KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS PADA BANGUNAN PENAHAN
OMBAK DI PERAIRAN MOROSARI DEMAK
Ari Kristiningsih Universitas Diponegoro kristiningsihari@gmail.com
Abstrak: Pesisir Demak yang potensial bagi berbagai kegiatan membuatnya rentan akan berbagai permasalahan. Salah satunya adalah abrasi yang mengancam beberapa wilayah pesisirnya. Untuk mengatasi masalah abrasi adalah dengan pembuatan bangunan penahan gelombang Perairan Morosari terdapat dua jenis bangunan penahan gelombang. Yang pertama terbuat dari blok beton dan yang kedua dari sistem Hybrid Enginering dengan paralon. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat perbedaan kelimpahan makrozoobenthos pada bangunan penahan gelombang yang terbuat dari blok beton dan paralon. Metode yang digunakan adalah deskriptif comparatif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 pada perairan sekitar bangunan penahan gelombang di perairan Morosari dengan mengambil 10 titik sampling. Metode yang digunakan adalah metode deksriptif comparative. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa data bahwa suhu rata – rata 29,56, salinitas 25,09‰, Disolved Oxygen (DO) 2.8 gr/L dan pH 8.2. Substrat dasar pada perairan didominasi silt. Kandungan bahan organik pada stasiun Morosari 1 6.8% dan stasiun Morosari 2 11.78%. Indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi lebih tinggi pada stasiun Morosari 2 daripada stasiun Morosari 1.
Kata kunci: bangunan pantai, makrozoobenthos,Demak, pesisir
Abstract: Demak coastal area is very potential with many activity that make high vulnerability to the ecosystem. Abrasion is one of the problems that threatning some area in Demak coastal area. To solve this problem is build the beach structure that can handle the wave. Morosari coastal area has two break water. The first made from stone block and the second made with hybrid engginering sistem with paralon. The aims from this research is to see the abudance of the makrozoobenthos on different break water. This research using deskriptife comparative methods. Research held on January 2017 in two break water in Morosari coastal area with 10 spot sampling. From the research average temperature is 29,560C, salinity 25,09‰, Disolved Oxygen (DO) 2.8 gr/L and pH 8.2. sedimen substat is dominated silt. Organic matter on stasiun Morosari 16.8% and stasiun Morosari 2 11.78%. Morosari 2 has higher divercity indeks (H’), evenned indeks (E) and dominace indeks (C) than Morosari 2.
Key words: beach structure, makrozoobenthos, Demak, coastal
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat potensial untuk berbagai kegiatan, karena daerah pesisir merupakan zona besar untuk pemukiman dan memiliki peran penting dalam kekayaan banyak negara (Zanutigh, 2011). Demikian halnya dengan pesisir pantai Demak yang merupakan jalur transportasi utama di sepanjang pantai utara Jawa memiliki
yang paling sering terjadi adalah abrasi yang terjadi pada sepanjang pesisir pantainya. Seperti yang dilaporkan oleh Prayogi dkk (2016) dalam kurun waktu 1991 – 2011 terdapat perubahan pada karateristik pantainya yaitu panjang garis pantainya bertambah 9,70 km (103,6%) dan luas wilayah abrasi sebesar tahun 2011= 22,7% atau seluas 1.198,8 ha. Jika hal ini dibiarkan saja maka masyarakat akan kehilangan lahan persawahan dan areal pertambakan. Pantai Morosari sendiri merupakan salah satu pantai yang yang dijadikan mata pencaharian oleh para nelayan dan juga mejadi objek wisata bagi masyarakat Demak dan sekitarnya. Sehingga keberlangsungan ekosistem pantai Morosari mempunyai peran yang penting bagi masyarakat sekitar.
