten Moni,

21. Kabuoaten Yamo,

22. Kabupaten Lembah Raupaer.

Apabila berbicara tentang pemekaran daerah, tentu ada banyak factor yang menjadi pendorong, salah satunya adalah luas wilayah atau kondisi geografis yang terlalu luas. Di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, ada sebuah Kecamatan di Kabupaten Sleman yang cukup menarik untuk dibahas, yaitu Kecamatan Depok. Jika dilihat dari segi luas wilayah, Kecamatan Depok sendiri lebih luas wilayahnya dibanding dengan luas Kota Yogyakarta yang notabene merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam situs resmi Pemerintah Kota Yogyakarta yaitu www.jogjakota.go.id disebutkan bahwa luas Kota Yogyakarta adalah 32,5 km2. Sedangkan luas kecamatan Depok Kabupaten

(11)

11

Sleman sendiri yang tertulis dalam website resmi Pemerintah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman adalah 2.687,6485 Ha yang jika dikonversikan dalam kilometer persegi adalah 35,55 km2. Maka, jika melihat factor pendorong pemekaran daerah, alasan kondisi luas geografis Kecamatan Depok Kabupaten Sleman memang menjadi salah satu alasan yang tepat.

Secara sarana dan prasarana, Kecamatan Depok terlihat lebih maju dibanding dengan kecamatan–kecamatan lain di wilayah Kabupaten Sleman. Bahkan, dengan kecamatan-kecamatan lain di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari segi pendidikan misalnya, bayak sekali perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang berada di Kecamatan Depok. Perguruan Tinggi Negeri antara lain Universitas Gadjah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta. Sedangkan untuk Perguruan Tinggi Swasta antara lain Universitas Islam Indonesia Fakultas Ekonomi, Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer “AMIKOM” Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi “YKPN” Yogyakarta, serta perguruan tinggi swasta lain. Bahkan, perguruan tinggi dibawah naungan Lembaga Negara seperti Akademi Angkatan Udara milik TNI AU yang dimiliki Kementerian Pertahanan Republik Indonesia serta Sekolah Tinggi Teknik Nuklir “BATAN” Yogyakarta yang berada di bawah Batan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) juga berada di wilayah administrative Kecamatan Depok. Ada juga Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang merupakan Perguruan Tinggi Islam dibawah naungan Kementerian Agama Republik Indonesia.

(12)

12

Selain itu wilayah Kecamatan Depok yang cukup luas juga memiliki 3 Polsek, yaitu Polsek Depok Barat, Polsek Depok Timur, serta Polsek Bulaksumur. Kecamatan Depok bahkan juga memiliki satu–satunya Bandar Udara Komersil di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu Bandara Adisutjipto, yang bahkan berdampingan dengan Landasan Udara Militer. Dari sisi ekonomi, Kecamatan Depok juga memiliki pusat perbelanjaan seperti Ambarrukma Plaza. Dari sisi sarana olah raga, Kecamatan Depok memiliki Stadion Internasional Maguwoharjo yang merupakan stadion internasional dan terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan salah satu yang terbesar di Indonesia.

Dari hal tersebut maka dilihat dari sisi fasilitas ataupun sarana dan prasarana Kecamatan Depok memang cukup maju dibandingkan dengan Kecamatan Lain di Wilayah Kabupaten Sleman maupun Kabupaten lain di Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi untuk berdiri sendiri menjadi sebuah daerah otonom baru sangat besar. Dengan kata lain, melihat sarana dan prasarana yang lebih maju tersebut, maka Kecamatan Depok Kabupaten Sleman dapat berpotensi untuk mandiri menjadi sebuah daerah otonom baru atau kota yang baru. Walaupun, masih banyak criteria lain yang harus dimiliki Kecamatan Depok jika dapat dikatakan layak untuk menjadi dan dimekarkan menjadi kota yang baru.

Secara logika, tentu sebuah wacana pemekaran akan menimbulkan pro dan kontra. Bagaimana tidak, apabila sebuah daerah dimekarkan, maka akan menimbulkan dampak bagi daerah induk. Apalagi jika Kecamatan Depok Kabupaten Sleman di mana banyak sekali sumber daya ekonomi dimekarkan maka akan berdampak pada berkurangnya pendapatan daerah induk, yaitu Kabupaten Sleman. Adanya Ambarrukma Plaza misalnya, pajak yang dihasilkan

(13)

13

otomatis tidak akan mendarat ke Kabupaten Sleman. Tentunya para aparatur daerah dan para pejabat daerah di daerah induk secara logika tidak menginginkan daerahnya berkurang pendapatannya.

Bahkan, Wakil Bupati Sleman saat tahun 2011 yaitu Ibu Yuni Satya Rahayu memberikan pendapatnya bahwa Pemekaran Kabupaten Sleman belum mendesak. Pendapat tersebut diketahui dari berita yang dimuat pada rrijogja.co.id. Dalam berita tersebut, dimuat pendapat dari Wakil Bupati Sleman bahwa “Misalnya untuk Kecamatan Depok, meski disana padat penduduk, tapi belum mendesak untuk dimekarkan. Kepadatan penduduk bukan semata-mata alasan untuk pemekaran,”. Pendapat tersebut dimuat dalam rrijogja.co.id tanggal 06

Oktober 2011 dengan judul “Pemekaran Depok Belum Mendesak”.