Untuk mengatasi permasalahan abrasi di pantai Morosari didirikan bangunan penahan gelombang (APO) yang terbuat dari blok beton dan APO yang menggunakan sistem Hybrid yaitu dengan menggunakan Paralon sebagai bahan utamanya. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat perbedaan kelimpahan makrozoobenthos pada bangunan penahan ombak yang memiliki susunan material yang berbeda. Makrozoobenthos digunakan sebagai indikator karena makrozoobenthos merupakan organisme yang hidup menetap (sesile) dan memiliki daya adaptasi yang bervariasi terhadap kondisi lingkungan (Pratiwi et al.(2004)). Beberapa makrozoobenthos juga digunakan untuk mengindikasikan suatu perairan apakah sedang tercemar atau tidak. Seperti yang dinyatakan oleh Dwirustina (2013) bahwa pada daerah kawasan industri bila banyak ditemukan jenis Oligochaeta dan jenis lain tidak ada maka mengindikasikan daerah tersebut sudah mulai tercemar. Penelitian Onrizalet et all. (2008), menunjukan bahwa keanekaragaman makrozoobenthos dapat meningkat dengan kelimpahan yang meningkat seiring dengan bertambahnya umur spesies mangrove yang di rehabilitasi. Dengan demikian maka tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan antara Bangunan penahan Ombak yang dibuat dengan material utamanya terbuat dari semen yang tergolong hard structure dengan bangunan pantai yang menggunakan sistem Hybrid dari paralon.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 di perairan pantai Morosari, Demak. Materi penelitian meliputi subtrat sedimen, kandungan bahan organik, kualitas air dan hewan makrozoobenthos pada perairan Morosari, Demak. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif komparatif. Lokasi penelitian mengambil dua stasiun yaitu Morosari 1 yang bangunan penahan ombak (APO) terbuat dari blok beton (Stone block) dan stasiun Morosari 2 dengan bangunan penahan ombak (APO) menggunakan sistem Hybrid Engginering yang terbuat dari paralon sebagai bahan utamanya. Sistem Hybrid Engginering merupakan teknologi baru dalam pembuatan APO yang menggabungkan antara bentuk hard structure dengan soft structure. Sehingga pendirian bangunan permanen dalam memecah gelombang tetapi menggunakan bahan – bahan yang ramah lingkungan. Pada tiap stasiun diambil masing - masing 5 titik sampling. Peta lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Sampel lumpur yang mengandung makrozoobenthos diambil dengan menggunakan alat Van Veen Grab, sampel lumpur dipisahkan ± 25 gram untuk dilakukan analisa bahan organik, 250 gram untuk analisa ukuran butir dan sisanya diayak dengan menggunakan saringan bentos yang terbuat dari kawat. Sampel makrozoobenthos kemudian diawetkan dengan menggunakan formalin 10% yang telah dicampur dengan larutan Rose Bengale. Setelah sampai di labolatorium sampel dicuci kembali dan disortir kemudian sampel yang berupa cacing diawetkan dengan larutan alkohol 70% . Selanjutnya sampel diidentifikasi sampai dengan tingkat genus. Analisis data yang dilakukan yaitu dengan menentukan nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C). Pengukuran parameter kualitas air meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di perairan Morosari, Demak telah teridentifikasi pada stasiun Morosari 1 terdapat 18 genus dengan 12 genus diantaranya dari kelas Polychaeta, 3 kelas Bivalve, 1 Gastropoda, 1 Ophiuridea dan 1 kelas Crustacea. Sedangkan pada stasiun Morosari 2 didapatkan 30 genus dengan 23 dari kelas Polychaeta, 3 kelas Bivalve, 1 Gastropoda, 1 Ophiuridea dan 2 dari kelas Crustacea (Gambar 2)
Gambar 2. Jumlah genus makrozoobenthos yang ditemuka
Tabel 1. Jumlah individu yang terdapat pada stasiun Morosari 1
Genus Titik sampling
H1 H2 H3 H4 H5 Polychaeta Capitella 1 - - 2 1 Cossura - - - 2 - Echiura - - - 1 - Glycera - - - 1 - Goniada - - 1 - 2 Heteromastus 1 - - 1 - Lumbrineris - - - 1 - Platynereis - - - 1 - Poechilochaetus 1 - - 2 - Polynoidea - - - - - Prionospio - - - 1 - Spionida - - 1 - - Bivalve Anadara - 2 - - - Asaphis - 1 1 - - Tellina - - 1 - 3 Gastropoda Cerithidea - 1 - - - Ophiuridea Ophiureidea 2 - - - - Crustacea
Berdasarkan Tabel 1 pada stasiun Morosari 2 hanya ditemukan 32 biota saja dan terlihat tidak ada genus yang mendominasi, genus yang paling banyak ditemukan adalah genus Tellina dari kelas Bivalve. Hal ini senada dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ulfah (2012) yang juga menemukan biota yang mendominasi pada perairan Morosari adalah genus Tellina. Sedangkan pada stasiun Morosari 2 ditemukan lebih banyak biota, yaitu 133 invidu. Pada stasiun ini ditemukan genus Sternapsis 21 biota (Tabel 2). Genus Sternapsis ditemukan pada semua titik lokasi sampling pada stasiun Morosari 2, sedangkan pada stasiun Morosari 1 biota ini tidak ditemukan sama sekali.