Dari pernyataan pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Wakil Bupati Sleman selaku salah satu pimpinan pemerintahan eksekutif tertinggi di Sleman, wacana pemekaran Kecamatan Depok Kabupaten Sleman belum mendesak. Baik itu pemekaran untuk dipecah menjadi dua kecamatan, dipecah desa-desanya, atau bahkan pemekaran menjadi daerah otonom baru atau kota yang baru.

Ada juga pihak yang menyatakan setuju atau pro terhadap pemekaran asal dengan syarat. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Urusan Perencanaan Desa Condongcatur Kabupaten Sleman, Bapak Rusmanto yang dimuat dalam situs harianjogja.com pada 05 Oktober 2011. Bapak Rusmanto mengatakan bahwa

“Pemekaran setuju saja namun harus dilakukan pengkajian yang mendalam. Terutama kami perangkat desa ini nanti akan dibagaimanakan, jangan sampai

(14)

14

nasibnya tidak jelas seperti yang terjadi di Wates atau di Jawa Timur nasibnya tidak jelas,”.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kalangan yang menyatakan setuju–setuju saja dengan adanya pemekaran, apalagi pemekaran Kecamatan Depok menjadi daerah otonom baru atau kota yang baru asalkan nasib atau penghidupan perangkat desa yang berada di Wilayah Kecamatan Depok menjadi jelas. Artinya, jelas masa depan nasib dan penghidupannya.

Di sisi lain, ada pula secara logika menyetujui pemekaran karena kepentingan tertentu. Yang paling kental adalah kepentingan secara politik. Kepentingan secara politik dengan niatan menciptakan posisi kekuasaan baik itu di eksekutif maupun legislatif.

Pemekaran daerah saat terwujud memang selalu akan ditindaklanjuti dengan pembentukan struktur kekuasaan pemerintah daerah, yang garis besarnya terdiri dari cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Pembentukan daerah baru itu tak pelak akan melahirkan peluang perekrutan kepala daerah dan wakil serta minimal belasan kepala dinas, badan dan lembaga teknis daerah. Belum terhitung posisi–posisi birokrasi pemerintahan lain dalam lingkup kabupaten/kota mekaran. Ratusan hingga ribuan orang akan direkrut dan bekerja di berbagai posisi dan formasi pemerintahan daerah baru yang dibentuk2.

Sedang di cabang legislatif, harus dilakukan pengisian personalia anggota DPRD. Dalam rangka pengisian itu juga diperkirakan dilakukan pembentukan struktur–struktur partai di daerah mekaran. Terutama partai–partai yang potensial memiliki kursi di DPRD daerah mekaran. Karena itu, jelas banyak orang akan

(15)

15

tergiur dengan kesempatan perekrutan kekuasaan itu. Nah, pemekaran daerah didorong sebagai peluang kekuasaan bersama ke depan.3

Melihat potensi ekonomi yang dimiliki Kecamatan Depok bukan tidak mungkin pemekaran Kecamatan Depok akan menjadi ajang politik bagi–bagi kue. Terbentunya Daerah otonom baru otomatis akan membentuk jabatan–jabatan pemerintahan baru. Dan itu akan menjadi kue lezat. Selain itu, juga akan menjadi ajang mengambil keuntungan secara ekonomi. Apalagi, daerah baru juga akan mendapat dana intensif dari Pemerintah Pusat.

Namun, terlepas dari pro dan kontra tentang wacana Pemekaran Kecamatan Depok Kabupaten Sleman, tidak ada salahnya jika menilai mengenai kelayakan wacana tersebut. Terutama, menilai secara sisi akademis berdasarkan aturan yang sudah ada. Artinya, tidak ada salahnya jika menilai apakah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman layak untuk dimekarkan. Menilai berdasarkan dasar hukum tentang pemekaran daerah, yaitu PP no.78/2007. Apalagi, dalam Peraturan tersebut terdapat kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu daerah yang akan dimekarkan dan dilengkapi dengan cara penilaiannya.

Maka, pada skripsi ini akan dibahas apakah wacana tersebut memang layak atau belum layak untuk diajukan berdasarkan faktor dan indikator pembentukan daerah otonom baru yang tertuang dalam PP No. 78/2007.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu : Apakah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman layak dimekarkan

3

(16)

16

menjadi kota berdasarkan faktor dan indikator pembentukan daerah otonom baru yang tertuang dalam PP No.78/2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Kecamatan Depok Kabupaten Sleman sudah layak atau belum untuk dimekarkan menjadi Kota berdasarkan indikator dan faktor pembentukan daerah otonom baru yang tertuang dalam PP No.78/2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Semasa pemain daripada pasukan lawan yang dibenarkan berada dalam kawasan itu membuat hantaran percuma, bola tidak boleh dibaling melebihi kawasan gelanggang

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan kebijakan nasional tersebut seyogianya berupa suatu

Infrastruktur yang ada pada organisasi/perusahaan, telah mencakup lapisan transport yang merupakan lapisan yang menyediakan kemampuan jaringan/networking dan

Kecamatan yang ada di kabupaten gayo lues terdapat 11 kecamatan, yang masing-maing di kecamatan tersebut memiliki usahatani kopi, walaupun tidak semuanya menghasilkan

Hopkins(Sutama 2010 : 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri

Dengan ini penulis akan mencoba merancang, membuat serta mengimplementasikan sistem pengambilan keputusan ke dalam bentuk yang terkomputerisasi yaitu dalam bentuk

z “ “ Suatu Suatu Organisasi Organisasi yang yang memiliki memiliki ketrampilan ketrampilan menciptakan menciptakan , , menguasai?. menguasai dan dan membelajarkan