Tabel 2. Jumlah individu yang terdapat pada stasiun Morosari 2
Genus Titik Sampling
H6 H7 H8 H9 H10 Polychaeta Anaspio 1 - - - - Aricidae - - - - 1 Capitella 4 7 - - 1 Ceratocephale 3 1 - 3 - Chaetozone - 1 1 - Cossura 1 5 - - - Drilonesis 1 - - - - Glycera 1 2 - - 1 Glycinde - - - 1 - Goniada 5 1 - - - Heteromastus - 2 5 9 - Mediomastus 2 2 - - - Nassarius - 1 - - - Nereis - - - - 2 Neanthes - - - - 1 Notomastus 1 2 3 - Paraonella - 1 - - - Perineris 1 - 3 - - Poechilochaetus - 3 - 1 1 Polynoidea 1 3 - 2 - Spionida 1 - - - - Sternapsis 7 3 2 21 1 Terebelida - 2 - - - Bivalve Macoma - - - - 1 Solen - - - - 1 Tellina 1 - - - 1 Gastropoda Cerithidea - - - 1 - Ophiuridea Ophicuma - - - - 1 Crustacea Amphipoda - 1 - - - Uca - - - - 1 Total individu 30 37 10 43 13
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 terlihat bahwa kelas Polychaeta memiliki jumlah individu yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan kelas lainya. Hal ini dikarenakan pada pada daerah ini merupakan habitatnya, yaitu perairan yang didominasi oleh tipe lumpur (silt). Hasil analisa butir menunjukan bahwa stasiun Morosari 1 kandungan lumpur 85, 05% dan stasiun Morosari 2 sebesar 91,79%, sehingga pertumbuhan Polychaeta sangat baik pada kondisi imi. Ardi (2002) juga menyatakan bahwa hewan benthos kelompok Polychaeta, Bivalve, Gastropoda, Crustacea dan Echinodermata dapat ditemukan pada daerah yang memiliki substrat berlumpur dan berpasir.
Gambar 3. Indeks Keanekaragaman (H’), indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa indeks keanekaragaman (H’), indeks Keseragaman (E) dan indeks Dominansi (C) antara stasiun Morosari 1 yang bangunan penahan ombaknya terbuat dari blok beton lebih rendah jika dibandingkan dengan stasiun Morosari 2 yang menggunakan sistem Hybrid. Tentunya faktor lain yang juga berpengaruh adalah tanaman mangrove yang berada di belakang bangunan penahan ombak pada stasiun Morosari 2. Sedangkan pada stasiun Morosari 1 blok beton agak ke tengah, sehingga jarak dengan vegetasi mangrove cukup jauh.
Hasil pengamatan kualitas air dan bahan organik selama penelitian terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Kualitas air dan kandungan bahan organik stasiun Morosari 1
No
Titik
sampling
Parameter Kualitas Air
Kandungan Bahan Organik
(%)
Suhu
(
0C)
Ph
Salinitas
(‰)
DO
(mg/L)
1.
M1
31.1
8.11
33.1
3.2
6.33
2.
M2
31.4
8.09
33.1
1.3
7.48
Tabel 4. Kualitas air dan kandungan bahan organik stasiun Morosari 2
No Titik sampling
Parameter Kualitas Air
Kandungan Bahan Organik Suhu (0C) Ph Salinitas (‰) DO (mg/L) 1. H6 29.8 8.13 26.6 0.4 8.63 2. H7 29.4 8.23 26.5 0.3 10.64 3. H8 29.6 8.29 24.4 0.4 15.28 4. H9 29.5 8.29 24.1 0.4 9.87 5. H10 29.4 8.32 23.9 0.4 14.48 Rata – rata 29.54 8.25 25.1 0.38 11.78
Perbandingan kualitas air dan bahan organik antara stasiun Morosari 1 dan Morosari 2 terlihat pada Gambar 3. Terlihat bahwa kadar DO antara kedua stasiun sangat jauh berbeda, kadar oksigen terlarut pada stasiun Morosari 2 jauh lebih rendah dibandingkan dengan stasiun Morosari 1, kemungkinan hal ini diakibatkan karena tingkat kekeruhan yang tinggi. Kandungan bahan organik lebih tinggi stasiun Morosari 2 dibanding tinggi dibandingkan dengan stasiun Morosari 1. Sedangkan kualitas air yang lain hampir sama antara stasiun Morosari 1 dengan Morosari 2.
Gambar 4. Perbandingan kualitas air dan Bahan organik
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa pada stasiun Morosari 1 dengan bangunan penahan ombak dengan menggunakan blok beton biota yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan bangunan pantai yang menggunakan sistem Hybrid Engginering. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks dominansi juga lebih tinggi dengan Hybrid Engginering.
DAFTAR PUSTAKA